Nova Faradilla, S. Ked

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

Dasar Determinasi Pasien TB

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb),

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

TUBERKULOSIS PADA PASIEN DENGAN HIV AIDS. dr. Bambang Satoto,Sp.Rad(K),M.Kes Departemen Radiology F.K Undip /RSUP Dr Kariadi Semarang

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

Dasar Determinasi Kasus TB

repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal

Diagnosis danpengobatan TB ParuDewasa

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO, Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

Haridini Intan S. Mahdi, Darmawan B. Setyanto, Evita B.Ifran Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

Hannah CURRENT UPDATE MANAGEMENT TB IN CHILDREN

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

Transkripsi:

Author : Nova Faradilla, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk

PENDAHULUAN Latar Belakang Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari penyebabnya. Dengan sarana yang ada, sangat sulit untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosis sehingga sering timbul anggapan bahwa penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya dianggap efusi pleura tuberkulosis, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang menderita efusi pleura, efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis. 1 Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak dapat dibedakan, sebab itu pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan maka pengelolaannya tidak menjadi masalah, efusinya ditangani seperti efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya. 1 Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002. 3,9 juta adalah kasus BTA positif. Hampir sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. TB ekstra paru berkisar antara 9,7 sampai 46% dari semua kasus TB. Organ yang sering terlibat yaitu limfonodi, pleura, hepar dan organ gastro intestinal lainnya, organ genitourinarius, peritoneum, dan perikardium. Pleuritis TB merupakan TB ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka kejadian pleuritis TB dilaporkan bervariasi antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol. 2 TB pada anak dapat terjadi pada usia berapa pun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonari) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. Selain oleh 1

M. tuberkulosis dari orang dewasa atau anak lain, anak dapat terinfeksi Mikobakterium bovis dari susu sapi yang tidak dipasteurisasi. 3 Sebagian besar anak yang terinfeksi M. tuberkulosis tidak menjadi sakit selama masa anak-anak. Satu-satunya bukti infeksi mungkin hanyalah tes tuberkulin kulit yang positif. Kemungkinan paling besar anak menjadi sakit dari infeksi M. tuberculosis adalah segera setelah infeksi dan menurun seiring waktu. Jika anak yang terinfeksi menjadi sakit, sebagian besar akan menunjukkan gejala dalam jangka waktu satu tahun setelah infeksi. Namun untuk bayi, jangka waktu tersebut mungkin hanya 6-8 minggu. 3 2

PLEURITIS TUBERKULOSIS Definisi Pleuritis TB merupakan suatu penyakit TB dengan manifestasi menumpuknya cairan di rongga paru, tepatnya di antara lapisan luar dan lapisan dalam paru. 4 Gambar 1. Rongga pleura 2 Dikenal dua macam pleuritis, yaitu yang kering dan basah. Di Indonesia paling sering dijumpai radang selaput paru yang basah. Di dunia kedokteran dinamakan Pleuritis eksudatifa atau Efusi Pleura. Patofisiologi Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di dalam rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmh 2 0 dan tekanan koloid osmotik pleura viseralis sebesar 10 cm H 2 0. 4 3

Gambar 2. Efusi Pleura karena Infeksi Tuberkulosis 5 Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat pecahnya fokus subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang terkait dengan infeksi kuman TB. 6 Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). Pleuritis TB dianggap sebagai manifestasi TB primer yang banyak terjadi pada anak-anak. Pada tahun-tahun terakhir ini, umur rata-rata pasien dengan pleuritis TB primer telah meningkat. Hipotesis terbaru mengenai pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB. Beberapa kriteria yang mengarah ke pleuritis TB primer: 2 Adanya data tes PPD positif baru 4

Rontgen thorax dalam satu tahun terakhir tidak menunjukkan adanya kejadian tuberkulosis parenkim paru Adenopati hilus dengan atau tanpa penyakit parenkim. Umumnya, efusi yang terjadi pada pleuritis TB primer berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada 90% kasus. Pleuritis TB dapat berasal dari reaktivasi atau TB post primer. Reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien turun. Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat dideteksi TB parenkim paru secara radiografi dengan CT scan pada kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat ditemukan pada lobus superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi. Efusi yang terjadi hampir umumnya ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda adanya TB parenkim yang aktif. Efusi pada pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesi kavitas paru, dari aliran darah dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Penyebaran hematogen terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi 10-30% dari kasus TB miler. Pada TB miler, efusi yang terjadi dapat masif dan bilateral. PPD test dapat negatif dan hasil pemerikasaan sputum biasanya jadi negatif. 2 Manifestasi Klinis Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan berat badan dan malaise bisa dijumpai, demikian juga menggigil. Sebagian besar efusi pleura TB bersifat unilateral (95%), lebih sering di sisi kanan. Jumlah cairan efusi bervariasi dari sedikit hingga banyak, meliputi setengah dari hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi prognosis. 6 Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses infeksi TB primer. Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim parunya. 6 5

Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemitoraks yang sakit dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun, trakea yang terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada pemeriksaan auskultasi. Gambaran radiologik : posterior anterior (PA) terdapat kesuraman pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal. 1 Gambar 3. Efusi Pleura dextra 7 Spesimen diagnostik utama efusi pleura TB adalah cairan pleura dan jaringan pleura. Biakan TB dari cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi positif sekitar 54%. Beberapa uji khusus seperti kadar adenosine deaminase (ADA) dalam cairan pleura, interferon γ, dan konsentrasi lisosim telah diteliti pada diagnostik efusi pleura TB namun belum digunakan secara rutin. Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru. Bila respons terhadap terapi baik, suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6 minggu. Namun pada beberapa pasien demam dapat berlangsung hingga 2 bulan, dan penyerapan cairan memerlukan waktu hingga 4 bulan. Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan cairan serta mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan risiko penggunaannnya belum diketahui pasti. Drainase cairan pleura secara rutin tampaknya tidak mempengaruhi hasil 6

akhir jangka panjang. Penebalan pleura sebagai sisa penyakit dapat terjadi pada 50% kasus. 6 Diagnosis Pleuritis TB tidak selalu mudah didiagnosis, karena tidak selalu ada gambaran khas seperti adanya eksudat yang kaya limfosit pada cairan efusi, granuloma nekrotik kaseosa pada biopsi pleura, hasil positif dari pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan efusi atau jaringan sampel dan sensitivitas kulit terhadap PPD. Diagnosis dari pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis cairan pleura dan biopsi pleura. Pada tahun-tahun terakhir ini, beberapa penelitian meneliti adanya penanda biokimia dan limfokin lain seperti ADA, ADA isoenzim, Lisozim, INF-δ dan limfokin lainnya untuk meningkatkan efisiensi diagnosis. 2 Hasil torakosintesis efusi pleura dari pleuritis TB primer mempunyai karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >30g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200U. Cairan pleura mengandung dominan limfosit (sering lebih dari 75% dari semua materi seluler), sering dikiuti dengan kadar glukosa yang rendah. Sayangnya, dari kharakteristik diatas tidak ada yang spesifik untuk tuberkulosis, keadaan lain juga menunjukkan karakteristik yang hampir mirip seperti efusi parapnemonia, keganasan, dan penyakit rheumatoid yang menyerang pleura. 2 Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0-1%). Isolasi M. tuberkulosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan pada 20-40% pasien pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak mengekslusi kemungkinan pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus primer dan kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33% pasien. Sebaliknya, pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien dan kultur positif pada 60% pasien. 2 7

Gambar 4. Mikobakterium Tuberkulosis 8 Hasil tes tuberkulin yang positif mendukung penegakkan diagnosis pleuritis TB di daerah dengan prevalensi TB yang rendah (atau tidak divaksinasi), akan tetapi hasil tes tuberkulin negatif dapat terjadi pada sepertiga pasien. 2 Gambar 5. Mantoux Test 8 Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnositik yang paling sensitif untuk pleuritis TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif. Hasil biopsi perlu diperiksa secara PA, pewarnaan BTA dan kultur. Beberapa penelitian meneliti aktivitas ADA (adenosin deaminase) untuk mendiagnosis pleuritis TB. Disebutkan bahwa kadar ADA > 70 IU/L dalam cairan pleura sangat menyokong ke arah TB, sedangkan kadar < 40 IU/L mengekslusi diagnosis. Sebuah meta analisis dari 40 penelitian yang diterbitkan sejak tahun 1966 sampai 1999 8

menyimpulkan bahwa tes aktivitas ADA (sensitivitas berkisar antara 47,1 sampai 100% dan spesifitas berkisar antara 0-100%) dalam mendiagnosis pleuritis TB sangat baik (cukup baik untuk menghindari dilakukannya biopsi pleura pada pasien muda dari daerah dengan prevalensi TB yang tinggi), sebuah sitokin yang mempunyai hubungan dengan terapi, terbukti INF-δ mempunyai hubungan yang erat dengan efusi pleura yang disebabkan oleh karena TB (menggunakan cut off point 140 pg/ml dalam cairan pleura) mempunyai sensitivitas 85,7% dan spesifitas 97,1% pada pasien dengan pleuritis TB. 2 Pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA mikobakterium. Karena efusi pada pleuritis TB mengandung sedikit basil TB, secara teori sensitivitasnya dapat ditingkatkan mengunakan PCR. Banyak penelitian yang mengevaluasi efikasi PCR untuk mendiagnosis pleuritis TB dan menunjukkan bahwa sensitivitas berkisar antara 20-90% dan spesifitas antara 78-100%. 2 Terapi Perjalanan alamiah dari efusi pleura TB yang tidak diterapi akan terjadi resolusi spontan dalam 4-16 minggu dengan adanya kemungkinan perkembangan TB paru aktif atau TB ekstraparu pada 43-65% pasien. Data ini menyimpulkan pentingnya diagnosis dan terapi yang tepat untuk kasus ini. Pasien dengan HIV/AIDS dan pleuritis TB diterapi sama dengan pasien yang HIV negatif. Thorakosintesis berulang tidak diperlukan ketika diagnosis telah dapat ditegakkan dan terapi telah dimulai, tapi thorakosintesis mungkin diperlukan untuk mengurangi gejala. Penggunaan kortikosteroid menurut review metaanalisis Cochrane menunjukkan kurangnya data yang mendukung bahwa kortikosteroid efektif pada Pleuritis TB. 2 Tujuan utama pengobatan TB pada anak adalah: 3 Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah perkembangan penyakit dan penularan Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri yang tidak aktif sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin 9

Mencegah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat TB dengan menggunakan kombinasi obat. Rekomendasi regimen dan dosis pengobatan TB pada anak-anak sama dengan pada pasien dewasa. Hal ini ditujukan untuk menghindari kebingungan dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Namun tetap ada beberapa perbedaan antara anak dan dewasa yang mempengaruhi pilihan jenis obat. 3 Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil. 3 Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I (Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol selama 2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan 2 macam oabat : INH dan Rifampisin). Pada pasien dengan pleuritis TB soliter harus diterapi dengan INH, Rifampisin dan Pirazinamid selama 2 bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampin selama 4 bulan. 2 Follow-up Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu setelah awal pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan hingga pengobatan selesai. 3 Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut: 7 Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan. Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan untuk anak yang pada saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif. X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up. Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala TB atau gambaran X-ray dada menjadi lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan 10

tubuh karena perbaikan gizi, pengobatan TB itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan HIV. Pengobatan TB harus dilanjutkan, walaupun dalam sebagian kasus kortikosteroid mungkin dibutuhkan. 3 Efek Samping Pengobatan Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan (< 5 kali kadar normal) bukanlah indikasi untuk menghentikan pengobatan. Namun jika terjadi nyeri hati, pembesaran hati, atau menguningnya kulit, kadar enzim hati harus diperiksa, diikuti penghentian obat-obatan yang hepatotoksik hingga fungsi hati normal kembali. Jika pengobatan TB harus tetap dilanjutkan pada kasus-kasus yang berat, maka yang digunakan haruslah obat-obatan yang tidak bersifat hepatotoksik. 3 Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (piridoksin) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil. 3 Bacille Calmette-Guérin (BCG) World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi Bacille Calmette-Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi. Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam prevalensi TB rendah. 3 Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut: Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif 5/100.000 selama 3 tahun terakhir Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun < 1/1.000.000 populasi selama 5 tahun terakhir Rata-rata tahunan risiko infeksi TB 0,1% 11

Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau meningitis TB. 3 Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. 3 Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang dalam beberapa bulan. 3 12

PENUTUP Simpulan 1. Pleuritis TB adalah TB ekstraparu kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (ekstrapulmonari) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1. 2. Infeksi dapat terjadi karena M. tuberculosis dan M. bovis. 3. Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman TB dalam rongga pleura. 4. Pleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis post primer (reaktivasi). 5. Pleuritis TB biasanya bermanifestasi sebagai penyakit demam akut disertai batuk nonproduktif (94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. 6. Diagnosis dilakukan dengan analisis cairan pleura dan biopsi pleura atau dengan pemeriksaan penanda biokimia seperti : ADA, ADA isoenzim, Lisozim dan INF-δ. 7. Terapi pleuritis TB pada dasarnya sama dengan pengobatan TB paru. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pleuritis TB karena masih sedikitnya penelitian di bidang ini. 2. Jika klinis pada anak tidak mendukung perlu dilakukan pemeriksaan mantoux test atau pemeriksaan radiologik. 3. Meskipun efek samping obat pada anak jarang terjadi, tetap perlu diperhatikan efek samping penggunaan obat diantaranya efek hepatotoksik. 13

DAFTAR PUSTAKA 1. Harun S. Efusi Pleura Tuberkulosis. http://www.kalbe.co.id. [diakses 19 September 2008]. 2. Jati. Pleuritis Tuberkulosis. http://www.agusjati.blogspot.com. [diakses 18 september 2008]. 3. Itqiyah N. Tuberkulosis. http://www.statcounter.com. [diakses 19 September 2008]. 4. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press, 2002. 5. Anonym. Tuberculous Pleuritis. http://www.sums.ac.ir. [diakses 19 September 2008]. 6. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI : Jakarta. 2005, 51-52. 7. Jeffrey R. Pleural Effusion. http://www.emedicine.com. [diakses 19 September 2008]. 8. Lewis B. Micobacterium Tuberculosis. http://www.phidias.us. [diakses 19 September 2008]. Files of DrsMed FK UR (http://www.files-of-drsmed.tk 14