ABSTRACT. Keywords: Azotobachter, milk production, feed efficiency, fermented, dairy cattle PFH

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

THE EFFECT OF PROBIOTIC FEED SUPPLEMENT ON MILK YIELD, PROTEIN AND FAT CONTENT OF FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN

THE INFLUENCE OF CURING TIME AND PROPORTIONS OF LIQUID SLUDGE ON CRUDE PROTEIN PRODUCTION IN BIOGAS SLUDGE ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

Pemamfaatan jerami padi fermentasi dengan menggunakan teknologi. pengepresan Jerami sebagai sumber pakan sapi untuk meningkatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pengaruh Fermentasi terhadap Kandungan Energi Bruto

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

PENGARUH PENAMBAHAN PROBIOTIK DALAM PAKAN TERHADAP KONSUMSI, KECERNAAN DAN RETENSI N PADA SAPI PERAH LAKTASI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 2, Juni 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

Pengaruh Pemberian Silase Biomassa Jagung...Eman Sulaeman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

PENGARUH PENGGUNAAN PROBIOTIK PADA COMPLETE FEED TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI

PEMBUATAN BIOPLUS DARI ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Transkripsi:

THE EFFECT OF ADDITION FEED FERMENTATION WITH THE CULTURE OF BACTERIA Azotobachter TO MILK PRODUCTION AND FEED EFFICIENCY DAIRY CATTLE PFH Yanwar Rizki 1), Nur Cholis 2) dan Endang Setyowati 2) 1) Student in Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University 2) Lecturer in Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University Jl. Veteran, Malang, Indonesia 65145, e-mail: yanwar_rizki31@yahoo.com ABSTRACT This study was aimed to examine effect bacteria Azotobachter in fermented feed to milk production and feed efficiency dairy cattle PFH. The materials of this research used 8 dairy cattle PFH an average of 6 years old. The treatments were (P0) without fermented feed, (P1) fermented feed. Data were analyzed by using t test. The variables observed were milk production and feed efficiency. Average milk production and feed efficiency were 9.79±2.99 L/head/day ; 10.69±3.19 L/head/day and 0.73±0.22 ; 0.83±0.32. The results of the analysis statistics showed there was no significant differenced, on the production and the feed efficiency. Addition of fermented feed with bacteria Azotobachter tended to increase milk production and feed efficiency dairy cattle PFH. Keywords: Azotobachter, milk production, feed efficiency, fermented, dairy cattle PFH PENGARUH PEMBERIAN PAKAN FERMENTASI DENGAN KULTUR BAKTERI AZOTOBACHTER TERHADAP PRODUKSI SUSU DAN EFISIENSI PAKAN SAPI PERAH PFH Yanwar Rizki 1), Nur Cholis 2) dan Endang Setyowati 2) 1) Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2) Dosen di Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan fermentasi dengan bakteri Azotobachter terhadap produksi susu dan efisiensi pakan pada sapi perah PFH. Materi penelitian ini adalah menggunakan 8 ekor sapi perah PFH yang berumur rata-rata 6 tahun. Perlakuan dengan P0 = pakan tanpa fermentasi, P1 = pakan fermentasi. Data dianalisis dengan uji t. Variabel yang ditelititi adalah produksi susu dan efisiensi pakan. Rata rata produksi susu dan efisiensi pakan adalah 9.79±2.99 L/ekor/hari ; 10.69±3.19 L/ekor/hari dan 0.73±0.22 ; 0.83±0.32. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata, terhadap produksi susu dan efisiensi pakan. Pemberian pakan fermentasi dengan bakteri Azotobachter cenderung meningkatkan produksi susu dan efisiensi pakan sapi perah PFH. Kata kunci: Azotobachter, produksi susu, efisiensi pakan, fermentasi dan sapi perah PFH 1

PENDAHULUAN Pakan merupakan faktor penting bagi ternak sapi perah, sebab sebagian besar biaya operasional usaha ternak digunakan untuk biaya pakan, sehingga untung ruginya suatu usaha ternak ditentukan juga oleh kebijakan penggunaan pakan. Banyak masalah yang menyangkut bahan makanan ternak antara lain dalam penyusunannya sebagai komponen ransum, pengadaannya dan harganya di pasaran. Sapi perah yang sedang menjalani masa produksi (susu) misalnya, membutuhkan protein lebih banyak dan imbangan protein (imbangan antara jumlah protein dapat dicerna dengan jumlah seluruh zat-zat makanan yang dapat dicerna lainnya) yang lebih sempit. Nilai produktivitas baik kualitas maupun kuantitas merupakan syarat utama dalam meningkatkan usaha peternakan sapi perah sebagai penghasil susu. Faktor genetik ternak sangat mempengaruhi, tetapi faktor non-genetik juga dapat menjadi peningkat produksi susu. Menurut Winugroho, Widiawati, Prasetiyani, Iwan, Hidayanto dan Indah (2005), tinggi rendahnya produksi susu umumnya disebabkan oleh ketersediaan pakan serta penentuan hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia yang masih kurang baik. Salah satu hal yang juga perlu diperhatikan adalah penggunaan konsentrat sebagai nutrisi tambahan pakan dengan harga yang relatif mahal tentu akan meningkatkan biaya produksi. Talib, Anggraeni dan Diwyanto (2001) menyatakan bahwa jika perbandingan harga pakan dengan susu adalah 1:2, maka semakin tidak berimbangnya rasio antara keduanya, hal ini mengakibatkan para pelaku usaha peternakan sering kali mengurangi jumlah pemberian pakan tanpa memperhatikan kebutuhan ternak sapi perah di setiap periode/fase fisiologisnya atau efisiensi biaya dapat menyebabkan ternak kekurangan asupan nutrisi. Peningkatan produksi susu sapi perah sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Salah satu usaha untuk mengefisiensikan penggunaan pakan adalah dengan memberi pakan fermentasi. Penggunaan bakteri diharapkan dapat meningkatkan kecernaan pakan sehingga dapat meningkatkan produksi susu dan efisiensi pakan. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 8 ekor sapi perah PFH yang berumur rata-rata 6 tahun. rata-rata tahun laktasi ke-3 dan ratarata bulan laktasi ke-4 sampai ke-6. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan tanpa fermentasi (hijauan berupa tebon jagung segar yang sudah dicoper dan konsentrat) dan pakan fermentasi (hijauan berupa tebon jagung segar yang sudah dicoper dan konsentrat) yang telah difermentasi dengan Bakteri Azotobachter. Metode yang digunakan adalah metode percobaan dengan 2 perlakuan, dengan jumlah ternak untuk P0 adalah 5 ekor sapi PFH dan P1 adalah 3 ekor sapi PFH. Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : P0 : Pemberian pakan tanpa fermentasi P1 : Pemberian pakan fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nutrisi pakan Hasil analisis proksimat pakan tanpa fermentasi dan pakan yang difermentasi dengan bakteri Azotobachter diperoleh kandungan nutrisi yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Pakan yang digunakan dalam penelitian. Kandungan Tanpa Fermentasi Fermentasi Hijauan Bekatul Hijauan Bekatul BK (%) 37,97 88,19 48,35 68,55 PK (%) 7,99 7,83 9,06 8,53 SK (%) 37,39 17,96 24,41 17,23 LK (%) 1,06 5,11 3,71 4,52 Abu (%) 8,68 8,64 10,54 8,3 2

Sumber: Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur (2014). Tabel 1 Menunjukan bahwa secara umum terjadi peningkatan terhadap kandungan nutrisi bahan pakan pada hijauan meliputi BK, PK, LK dan Abu tetapi pada SK mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi enzim yang dihasilkan oleh bakteri Azotobachter mampu memecah selulosa selama proses fermentasi menjadi glukosa. Enzim selulosa merupakan enzim komplek yang bekerja secara bertahap atau bersamaan untuk memecah selulosa menjadi glukosa. Glukosa yang dihasilkan dari subtrat akan dipergunakan sebagai sumber karbon dan energi. Semakin lama waktu pemeraman menyebabkan terjadinya perombakan aktifitas bakteri yang dapat merenggangkan ikatan lignoselulosa dan ikatan ligno-hemiselulosa sehingga sebagian komponen serat dapat larut. Hal diatas sesuai dengan pendapat Hendritomo (2005), bahwa proses biodegradasi lignin meliputi reaksi pelepasan ikatan C C, -0-4 dimetilasi, ikatan -0-3, -0-5, yang diikuti dengan fragmen-fragmen lignin dengan bobot molekul rendah. Pemecahan cincin aromatik secara oksidatif, reduksi dan hidroksilasi menyebabkan pemecahan senyawa kompleks pada pakan (lignin) yang dilakukan oleh bakteri, hal ini dikarenakan aktivitas enzim lignoselulotik yang dimana enzim ini dapat memecah ikatan lignin dengan selulosa, ikatan lignin dengan hemiselulosa serta ikatan lignin dengan protein, pecahnya ikatan lignin tersebut maka secara langsung akan berakibat terhadap penurunan kadar serat kasar pada pakan fermentasi selain itu komponen zat makanan lainnya akan lebih mudah untuk dihidrolisis oleh pencernaan ternak. Fermentasi adalah proses metabolisme dimana enzim yang 3 dihasilkan mikroorganisme menstimulasi reaksi oksidasi, reaksi hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga mengakibatkan perubahan struktur kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Dwidjoseputro, 2003). Bakteri Azotobachter yang digunakan mengalami pertumbuhan populasi yang pada gilirannya dengan meningkatnya populasi bakteri tersebut sehingga akan mengakibatkan kehilangan sejumlah air yang terikat dalam pakan sehingga akan berakibat terhadap peningkatan bahan kering substrat. Berkurangnya air yang terikat dalam pakan ini disebabkan karena air tersebut digunakan bakteri Azotobachter untuk kebutuhan hidupnya selama fase pertumbuhan dan perkembangan sehingga pada fase tersebut akan terjadi proses epavorasi yang menyebabkan air pada substrat hilang. Penguapan air pada waktu proses pengolahan dan pengeringan dapat juga dijadikan indikator terhadap peningkatan bahan kering. Peningkatan bahan kering juga dipengaruhi pada proses penggilingan produk menjadi tepung dimana pada saat proses tersebut berlaku, maka akan berakibat terhadap luas permuakan bahan atau produk akan meregang sehingga akan memungkinkan pengeluaran sejumlah air yang terikat dalam bahan pakan (Winarno dkk., 2000). Hasil analisis bahan pakan bekatul menunjukan terjadinya penurunan kandungan nutrisi meliputi BK, SK, LK dan abu, tetapi mengalami peningkatan pada kandungan PK, Peningkatan kadungan PK disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah biomasa mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hau dkk., (2005), dimana peningkatan nilai protein berdampak positif terhadap produksi protein mikroba, Mikroba proteolitik yang terdapat dalam alfalfa adalah bakteri Azotobachter. Anggorodi (2004), menyatakan bahwa mikroba ini mampu menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein. Perombakan protein

diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asamasam amino. Asam-asam amino ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (Wuryantoro, 2000). Proses fermentasi merupakan proses pemecahan bahan-bahan organik oleh mikroorganisme yang terdapat dalam mikrobachter alfalfa sehingga diperoleh bahan-bahan organik yang diinginkan. Mikroorganisme ini sangat berperan dalam proses fermentasi karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim dalam jumlah besar, biasanya mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi yaitu dari golongan bakteri, khamir, dan cendawan. Mikroorganisme tersebut memiliki sel tunggal dan mempunyai kapasitas fungsional pertumbuhan, reproduksi, pencernaan, asimilasi, dan memperbaiki isi dalam sel dimana bagi kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringanjaringan. Produksi susu Berdasarkan perhitungan diperoleh rataan produksi susu dan efisiensi pakan sapi perah PFH yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Produksi Susu dan Efisiensi Pakan selama Penelitian. Parameter Perlakuan P0 P1 Produksi susu (L) 10,59±3,15 13,99±2,25 Efisiensi pakan 0,73±0,22 0,83±0,32 Hasil analisis uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara produksi susu sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi (P0) dengan diberi pakan fermentasi bakteri Azotobachter (P1). t hitung < t tabel 4 (1,6<2,44), walaupun tidak ada perbedaan yang nyata (P<0,05), tetapi dilihat dari rataan setiap perlakuan menunjukan hasil rataan P1 (13,99) lebih besar dari P0 (10,59) yang artinya produksi susu sapi PFH yang diberi pakan fermentasi dengan kultur bakteri Azotobachter cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi susu sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi. Rataan produksi susu yang cenderung lebih tinggi pada ternak P1 diduga karena kandungan nutrisi terutama hijauan fermentasi secara keseluruhan meningkat setelah proses fermentasi, dan karena pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan. Pemanfaatan tentang fungsi pemberian pakan sapi perah yang baik adalah pakan yang mengandung rasio antara hijauan dan konsentrat sebanyak 60:40%. Kebutuhan hijauan pakan dalam ransum ruminansia mencapai angka 40 80% dari total BK (Hidayat, 2001). Efisiensi Pakan Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap efisiensi pakan. Hasil rataan efisiensi pakan dengan sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi (P0) adalah 0,73±0,22. sedangkan pada sapi PFH dengan pakan fermentasi bakteri Azotobachter (P1) sebesar 0,83±0,32. Hasil analisis uji t pada Lampiran 4, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) efisiensi pakan sapi perah PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi (P0) dengan diberi pakan fermentasi bakteri Azotobachter (P1). t hitung < t tabel (0,58<2,44). Lebih jelasnya tidak ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Perhitungan nilai efisiensi pakan dalam penelitian dilakukan dengan cara jumlah produksi susu 4% FCM selama 1 hari dibagi dengan jumlah konsumsi pakan selama 1 hari (hijauan+konsentrat) dalam bentuk bahan kering Perhitungan

dilakukan selama penelitian dan diambil rataannya (Tanuwiria, 2009) : Efisiensi : Gambar 1. Grafik fluktuasi efisiensi pakan setiap minggu pada ternak sapi perah dengan pemberian pakan tanpa fermentasi dan pakan fermentasi. Grafik diatas menerangkan tentang Fluktuasi efisiensi pakan setiap Minggu pada ternak sapi perah dengan pemberian pakan tanpa fermentasi (P0) dan pakan fermentasi dengan bakteri Azotobachter (P1). Tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi dilihat dari rataan antar perlakuan menunjukan hasil rataan P1 (0,83) lebih besar dari P0 (0,73) yang artinya efisiensi pakan sapi PFH yang diberi pakan fermentasi bakteri Azotobachter cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan efisiensi pakan sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi, karena nilai efisiensi suatu pakan akan lebih baik jika angka yang didapatkan semakin besar. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam efisiensi pakan ini dikarenakan rataan produksi susu sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi dengan produksi susu sapi PFH yang diberi pakan fermentasi bakteri Azotobachter cenderung tidak jauh berbeda. Begitu juga rataan konsumsi pakan sapi PFH yang diberi pakan tanpa fermentasi dengan sapi PFH yang diberi pakan fermentasi bakteri Azotobachter cenderung tidak berbeda. Efisiensi pakan dihitung dengan tujuan mengetahui nilai keefektifan suatu bahan pakan ternak. Hal ini sesuai dengan 5 Kordi (2002), menyatakan bahwa efisiensi pakan diperiksa guna menilai kualitas pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan membuktikan pakan semakin baik. Efisiensi pakan tidak hanya dipengaruhi dari hasil produksi susu tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi ternak dan kemampuan ternak mencerna bahan pakan. Hal ini sesuai dengan Sudono (2001), bahwa efisiensi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak dan daya cerna ternak. Sagala (2011), juga menambahkan bahwa efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang digunakan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, pemberian pakan fermentasi tidak berpengaruh terhadap produksi susu dan efisiensi pakan pada sapi perah PFH. Hasil rataan produksi susu sapi perah PFH dengan pakan tanpa fermentasi adalah 10,59±3,15 liter dan pakan fermentasi adalah 13,99±2,25 liter. Hasil rataan efisiensi pakan sapi perah PFH dengan pakan tanpa fermentasi adalah 0,73±0,22 dan pakan fermentasi adalah 0,83±0,32. Pemberian pakan fermentasi dengan bakteri Azotobachter cenderung meningkatkan produksi susu dan efisiensi pakan sapi perah PFH. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan bahwa pakan fermentasi dapat digunakan sebagai alternatif pemanfaatan limbah pertanian agar ketersediaan pakan ternak terdapat secara kontinyu sepanjang musim. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi. 2004. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan kelima belas. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hau, D. K., M. Nenobais., J. Nulik., N. Athan dan G.F. Katipana. 2005. Pengaruh Probiotik Terhadap Kemampuan Cerna Mikroba Rumen Sapi Bali. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Timur. Universitas Nusa Cendana. Kupang. Hendritomo, H.I. 2005. Efektivitas jamur CULH (Colombia Unidentified Lignophilic Hymenomycetes) dalam mendegradasi lignoselulosa kayu albasia (Albizia falcataria L. Fosberg) pada berbagai sumber nitrogen dan konsentrasi Mn2+ yang dipersiapkan untuk proses biopulp. Tesis. Institut Teknologi Bandung. Hidayat, T. 2001. Pola Usaha dan Kontribusi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kordi, H.G.M., 2002. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Di Tambak. Kanisius. Jakarta. Talib, C., A. Anggraeni dan K. Diwyanto. 2001. Kelembagaan Sistem Perbibitan untuk Mengembangkan Bibit Sapi Perah Friesian Holstein Nasional. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Wartazoa 11 (2): 1-7. Tanuwiria. 2009. Perbaikan efisiensi ransum sapi perah yang diberi hasil samping wortel sebagai pengganti rumput lapang. Fakultas peternakan universitas padjadjaran. Bandung. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 2000. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winugroho, M., Y. Widiawati, W. Prasetiyani, Iwan, M.T. Hidayanto dan Indah. 2005. Komparasi Respon Produksi Susu Sapi Perah yang Diberi Imbuhan Bioplus vs Suplementasi Legor. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Wuryantoro. S. 2000. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Hay Padi Teramonisasi yang difermentasi dengan cairan Rumen. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Sagala, W. 2011. Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal Pada Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak). Skripsi S1. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A.2001. Produksi Sapi Perah. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 6

7