PENGARUH DOSIS SPERMA YANG DIENCERKAN DENGAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP FERTILITAS TELUR PADA INSEMINASI BUATAN AYAM KAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS

Sutiyono, S. Riyadi, dan S. Kismiati Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

KONSERVASI SEMEN AYAM BURAS MENGGUNAKAN BERBAGAI PENGENCER TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA PASCA INSEMINASI BUATAN

PENGARUH DEPOSISI SEMEN BEKU ITIK TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA ITIK

JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2006, VOL. 6 NO.1, 7 11

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

lebih dari 219 juta ekor (1992) dan merupakan 63,79% dari jumlah semua unggas yang dibudidayakan di Indonesia secara nasional dengan kontribusi daging

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

S. Suharyati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandarlampung ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MOTILITAS DAN FERTILITAS SPERMATOZOA AYAM KATE LOKAL

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

MATERI DAN METODE. Materi

DOSIS PENYUNTIKAN BERBEDA AYAM HUTAN HIJAU JANTAN DENGAN AYAM KAMPUNG BETINA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI IB TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA TETAS SKRIPSI

Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

JURNAL INFO ISSN :

PENGARUH FREKUENSI PENAMPUNGAN SEMEN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA PADA AYAM BANGKOK

Motilitas Spermatozoa Ayam Kampung dalam Pengencer Air Kelapa, NaCl Fisiologis dan Air Kelapa-NaCl Fisiologis pada C

Penambahan Bovine Serum Albumin Mempertahankan Motilitas Progresif Spermatozoa Kalkun pada Penyimpanan Suhu 4 C

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

UJI KU <klitas SPERMA DAN PENGHITUNGAN JUMLAH PENGENCER DALAM UPAYA MENENTUKAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE

KUALITAS TELUR TETAS AYAM MERAWANG DENGAN WAKTU PENGULANGAN INSEMINASI BUATAN YANG BERBEDA

FERTILITAS TELUR AYAM ARAB HASIL INESMINASI BUATAN MENGGUNAKAN SEMEN DARI FREKUENSI PENAMPUNGAN BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

PENAMPILAN REPRODUKSI TIGA JENIS AYAM LOKAL JAWA BARAT

PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

PENGARUH KRIOPROTEKTAN DMA, DMF DAN GLYCEROL PADA PROSES PEMBEKUAN SEMEN AYAM KAMPUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC

PENGARUH PENCUCIAN SPERMA DENGAN LAMA WAKTU SENTRIFUGASI YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS SPERMA KAMBING BLIGON

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

Ir. Suyatno, M.Si Fak. Pertenakan - Universitas Muhammdiyah Malang

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

INVENTARISASI FERTILITAS, DAYA TETAS TELUR, DAN BOBOT TETAS DOC BERDASARKAN UMUT INDUK AYAM SENTUL BAROKAH ABADI FARM CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH JENIS PENGENCER SEMEN TERHADAP MOTILITAS, ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA AYAM BURAS PADA PENYIMPANAN SUHU 5 o C

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

PERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM

Penyiapan Mesin Tetas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

Pengaruh Perbedaan Level Krioprotektan DMA terhadap Pembekuan Sperma Ayam

MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA BANGSA PEJANTAN SETELAH PENYIMPANAN

PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C

PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI

Evaluasi Kualitas Semen Entok (Cairina Moschata) Pada Frekuensi Penampungan Berbeda

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

ARTIKEL PENGARUH PROPORSI TELUR HASIL IB (AYAM BANGKOK DAN AYAM BROILER) DALAM MESIN OTOMATIS

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA SEMEN SEXING MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI PUTIH TELUR DENGAN PENGENCER YANG BERBEDA

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

UPAYA PENYEDIAAN DOD PEDALING ENTIK MELALUI PERSILANGAN ENTOK ><ITIK DENGAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

Lama Penyimpanan Semen Burung Puyuh pada Suhu 29ºC dengan Pengencer Fosfat Kuning Telur Terhadap Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

Motilitas dan viabilitas semen rusa timor (Cervus timorensis) menggunakan pengencer yang berbeda pada suhu 5 o C

KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL YANG DIKOLEKSI DENGAN INTERVAL YANG BERBEDA DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. pada Tabel 4 dan 5. Berdasarkan sampel yang diteliti didapatkan daya tetas telur

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

PENGARUH JUMLAH TELUR TERHADAP BOBOT TELUR, LAMA MENGERAM, FERTILITAS SERTA DAYA TETAS TELUR BURUNG KENARI

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI EJAKULASI TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA SAPI ACEH

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

KAJI BANDING KUALITAS SPERMATOZOA SAPI SIMMENTAL, LIMOUSIN, DAN FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PROSES PEMBEKUAN

J. Ternak Tropika Vol. 15, No.1:

PENGARUH SUHU DAN LAMA SIMPAN SEMEN SEGAR TERHADAP MOTILITAS DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)

MOTILITAS DAN VIABILITAS SEMEN SEGAR KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN MENGGUNAKAN PENGENCER CAUDA EPIDIDYMAL PLASMA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

J. Sains & Teknologi, April 2017, Vol. 17 No. 1 : ISSN

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Transkripsi:

PENGARUH DOSIS SPERMA YANG DIENCERKAN DENGAN NaCl FISIOLOGIS TERHADAP FERTILITAS TELUR PADA INSEMINASI BUATAN AYAM KAMPUNG THE EFFECT OF SPERM DOSES DILUTED IN PHYSIOLOGICAL NaCl ON EGG FERTILITY IN NATIVE CHICKEN ARTIFICIAL INSEMINATION Widya Asmarawati*, Kustono, Diah Tri Widayati, Sigit Bintara, dan Ismaya Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Fauna No. 3, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281 INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis sperma untuk Inseminasi Buatan (IB) pada ayam kampung terhadap fertilitas telurnya. Dosis IB ini berguna untuk mengetahui perbandingan jantan dan betina yang paling efisien dalam suatu pemeliharaan. Sperma ditampung dan dicampur dari 5 ekor ayam Pelung jantan yang berumur sekitar 52 minggu. Sperma yang telah diketahui konsentrasinya kemudian dibagi menjadi 3 bagian dan masing-masing diencerkan dengan NaCl fisiologis sehingga diperoleh dosis akhir yaitu 25x10 6 /0,1 ml (dosis 1); 75x10 6 /0,1 ml (dosis 2); dan 150x10 6 /0,1 ml (dosis 3). Sembilan ekor ayam kampung betina diinseminasi untuk mengetahui pengaruh dosis terhadap fertilitas telur. Ayam betina yang digunakan adalah ayam kampung yang berumur sekitar 30 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis sperma tidak berpengaruh pada fertilitas telur ayam kampung. Fertilitas telur untuk masing-masing perlakuan dosis 1, 2, dan 3 adalah 44,13±20,84; 66,67±23,57; dan 58,75±14,36%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dosis sperma tidak berpengaruh pada fertilitas telur ayam kampung. (Kata kunci: Ayam kampung, Dosis sperma, Inseminasi buatan) ABSTRACT The aim of the present experiment was to study the effect of insemination doses on eggs fertility of native chicken. The insemination doses were used to measured the most comparison efficiency of male and female in one flock. Semen was collected and pooled from 5 cockerels aged 52 weeks. Sperm was diluted with physiological NaCl and divided into 3 parts of final doses. Three treatment doses were 25x10 6 /0.1 ml; 75x10 6 /0.1 ml and 150x10 6 /0.1 ml. A total of 9 hens of native chicken aged 30 weeks used for artificial insemination with 3 treatment doses for eggs fertility trials. The result of the study indicated no significant effect of insemination doses treatment on eggs fertility. Eggs fertility for dose 1, dose 2 and dose 3 were 44.13±20.84; 66.67±23.57 and 58.75±14.36%. In conclusion, insemination doses have no effect to fertility of chicken eggs. (Keyword: Native chicken, Sperm doses, Artificial insemination) Pendahuluan Perbandingan jumlah pejantan dan betina dalam suatu peternakan atau perusahaan pembibitan ayam yang menghasilkan final stock sangat berpengaruh pada fertilitas telur dan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi pakan. Perbandingan antara ayam jantan dan betina dengan perkawinan alami adalah berkisar antara 1 banding 10 (Iskandar, 2007). Efisiensi pemeliharaan dapat dilakukan jika perbandingan tersebut dapat dikecilkan dan tentunya perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB) menjadi solusi langkah ini. Permasalahan pemeliharaan juga muncul ketika ayam jantan yang dominan dalam suatu kandang koloni menghasilkan * Korespondensi (corresponding author): Telp. +62 815 689 5246 E-mail: widyasmarawati@gmail.com sekitar 65% dari keseluruhan keturunan, hal ini berarti bahwa pejantan lain lebih jarang mengawini atau bahkan tidak sama sekali (Cheng dan Burns, 1988). Perilaku unggas jantan yang lebih suka pada satu betina yang berakibat terjadinya persaingan antar betina menjadikan banyak betina tidak terkawini (Suprijatna et al., 2005). Kejadian ini menyebabkan fertilitas telur secara kumulatif rendah. Blanco et al. (2009) menyatakan bahwa IB pertama kali berhasil dilakukan pada burung hampir satu abad yang lalu ketika Ivanov mengawinkan ayam betina menggunakan sperma dari ductus deferens. Perkawinan dengan IB membutuhkan jumlah pejantan yang jauh lebih sedikit, tergantung dari produksi spermanya dan kebutuhan sperma oleh betina untuk mempertahankan produksi telur. Efisiensi perbandingan jumlah pejantan dan betina dengan IB akan menekan biaya produksi sehingga 1

Widya Asmarawati et al. Pengaruh Dosis Sperma yang Diencerkan dengan NaCl Fisiologis diharapkan dapat meningkatkan keuntungan peternak. Kira-kira hanya 1% spermatozoa dari dosis IB yang akan masuk ke sperm storage tubulus (SST) di dalam utero-vaginal junction, sedangkan sisanya tertekan keluar dari vagina (Steele dan Wishart, 1996). Sejumlah sperma yang ada pada SST tersebut akan cukup untuk fertilisasi selama kurang lebih 2 minggu. Produksi sperma ayam menurut Garner dan Hafez (2000) adalah sekitar 0,2 ml sampai 0,5 ml dengan rata-rata 0,25 ml per ejakulasi. Volume sperma ayam yang sedikit tersebut harus dibuat dosis yang tepat agar sperma tidak banyak yang terbuang. Dosis IB yang selama ini dipakai berkisar antara 1 : 6 sampai 1 : 10 (Anonimus, 1998). Perbandingan tersebut kurang menguntungkan karena dosis yang dipakai masih dapat dioptimalkan sehingga akan lebih banyak betina yang dapat diinseminasi. Dosis IB pada ayam menggunakan sperma segar sangat bervariasi antara 70x10 6 /ml (Cerolini et al., 1997) sampai 200x10 6 /ml (Blesbois dan Reviers, 1992). Dosis IB pada ayam menurut Bakst dan Brillard (1995) adalah sebesar 150x10 6 spermatozoa dengan frekuensi seminggu sekali. Castillo et al. (2010) juga melakukan uji fertilitas spermatozoa pada ayam pembibit menggunakan IB dengan interval 4 hari. Blanco et al. (2009) melakukan IB pada burung bangau dengan dosis 15x10 6 spermatozoa motil dengan frekuensi 3 kali atau lebih tiap minggunya. Usaha ini menghasilkan fertilitas sebesar 80%. Penelitian lain oleh Gumulka dan Kapkowska (2005) menggunakan dosis 125x10 6 /0,06 ml dan IB dilakukan setelah 12 sampai 13 jam setelah matahari terbit. Penelitianpenelitian tersebut di atas belum ada yang mengamati secara khusus pengaruh level dosis IB yang tepat dan kaitannya dengan efisiensi pemeliharaan jumlah pejantan dalam usaha menghasilkan DOC. Tujuan penelitian ini adalah untuk merintis usaha sosialisasi IB ayam kepada masyarakat peternak dengan dosis yang efektif dan metode yang mudah sehingga membantu dalam hal efisiensi penggunaan pejantan dan usaha peningkatan jumlah DOC yang dihasilkan. Usaha perkawinan dengan IB diharapkan dapat membantu pelaksanaan persilangan yang sudah banyak dilakukan, sehingga terjadi peningkatan populasi ayam kampung untuk dipelihara sebagai penghasil daging. Materi dan Metode Materi penelitian ini adalah sperma yang ditampung dari 5 ekor ayam kampung yaitu ayam Pelung jantan berumur sekitar 52 minggu. Sembilan ayam kampung betina berumur sekitar 30 minggu dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan dosis IB. Penelitian ini berlangsung di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap prapenelitian dan tahap penelitian. Prapenelitian dilakukan selama 6 minggu untuk menyesuaikan keadaan ternak dengan lingkungan, dan membiasakan ternak dengan penampungan sperma. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian yang meliputi penampungan sperma, pengenceran sperma, IB, pengamatan fertilitas, dan pengamatan daya tetas. Penampungan sperma dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB oleh dua orang dengan metode Burrows dan Quinn (1937) yaitu pengurutan abdominal (Donoghue dan Wishart, 2000). Ayam dipegang dengan tangan kanan pada kaki dan diurut pada bagian punggung dari arah depan ke belakang sampai sekitar kloaka dengan tangan kiri, dan sperma yang keluar ditampung dengan tabung penampung yang diarahkan ke kloaka. Pengurutan dilakukan selama 2 sampai 3 menit untuk setiap ekor ayam jantan. Penampungan sperma dilakukan dengan 4 kali replikasi. Sperma segar hasil penampungan segera dicampur (hasil dari semua ayam) dan diperiksa kualitasnya. Penambahan pengencer disesuaikan dengan dosis sperma yang akan digunakan. Rumus yang digunakan adalah: Vt = Vo x Mx K D dan Vp = Keterangan: Vt = volume total pengenceran (ml) Vo = volume sperma awal (ml) M = motilitas spermatozoa K = konsentrasi spermatozoa/ml D = dosis IB yang diinginkan Vp = volume pengencer (ml) Vt - Vo Hasil perhitungan volume masing-masing pengencer yang akan digunakan kemudian dicampur dalam tabung dengan sperma yang telah dibagi sesuai jumlah perlakuan. Ada 3 perlakuan dosis IB yaitu 25x10 6 /0,1 ml (dosis 1); 75x10 6 /0,1 ml (dosis 2); dan 150x10 6 /0,1 ml (dosis 3). Pengencer yang digunakan adalah larutan NaCl fisiologis 0,85%. Ayam betina di-ib sesaat setelah sperma diencerkan. IB dilaksanakan pada sore hari sekitar pukul 14.30 dengan menggunakan sperma hasil penampungan sesaat sebelumnya. Inseminasi dilakukan dengan metode intra vaginal (sperma disuntikkan ke dalam vagina dengan kedalaman 2 2

sampai 4 cm). IB dilakukan dengan 4 kali replikasi dan interval 4 hari sekali untuk setiap ayam betina. Tahapan pelaksanaan IB meliputi pembersihan kotoran yang menempel di kloaka dan sekitarnya dengan menggunakan tisu pembersih. Bagian tubuh ayam di bawah kloaka ditekan hingga terlihat saluran reproduksi (sebelah kiri) dan saluran kotoran (sebelah kanan), sperma yang sudah diencerkan disedot dengan spuit tanpa jarum sebanyak 0,1 ml kemudian dimasukkan ke dalam alat reproduksi betina. IB dengan cara yang sama dilakukan pada perlakuan dosis yang berbeda. Telur yang digunakan sebagai telur tetas adalah telur-telur yang dihasilkan selama 15 hari sejak hari ke-2 dari IB yang pertama kali dilakukan. Telur tetas yang baik memiliki persyaratan antara lain: berbentuk oval, tidak cacat, memiliki kerabang yang tidak terlalu tebal atau tipis. Telur disimpan dahulu selama 2 sampai 4 hari pada ruangan penyimpanan sebelum dimasukkan mesin tetas. Mesin tetas yang dipakai adalah mesin tetas manual tipe C 100 dengan kapasitas 100 butir telur. Bagian dalam mesin tetas disemprot dengan desinfektan sehari sebelum telur dimasukkan mesin tetas untuk menjaga sterilitasnya. Telur tersebut disusun pada rak penampung telur dengan posisi miring kurang lebih 60 o dan bagian tumpul berada di atas. Telur dimasukkan secara massal dalam mesin tetas. Suhu mesin tetas diatur pada kisaran 38 sampai 39 O C dengan kelembaban 45 sampai 60%. Telur yang dimasukkan mesin tetas diberi tanda untuk memudahkan pembalikan telur supaya merata. Pembalikan telur dilakukan mulai hari ke-4 inkubasi sampai hari ke-18, yaitu minimal 3 kali dalam 24 jam. Pada hari ke-10 dilakukan candling untuk mengetahui fertilitas telur. Telur-telur tetas yang belum menetas setelah 22 hari dipecah untuk diamati fertilitasnya. Jumlah telur infertil, fertil, dan mati dihitung untuk setiap perlakuan. Kemudian hasil yang didapat dihitung dengan rumus, sehingga dapat diketahui persentase fertilitasnya. % fertilitas = Jumlah total telur fertil tiap perlakuan x 100 Jumlah total telur tiap perlakuan Data yang diperoleh berupa kualitas sperma segar dianalisis dengan rerata dan standar deviasi. Data fertilitas telur dianalisis dengan analisis variansi dengan Rancangan Acak Lengkap pola searah (Astuti, 1980). Hasil dan Pembahasan Karakteristik sperma segar Karakteristik sperma segar hasil penampungan dari 5 ekor ayam Pelung jantan dengan metode Burrows dan Quinn (1937) tersaji pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan kualitas sperma ayam Pelung memiliki rata-rata volume, warna, bau, konsistensi, ph, motilitas, konsentrasi, viabilitas, dan abnormalitas berturut-turut adalah 0,14±0,05, putih, spesifik, kental, 8,70±0,27, 90,00±4,08, 8,77±3,93, 87,38±3,07, dan 15,50±5,20. Hasil pengamatan tersebut masih dalam rentangan normal sebagaimana dikemukakan oleh Etches (1996) bahwa volume sperma ayam berkisar antara 0,1 sampai 0,9 ml. Garner dan Hafez (2000); Iskandar (2007) menyatakan bahwa kualitas sperma yang baik seharusnya kental (sperma kalkun lebih kental dari sperma ayam) dan berwarna putih krem. Menurut Toelihere (1981) ph sperma ayam berkisar antara 6,3 sampai 7,8. Etches (1996) juga menyebutkan bahwa konsentrasi sperma ayam berkisar antara 3x10 9 sampai 8x10 9 /ml. Selanjutnya menurut Iskandar (2007) sperma ayam Pelung memiliki rata-rata viabilitas 87,75±3,37% dan ratarata mengandung spermatozoa normal 83,00±5,76%, sedangkan menurut Castillo et al. (2010), rata-rata viabilitas dan morfologi normal spermatozoa ayam pembibit masing-masing sebesar 82,3±5,9% dan 92,9±4,0%. Fertilitas telur Hasil pengamatan fertilitas telur hasil IB untuk setiap perlakuan dosis tersaji pada Tabel 2. Hasil pengamatan persentase fertilitas telur pada Tabel 2 untuk masing-masing perlakuan dosis IB adalah tidak berbeda. Perlakuan dosis IB 25x10 6 /0,1 ml (dosis 1); 75x10 6 /0,1 ml (dosis 2); dan 150x10 6 /0,1 ml (dosis 3) masing-masing menghasilkan fertilitas sebesar 44,13±20,84; 66,67±23,57; dan 58,75±14,36%. Persentase fertilitas tersebut berada di bawah rata-rata normal sebagaimana disebutkan oleh Long dan Kulkarni (2004) bahwa fertilitas ayam yang di-ib dengan sperma segar berkisar antara 62 sampai 77%. Penyebabnya bisa dikarenakan dosis yang rendah sehingga jumlah spermatozoa tidak cukup untuk terjadinya fertilisasi pada beberapa telur yang saat oviposisinya berselang beberapa hari setelah waktu IB dilakukan, walaupun sebagaimana diketahui bahwa spermatozoa dapat bertahan pada sperm storage tubulus (SST) di dalam utero-vaginal junction sampai 15 hari atau lebih (Wishart, 1987; Lake, 1975 cit. Cheng, 1988). Hal serupa pernah dinyatakan oleh Wishart dan Staines (1999) bahwa hanya kurang dari 2% jumlah spermatozoa yang diinseminasikan dapat masuk ke dalam sperm storage tubulus (SST) di dalam utero-vaginal junction. Hal ini karena sebagian besar jumlah spermatozoa terdorong keluar yang disebabkan kontraksi vagina dari sejak 30 sampai 60 menit dari 3

Widya Asmarawati et al. Pengaruh Dosis Sperma yang Diencerkan dengan NaCl Fisiologis Tabel 1. Karakteristik sperma segar ayam Pelung (fresh sperm characteristic of Pelung rooster) Variabel (variable) Volume (ml) (volume (ml)) Warna (colour) Bau (odor) Konsistensi (consistency) ph (ph) Motilitas (%) (motility (%)) Konsentrasi (x 10 9 spermatozoa/ml) (concentration) Viabilitas (%) (viability (%)) Abnormalitas (%) (abnormality (%)) * Rerata ± SD (mean ± SD). Nilai (value) 0,14±0,05* Putih (white) Spesifik (specific) Kental (viscous) 8,70±0,27* 90,00±4,08* 8,77±3,93* 87,38±3,07* 15,50±5,20* Tabel 2. Fertilitas telur hasil IB (egg fertility from artificial insemination) Dosis (10 6 /0,1ml) (doses (10 6 /0,1ml)) Fertilitas (%) (fertility (%)) ns 25 44,13±20,84 75 66,67±23,57 150 58,75±14,36 ns Berbeda tidak nyata (non significant). pelaksanaan IB. Kejadian tersebut mengakibatkan spermatozoa yang dapat mencapai sperm storage tubulus (SST) di dalam infundibulum lebih sedikit lagi yaitu sekitar 0,02% dari dosis IB, padahal spermatozoa pada daerah inilah yang melakukan fertilisasi. Kurangnya jumlah spermatozoa yang masuk ke sperm storage tubulus (SST) menyebabkan sedikitnya jumlah spermatozoa yang berhasil masuk lapisan perivitelin dari ovum sehingga berdampak pada periode fertil seekor betina setelah IB (Bakst et al., 2010). Birkhead dan Brillard (2007) cit. Bakst et al. (2010) telah menyimpulkan hambatan-hambatan yang mungkin dialami oleh spermatozoa dalam mencapai ovum, yaitu: kegagalan spermatozoa mencapai dan memasuki sperm storage tubulus (SST), kegagalan spermatozoa dalam mencapai tempat fertilisasi pada infundibulum, kegagalan spermatozoa menembus lapisan perivitelin ovum serta kegagalan spermatozoa dalam membentuk pronukleus sehingga tidak terjadi syngamy. Kesimpulan Perlakuan berbagai dosis IB 25x10 6 /0,1 ml; 75x10 6 /0,1 ml; dan 150x10 6 /0,1 ml tidak berpengaruh pada fertilitas telur ayam kampung. Dosis IB untuk ayam kampung seharusnya lebih besar dari 150x10 6 /0,1 ml sehingga dapat mempertahankan fertilitas telur yang dihasilkan. Daftar Pustaka Anonimus. 1998. Inseminasi Buatan Pada Ayam Buras. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta. Astuti, J. M. 1980. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik, bagian I. Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Bakst, M. R. and J. P. Brillard. 1995. Mating and fertility. In: World Animal Science. P. Hunton (ed.). Poultry Production vol. C9 Elsevier, Amsterdam. Pp. 271-282. Bakst, M. R., A. M. Donoghue, D. E. Yoho, J. R. Moyle, S. M. Whipple, M. J. Camp, G. Q. Liu and R. K. Bramwell. 2010. Comparison of sperm storage tubule distribution and number in 4 strains of mature broiler breeders and in Turkey Hens before and after the onset of photostimulation. J. Poult. Sci. 89: 986-992. Blanco, J. M., D. E. Wildt, U. Ho fle, W. Voelker and A. M. Donoghue. 2009. Implementing artificial insemination as an effective tool for ex situ conservation of endangered avian species. Theriogenology 71: 200-213. Blesbois, E. and M. de Reviers. 1992. Effect of different fractions of seminal plasma on the fertilizing ability of fowl spermatozoa stored in vitro. J. Reprod. Fert. 95: 263-268. 4

Castillo, A., I. Romboli and M. Marzoni. 2010. Preliminary investigation on fertility and hatchability by the use of cryopreserved cock semen. Av. Biol. Res. 3: 127-128. Cerolini, S., K. A. Kelso, R. C. Noble, B. K. Speake, F. Pizzi and L. G. Cavalchini. 1997. Relationship between spermatozoon lipid composition and fertility during aging of chickens. Biol. Reprod. 57: 976-980. Cheng, K. M. and J. T. Burns. 1988. Dominance relationship and mating behaviour of domestic cocks - a model to study mateguarding and sperm competitions in birds. The Condor 90: 697-704. Darwati, S. 2000. Produktivitas ayam kampung, Pelung dan resiprokalnya. Media Peternakan 23: 32-35. Donoghue, A. M. and G. J. Wishart. 2000. Storage of poultry semen. Anim. Reprod. Sci. 62: 213-232. El Sabry, M. I. and B. Tzschentke. 2010. Influence of short-term warm stimulation during the last 4 days of incubation time on body temperature and oxygen consumption in broiler and layer embryos. Av. Biol. Res. 3: 129-130. Etches, R. J. 1996. Reproduction in Poultry. Cambridge University Press. Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In: Reproduction in Farm Animals 7 th ed. E. S. E. Hafez (ed.). Lea & Febiger, Philadelphia. Pp: 96-125. Iskandar, S. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor. Long, J. A. and G. Kulkarni. 2004. An effective method for improving the fertility of glycerol-exposed poultry semen. J. Poult. Sci. 83: 1594-1601. Peters, S. O., O. D. Shoyebo, B. M. Ilori, M. O. Ozoje, C. O. N. Ikeobi and O. A. Adebambo. 2008. Semen quality traits of seven strain of chicken raised in humid tropics. International J. Poult. Sci. 7: 949-953. Steele, M. G. and G. J. Wishart. 1996. Demonstration that the removal of sialic acid from the surface of chicken spermatozoa impedes their transvaginal migration. Theriogenology 46: 1037-1044. Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Tajima, A., E. F. Graham and D. M. Hawkins. 1989. Estimation of the relative fertilizing ability of frozen chicken spermatozoa using a heterospermic competition method. J. Reprod. Fert. 85: 1-5. Toelihere, M. R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung. Wishart, G. J. and H. J. Staines. 1999. Measuring sperm: Egg interaction to assess breeding efficiency in chickens and Turkeys. Poult. Sci. 78: 428-436. 5