Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil 7

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

Boks Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Perbankan Kalsel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

SURVEI PERSEPSI PASAR

KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun.

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

Analisis Perkembangan Industri

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2014 SEBESAR 4,24 PERSEN

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

SURVEI PERSEPSI PASAR

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

SURVEI PERSEPSI PASAR

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

SURVEI PERSEPSI PASAR

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

SURVEI PERSEPSI PASAR

Analisis Perkembangan Industri

SURVEI PERSEPSI PASAR

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

1. Tinjauan Umum

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

KONDISI TRIWULAN II-2007

SURVEI PERSEPSI PASAR

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kajian Ekonomi Regional Banten

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di berbagai bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KREDIT PERBANKAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I I II III IV I II III IV I II III IV I

SURVEI KREDIT PERBANKAN

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN IV I II III IV I II III IV

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

SURVEI KREDIT PERBANKAN

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

Transkripsi:

Boks II Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Sektor Riil 7 Penurunan kegiatan usaha dan kapasitas produksi dikhawatirkan akan berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009. Mayoritas responden menyatakan pada tahun 2009 penggunaan tenaga kerja relatif tetap. Tingkat suku bunga pinjaman rupiah dari perbankan dalam negeri yang diperkirakan tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan berada pada rata-rata sebesar 12% dengan range 9-16%. Krisis keuangan global yang berdampak terhadap kondisi perekonomian global semula diperkirakan tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Namun, pada awal triwulan IV-2008 dampak krisis mulai dirasakan oleh dunia usaha dengan ditandai oleh melemahnya permintaan akan produk-produk ekspor, menurunnya beberapa harga komoditas internasional, ditambah dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD. Sebagai dampak lanjutan dari memburuknya kondisi dunia usaha, beberapa perusahaan telah dan berencana melakukan pemutusan hubungan kerja antara lain pada industri tekstil, industri baja, industri pulp & paper, industri elektronik, industri otomotif, dan industri plastik. Untuk memperoleh gambaran mengenai dampak krisis ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dilakukan Survei Khusus Sektor Rill (SKSR) dengan topik Dampak Krisis Ekonomi Global terhadap Sektor Riil terhadap 80 perusahaan yang berada pada sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel, & restoran dan transportasi & komunikasi. Berdasarkan hasil survei dapat diperoleh informasi sebagai berikut: 7 Hasil Survei Khusus Sektor Riil-BI. Survei Khusus Sektor Riil (SKSR) merupakan survei yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sektor riil (usaha) sehubungan dengan perkembangan indikator ekonomi terkini. Responden merupakan perusahaan yang dipilih secara purposive sampling dan survei dilakukan melalui metode wawancara melalui telepon. Hasil survei diolah dan disajikan dengan metode saldo bersih (SB), rata-rata sederhana dan pooling system. 28

Kondisi Usaha Indikasi memburuknya kondisi usaha pada akhir tahun 2008 diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun 2009. Hal ini tercermin dari nilai Saldo Bersih (SB) sebesar -16,25% (33,75% menyatakan meningkat dan 50,00% menyatakan menurun) yang berarti pengusaha merasa pesimis terhadap kondisi usaha pada tahun 2009. Secara rata-rata kegiatan usaha pada 80 perusahaan tersebut diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 6,24% dibandingkan tahun sebelumnya. Khusus bagi perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, kegiatan usaha pada 2009 juga diperkirakan akan mengalami kontraksi dengan nilai SB sebesar -20,75%. Secara rata-rata nilai kontraksi tersebut sebesar 7,51%. Kapasitas Produksi Perkiraan menurunnya kegiatan usaha tersebut sejalan dengan perkiraan penurunan kapasitas utilisasi (SB -14,89%). Kapasitas utilisasi diperkirakan akan menurun 5,68% dari 76,43% di tahun 2008 menjadi 70,75% di tahun 2009. Tenaga Kerja Mayoritas responden (72,16%) menyatakan pada tahun 2009 penggunaan tenaga kerja relatif tetap dibandingkan tahun 2008. Sementara itu, persentase responden yang memperkirakan penggunaan tenaga kerja akan mengalami penurunan sama dengan yang memperkirakan peningkatan penggunaan tenaga kerja pada tahun 2009 yaitu sebesar 13,92%. Kondisi Keuangan Dari sebanyak 80 perusahaan, setengahnya memiliki pinjaman dari perbankan dalam negeri untuk menjalankan kegiatan usahanya. Adapun tingkat suku bunga pinjaman rupiah dari perbankan dalam negeri yang diperkirakan tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan berada pada rata-rata sebesar 12% dengan range 9-16%. Khusus untuk perusahaan yang memperkirakan kondisi usaha pada tahun 2009 akan mengalami kontraksi (50% dari total responden), sebanyak 45% memiliki pinjaman dari perbankan dalam negeri. 29

Pelemahan Nilai Tukar Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD ditengah melemahnya mata uang negara lainnya ternyata tidak memberikan keuntungan bagi perusahaan eksportir. Hal ini dinyatakan oleh 58,20% responden. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden antara lain peningkatan harga bahan baku impor, penurunan volume penjualan dan permintaan pembeli untuk menurunkan harga. Sementara 23,88% responden menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap USD menguntungkan perusahaan, dan sisanya (20,62%) menyatakan tidak ada pengaruh. Profil Responden 2,50% 5,00% 1,25% Pertanian 16,22% domestik 26,25% Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan 3,4% 27,36% ekspor 1-20% ekspor 21-40% Bangunan 5,7% ekspor 41-60% 7,50% 57,50% Perdagangan,Hotel & Restoran Transportasi & Komunikasi 11,15% 12,16% ekspor 61-80% ekspor 81-100% Grafik 1 Sebaran Responden Menurut Sektor Ekonomi Grafik 2 Sebaran Responden Berdasarkan Orientasi Penjualan 25,00% 6,25% 3,75% 61,25% DKI Jakarta & Banten Bali 3,75% 12,16% Jawa Sulawesi Utara Sumatera Grafik 3 Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Survei 30

Boks III Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8 LATAR BELAKANG Berlanjutnya krisis keuangan global yang berepisentrum di Amerika Serikat telah merambat ke berbagai sendi perekonomian negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Setelah sampai dengan triwulan III 2008 perekonomian tumbuh tinggi, maka memasuki triwulan IV perekonomian Indonesia yang didominasi oleh sektor tradable mulai tertekan dengan anjoknya harga komoditas akibat melemahnya permintaan di pasar dunia. Penurunan kinerja perekonomian Indonesia, terutama terjadi di daerahdaerah yang berbasis ekspor. Secara mikro, menurunnya permintaan pada beberapa produk komoditas primer dan produk industri yang diekspor mengancam penurunan penggunaan kapasitas dan akan mendorong dunia usaha melakukan efesiensi yang salah satunya dilakukan melalui pengurangan jumlah jam kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja. Implikasi selanjutnya adalah terganggu daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi pembiayaan, berlanjutnya krisis keuangan global berpotensi menurunkan kinerja dan kualitas pembiayaan kredit di daerah. Di sisi harga, perkembangan inflasi daerah 2008 juga dipengaruhi oleh dinamika perkembangan ekonomi global. Kenaikan harga komoditas yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir 9 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan inflasi di hampir semua wilayah di Indonesia. Tekanan inflasi yang lebih tinggi terutama terjadi di daerah yang perekonomiannya cukup dominan disupport oleh produk komoditas berbasis primer yang memperoleh wind profit dari tingginya harga komoditas, struktur konsumsinya lebih di dominasi makanan, dan memiliki ketergantungan pasokan bahan pangan dari daerah lain. Namun memasuki 8 Catatan Analisis 9 Kenaikan harga komoditas dunia menurut IMF dalam publikasi World Economic Outlook, Oktober 2008 disebabkan oleh (1) pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi, (2) terbatasnya inventory dan tingkat kapasitas produksi yang pada gilirannya menyebabkan (3) supply inellasticity dalam merespon permintaan dalam jangka pendek (4) ekspektasi yang lebih dipengaruhi sentimen dan investor behavior sehingga dalam jangka pendek menyebabkan fluktuasi harga berlebihan. 31

triwulan IV-2008, seiring dengan anjloknya harga komoditas dunia, hargaharga di dalam negeri terkoreksi secara signifikan sehingga tekanan inflasi pada akhir Tw-IV menurun. PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH TERKINI Periode awal 2008 s.d triwulan III-2008 Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai mempengaruhi perekonomian daerah secara signifikan terutama pada sektor yang tradable. Kenaikan harga berbagai komoditas primer di pasar dunia telah memberikan berkah tersendiri pada meningkatnya perekonomian di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang struktur ekonominya didominasi oleh hasil-hasil pertambangan (batu bara, timah, tembaga) dan perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, dan coklat). Peningkatan harga komoditas tersebut telah menyebabkan pendapatan dan daya beli masyarakat terdongkrak sehingga konsumsi di daerahpun meningkat. Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan signifikan terhadap perekonomian daerah, diantaranya adalah komoditas minyak kelapa sawit 10, karet alam 11, dan batubara 12 : Pertumbuhan ekonomi daerah yang pesat terutama terjadi di zona Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, zona Kalimantan dan Zona Sulawesi dengan rata-rata pertumbuhan triwulanan hingga triwulan III-2008 masing-masing 6,4%, 5,8%, 6,3%, dan 6,9%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua telah mendorong terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah (Gambar 1-3 : Peta Deviasi gpdrb Tw I - III 2008). Terdapat hubungan yang relatif simetris antara peningkatan harga komoditas primer tersebut dengan pertumbuhan PDRB di masing-masing wilayah (Sulawesi, Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatra). Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua turut pula memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa terutama pada sektor industri dan sektor perdagangan. 10 Harga CPO pada tahun 2007 naik hingga 75% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada Maret 2008 yaitu naik hingga 218% dari harga rata-rata tahun 2006. Kenaikan harga CPO ini mendorong terjadinya perluasan lahan kelapa sawit dari 4,2 juta ha menjadi 5,5 juta ha di Sumatera, dan menjadikan Sumatera sebagai wilayah pengekspor sawit terbesar di Indonesia (90,1%) pada tahun 2007. 11 Produksi karet alam pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand. 12 Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor batu bara terbesar di dunia. 32

Deviasi gpdrb dg gpdb Tw I-08 Deviasi gpdrb dg gpdb Tw II-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw I-08: 6,0% Q1-08 Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% 32,9 40,8 7,6 22,0 21,5 27,0 21,7 28,8 31,9 NPL, % 3,4 2,6 2,5 3,7 3,5 3,4 3,0 3,1 7,0 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw II-08: 6,4% Q2-08 Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% 40,0 47,7 12,7 25,9 27,8 33,3 26,6 35,6 36,3 NPL, % 3,2 2,4 2,6 3,5 3,2 3,1 2,4 3,3 6,2 Gambar 1 Gambar 2 Deviasi gpdrb dg gpdb Tw III-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw III-08: 6,1% Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua Q3-08 B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% NPL, % 35,2 33,9 38,3 29,2 29,7 30,6 30,1 37,1 36,0 3,1 2,1 2,7 3,3 2,9 3,0 2,2 2,9 5,2 Gambar 3 Gambar 1-3 Deviasi Perkembangan PDRB Tw I - III 2008 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw I-08 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw II-08 Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 4 Inflasi Nasional (yoy) Tw I-08: 7,1% Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 5 Inflasi Nasional (yoy) Tw II-08: 11,0% Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw III-08 Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 6 Inflasi Nasional (yoy) Tw III-08: 12,1% Gambar 4-6 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw I - III 2008 33

2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Dispersi Inflasi (Std.Dev) Dispersi gpdrb (Std.Dev.) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2007 2008 Grafik 1 Dispersi Pertumbuhan dan Inflasi antar Daerah Disisi pembiayaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua yang bersumber dari sektor tradable juga didukung oleh peningkatan pembiayaan kredit. Di wilayah Sumatera, penyaluran kredit ke sektor pertanian yang juga sebagai penyerap kredit terbesar, pada paruh pertama 2008 rata-rata tumbuh sebesar 36,1%. Sementara di wilayah Kali- Sulampua, penyaluran kredit ke sektor pertambangan rata-rata tumbuh 35,1%. Sebagian besar penyaluran kredit di kedua wilayah ini bersifat produktif, yaitu kredit modal kerja yang memiliki porsi 49,3% dari total oustanding kredit di Sumatera dan 41,4% di Kali-Sulampua. Di sisi lain, membaiknya pendapatan penduduk di kedua wilayah tersebut telah memacu penyaluran kredit konsumsi meningkat cukup tinggi, yaitu mengalami pertumbuhan 35,7% di Sumatera dan 36,5% di Kali-Sulampua. Sementara itu, pesatnya ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua juga berdampak pada sektor industri dan perdagangan di Jawa sehingga kredit di kedua sektor tersebut di Jawa meningkat. Pertumbuhan kredit sektor industri dan perdagangan di Jawa tumbuh masing-masing sebesar 37,2% dan 30,2%. Sampai dengan triwulan III 2008, peningkatan kredit di seluruh daerah diikuti oleh kualitas kredit yang masih baik, sebagaimana tercermin dari NPL yang rendah di semua wilayah bahkan lebih rendah dibanding periode akhir tahun 2007. Di sisi inflasi, perkembangan harga komoditas di pasar dunia yang meningkat cukup tinggi turut pula meningkatkan tekanan inflasi di daerah. Kenaikan harga berbagai komoditas di pasar internasional, khususnya harga komoditas 34

yang termasuk di dalam kelompok makanan, seperti kedelai, minyak goreng dan gandum menjadi salah satu faktor yang cukup kuat mendorong tekanan inflasi daerah, terutama di daerah yang pola konsumsinya lebih didominasi oleh kelompok makanan dan juga daerah-daerah yang memiliki ketergantungan pada pasokan dari daerah lain yang ongkos transportasinyapun meningkat. Hal ini terutama terlihat dari meningkatnya laju inflasi di wilayah luar Jawa dengan deviasi positif yang melebar terhadap inflasi nasional (Gamba 4-6 : Deviasi Inflasi Tw I sd. III 2008). Kota-kota di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Selatan dan Irian Jaya deviasianya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Periode Triwulan IV-2008 Memasuki triwulan ke IV 2008, perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada anjloknya harga komoditas mulai memberikan dampak terhadap perekonomian di berbagai daerah. Di wilayah Sumatera dan sebagian Kali- Sulampua penurunan permintaan ekspor - berupa penundaan pengiriman dan pembatalan sepihak kontrak ekspor - hasil-hasil perkebunan mulai terjadi. Di sisi lain, harga CPO di pasar dunia yang turun tajam hingga mencapai 70% (pertengahan November 2008) 13 langsung berimbas pada turunnya harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani menjadi Rp300/ Kg 14. Wilayah Sumatera dan sebagian Kali-Sulampua merupakan wilayah yang paling terkena dampak turunnya harga CPO dan turunnya volume ekspor, yang selanjutnya menekan daya beli masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh turunnya indeks Nilai Tukar Petani di kedua wilayah ini. Melambatnya ekspor di kedua wilayah telah menjadi faktor pemicu melambatnya ekonomi pada beberpa sektor unggulan, seperti pertanian, pertambangan dan perdagangan. Perlambatan ekonomi ini juga menyebabkan deviasi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah dimaksud terhadap pertumbuhan nasional kembali melebar (1,5%, deviasi negatif) dan perekonomian tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (lihat peta dibawah). 13 Terhadap harga tertingginya pada Maret 2008 14 Harga TBS tertinggi sebelumnya mencapai rerata Rp 1.800/Kg 35

Semakin dalamnya krisis keuangan global berimbas pula pada perkembangan ekonomi daerah yang berbasis industri manufaktur yang export-oriented. Di wilayah Jabalnustra, permintaan ekspor berbagai produk industri manufaktur mulai terindikasi mengalami penurunan dengan berkurangnya pesanan dan pembatalan sepihak pembeli di luar negeri. Permintaan dari dalam negeri juga sedikit mengalami tekanan searah dengan tertekannya perekonomian di luar Jawa. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya penggunaan kapasitas dan mendorong perusahaan melakukan berbagai upaya efisiensi yang antara lain dilakukan dengan cara melakukan pengurangan jam kerja maupun jumlah tenaga kerja. Deviasi gpdrb dg gpdb Tw IV-08 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw IV-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw IV-08: 5,7% Q4-08* Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% NPL, % 31,2 3,2 30,7 2,2 35,2 2,7 32,4 3,6 31,2 2,8 32,7 2,9 30,1 2,2 37,4 3,2 34,4 5,4 * November 2008 Deviasi Inflasi dg Nasional (1,5)-(0,6) (0,5)-0,5 Inflasi Nasional (yoy) Tw IV-08: 11,1% Gambar 7 Deviasi Perkembangan PDRB Tw IV 2008 Gambar 8 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw IV 2008 Perekonomian yang melambat, walaupun tidak signifikan diikuti oleh perlambatan pertumbuhan kredit di daerah. Di sebagian besar daerah, kredit tumbuh namun mulai melambat karena potensi resiko meningkat yang antara lain tercermin pada peningkatan nilai nominal NPLs. NPL secara nominal yang meningkat dari Rp40,687 milyar pada Juni 2008 menjadi Rp45,831 milyar pada November 2008. Kenaikan NPL tersebut terutama terjadi pada penyaluran kredit pada sektor-sektor yang mulai melambat pertumbuhannya, seperti : pertanian, perdagangan, perindustrian dan sektor lain-lain (konsumsi). Di sisi inflasi, menurunnya harga komoditas di pasar dunia berperan dalam memperlemah tekanan inflasi di daerah. Inflasi di daerah secara umum turun, namun mengingat tingkat ketergantungan luar Jawa terhadap supply barang 36

dari Jawa, maka perlambatan inflasi di daerah relatif tidak terlalu kuat (Lihat Grafik Perkembangan Inflasi dan Kontribusi Makanan per Wilayah). Inflasi di luar Jawa, secara rata-rata masih di atas angka inflasi nasional, namun deviasi inflasi di daerah-daerah yang sebelumnya mengalami booming ekonomi karena kenaikan harga komoditas, terhadap inflasi nasional secara umum turun (wilayah Kalimantan dan Sulawesi), walaupun cenderung tidak sesimetris sebagaimana dampak terhadap PDRB. Di wilayah Irian Jaya deviasi inflasinya terhadap angka inflasi nasional cenderung tetap di level yang tinggi. faktor ketergantungan pasokan barang dari Jawa diduga merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan mempengaruhi inflasi. Sementara itu, inflasi di pulau Jawa secara umum di bawah angka rata-rata inflasi nasional. POTENSI RISIKO EKONOMI DAERAH KE DEPAN Krisis keuangan global yang semakin berimbas pada melambatnya perekonomian daerah akan dapat menyebabkan terjadinya kembali divergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah. Wilayah Sumatera dan Kali- Sulampua yang pada saat terjadinya kenaikan harga komoditas mampu mengejar pertumbuhan ekonomi daerah di Jawa akan menghadapi potensi risiko perlambatan ekonomi yang lebih besar. Sementara itu, ekonomi Jawa yang menopang perekonomian di kedua wilayah tersebut, melalui penyerapan input produksi industri manufaktur, secara perlahan-lahan mulai terimbas perlambatan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua, meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini mengingat struktur ekonomi di Jawa masih bertumpu pada domestic demand dari wilayah Jawa itu sendiri. Namun demikian, dampak melemahnya permintaan dunia pada ekspor hasil industri pengolahan dan mulai terbatasnya domestic demand akibat tertekannya daya beli akan dapat melemahkan perekonomian Jawa. Sementara itu, di sisi harga-harga masih menurunnya harga komoditas internasional akan memberikan sumbangan positif terhadap melemahnya tekanan inflasi di daerah. Penurunan inflasi juga akan dipengaruhi oleh penurunan harga BBM bersubsidi dan dampak lanjutannya, dan di sisi lain daya beli masyarakat relatif melemah. Namun demikian, potensi terhadap tekanan inflasi tetap harus diwaspadai, seperti gangguan pasokan karena musim pada komoditas 37

pangan, pelemahan nilai tukar dan ekkspektasi masyarakat terhadap inflasi. Sedangkan, di sisi pembiayaan, meningkatnya risiko kredit terutama di sektorsektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat peningkatan nilai nominal mulai terindikasi di berbagai daerah. KESIMPULAN 1. Perkembangan harga komoditas dunia memberikan dampak yang cukup signifikan pada perekonomian daerah, khususnya pada daerah-daerah yang berbasis komoditas (tradable), seperti Sumatera dan Kalimantan. Terdapat hubungan yang cenderung simetris antara peningkatan harga komoditas dengan peningkatan PDRB yang juga memberikan dampak kearah konvergensi pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sula terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, seiring dengan penurunan permintaan dunia yang juga berakibat turunnya harga komoditas telah menyebabkan pertumbuhan PDRB di wilayah-wilayah dimaksud terkoreksi, potensi risiko perlambatan ekonomi cukup besar dan konvergensi meningkat. 2. Imbas krisis keuangan global juga berdampak negatif pada daerah berbasis sektor industri expor-oriented, dimana terdapat upaya efisiensi produksi sebagai akibat dari menurunnya permintaan luar negeri. Penurunan produksi berdampak pada penurunan penggunaan kapasitas yang berpotensi terjadinya pengurangan jam kerja dan peningkatan PHK. 3. Di sisi harga, fluktuasi harga komoditas di pasar dunia mempengaruhi tingkat inflasi terutama pada daerah-daerah yang memiliki tingkat komposisi konsumsi makanan yang besar. Tekanan Inflasi di daerah-daerah luar Jawa cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan di Jawa, terutama disebabkan Oleh tingginya ketergantungan pasokan dari Jawa. Secara umum kenaikan harga komoditas telah menyebabkan deviasi inflasi kota-kota di luar Jawa terhadap angka inflasi nasional meningkat, atau lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Sementara itu penurunan harga komoditas, secara umum hanya berdampak pada semakin kecilnya deviasi angka inflasi, kecuali di Irian Jaya yang deviasi inflasi cenderung tetap tinggi. 38

4. Sementara itu di sisi pembiayaan, risiko kredit terutama di sektor-sektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat potensi penurunan kualitas kredit mulai terindikasi diberbagai daerah, sebagaimana tercermin dari peningkatan nilai NPLs. IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Untuk mengurangi dampak negatif pengaruh fluktuasi harga komoditas di pasar dunia pada perkembangan perekonomian daerah, maka untuk ke depan perlu dilakukan upaya-upaya : - Peningkatkan produktifitas perlu diintensifkan dibandingkan dengan upaya-upaya penambahan lahan baru. - Peningkatkan diversivikasi produk perkebunan (pertanian) - Peningkatkan nilai tambah produksi, seperti pengembangan produksi turunan CPO. - Perlunya kebijakan yang dapat menyangga dan menstabilkan harga, khususnya di tingkat petani yang antara lain dilakukan dalam bentuk upaya menjaga keseimbangan pasokan. Peran asosiasi disini perlu ditingkatkan. 2. Disisi harga-harga, upaya-upaya meningkatkan produksi dan pasokan, khususnya bahan makanan di daerah perlu ditingkatkan. Swasembada kebutuhan pokok perlu menjadi prioritas daerah. Dengan mulai terbatasnya domestic demand seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat, dalam jangka pendek peran fiskal untuk menstimulasi perekonomian dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting. Terlebih dengan potensi meningkatnya pengangguran akibat meningktanya ancaman PHK. Untuk itu, berbagai kendala dalam merealisasikan anggaran pemerintah perlu diminimalisasi dan jadwal realisasi dapat lebih terarah dengan tetap memperhatikan siklus perekonomian daerah setempat. 39