DISERTASI KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

DISERTASI KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR

JURNAL P ENYULUHAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMANDIRIAN PENGRAJIN KULIT DI KABUPATEN SIDOARJO DAN MAGETAN, JAWA TIMUR

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRATEGI BISNIS WARUNG SOTO AYAM CAK SUEP PADA PERUMAHAN DELTA SARI INDAH DI WARU SIDOARJO SKRIPSI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Perempuan dan Industri Rumahan

MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMASARAN PADA UKM DI PERKOTAAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

KEMANDIRIAN PETANI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN USAHATANI: KASUS PETANI SAYURAN DI KABUPATEN BONDOWOSO DAN KABUPATEN PASURUAN ABDUL FARID

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN PEDAGANG KAKILIMA (Kasus Pedagang Kakilima Pemakai gerobak Usaha Makanan Di Kota Bogor)

Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Kopertis dan Perguruan Tinggi Swasta

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

BAB I PENDAHULUAN. upaya pemberdayaan ekonomi rakyat adalah koperasi. Hal ini dikarenakan

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

TINJAUAN PUSTAKA Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga

HUBUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DENGAN PEMASARAN KERUPUK IKAN HASIL HOME INDUSTRY PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN TUBAN

Profil UMKM Sepatu dan Sandal di Kecamatan Medan Denaiˏ Kota Medan

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PENGARUH SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP PERSEPSI PENGUSAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) ATAS KEBERHASILAN (UKM) DI TANGGULANGIN SIDOARJO SKRIPSI

PENGARUH PENGALAMAN, MOTIVASI, DAN MENTAL KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KEBERHASILAN INDUSTRI SANDAL DAN SEPATU DI WEDORO USULAN PENELITIAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA IDEALISME DAN GAYA HIDUP DENGAN KETERAMPILAN DAN INOVASI DALAM BERWIRAUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

PENGARUH KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN DI PT. SURYA SEGARA SURABAYA SKRIPSI

PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN NILAI PELANGGAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT ZEDNITA AZRIANI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN INDUSTRSI KECIL DI KABUPATEN GRESIK DAN KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ENTREPRENEURSHIP PADA MAHASISWA UMS

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI

KONVERGENSI KEEFEKTIVAN KEPEMIMPINAN (Kasus Anggota Gabungan Kelompok Tani Pandan Wangi Desa Karehkel, Leuwiliang-Bogor) SKRIPSI FERRI FIRDAUS

BAB I PENDAHULUAN. lain (Wijaya 2001; Sigito 2001; Tawardi 1999; Karsidi 1999).

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum keberadaan usaha kecil menengah (UKM) di negara-negara

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN, SEGMENTASI PASAR DAN MODAL USAHA TERHADAP LABA USAHA INDUSTRI KERAJINAN MEUBEL DI SAMBI BOYOLALI

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENGUSAHA KECIL ATAS PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI DI DAERAH KABUPATEN TUBAN

SKRIPSI. Diajukan oleh : Irma Dianita /FE/EA. Kepada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2011

Oleh: Riza Primahendra 1

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

HUBUNGAN PROFIL INDIVIDU, IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DAN PERILAKU KOMUNIKASI APARATUR DENGAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEMBACA DALAM MEMPEROLEH INFORMASI GAYA HIDUP SEHAT

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KERJA KARYAWAN DIVISI PRODUKSI ( Studi Kasus di Divisi Produksi Susu Bubuk PT. Indomilk Jakarta )

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP PRESTASI KERJA PEGAWAI PUSDIKLAT PEGAWAI DEPARTEMEN SOSIAL RI SURYA WIJAYA

KOMPETENSI PENYULUH DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PROVINSI JAWA BARAT. Bambang Gatut Nuryanto

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bidang perekonomiannya. Pembangunan ekonomi negara Indonesia di. ide baru, berani berkreasi dengan produk yang dibuat, dan mampu

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI BERBASIS TEKNOLOGI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) SKRIPSI.

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KESENJANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DI KABUPATEN ALOR YUNUS ADIFA

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS SISWA PADA BIMBINGAN BELAJAR AVINS MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, peranan Industri Kecil Menengah (IKM) dikaitkan dengan

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

HUBUNGAN TERPAAN PESAN PENCEGAHAN BAHAYA DEMAM BERDARAH DENGAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA (KASUS: KELURAHAN RANGKAPAN JAYA BARU, KOTA DEPOK) KUSUMAJANTI

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (entrepreneurship) sering sekali terdengar, baik dalam bisnis, seminar, pelatihan,

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Tesis. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2. Program Studi Magister Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap usaha di sektor informal dituntut memiliki daya adaptasi yang

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN DALAM PEMBELIAN MINYAK GORENG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen. Diajukan Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan

TESIS PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT MUTU PELAYANAN WISATA MANCING FISHING VALLEY BOGOR

PENGARUH MOTIVASI DAN MENTAL KEWIRAUSAHAAN TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERWIRAUSAHA

Transkripsi:

DISERTASI KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR Hamidah Nayati Utami SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Keberdayaan, Kemajuan, dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: Kasus di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Pebruari 2007 Hamidah Nayati Utami Nrp.P061020021

ABSTRAK Industri kecil memiliki kontribusi yang besar dalam pembangunan karena menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, menjadi penyumbang pendapatan asli daerah yang signifikan, prospektif untuk ekspor, dan mampu bertahan dalam kondisi krisis. Meskipun industri kecil memiliki peran strategis dalam pembangunan, namun masih banyak permasalahan yang dihadapi pengrajin terutama terkait dengan kualitas SDM pengrajin. Pengrajin masih lemah terutama dalam hal pengelolaan usaha, orientasi jangka panjang, kemampuan menjalin kerjasama. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan perilaku wirausaha, kemandirian usaha, kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha pengrajin di Sidoarjo dan Magetan, (2) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas perilaku wirausaha para pelaku industri kecil, (3) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan tingkat kemandirian berusaha para pelaku industri kecil, (4) menjelaskan faktor-faktor yang cenderung menentukan kemajuan usaha, (5) menjelaskan faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan usaha, dan (6) merumuskan model pemberdayaan pengrajin. Penelitian ini dilakukan terhadap pengrajin dari bahan kulit di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Jawa Timur. Sidoarjo berada di wilayah yang mewakili daerah yang jauh dengan sumber bahan baku dan Magetan mewakili daerah yang dekat dengan sumber bahan baku, dengan dasar penentuan strata adalah kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku. Sampel diambil dengan metode stratified random sampling. Jumlah populasi sebanyak 741 pengrajin, jumlah sampel dihitung dengan rumus Slovin sehingga diperoleh jumlah 260 pengrajin. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April 2005 sampai Pebruari 2006. Data primer diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancara terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner. Data dianalisis dengan: (1) analisis statistik deskriptif, (2) analisis Structural Equation Modelling (SEM), dan (3) uji beda rata-rata one way anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengrajin memiliki perilaku wirausaha, tingkat kemandirian usaha, tingkat kemajuan usaha, dan keberlanjutan usaha yang rendah. Perilaku wirausaha secara positif dan nyata dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungan. Tingkat kemandirian usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh karakteristik individu, pendukung usaha, dukungan lingkungan, dan perilaku wirausaha, dan faktor yang paling menentukan adalah perilaku wirausaha. Kemajuan usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha. Keberlanjutan usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh kemajuan usaha. Model pemberdayaan yang efektif memberdayakan pengrajin adalah dengan meningkatkan kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usaha dalam organisasi yang didukung oleh unsur penunjang dari pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah. Kata Kunci: keberdayaan pengrajin, perilaku wirausaha, kemandirian usaha, kemajuan usaha, keberlanjutan usaha.

ABSTRACT Small industries potentially could contribute to national development. They do not only enhance the economic growth, potential to export, or improve the gross domestic product; they can also promote sustainable employment and income for the working poor. Although small industries have strategic role in development, but there are still many problems faced by craftsmen especially related to quality of human resources that needs improvement. The objectives of this study was intended to formulate the model of craftsmen empowerment through determining: the influencing factors of entrepreneurial behavior, business interdependency, business progress, and business sustainability. This study was conducted the craftsmen of leather goods at Sidoarjo regency and Magetan Regency, East Java. Sample taken with stratified random sampling method. Survey and interview technique were implemented among 260 craftsmen, started April 2005 until Pebruari 2006. Data was analyzed by using descriptive statistic, one way anova test, and structural equation modeling. The results indicated that the craftsmen had a low level of entrepreneurial behavior, business interdependency, business progress, and business sustainability. The entrepreneurial behavior was influenced by individual quality and environment intervention. Especially, the business interdependency was influenced by entrepreneurial behavior, individual quality, and environment intervention. The business progress was influenced by entrepreneurial behavior and business interdependency. Finally, business sustainability was influenced by the business progress. This study suggests a model of craftsmen empowerment with entrepreneurial behavior and business interdependency improvement in order to business progress and business sustainability. Key words: the level of craftsmen empowerment, entrepreneurial behavior, business interdependency, business progress, and business sustainability.

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya

KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR Hamidah Nayati Utami Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Judul Disertasi : Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: Kasus Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur Nama Mahasiswa : Hamidah Nayati Utami Nomor Pokok : P 061020021 Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. H. Sumardjo, MS. Ketua Prof. Dr. H. Pang S. Asngari Anggota Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,M.S. Tanggal Ujian: 24 Nopember 2006 Tanggal Lulus:

PRAKATA Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha besar yang menguasai alam semesta ini, atas rahmat dan hidayah-nya sehingga disertasi berjudul Keberdayaan, Kemajuan, dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: Kasus di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kehadapan: Bapak Dr. Ir. H. Sumardjo, MS, Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari dan Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan dukungan yang tidak terhingga sehingga penulis dapat melewati tahapan studi S3 hingga terselesaikannya disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kehadapan: Bapak Dr.Amri Jahi, MSc. selaku ketua program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak memberi masukan dalam ujian tertutup dan penyempurnaan disertasi ini, Bapak. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA selaku penguji luar pada ujian tertutup yang telah banyak memberi masukan kepada penulis. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada Bapak Dr.Ir.Muhammad Taufik, MSc. Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta yang telah berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka. Penyelesaian Disertasi ini tidak lepas dari dukungan dan pengorbanan yang sangat besar dari suami penulis, Ir. Sandra, MP yang juga sedang berjuang menyelesaikan disertasinya pada program studi Keteknikan Pertanian SPS IPB. Penulis juga mendapat semangat yang sangat besar dari ananda Nisrin Naziha Isma (6 tahun) dan ananda Ahmad Humam Isma (1 bulan). Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih kepada ibunda Hj. Siti Maratusholihah yang tidak pernah berhenti mendoakan penulis dan Ayahanda Drs.H.M.Koestoer (alm) yang selalu menjadi semangat dalam hidup penulis. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada ibu mertua yang turut memberi dukungan kepada penulis, seluruh keluarga besar di Jawa Timur dan Sumatera Barat yang telah banyak memberi perhatian kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengrajin di Sidoarjo dan Magetan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk wawancara dan berdiskusi di sela-sela kesibukan usaha kerajinannya, pada para pengrajin ini saya banyak belajar tentang kehidupan dan usaha. Kepada pimpinan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya penulis sampaikan ucapan terima kasih atas ijin studi, dukungan moril, dan bantuan materiil yang diberikan kepada penulis. Kepada seluruh dosen di PPN penulis ucapkan terima kasih karena telah banyak memberikan pengalaman belajar selama studi di IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para guru penulis di SD, SMP, dan SMA di Lamongan, serta seluruh Dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Unibraw. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman di PPN SPS IPB, Direktorat Apneg Bappenas, IKBUA, dan semua pihak yang banyak memberikan dukungan kepada penulis. Harapan penulis semoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amin.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, pada 17 Nopember 1972 sebagai putri kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Drs.H.M.Koestoer (alm) dan Ibu Hj. Siti Maratusholihah. Pada Tahun 1994 penulis lulus sebagai Sarjana Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang, Jurusan Administrasi Bisnis. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Program Studi Ilmu Administrasi dan lulus pada Tahun 1997. Studi S3 pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan mulai ditempuh pada Tahun Ajaran 2002/2003. Sejak Tahun 1996 penulis bertugas sebagai dosen di Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Tulisan ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah selama lima tahun terakhir adalah Pengaruh Jaringan Sosial terhadap Penetapan Harga pada Pedagang Asongan (Jurnal Ilmu-ilmu Sosial- Unibraw, 2003), Bentuk Penerapan Strategi Pemasaran On Line pada Sektor Pariwisata (Jurnal Ilmu-ilmu Sosial-Unibraw, 2005), Paradigma dan Revolusi Sains, Merefleksikan Pemikiran Thomas Kuhn dalam Ilmu Administrasi (Jurnal Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Adminsitrasi Unibraw, 2005), dan Perilaku Wirausaha Masyarakat Pesisir dalam Pengembangan Industri Pariwisata Bahari (Jurnal Ilmu-ilmu Sosial- Unibraw, 2006).

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... iii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Masalah Penelitian... 4 Tujuan Penelitian... 6 Manfaat Hasil Penelitian... 6 Definisi Istilah... 7 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga... 9 Konsep Pengrajin... 10 Karakteristik Individu Pengrajin... 12 Faktor Lingkungan Usaha Kerajinan... 21 Potensi Industri Kecil terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 22 Pembangunan Industri Kecil Berkelanjutan... 25 Keberdayaan Masyarakat Pengrajin... 27 Peranan Penyuluhan dalam Memberdayakan Pengrajin... 29 Faktor Perilaku dalam Konteks Keberdayaan... 33 Perubahan Perilaku Melalui Proses Belajar... 37 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 40 Kerangka Berpikir... 40 Perkembangan Paradigma Pemberdayaan... 42 Model Pemberdayaan bagi Pengrajin... 44 Konsep Perilaku Wirausaha... 48 Konsep Kemandirian Usaha... 52 Konsep Keberdayaan Pengrajin... 54 Konsep Kemajuan Usaha... 57 Konsep Keberlanjutan Usaha... 60 Hipotesis Penelitian... 62 METODE PENELITIAN... 63 Populasi dan Sampel... 63 Rancangan Penelitian... 64 Data dan Instrumentasi... 64 Data... 64 Instrumentasi... 76 Uji Validitas... 76 Uji Reliabilitas... 77 Pengumpulan Data... 78 Analisis Data... 79

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 87 Karakteristik Individu Pengrajin... 94 Faktor Pendukung Usaha... 101 Faktor Lingkungan... 104 Gambaran Perilaku Wirausaha Pengrajin... 107 Tingkat Kemandirian Usaha... 113 Tingkat Kemajuan Usaha... 120 Tingkat Keberlanjutan Usaha... 123 Perbedaan Perilaku Wirausaha, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha... 126 Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Wirausaha... 129 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Usaha... 140 Faktor yang Berpengaruh terhadap Kemajuan Usaha... 150 Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberlanjutan Usaha... 154 Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin... 157 Visi, Misi, dan Strategi Pengembangan Industri Kecil... 162 Model Pemberdayaan Pengrajin... 169 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 194 Saran... 195 DAFTAR PUSTAKA. 197 LAMPIRAN... 203

DAFTAR TABEL Halaman 1. Sintesa Model Intervensi untuk Komunitas Pengrajin... 45 2. Pokok-pokok Pikiran Strategi Penyuluhan Pembangunan Penunjang... 46 3. Kualitas Perilaku Wirausaha... 51 4. Paradigma Kemandirian Usaha... 55 5. Karakteristik Masyarakat Berdaya... 56 6. Paradigma Kemajuan Usaha... 59 7. Tingkat Keberlanjutan Usaha... 61 8. Kerangka Sampel Penelitian... 64 9. Peubah Karakteristik Individu Pengrajin... 66 10. Peubah Pendukung Usaha 68 11. Peubah Lingkungan... 69 12. Peubah Perilaku Wirausaha... 71 13. Peubah Kemandirian Usaha... 72 14. Peubah Kemajuan Usaha... 74 15. Peubah Keberlanjutan Usaha... 76 16. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian... 78 17. Ringkasan Hasil Perhitungan Model Pengukuran... 82 18. Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo... 87 19. Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan... 89 20. Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola... 90 21. Sebaran Responden Menurut Umur... 91 22. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusaha... 92 23. Sebaran Responden Menurut Tanggungan Keluarga... 92 24. Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di Kabupaten Magetan dan Sidoarjo... 93 25. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu... 95 26. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Motivasi Berusaha dan Pemenuhan Kebutuhan... 97 27. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Tanggungan Keluarga dan Motivasi Berusaha... 98 28. Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Komunikasi dan Pendidikan...

99 29. Distribusi Persen tase Responden Pengrajin menurut Gender dan Kemandirian Produksi... 100 30. Sebaran Responden Menurut Kualitas Pendukung Usaha... 102 31. Sebaran Responden Menurut Dukungan Lingkungan Usaha... 105 32. Sebaran Responden Menurut Perilaku Wirausaha... 107 33. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemandirian Usaha... 114 34. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemajuan Usaha... 121 35. Sebaran Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Usaha... 123 36. Ringkasan Hasil Uji Beda Rata-Rata One Way Anova... 127 37. Ringkasan Hasil Uji Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Wirausaha... 129 38. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Indikator Karakteristik Individu dengan Perilaku Wirausaha... 135 39. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang Berpengaruh Tingkat kemandirian usaha... 140 40. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kemajuan Usaha... 150 41. Ringkasan Hasil Uji Pengaruh Kemajuan Usaha Keberlanjutan Usaha... 155 42. Paradigma Penyuluhan yang Memberdayakan pengrajin... 173 43. Materi Pokok Penyuluhan Kewirausahaan... 180 44. Materi Pokok Penyuluhan tentang Kemandirian Usaha... 181

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tujuan Penyuluhan Pembangunan (Asngari, 2001)... 32 2. Model Dasar Perilaku (Gibson, Ivancevich dan Doonely, 1995)... 34 3. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku dalam... 36 4. Elemen-elemen yang Membentuk Perilaku Wirausaha (Bird, 1996)... 37 5. Kerangka Berpikir Pemberdayaan Pengrajin... 40 6. Hubungan Antar Peubah Penelitian... 41 7. Paradigma Intervensi Masyarakat dan Gabungan Beberapa Pola Intervensi (Rothman, 1974)... 47 8. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Satu... 80 9. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Dua... 80 10. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Tiga... 81 11. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Empat... 81 12. Model Persamaan Struktural (Basic Model) Pemberdayaan Pengrajin Menuju Kemajuan Usaha dan Keberlanjutan Usaha... 85 13. Saluran Distribusi Produk Kerajinan Barang dari kulit di Jawa Timur... 88 14. Tingkat Keinovatifan... 108 15. Tingkat Inisiatif... 109 16. Tingkat Pengelolaan Resiko... 111 17. Tingkat Daya Saing... 112 18. Tingkat Kemandirian Permodalan... 115 19 Tingkat Kemandirian Proses Produksi... 116 20. Tingkat Kemandirian Kerjasama... 117 21. Tingkat Kemandirian Pemasaran... 119 22. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Wirausaha... 130 23. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Perilaku Wirausaha... 131 24. Pengaruh langsung dan Tidak Langsung Karakteristik Individu terhadap Perilaku Wirausaha... 135 25. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan terhadap Perilaku Wirausaha... 138 26. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Langsung Tingkat Kemandirian Usaha... 141 27. Pengaruh Indikator Perilaku Wirausaha terhadap Tingkat Kemandirian Usaha... 142

28. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat Kemandirian Usaha... 144 29. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat Kemandirian Usaha... 147 30. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan Tingkat Kemandirian Usaha... 148 31. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Usaha... 151 32. Pengaruh Kemajuan Usaha terhadap Keberlanjutan Usaha... 155 33. Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin... 158 34. Model Keberdayaan Pengrajin di Sidoarjo... 160 35. Model Keberdayaan Pengrajin di Magetan... 161 36. Model Pemberdayaan Pengrajin... 170 37. Keterkaitan Antar Aktor Yang Terlibat dalam Penyuluhan Untuk Pengrajin 178

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis SEM Total... 203 2. Hasil Analisis SEM Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan 206 3. Hasil Uji Beda Rata-rata One way Anova... 207

PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan terencana dari satu situasi ke situasi lainnya yang dinilai lebih baik. Pembangunan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhatikan pengembangan sumberdaya manusia berakibat pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang kurang mendapat sentuhan pembangunan menjadi tidak kuat dan goyah ketika dihadapkan pada situasi krisis. Mereka yang bergantung pada industri-industri besar menjadi terhempas ketika industri besar tersebut jatuh. Pemutusan hubungan kerja (akibat penciutan usaha atau kepailitan) pada industri sering berdampak pada terjadinya pengangguran karena tenaga kerja tidak terserap dalam pasar kerja tidak terelakkan. Industri kecil merupakan salah satu soko guru perekonomian yang turut mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar (padat karya). Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri kecil meningkat tajam sejak tahun 1985 dengan laju pertumbuhan tenaga kerja 6,4% per tahun. Pada tahun 1989 jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini berjumlah 7.334.874 orang dan pada akhir tahun 2003 mencapai 11.643.072 orang (BPS, 2004) Selain menyerap tenaga kerja, industri kecil menjadi penyumbang pendapatan asli daerah yang signifikan. Pada beberapa jenis produk, hasil produksi industri kecil di bidang pangan, sandang, kulit, kimia dan bahan bangunan, kerajinan dan umum prospektif untuk ekspor (Hubeis, 1997). Oleh karena itu, dalam rangka otonomi daerah pemerintah memberikan perhatian yang lebih optimal guna meningkatkan produktivitas sektor ini. Pemerintah telah melakukan upaya pembangunan industri kecil dalam jangka waktu puluhan tahun, namun apabila dilihat fakta yang ada kondisi pengrajinnya masih banyak yang belum mengalami kemajuan. Kondisi pengrajin pada saat ini sebagian besar masih seperti pada saat orang tua atau sanak kerabatnya memulai usaha itu puluhan tahun yang lalu.

Upaya menjalin kerjasama dengan individu lain terutama yang terkait dengan bidang usaha, meliputi pemasok barang, pemodal, pelanggan atau mitra usaha lainnya masih lemah. Terdapat beberapa faktor penyebab lemahnya kemampuan kerjasama ini. Beberapa diantaranya adalah kemampuan komunikasi, pengetahuan tentang kerjasama itu sendiri, upaya subordinasi dan dominasi elit bisnis (pemodal, pemasok barang, distributor), dan yang paling utama adalah rasa percaya diri yang masih rendah (Wijaya, 2001; Karsidi, 1999; Tawardi, 1999). Karsidi (1999) menemukan bahwa permasalahan utama yang menghambat peningkatan kesejahteraan pengrajin adalah pola hidup mereka yang masih tradisional, mereka cepat puas, kurang tanggap terhadap peluang, dan kurang memiliki kemampuan. Selain itu, para pengrajin industri kecil masih belum siap dan mereka memiliki latar belakang pendidikan yang kurang. Oleh karena itu, kompetensi pengrajin perlu dikembangkan dengan kegiatan penyuluhan yang dirancang sesuai dengan kelompok jabatan: buruh pengrajin, pengrajin dan pengusaha pengrajin. Pelham (1999) menemukan bahwasanya industri kecil masih lemah dalam hal perencanaan, pemikiran strategis dan orientrasi jangka panjang. Kecenderungan memenuhi kebutuhan jangka pendek mengakibatkan mereka tidak melakukan perencanaan ke depan tentang pasar, pengelolaan keuangan, atau persediaan sumber daya yang dibutuhkan. Kurang dari 50% pengusaha industri kecil yang secara rutin dan berkelanjutan mengumpulkan infromasi tentang pertumbuhan pasar atau segmen pasar. Selain itu, pengrajin masih belum memposisikan diri sebagai wirausaha yang berkualitas, kreativitas menjadi modal dasar untuk menghadapi persaingan belum dipenuhi dengan optimal dan masih bersifat subsisten menjadikan kualitas perilakunya masih rendah (Megginson et al., 2000, Sigito 2001, Tawardi, 1999). Ismawan (2002) mencatat beberapa keterbatasan yang dijumpai pengrajin yaitu: (1) manajemen, pengelolaan keuangan, keberlanjutan lembaga dan semacamnya; (2) scope dan skala ekonomi yang terbatas dan tidak dapat dengan mudah serta cepat dikembangkan karena keterbatasan akses pelayanan keuangan, informasi, dan pasar; dan (3) lingkungan usaha yang kurang fair, adil,

diskriminatif, kurang jelas aturan mainnya dan konsistensi dalam menjaga aturan main yang ada. Permasalahan lain yang dihadapi pengrajin adalah bahwasanya industri kerajinan sangat dipengaruhi oleh perkembangan mode. Oleh karena itu, permintaan produk dengan model yang berkembang terus menuntut kreativitas dan inovasi produk yang tinggi pula. Kenyataan yang ada menunjukkan variasi produk sangat monoton, sehingga kadang timbul kejenuhan dari konsumen (Sigito, 2001). Selain itu, tingkat disiplin pengrajin juga kurang sehingga sering target tidak dapat dipenuhi. Tingginya persaingan dalam industri kerajinan menuntut ketrampilan pengrajin untuk membaca peluang pasar dan mengembangkan daerah pemasaran. Perkembangan strategi penjualan produk juga tampaknya perlu dikuasai oleh pengrajin. Berdasarkan pendapat tersebut maka permasalahan industri kecil dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) Kapasitas, permasalahan yang terkait dengan rendahnya kapasitas pengrajin dalam hal: perencanaan, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, keberlanjutan usaha, pertumbuhan skala ekonomi. (2) Akses, keterbatasan akses terutama dalam hal akses pada pelayanan keuangan, informasi, dan pasar. (3) Lingkungan, rendahnya keberpihakan lingkungan terutama pemerintah dalam memberikan pembinaan terhadap industri kecil, regulasi terhadap arus produk pesaing dari luar negeri, dan regulasi lainnya yang fair, adil, tidak diskriminatif, jelas aturan mainnya dan konsistensi dalam menjaga aturan main yang ada. Menyadari kenyataan yang ada, maka pada masa mendatang diperlukan adanya suatu model pemberdayaan yang mampu meningkatkan kemampuan pengrajin sehingga mampu berkolaborasi dengan pengrajin dan pendukung usaha lainnya (stakeholder). Selain itu, agar pengrajin yang telah ada mampu mengembangkan skala usahanya. Pemberdayaan ini tidak terlepas dari upaya yang ditujukan untuk menempatkan pengrajin menjadi subyek pembangunan, serta menempatkan sumber daya manusia pengrajin sebagai komponen utama dalam

pembangunan industri kecil sehingga pengrajin mampu mandiri menghadapi persaingan usaha. Masalah Penelitian Kurang berkembangnya industri kecil di Indonesia telah menimbulkan kesan bahwa berbagai program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap industri kecil selama ini kurang banyak manfaatnya. Kurang berhasilnya kebijakan dan program pengembangan industri kecil di Indonesia disebabkan antara lain oleh: adanya tumpang tindih dalam program dan populasi sasaran serta pendekatan yang tidak terkoordinasi dan tidak konsisten. Akibatnya, mereka sering menjadi obyek pembangunan, tergantung, dan tidak mandiri. Berdasarkan hasil analisis Pardede (2000) diketahui bahwa kebijakan pemerintah dalam membangun industri kecil lebih menekankan pada upaya meningkatkan produktivitas dan kurang menyentuh aspek peningkatan kualitas SDM Peningkatan kualitas SDM pengrajin adalah sasaran yang seharusnya menjadi tujuan pembangunan industri kecil, sehingga dengan SDM yang berkualitas akan dapat membawa pengrajin ke arah keberlanjutan dan kemajuan usaha, dan keberhasilan pembangunan industri kecil dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat industri kecil. Menurut Megginson, Byrd dan Magginson (2000), berbagai penelitian telah berhasil memetakan permasalahan industri kecil namun aspek perilaku belum mendapat perhatian khusus. Pada saat ini gaya hidup pengrajin industri kecil pada umumnya masih berada dalam gaya hidup transisi (pre modern), sebab untuk mencapai kemandirian perlu diubah menjadi gaya hidup modern, kegiatan industrialisasi menjadi dominan (Karsidi, 1999). Sebagai seorang wirausaha pengrajin industri kecil masih belum mempunyai sifat tanggap terhadap peluang usaha. Hal ini apabila dikaitkan dengan sifat perilaku wirausaha yang berhasil adalah bersifat opportunistis (Bird, 1989). Sebagai salah satu contoh yang terjadi pada industri kecil tas dan sepatu yang seringkali tidak dapat merespon dengan baik penawaran yang diberikan oleh pasar berupa pesanan tas dan sepatu, pesanan tidak diselesaikan tepat waktu, kualitas menjadi menurun karena jumlah pesanan banyak dan sebagainya sehingga pasar

tidak puas. Sifat kurang tanggap ini juga terkait dengan pengambilan keputusan yang lambat dari pengusaha industri kecil. Industri kecil dari bahan kulit adalah industri yang terkait dengan mode, yakni mode akan berjalan sesuai dengan trend. Kejenuhan pasar akan terjadi pada saat industri kecil tidak mampu menghasilkan kreasi yang sesuai dengan trend yang ada. Kreativitas pengrajin tas dan koper di Sidoarjo untuk mengikuti trend yang dibutuhkan pasar adalah masih rendah (Sigito, 2001). Perilaku pengrajin industri kecil sekarang ini masih belum kondusif. Berdasarkan penelitian Tawardi (1999) ditemukan bahwa: (1) orientasi hidup pengusaha kecil masih untuk memenuhi keperluan hari ini, (2) kadang-kadang merasa rendah diri karena ekonomi lemah, dan (3) percaya diri terlalu tinggi sehingga merasa mutu produknya lebih baik dibanding orang lain. Perkembangan teknologi yang cepat dalam proses produksi akan menunjang kualitas produk dan ketepatan waktu pengerjaan. Mengingat karakteristik produk kerajinan barang dari bahan kulit terkait dengan selera, maka sangat dibutuhkan peralatan yang bisa menghasilkan produk yang berkualitas, misalnya jenis mesin jahit, jarum, alat pengguntingan, pengepresan dan sebagainya. Kondisi yang dihadapi sebagian besar industri kecil kerajinan barang dari bahan kulit kurang bisa merespon perubahan selera konsumen dan perubahan teknologi dengan cepat. Apabila dikaji lebih mendalam permasalahan yang dihadapi industri kecil ini adalah perilaku pengrajinnya yang sedang dituntut berubah. Aspek perilaku wirausaha terdiri dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik pengrajin industri kecil masih belum kondusif. Berdasarkan latar belakang penelitian, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana perilaku wirausaha, tingkat kemandirian usaha, tingkat kemajuan usaha, dan keberlanjutan usaha pengrajin? (2) Faktor-faktor manakah yang berpengaruh terhadap kualitas perilaku wirausaha para pelaku industri kecil? (3) Faktor-faktor manakah yang menentukan tingkat kemandirian berusaha para pelaku industri kecil? (4) Faktor-faktor manakah yang cenderung lebih menentukan kemajuan usaha? (5) Faktor-faktor manakah yang lebih menentukan keberlanjutan usaha?

(6) Bagaimana model pemberdayaan yang efektif untuk memandirikan pengrajin, membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas, dan memajukan usaha? Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah-masalah yang telah disebutkan, maka secara umum tujuan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Mendapatkan gambaran tentang perilaku wirausaha, tingkat kemandirian usaha, tingkat kemajuan usaha, dan keberlanjutan usaha pengrajin. (2) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perilaku wirausaha para pelaku industri kecil. (3) Menjelaskan faktor-faktor penentu tingkat kemandirian berusaha para pelaku industri kecil. (4) Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan kemajuan usaha para pelaku industri kecil. (5) Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan usaha para pelaku industri kecil. (6) Merumuskan model pemberdayaan yang efektif untuk memandirikan pengrajin, membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas, dan memajukan usaha. Manfaat Hasil Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan se cara ilmiah dan secara praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: (1) Bagi perkembangan ilmu penyuluhan pembangunan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap: Pengembangan model intervensi terhadap komunitas pengrajin. Pengembangan paradigma penyuluhan yang memberdayakan pengrajin. Pengembangan konsep perilaku wirausaha dan kemandirian pengrajin. Peningkatan kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha industri kecil. (2) Bagi pembangunan industri kecil, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program pemberdayaan pengrajin.

Definisi Istilah (1) Industri kerajinan adalah aktivitas usaha di tingkat rumah tangga yang mencakup semua perusahaan/usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Yang termasuk dalam kategori tersebut adalah perusahaan/usaha yang memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang, memiliki asset maksimal Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan harta tak bergerak. (2) Pengrajin adalah orang yang bekerja di bidang kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual untuk memenuhi nafkah hidupnya yang memiliki kemampuan menjalankan aktivitas di bidang produksi dan perdagangan. (3) Karakteristik individu pengrajin adalah ciri-ciri yang melekat pada individu pelaku kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, yang membedakan dirinya dengan orang lain berdasarkan waktu tertentu. (4) Faktor pendukung usaha adalah tingkat ketersediaan faktor-faktor yang sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang kegiatan usaha kerajinan kulit yang bermutu. (5) Dukungan lingkungan adalah individu-individu lain, lembaga, atau sistem yang melingkupi pengrajin dan usahanya, yang memberikan dukungan sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan-tindakan pengrajin. (6) Keberdayaan pengrajin adalah daya yang dimiliki pelaku kegiatan usaha kerajinan yang ditekankan pada perilaku wirausaha (yang tercermin pada sifat inovatif, memiliki inisiatif atas usahanya, mampu mengelola resiko, berdaya saing) dan kemandirian dalam kegiatan usahanya (permodalan, produksi, kerjasama dan pemasaran).

(7) Perilaku wirausaha adalah aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri pengrajin yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilannya untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko dan berdaya saing. (8) Kemandirian usaha adalah kemampuan pelaku usaha kerajinan dalam kegiatan produksi, pemasaran dan permodalan yang tidak tersubordinasi dengan pihak lain serta kemampuan kerjasama dengan individu, kelompok atau organisasi untuk mencapai kemajuan terbesar bersama. (9) Kemajuan usaha pengrajin adalah kondisi perkembangan aktivitas di bidang kerajinan dalam bentuk penjualan, keuntungan dan pangsa pasar yang diperoleh pengrajin. (10) Keberlanjutan usaha adalah aktivitas dan sikap proaktif pengrajin dalam mengantisipasi kebutuhan dan selera konsumen secara terus menerus dari masa ke masa. (11) Pemberdayaan pengrajin adalah proses pembelajaran yang berkesinambungan yang ditujukan untuk mengembangkan kekuatan kepada masyarakat agar: (1) memiliki kesadaran, rasa percaya diri dan ketegasan dalam seluruh segi kehidupannya; (2) mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, berkreasi dalam usaha kerajinannya; (3) mampu bekerjasama dan membina hubungan dalam lingkungan usaha dan lingkungan sosialnya; dan (4) mampu mengakses sumberdaya, peluang, pengetahuan dan ketrampilan untuk kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang dengan lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga Atribut kecil pada industri kecil memiliki arti yang berbeda dalam berbagai konteks dan lembaga yang menggunakannya, dan hal ini seringkali menimbulkan kekeliruan interpretasi bagi yang mencoba mengadopsi kebijakan atau pengalaman negara lain dalam pengembangan industri kecil. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil berdasarkan asset dan kepemilikan, yaitu perusahaan yang memiliki asset sampai Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan yang ditempatinya dan dimiliki oleh warga negara Indonesia. Kriteria industri kecil yang ditetapkan oleh Undangundang Usaha Kecil No. 9 tahun 1995 yang digunakan oleh Departemen Koperasi adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milliar dan dimiliki oleh warga negara Indonesia. Konsep usaha kecil menurut Kamar Dagang dan Industri (KADIN) adalah sektor usaha yang memiliki asset maksimal Rp.250 juta, tenaga kerja paling banyak tiga orang dan nilai penjualan di bawah Rp.100 juta perbulan. BPS (1995) membagi empat kriteria tentang industri: (1) industri kerajinan dan rumah tangga yaitu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, (2) industri kecil yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 5-19, (3) industri sedang atau menengah yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang, dan (4) industri besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang. Apabila dilihat dari sifat dan bentuknya, menurut Haeruman (2001), industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian, (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu me-ngembangkan sumberdaya manusia, (3) menerapkan teknologi lokal (indigenous technology) agar dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal, dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas, pengertian industri kerajinan yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada industri rumah tangga yang mencakup semua perusahaan/usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Yang termasuk dalam kategori tersebut jika dilihat dari jumlah tenaga kerjanya memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang, memiliki asset maksimal Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan harta tak bergerak. Konsep Pengrajin Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengrajin = perajin adalah subyek melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan kerajinan. Kata kerajinan menurut ilmu asal usul bahasa adalah berasal dari kata dasar rajin yang mendapat imbuhan ke-an, menunjuk kata benda yang dihasilkan melalui proses yang membutuhkan sifat rajin, teliti, cermat dan kreatif dari pembuatnya. Jadi pengrajin adalah orang yang bekerja membuat barang kerajinan yang memiliki sifat-sifat rajin, teliti, cermat dan kreatif. Karsidi (1999) membagi tiga jabatan pengrajin yaitu : (1) tenaga kerja terampil industri kecil, (2) pengrajin industri kecil, dan (3) pengrajin pengusaha industri kecil. Wijaya (2001) menemukan pengelompokan pengrajin dalam industri kerajinan seni ukir dalam tiga kelompok yaitu: (1) buruh pengrajin atau yang tergolong semi terampil dalam kegiatan produksi, (2) pengrajin yang tergolong terampil dalam kegiatan produksi, dan (3) pengusaha hiasan seni ukir yang keterampilan dalam kegiatan produksi dan perdagangan. Sigito (2001) menemukan dua kelompok pengrajin di Industri Kecil Tas yaitu: (1) pengrajin sekaligus pedagang dan (2) pengrajin tukang. Nadvi dan Barientoss (2004) mengelompokkan pekerja sektor industri kecil menjadi tiga yaitu: (1) small producers, yang memiliki buruh, beberapa asset dan memiliki keuntungan kecil tetapi rentan terhadap kebangkrutan; (2) subcontractor, orang-orang yang tergantung pada broker (middle man) yang menghubungkan ke pasar, bahan baku dan kredit, mereka memiliki pendapatan

yang rendah; dan (3) homeworker and casual day labourer, yang memiliki pendapatan sangat rendah yaitu 1 dollar per hari. Berdasarkan penjelasan di atas, maka konsep pengrajin dalam penelitian ini adalah orang yang bekerja di bidang kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, yang memiliki ketrampilan produksi dan perdagangan. Kelompok ini memiliki fungsi-fungsi usaha yang masih sangat sederhana dan masih terikat dengan middle man atau menjadi subkontrak (Wijaya, 2001; Sigito, 2001) dalam mengakses pasar, bahan baku dan kredit sehingga perlu dikembangkan kemandirian usahanya. Aspek informalitas, masih banyak ditemui di kalangan pengrajin. Meskipun terdapat beberapa industri kecil yang memiliki badan hukum, namun sebagian besar pelaku bekerja diluar kerangka legal dan pengaturan (legal and regulatory framework) yang ada. Informalitas Industri kecil ini menyebabkan mereka tidak bisa mengakses lembaga keuangan formal dan terpaksa harus berhubungan dengan sumber pinjaman informal. Ketidakformalan industri kecil dapat membawa konsekuensi tiadanya jaminan keberlanjutan aktivitas yang dijalani. Berbagai kebijakan pemerintah dapat secara dramatis mempengaruhi keberlangsungan suatu aktifitas industri kecil. Dalam merespon kondisi yang demikian, sektor industri kecil menjadi sektor yang relatif mudah dimasuki dan ditinggalkan. Apabila pada aktifitas ekonomi tertentu terdapat banyak peluang maka dengan segera akan banyak pelaku yang menerjuninya; sebaliknya, apabila terjadi perubahan yang mengancam keberlangsungan jenis usaha tertentu maka dengan segera para pelakunya akan berpindah ke jenis usaha yang lain. Hal yang perlu dilakukan adalah memperbaiki posisi pengrajin yang lebih banyak memilih berusaha untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Sebagaimana digambarkan oleh Getz (2005) yang menggambarkan pengrajin dan pengusaha kecil sebagai seorang seniman, wirausahawan yang bergaya hidup (lifestyle entrepreneur), usahanya dikelola secara kekeluargaan. Para pengrajin ini sering diasumsikan sebagai pihak yang menolak resiko atas usahanya karena mereka

lebih memprioritaskan keselamatan keluarga daripada meningkatkan pertumbuhan usahanya. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pengrajin merasa nyaman dengan kondisi saat ini dan kurang senang menghadapi tantangan demi kemajuan usahanya. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk mengarahkan pengrajin pada peningkatan daya saing dan kualitas usahanya. Sebagaimana hasil penelitian Getz (2005) yang menemukan adanya kelompok wirausahawan yang berorientasi pada pertumbuhan (growth). Kelompok ini akan diarahkan untuk memaksimumkan daya saing, meningkatkan kualitas dan nilai tambah. Selain itu, ada kelompok wirausahawan yang berorientasi pada laba dan pertumbuhan (profit and growth) akan diarahkan pada peningkatan inovasi produk dan pemasaran. Karakteristik Individu Pengrajin Kegiatan usaha kerajinan digerakkan oleh individu yang sebagian besar adalah pemilik usaha tersebut. Pengrajin tersebut selain sebagai pemilik usaha, tenaga produksi / pekerja, pengelola keuangan juga sebagai tenaga pemasar. Melihat posisi individu yang multi fungsi tersebut, maka perlu mendapatkan pengetahuan yang lebih dari pada seorang manajer yang spesialis dalam bidangbidang tertentu sesuai dengan fungsinya. Konteks individu menjadi pembahasan yang menarik dalam berbagai riset tentang SDM, dengan karakteristik yang bersifat multiple, terkait dengan interaksi sosial yang didasarkan pada aspek-aspek kondisi genetik dan lingkungan prenatal (seperti karaktersitik biologis, neurologist, dan fisiologis) (Salkind, 1989). Haber dan Reichel (2006) mengukur SDM pengusaha kecil berdasarkan: tingkat pendidikan, pengalaman dan ketrampilan. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kinerja usaha kecil, serta pengalaman usaha menjadi prediktor yang bagus untuk memulai usaha yang beresiko dan kesuksesan penguatan jejaring. Sedangkan ketrampilan managemen pengusaha sangat kondusif bagi kinerja dan pertumbuhan usaha. Stewart Jr et al. (1998) memfokuskan penelitiannya pada individu wirausahawan yang didasarkan pada teori-teori psikologi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa faktor-faktor individu yaitu: umur, pendidikan, gender,

suku (race). Faktor individu tersebut menjadi faktor penentu keberhasilan kegiatan kewirausahaan. Adapun kegiatan kewirausahaan tersebut diawali dari perumusan tujuan, pembentukan usaha, perencanaan strategis sampai dengan dihasilkannya kinerja. Dalam konteks wirausaha, menururt Bird (1996), faktor individu wirausaha merupakan individu yang menjalankan usaha, faktor-faktor yang ada pada individu tersebut adalah: (1) karakteristik biologis meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, (2) latar belakang wirausaha yaitu: pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga, dan (3) motivasi. Stewart Jr (1998) menemukan bahwa faktor kepribadian memberikan pengaruh signifikan terhadap kemajuan usaha seorang wirausahawan. Meskipun faktor sosial dan faktor situational merupakan komponen yang terintegrasi dalam proses kewirausaahan, tetapi tidak semua wirausahawan mampu mengkombinasikan kedua komponen tersebut, sebab masih ada satu faktor lain yang cukup penting bagi pengembangan proses kewirausahaan yaitu faktor kepribadian wirausahwan tersebut. Menurut Sen (Nadvi dan Barientoss (2004)), kemampuan dan kesungguhan individu berhubungan dengan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Sen cenderung mendefinisikan kemiskinan sebagai deprivasi terhadap kemampuan individu daripada rendahnya pendapatan. Oleh karena itu, untuk memberdayakan masyarakat miskin perlu ditingkatkan kemampuan individu terlebih dahulu yang kemudian akan mendorong peningkatan pendapatan secara berkelanjutan. Berdasarkan pendapat di atas, maka faktor individu adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi pengrajin yang membedakan dirinya dengan orang lain berdasarkan waktu tertentu. Menurut Rakhmat (2001) faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis. Untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap sesuatu obyek tertentu, maka karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui. Azwar (2003), menyebutkan bahwa karakteristik individu meliputi variabel sepert motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling

berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Umur Pada usaha pertanian, umur petani akan sejalan dengan pengalaman dan pengetahuannya sesuai dengan pertumbuhan biologis dan perkembangan psikisnya. Petani yang lebih tua tampaknya cenderung lebih berhati-hati, sehingga ada kesan mereka relatif kurang responsif atau lambat. Sebenarnya bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan, tapi mereka mungkin punya pertimbangan praktis seperti kesehatan, kekuatan fisik yang kurang mengizinkan, atau ingin menikmati masa tua mereka (Soekartawi, 1988). Robbins (1996) memberikan pendapat tentang efek yang ditimbulkan oleh usia pada pergantian karyawan, kemangkiran, produktivitas dan kepuasan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa: (1) makin tua seseorang maka makin kecil kemungkinannya berhenti dari pekerjaan, (2) usia memiliki hubungan terbalik dengan kemangkiran, orang dengan usia yang lebih tua memiliki kemampuan yang lebih tinggi dengan masuk kerja yang lebih teratur, (3) tidak terbukti bahwasanya semakin tua usia maka produktivitas semakin menurun akibat menurunnya kecekatan, kecepatan, kekuatan dan koordinasi, jika ada penuruan karena usia, maka akan diimbangi dengan pengalaman, (4) pada individu yang profesional kepuasan cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, pada individu yang non profesional kepuasan cenderung menurun dengan meningkatnya usia pada setengah baya dan akan naik lagi pada tahun-tahun berikutnya. Bird (2001) mencatat beberapa hasil penelitian tentang usia wirausahawan yaitu: (1) kronologis umur memulai usaha berkontribusi terhadap keberhasilan jangka panjang, wirausahawan muda akan memiliki karir yang lebih lama, (2) terdapat usia-usia tertentu yang dianggap sebagai titik tumpu untuk memulai usaha yang akan berkontribusi terhadap motivasi untuk benar-benar akan memulai usaha, (3) semakin awal seseorang me-mulai karir wirausaha, semakin lama mereka akan tinggal di dalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) tentang keberhasilan usaha kecil menengah di Thailand juga menemukan adanya

hubungan yang positif dan memimiliki signifikansi tinggi antara umur dengan keberhasilan usaha kecil. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, umur mempengaruhi perilaku pengrajin dalam melaksanakan aktivitas usaha dan dalam konteks usaha kecil umur mempunyai pengaruh positif terhadap kemajuan usaha. Pendidikan Pendidikan, baik formal maupun non formal adalah sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik Semakin tinggi pendidikan formal akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Bird (2001) mengumpulkan beberapa fakta yang menyatakan bahwa pendidikan adalah penting bagi kebanyakan wirausahawan sehingga upaya pengembangan kompetensi melalui pendidikan penting untuk keberhasilan usaha. Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) menemukan semakin lama tahun menempuh pendidikan maka semakin besar kesuksesan yang dapat diraih. Pendidikan formal ditujukan untuk memperkuat dan mendorong kreatifitas, keingintahuan (curiosity), open mindedness, dan ketrampilan yang bagus, hal tersebut berkontribusi terhadap keinovatian dan kemampuan mengelola sumberdaya dalam kehidupannya. Selain itu, pelatihan teknis penting bagi karir dan usaha yang menggunakan teknologi dan produksi yang maju. Pendidikan juga dapat mempengaruhi motivasi, pelatihan profesional dapat memperkuat nilai dan posisi karir yang mantap. Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas pengetahuannya. Gonzales (Jahi, 1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Wirausahawan yang bekerja dengan pendidikan rendah dapat menghadapi kesulitan dalam memperoleh materi-materi pendidikan selanjutnya. Seringkali sulit untuk menentukan gaji seseorang yang berpendidikan lebih baik, lebih berpengalaman dan lebih pandai. Pendidikan yang diperoleh pada usia muda (sebagian besar wirausahawan tidak mau kembali sekolah formal) memiliki kontribusi yang penting terhadap kemampuan wirausahawan dan menunjang keberhasilan usaha karena lebih kritis dalam mengakses informasi. Tanggungan Keluarga Usaha kecil dilaksanakan dengan mengandalkan anggota keluarga. Menurut Soekartawi (1988) anggota keluarga sering dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan suatu inovasi. Konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga, mulai dari isteri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Besarnya keluarga sangat terkait dengan tingkat pendapatan seseorang. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Sehingga dibutuhkan tingkat aktifitas yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan (Azwar, 2003). Pengalaman Usaha Pengalaman berusaha perlu dijadikan salah satu pertimbangan, karena menentukan mudah tidaknya bagi wirausahawan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan biofisik, sosial ekonomi, dan teknologi. Pengalaman memiliki kontribusi terhadap perkembangan skill, kemampuan dan kompetensi, yang memiliki fungsi untuk menggerakkan ide-ide usaha, sama pentingnya dengan nilai (value), kebutuhan (need) dan insentif. Hal-hal yang telah kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Sehubungan dengan itu Azwar (2003) mengatakan bahwa tidak adanya