BELAJAR DARI TANAH LONGSOR DEWATA, KEC PASIRJAMBU, KABUPATEN BANDUNG Yunara Dasa Triana1, Imam A. Sadisun2, Hery Purnomo1

dokumen-dokumen yang mirip
GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB IV STUDI LONGSORAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

KEJADIAN BENCANA GERAKAN TANAH TAHUN 2007

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

KEJADIAN GERAKAN TANAH DI INDONESIA PERIODE MEI-AGUSTUS 2009

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Jenis Bahaya Geologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : Buku 1 ISSN (E) :

BAB III METODE PENELITIAN

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

KEGEMPAAN DI INDONESIA PERIODE BULAN APRIL AGUSTUS 2008

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Penyelidikan daerah rawan gerakan tanah dengan metode geolistrik tahanan jenis (studi kasus : longsoran di desa cikukun)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

Transkripsi:

BELAJAR DARI TANAH LONGSOR DEWATA, KEC PASIRJAMBU, KABUPATEN BANDUNG Yunara Dasa Triana1, Imam A. Sadisun2, Hery Purnomo1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2 KK Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB Sari Indonesia merupakan wilayah yang sering dilanda bencana geologis. Salah satu bencana yang sering terjadi dan menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda yang besar adalah akibat gerakan tanah. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme tanah longsor yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan, kerugian yang ditimbulkan dan petunjuk awal (precursor) yang mendahului terjadinya tanah longsor tersebut. Metodologi yang digunakan meliputi perolehan data dengan pengamatan langsung di lapangan, pemrosesan dan analisis data. Salah satu gerakan tanah yang menimbulkan korban cukup besar adalah tanah longsor yang terjadi di Perkebunan Teh Dewata, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 23 Februari 2010. Jenis gerakan tanah yang terjadi adalah tanah longsor dengan tipe rotational sliding yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dengan panjang landaan bahan rombakan mencapai 800 meter. Tanah longsor ini mengakibatkan 44 orang meninggal dunia, 20 buah rumah tertimbun material longsoran, lima buah rumah dan sekitar dua hektare kebun teh rusak serta tertimbunnya jalan. Sebelum terjadi tanah longsor dirasakan adanya getaran dan terjadi perubahan fisik pada air yang bersumber dari mata air di lereng yang mengalami longsoran. Pemahaman mengenai kondisi alam dan precursor akan terjadinya gerakan tanah merupakan hal yang penting dalam mendukung berhasilnya mitigasi bencana gerakan tanah dalam upaya mengurangi atau menghindari korban jiwa dan kerugian harta benda. Kata kunci: tanah longsor, dewata, bahan rombakan, precursor Pendahuluan Indonesia merupakan wilayah yang sering dilanda bencana geologis seperti letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, dan gerakan tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang sering terjadi di Indonesia dengan jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda yang cukup besar. Hal ini erat kaitannya dengan posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif di dunia sehingga memungkinkan terbentuknya morfologi yang curam dengan batuan penyusun yang berasal dari aktivitas vulkanik. Selain karena letaknya, bencana geologis di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi. Kondisikondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses kimia dan mekanik yang berlangsung secara intensif. Salah satu kejadian gerakan tanah yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan yang cukup besar adalah tanah longsor yang terjadi pada 23 Februari 2010 di Perkebunan Teh Dewata, Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme tanah longsor yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan, kerugian yang ditimbulkan dan petunjuk awal (precursor) yang mendahului terjadinya tanah longsor tersebut. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 33-39 Hal :33

Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perolehan data, pemrosesan dan analisis data. Perolehan data dilakukan dengan pengamatan lapangan yang meliputi pengamatan kondisi geologi setempat, pengamatan jenis dan dimensi tanah longsor, tataguna lahan dan kondisi keairan serta dialog dengan masyarakat setempat. Landasan Teori Gerakan tanah Gerakan tanah (landslide) didefinisikan secara sederhana sebagai pergerakan masa batuan, debris atau tanah menuju bagian bawah lereng (Cruden, 1991, dalam Cornforth, 2004). Di dalam SNI 13-6982.2 tentang pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah, gerakan tanah didefinisikan sebagai perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (BSN, 2004). Gerakan tanah dapat terjadi karena beberapa sebab baik faktor alam maupun faktor perbuatan manusia. Gerakan tanah terjadi karena adanya penurunan nilai faktor keamanan lereng. Perubahan nilai faktor keamanan disebabkan oleh perubahan pada kekuatan gaya penahan (resisting force) dan gaya pendorong (driving force). Kejadian tanah longsor sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi yang berhubungan dengan sifat keteknikan tanah dan batuan penyusun serta kondisi lereng. Pemotongan lereng yang dilakukan tanpa memperhitungkan nilai kestabilan lereng akan semakin memicu terjadinya tanah longsor. Faktor lain yang erat kaitannya dengan proses kejadian tanah longsor adalah kondisi keairan bawah permukaan yang akan mempengaruhi kekuatan geser material penyusun akibat adanya tekanan air pori (pore water pressure) yang terjadi pada saat pengisian rongga pada material atau batuan oleh air. Abramson dkk. (2001), menjelaskan bahwa kondisi keairan merupakan faktor yang penting dalam kestabilan lereng yang dipengaruhinya melalui lima cara: 1) penurunan kekuatan geser Hal :34 (reduces strength); 2) perubahan komposisi mineral melalui alterasi secara kimia; 3) perubahan densitas bulk; 4) meningkatnya tekanan pori; dan 5) pengerosian. Aliran bahan rombakan Aliran bahan rombakan atau debris flow didefinisikan sebagai gerakan masa yang mengandung butiran-butiran material padat, air dan udara yang bergerak sebagai sebuah aliran yang bersifat kental (viscous flow) (Varnes, 1978 dalam Blijenberg, 2007). Menurut Hermawan (2007), banjir bandang (debris flow) adalah suatu aliran cepat yang merupakan campuran material bahan rombakan (debris) batuan atau lumpur. Debris flow, debris avalanches dan earth flow merupakan longsoran tipe aliran yang mempunyai kekuatan menghancurkan dan kecepatan alir sangat besar (Varnes, 1978 dan Epoch, 1998 dalam Hermawan, 2007). Asch dkk. (2004) menjelaskan bahwa faktor lain yang mempengaruhi jarak landaan atau penyebaran aliran bahan rombakan adalah tekanan air pori. Hasil Penelitian Tanah longsor di Perkebuna Teh Dewata Melalui pengamatan lapangan yang dilakukan diperoleh data bahwa secara administratif lokasi tanah longsor dengan tipe rotasi ini terletak di Desa Tenjolaya, Kec. Pasirjambu, Kab. Bandung. Jarak lokasi bencana dari Bandung ± 60 km dan ditempuh dalam waktu ± 3.5 jam. Sedangkan secara geografis lokasi tanah longsor terletak pada koordinat 7 12 53.1 LS dan 107 28 36.3 BT pada ketinggian lebih dari 1300 mdpl (Gambar 1). Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 34-39

longsoran dan sembilan orang diantaranya tidak ditemukan. Selain korban jiwa, tanah longsor ini juga menyebabkan 20 buah rumah tertimbun material longsoran, lima buah rumah dan sekitar dua hektare kebun teh rusak. Jalur jalan yang menghubungkan kampung-kampung di sekitar lokasi tanah longsor tidak bisa dilalui karena tertimbun material longsoran, sehingga mengganggu aktivitas dan perekonomian di wilayah ini. Gambar 1. Lokasi gerakan tanah/tanah longsor di Perkebunan Teh Dewata, Kec. Pasirjambu, Kabupaten Bandung Jawa Barat (Sumber: Bakosurtanal, 2000). Morfologi di sekitar lokasi tanah longsor berupa perbukitan yang bergelombang dengan kemiringan 15º - > 40º dengan tata guna lahan berupa hutan lebat, kebun teh dan permukiman yang terletak pada bagian lembah. Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografi lokasi tanah longsor termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Gunungapi Kuarter. Batuan penyusun di lokasi tanah longsor ini adalah breksi tuf. Menurut Koesmono, dkk (1996), batuan penyusun daerah ini adalah Lahar dan Lava dari G. Kendeng yang tersusun oleh breksi andesit dan breksi tuf (Ql). Kejadian tanah longsor ini, berdasarkan data yang diperoleh dari tim evakuasi sampai dengan hari terakhir evakuasi, telah menyebabkan 44 orang meninggal dunia tertimbun material Data lain yang diperoleh dan penting untuk dipahami adalah adanya tanda-tanda yang menunjukkan gejala awal akan terjadinya tanah longsor. Gejala yang timbul sebelum terjadinya tanah longsor adalah adanya getaran, terjadinya perubahan fisik pada air yang berasal dari mata air dan munculnya mata air baru. Kondisi tanah longsor Tanah longsor terjadi pada lereng G. Waringin, dengan bidang longsor N 20 E, kemiringan lereng antara 15 sampai > 45, arah longsoran menghadap ke arah N 215 E. Lebar mencapai 50 m, dan tinggi 75 m sedangkan panjang landaan material longsoran mencapai 800 meter dengan lebar mencapai 80 meter. Longsoran ini terjadi pada tanah hasil pelapukan dari breksi vulkanik pada perbukitan yang berupa hutan lebat dengan tipe rotational sliding yang kemudian berubah menjadi aliran bahan rombakan. Pada bagian badan longsoran terdapat mata air dan terlihat adanya scarp baru yang berpotensi untuk meluncur kembali. Kondisi sebelum dan setelah terjadinya tanah longsor dapat dilihat pada gambar 2. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 35-39 Hal :35

Gambar 2. Kondisi Perkampungan Dewata sebelum terjadi tanah longsor (kiri, Foto: www.google.co.id) dan setelah terjadinya tanah longsor pada 23 Februari 2010 (kanan, Foto: Penulis, 2010). Pembahasan Tanah longsor terjadi karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi sehingga terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori sehingga tahanan geser menjadi berkurang. Kemiringan lereng yang terjal (>45 ) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan. Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan breksi tufa bertindak sebagai bidang gelincir. Material longsoran bergerak mengikuti lembah dan menggerus tebing lembah yang dilaluinya sehingga semakin meningkatkan volume material rombakan yang dibawa. Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air sungai yang dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat sehingga aliran bahan rombakan ini menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta menimbun sarana dan prasarna yang dilaluinya. Peta situasi tanah longsor dapat dilihat pada gambar 3. Hal :36 Gambar 3. Gambar situasi tanah longsor (Purnomo, 2010) Besarnya jumlah korban jiwa dan kerusakan yang ditimbulkan oleh tanah longsor ini berhubungan dengan mekanismenya. Tanah longsor yang terjadi berkembang menjadi aliran bahan rombakan dan mengalami peningkatan jumlah material sepanjang alur yang dilaluinya. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 36-39

Dinamika yang terjadi selama pengaliran bahan rombakan yang berasal dari longsoran tanah dimulai dari titik awal longsoran (source area) yang ditandai oleh terbentuknya mahkota longsoran, sepanjang alur alirannya (flow track) sampai ke tempat material longsoran itu terendapkan (depositional toe) seperti pada gambar 4. Selama dalam perjalanannya melalui flow track, terjadi pengerosian samping sehingga jumlah material longsoran meningkat. Aliran bahan rombakan ini juga membawa serta pohon- b. Pengerosian samping (flow track) c. Perubahan arah alir (flow track) pohon dan material lainnya yang berada di sekitar longsoran. Kondisi ini mengakibatkan daya rusak yang ditimbulkan menjadi lebih besar. Daerah pegunungan merupakan lokasi yang rentan untuk terjadinya aliran bahan rombakan (debris flow) yang mempunyai daya rusak tinggi sepanjang jalur yang dilaluinya. Kecepatan aliran debris flow tergantung materialnya, kandungan air, dan kondisi topografi atau lintasan alirannya. a. Mahkota longsoran (source area) d. Total landaan (Deposotional toe) Gambar 4. Dinamika aliran bahan rombakan pada gerakan tanah/tanah longsor di Perkebunan Teh Dewata, Kec. Pasirjambu, Kabupaten Bandung Jawa Barat mulai dari source area sampai depositional toe (Foto: Penulis, 2010). Beberapa hal yang harus diperhatikan Tanah longsor sepertinya sudah menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan. Tetapi sudah begitu pahamkah masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan bencana tanah longsor, terhadap tandatanda awal (precursor) akan terjadinya tanah longsor. Berdasarkan hasil penyelidikan melalui dialog dengan masyarakat sekitar dan saksi mata yang menyaksikan secara langsung peristiwa ini, diperoleh beberapa informasi menarik yang sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi kita yang peduli bencana, terutama tanah longsor. Masyarakat merasakan adanya getaran semacam gempa yang terjadi secara lokal beberapa jam sebelum terjadinya tanah longsor. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 37-39 Hal :37

Getaran ini dirasakan pada dinihari menjelang pagi setelah sebelumnya turun hujan dengan intensitas tinggi dan berlangsung lama. Hal lain yang dijumpai oleh masyarakat adalah munculnya mata air baru pada beberapa titik di bagian bawah lereng yang sebelumnya tidak ada. Kondisi lain yang menjadi penciri awal sebelum terjadinya tanah longsor yang dijumpai dan dirasakan oleh masyarakat adalah terjadinya perubahan fisik air pada mata air yang terdapat di sekitar kaki lereng. Air yang muncul pada mata air ini sebelumnya bersih dan bening, namun kemudian mengalami perubahan warna menjadi keruh dan kotor. Retakan-retakan sebelumnya juga dijumpai oleh beberapa masyarakat yang melewati bagian atas lereng. sebagai langkah yang baik dalam menghadapi bencana, karena alam bukan untuk dilawan. Daftar Pustaka Abramson, L.W., Lee, T.S, Sharma, Boyce, G.M. (2001): Slope Stability and Stabilization Methods, John Wiley and Sons, Inc., New York. Badan Standar Nasional (2004): Pemeriksaan Lokasi Bencana Gerakan Tanah Bagian 2: Tata Cara Pelaporan Hasil Pemeriksaan, SNI 13-6982.2-2004. Bakosurtanal (2000): Peta Rupa Bumi Digital Indonesia lembar 1208-542 Barutunggul Skala 1:25000, Bogor. Apabila kita telaah maka beberapa kondisi ini merupakan pesan alam yang diberikan kepada masyarakat akan terjadinya tanah longsor yang pada beberapa waktu kemudian menimbulkan korban jiwa yang banyak dan kerugian harta yang besar. Apabila kita lebih jauh memahami kondisi alam yang menjadi petunjuk awal akan terjadinya gerakan tanah/tanah longsor, maka ada kemungkinan jatuhnya korban jiwa akan dapat dihindari. Blijenberg, H.M. (2007): Application of Physical Modelling of Debris Flow Triggering to Field Conditions: Limititations posed by Boundary Conditions, Engineering Geology, 91, 25-33. Penutup Tanah longsor yang terjadi pada pagi hari di Perkebunan Teh Dewata yang berada pada wilayah pegunungan dengan udara yang sejuk serta pemandangan yang indah telah menyentak semua pihak akan terulangnya kembali bencana akibat tanah longsor. Sebagai bangsa yang berada pada wilayah yang rawan bencana geologis, seperti gerakan tanah, maka sudah sepatutnya kita memahami kondisi alam kita dan selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman gerakan tanah yang dapat menimbulkan bencana. Hermawan, R. (2007): Banjir Bandang di Indonesia, Pusat Lingkungan Geologi. Pemahaman mengenai petunjuk awal (precursor) terjadinya gerakan tanah merupakan hal yang penting dalam mendukung keberhasilan mitigasi gerakan tanah dan akan sangat menguntungkan sehingga dapat menghindarkan diri sebelum bencana datang Hal :38 Cornforth, D.H. (2004): Landslides in Practice: Investigations, Analysis, and Remedial/Preventive Options in Soils, John Wiley & Sons, Inc. Koesmono, M., Kusnama, dan Suwarna, N. (1996): Peta Geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa (Edisi ke dua), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Purnomo, H., 2010: Pemeriksaan Gerakan Tanah di Kampng Dewata, Desa Tenjolaya, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Badan Geologi, tidak dipublikasikan. Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 38-39

van Asch, Th.W.I, Malet, J-P., Remaitre, A., dan Maquaire, O. (2004): Numerical Modelling of The Run-out of A Muddy Debris-flow, The Effect of Rheology on Velocity and Deposit Thickness Along The Run-out Track, dalam Lacerda, Ehlrlich, Fontoura, dan Sayao, eds, Landslides: Evaluation and Stabilization, Taylor &Francis Group, London. van Bemmelen, R.W., (1949): The Geology of Indonesia. Vol. I A, The Hague, Netherlands. www.google.co.id Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 5 Nomor 3,Desember 2010 : 39-39 Hal :39