Dedi Ardinata Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

ABSTRAK ASPEK KLINIS PEMERIKSAAN PERSENTASE EOSINOFIL, HITUNG EOSINOFIL TOTAL, DAN IMUNOGLOBULIN E SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS ASMA BRONKIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PATOGENESIS REAKSI INFLAMASI ALERGI. Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi mukosa hidung yang didasari

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

HASIL DAN PEMBAHASAN

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. multifaktorial yang diinduksi interaksi gen lingkungan. Untuk menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hipersensitivitas cepat (immediate hypersensitivity) karena reaksi

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

T E S I S. Oleh YUDI PRASETYO S

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa dekade terakhir. Penyakit alergi adalah reaksi hipersensitivitas sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah

ASTHMA Wiwien Heru Wiyono

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

Respon imun adaptif : Respon humoral

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Dwiyana Roselin 1, Eryati Darwin 2, Irvan Medison 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

ABSTRAK ANALISIS KADAR INTERFERON GAMMA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DAN BUKAN PENDERITA TUBERKULOSIS

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KADAR 25-HYDROXYVITAMIN D PLASMA DAN DERAJAT ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKIAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis alergi (RA) merupakan rinitis kronik non infeksius yang paling

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM, DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

PENGARUH SUPLEMENTASI ZINK TERHADAP JUMLAH EOSINOFIL PADA JARINGAN PARU PENDERITA ALERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

Tinjauan Pustaka Dedi Ardinata Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Abstrak: Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada sistem pernafasan. Terjadi inflamasi yang khas karena disertai infiltrasi eosinofil, hal ini membedakan asma dari gangguan inflamasi jalan napas lainnya. Eosinofil merupakan mediator inflamasi utama pada asma. Eosinofil merangsang produksi mediator inflamasi, sitokin dan mediator. Pemahaman efek eosinofil menjadi dasar terapi asma, yaitu dengan menghambat sitokin, eosinofil dan menghambat interaksi antara eosinofil dan sel endotel. Selain itu menjadi dasar pengembangan modalitas terapi asma seperti Cyklophilin, Antibodi monoklonal antihuman IL-5, Anti Interleukin-1, Interleukin 10, Interleukin 12 dan Antihistamin. Pengetahuan ini memberi pemahaman mekanisme obat yang lazim digunakan seperti Glucocorticoid dan Anti leukotrine. Kata kunci: Asma, eosinofil Abstract: Asthma is chronic inflammation involving the respiratory system. This special inflammation is cause by Eosinophils infiltration, at this point asthma difference from other air tract inflammation. Eosinophils is the main inflammation mediator on asthma. Eoinophils stimulate inflammation mediator production, cytokines and lipid mediator. Understanding the effect of eosinophils become basic of asthma therapy, by inhibit cytokines, eosinophils and inhibit the interaction between eosinophils and endothelial cell. Then, its become basis of developing agent of asthma therapy like Cyklophilin, Antibodi monoklonal antihuman IL-5, Anti Interleukin-1, Interleukin 10, Interleukin 12 and Antihistamin. This knowledge lead to understanding of usual use drugs mechanisms like Glucocorticoid and Anti leukotrine. Keywords: Asthma, eosinofil PENDAHULUAN Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius diberbagai negara diseluruh dunia. 1 Meskipun penyakit ini bukan merupakan penyebab kematian yang utama tetapi penyakit ini mempunyai dampak sosial yang cukup besar terhadap produktifitas kerja dan kehilangan angka sekolah yang tinggi serta angka kejadiannya meningkat terus dari waktu kewaktu. 1.2 Asma dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi yang sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. 3 Prevalensi asma pada anakanak bervariasi antara 0-30%, sedangkan pada dewasa secara umum berdasarkan beberapa survei sekitar 6% pada beberapa negara yang berbeda. 4 Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan emfisiema merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%. Pada tahun 1995, prevalensi asma diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000 penderita. 1 Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi yang terjadi pada asma adalah inflamasi yang khas yaitu inflamasi yang disertai infiltrasi eosinofil, hal ini yang membedakan asma dari gangguan inflamasi jalan napas lainnya. Eosinofil merupakan inflamasi utama pada asma, 5 terbukti setelah inhalasi dengan allergen didapatkan peningkatan eosinofil pada cairan kurasan bronkoalveolar (BAL) pada saat reaksi asma lambat yang disertai dengan inflamasi. 5,6,7 Karena pentingnya peranan sel-sel inflamasi terutama sel eosinofil didalam mencetuskan simptoms asma, maka pada tulisan ini akan dibicarakan tentang peranan eosinofil pada asma dan aspek patogenesanya serta pendekatan terapi. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008 268

Dedi Ardinata Eosinofil dan Patogenesa Asma PATOGENESA ASMA Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen, berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan menyebabkan kontraksi otot jalan napas, hiperaktivitas bronkus dan inflamasi jalan napas. 4,5 Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu imunitas humural dan imunitas selular. Imunitas humoral ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik sel limfosit B. Sedangkan imunitas seluler diperankan oleh limfosit T. Sel limfosit T mengontrol fungsi Limfosit B dan meningkatkan proses inflamasi melalui aktivitas sitotoksin cluster diffrentiation 8 (CD8) dan mensekresikan berbagai sitokin. Sel limfosit T helper (CD4) dibedakan menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3, granulocytet monocyte colony stimulating factor (GMCSF), interferon y (IFN-y) dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). Sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GMCSF. 4,5,9 (Gambar 1) Gambar 1. Patogenesa asma Gambar 2. Reaksi early onset pada asma Respon imun dimulai dengan masuknya alergen kedalam seluran nafas akan ditangkap oleh sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen (Antigen Persenting Cell/APC). Antigen diproses di dalam APC dan dipersentingkan kepada sel limfosit T dengan bantuan Mayor histocompatibility (MHC) kelas II, limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik, teraktivasi dan berdiffrensiasi ke profil Th2. 4,5 Subtipe Th2 ini merupakan subtipe utama yang terlibat pada asma, mensekresi berbagai sitokine yang bertanggung jawab bagi berkembangnya reaksi tipe lambat atau cell- mediated hypersensitivity reaction. 4 Rangsangan interleukin 4 dan interleukin 13 dari Th2, akan memacu sel limfosit B untuk mensintesa IgE. IgE akan dilepas limfosit B dan melekat pada high affiniting IgE reseptors (FceRI) pada permukaan sel mast. Bila alergen yang sama masuk lagi maka akan diikat oleh IgE dipermukaan sel mast. Cross Linked Reseptor IgE dengan alergen akan mengaktifkan sel mast yang menyebabkan degranulasi sel mast sehingga terjadi pelepasan perfomed mediator seperti histamin serta newly generated modiator antara lain: prostaglandin, leukotrin yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, vasodilitasi. Mediator inflamasi menginduksi kebocoran mikrovaskuler yang melibatkan eksudasi plasma kedalam saluran napas. Kebocoran plasma protein menginduksi penebalan dan edema dinding saluran napas yang menyebabkan penyempitan lumen saluran napas, sehingga menyebabkan kontraksi otot pernapasan dan reaksi ini berlangsung selama 1-2 jam. Reaksi ini disebut early onset pada asma (Gambar 2). 2 Degranulasi sel mast juga menghasilkan sejumlah sitokin a.l. IL-4,IL-5, IL-6,IL-13 dan TNF- a. 4,5,9.10 Degranulasi sel mast beserta limfosit T subtipe Th2 akan menggerakkan dan mengaktifkan sel-sel inflamasi eosinofil, basofil, neutrofil dan magrofage, melalui aktivitas sel endotel yang akan menyebabkan pembentukan molekul adhesi. Reaksi ini akan terjadi pada 4-8 jam setelah reaksi pertama dan menyebabkan kedatangan sel-sel radang sehingga meningkatkan pelepasan mediator. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat. 4,5,9 (Gambar 3) 269 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008

Tinjauan Pustaka Gambar 3. Reaksi lambat pada asma EOSINOFIL Pada orang normal, kadar eosinofil hanya sebagian kecil dari lekosit darah perifer dan keberadaannya di jaringan terbatas. Pada penyakit tertentu, eosinofil dapat berakumulasi pada darah tepi atau jaringan tubuh. Gangguan yang menyebabkan eosinofilia didefinisikan sebagai akumulasi abnormal eosinofil dalam darah atau jaringan sehingga menimbulkan gejala klinis. 5,10,11 Normalnya kadar eosinofil hanya 1-3 % dari lekosit darah tepi, dan batas dari rentang nilai normal adalah 350 sel/mm 3 darah. Eosinofil diklasifikasikan ringan (351-1500 sel/mm3), sedang (>1500-5000 sel/mm3) atau berat (>5000 sel/mm3). 11 Eosinofil memproduksi mediator toksin inflamatori yang unik yang disimpan dalam granul-granul dan disintetis setelah sel ini teraktivasi, granul tersebut mengandung kristaloid yang terdiri dari Major Basic Protein (MBP) dan matrix yang terdiri dari Eosinophil Cationic Protein (ECP), peroxidase eosinofil dan Eosinophil Derived Neurotoxin (EDN) yang mengandung efek sitotoksin pada epitelium repiratori. Eosinofil juga menghasilkan berbagai sitokin yang sebagian disimpan didalam granul dan mediator lipid yang dihasikan setelah sel ini teraktivasi, antara lain rantes, eotaxin dan platelet activating faktor yang berperan mempercepat migrasi eosinofil. 5,7.9,10 (Gambar 4) Eosinofil terjadi melalui 4 proses: diffrensiasi sel-sel progenitor dan proliferasi eosinofil pada sumsum tulang intaraksi antara eosinofil dan sel endotel, termasuk: rolling, adhesi dan migrasi eosinofil rangsangan kimia yang menarik eosinofil ke lokasi tertentu dan aktivasi serta destruksi eosinofil Gambar 4. Gambaran fisiologi eosinofil Eosinofil diproduksi oleh sel progenitor dalam sumsum tulang. Tiga sitokin yakni interleukin-3, IL-5 dan granulocyte macrophage colony stimulating faktor (GH- CSF) adalah bagian penting dalam mengatur perkembangan eosinofil. IL-5 adalah spesifik untuk eosinofil Lineage dan bertanggung jawab terhadap diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi perifer. 5,10,11 Eosinofil di sirkulasi akan berputar (rolling) pada endothelium yang di perantarai oleh E- Selectin. Kemudian terjadi perlengketan (adhesion) antara eosinofil dan sel endothelial yang di perantarai oleh perlengketan molekul-molekul pada sel endothelial dan counter ligand pada eosinofil. Perlengketan (adhesion) ini melalui perlengketan molekul-molekul dengan kelompok integrin dari eosinofil, yakni kelompok CD-18 (B2 Integrin) dan molekul Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008 270

Dedi Ardinata Eosinofil dan Patogenesa Asma antigen 4 (VLA-9 atau B1 Integrin). B2 Integrin berintereaksi dengan molekul 1 intercelular (I-CAM 1) yang melekat pada selsel endothelial dan B1 Integrin berintereaksi dengan molekul yang melekat pada sel vaskuler (VCAM 1). Jalur CD18-ICAM-1 digunakan untuk semua lekosit sedangkan jalur VLA-9 VCAM-1 digunakan oleh eosinofil dan sel mononukler. ICAM-1 di induksi oleh berbagai mediator inflamasi antara lain: interleukin 1 dan TNF-a sedangkan VCAM-1 di induksi oleh interleukeukin 4, kemudian esinofil bermigrasi kedalam jaringan yang diperankan oleh molekul-molekul chemoattractant lokal seperti leukotrin B4, mediator mediator lipid, interleukin, dan berbagai chemokines. Dari ke semua subtansi yang relatif spesifik untuk eosinofil adalah eotaxin-1 dan eotaxin-2 dan efeknya dipertinggi oleh interleukin -5. Eosinofil dapat hidup dan bertahan di jaringan dalam jangka waktu lama (sampai bermingguminggu) bergantung pada sitokin micro lingkungan (micro enviroment). Sitokin IL-3, IL-5 dan GM-CSF menghambat apoptasi eosinofil sekurang kurangnya 12 sampai 14 hari pada jaringan sebaliknya hanya bertahan 48 jam pada keadaan tidak adanya sitokin, eosinofil jaringan juga dapat meregulasi masa hidupnya sendiri melalui jalur autokrin. 5,7,910,11 (Gambar 5) Setelah di jaringan eosinofil melepaskan mediator LTC, PAF, radikal bekas oksigen, MBP, ECP, EDN sehingga terjadi kerusakan epitel saluran nafas. Major basic protein secara langsung meningkatkan reaktifasi obat polos dan merangsang degranulasi sel mast dan basofil. 5,10,11 Remodeling merupakan reaksi tubuh untuk memperbaiki jaringan yang rusak akibat inflamasi dan diduga menyebabkan perubahan ireversibel pada asma. Fibroblas berperan penting dalan remodeling dan proses inflamasi. Fibroblas menghasilkan kalogen, serat elastik dan retikuler, proteoglikans dan glikoprotein dari matriks ekstraselular (ECM). 5,7.9 Gambar 5. Diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi perifer 271 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008

Tinjauan Pustaka Gambar 6. Faktor mediator maupun sitokin yang berperan pada proses asma PENDEKATAN TERAPI Pengobatan asma dengan dasar mempelajari faktor mediator maupun sitokin yang berperan pada proses asma, saat ini sedang dalam tahap pengembangan yang intensip. Dalam hal peranan eosinofil pada asma, pendekatan terapi didasarkan pada penghambatan sitokin, eosinofil, dan menghambat interaksi antara eosinofil dan sel endothelial. 10,11 (Gambar 6) Glucocorticoid. Obat ini merupakan agen paling efektif untuk mereduksi/mengurangi eosinofil, menekan trankripsi sejumlah gen mediator inflamasi, obat ini dapat menghambat produksi IL -1 sehingga menghilangkan ekpresi E-selektion dan ICAM-1 dari stimulasi endotel oleh zat tersebut. Saat ini kortikosteroid merupakan obat lini pertama dalam dalam pengobatan reaksi inflamasi pada asma. 10,11,12 Cyklophilin. (Cyclosporine) Obat ini dilaporkan dapat memblokade transkripsi dari eosinophil - active cytokines separti IL-5 dan GM-CSF. 11 Antihistamin. Cetirizine (CTR) obat anti H1 dari generasi kedua obat antihistamin dilaporkan dapat menginhibisi ekspresi ICAM -1. 11,13 Antibodi monoklonal antihuman IL-5. Menghambat interaksi IL-5 beserta reseptorreseptornya. Anti leukotrine. (Zileuton, zafirlukas), menghambat sintesa leukotrine dan menghambat pembentukan leukotrine B4 dan leukotrine C4,D4 dan E4. (11,13,14) Interleukin 10. Pemberian IL -10 dapat menghambat produksi TNF- a yang dapat mengaktivitas ekspresi ICAM-1 oleh endotel. 13 Anti Interleukin-1. Dapat menghambat IL- 1 sehingga menghambat aktivasi endotel untuk menghasilkan ICAM-1. 13 Pemberian IL -12 dapat menghambat produksi IL-4 yang mengaktivitas endotel untuk menghasilkan VICAM. IL -12 juga menghambat produksi IL-5 yang berperan pada proses eosinophilia. 11,13 KESIMPULAN Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen, berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan menyebabkan kontraksi otot jalan napas, hiperaktivitas bronkus dan inflamasi jalan napas. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008 272

Dedi Ardinata Eosinofil dan Patogenesa Asma Eosinofil merupakan inflamasi utama pada asma, terbukti setelah inhalasi dengan allergen didapatkan peningkatan eosinofil pada cairan kurasan bronkoalveolar (BAL) pada saat reaksi asma lambat yang disertai dengan inflamasi. Peranan eosinofil menonjol dalam reaksi inflamasi pada penderit asma. Saat ini sedang dikembangkan pendekatan terapi asma yang mempengaruhi sitokin yang berperan pada asma. DAFTAR PUSTAKA 1. PDPI. ASMA. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004; 1-19. 2. Yunus F. Terapi Controller Pada Asma. Dalam: Margono BP, Widjaja A, Amin M,dkk (editor). Pertemuan Ilmiah Paru Millenium, Surabaya,2002;1-7. 3. Barnes NC, Crompton GK. Asthma. In:Brambilla C, Costabel U,et all. Pulmonary Disease, McGraw-Hill, London, 1999; 65-82. 4. National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute. Difinition. In: Global Initiative for Asthma 2002, 2-7. 5. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono HW. Patogenesis dan Fatofisiologi Asma. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No 141, Jakarta, 2003; 5-10. 6. Yddiz F, Basyigit I, Boyact H. Comparison of Induced Sputum Cell Counts in COPD and Asthma, Turkish Respiratory Journal, 4, 2003; 43-6. 7. Mangunnegoro H, Yunus F, Soewarta DKS. Asma,Patogenesis,Diagnosis dan Penatalaksanaan; 1-12. 8. Buist SA. Definitions In: Asthma and COPD Basic Mechanisms and Clinical Management, London, Academic Press, 2002; 1-17. 9. Surjanto E. Patogenesis Asma. Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Khusus (PIK) X, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Makasar, 2003; 35-44. 10. Busse W, Lemanske FR. Asthma, N Engl J Med, 344, 2001: 350-62. 11. Rothenberg EM. Eosinophilia, N Engl J Med, 338, 1998: 1592-1600. 12. Saleh T. Peran Kortikosteroid Pada Serangan Asma. Dalam: Margono BP, Widjaja A, Amin M,dkk (editor). Pertemuan Ilmiah Paru Millenium, Surabaya, 2002; 1-16. 13. Patau JM, Hasbi M. Penggunaan Kortikosteroid Pada Asma Bronkial. Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Khusus (PIK) X, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Makasar, 2003; 53-44. 14. Yunus F. Terapi Controller Pada Asma. Dalam: Margono BP, Widjaja A, Amin M,dkk (editor). Pertemuan Ilmiah Paru Millenium, Surabaya, 2002; 1-6. 273 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008