BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

A. PERMASALAHAN DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

*MAKNA PERJAMUAN KUDUS. Pdm. Freddy Siagian,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan dan Peraturan Majelis Agung Tentang Badan-badan Pembantu

LITURGI GEREJA KRISTEN JAWA: Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

Level 2 Pelajaran 4. PENTINGNYA GEREJA KRISTUS Oleh Don Krow

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Rencana Allah untuk Gereja Tuhan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

PENGENALAN AKAN ROH KUDUS

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB V PENUTUP. Tradisi penjualan anak adalah suatu tradisi masyarakat di pulau Timor dengan tujuan

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

Ordinary Love. Timothy Athanasios

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order

BAB I PENDAHULUAN UKDW

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 23 APRIL 2017 (MINGGU PASKAH II) KEBANGKITAN-NYA MENGOBARKAN KEBERANIAN DAN PENGHARAPAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB IV ANALISA. Bab IV ini merupakan serangkaian analisis dari data lapangan sebagaimana yang telah

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

KEBENARAN SEDERHANA untuk yang BARU PERCAYA. (Pertanyaan dan Jawaban)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Dalam pelajaran ini saudara akan mempelajari... Nama-namanya Peraturannya Tugasnya Masa depannya

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB GEREJA YANG YESUS DIRIKAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan

2

BAB I. Pendahuluan UKDW

Basuh Kaki. Mendapat Bagian dalam Tuhan HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Seri Iman Kristen (10/10)

1 Petrus 1:1. Para penerima. 1 Petrus 1:2. Orang-orang percaya yang dipilih. 1 Petrus 1:3-12. Topik.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

Pembaptisan Air. Pengenalan

The State of incarnation : Exaltation

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #33 oleh Chris McCann

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di Indonesia sebagai tubuh Kristus. Gereja gereja tumbuh, berkembang, dan bersaksi dalam masyarakat dengan adat-istiadat dan kebudayaannya masing-masing. Gereja (orang Kristen) yang berkembang di sebagian pulau Jawa dan berada di tengah tengah masyarakat dengan keberagaman kebudayaan, agama, dan aliran kepercayaan menjalankan upacara slametan walaupun dengan formula yang berbeda-beda. Susunan acara atau tata upacara pada setiap aliran yang berbeda terdapat poin poin atau urutan yang mirip termasuk media atau peralatan yang dipergunakan. Namun bagi orang Kristen, tata upacara dan materi/media bersifat tidak wajib, bukan yang utama dan bukan merupakan jaminan keselamatan. Dasar iman Kristen yang melatar belakangi hal tersebut terdapat pada 1 Tesalonika 5 : 18 Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus bagi kamu. Upacara di sekitar kematian memiliki tujuan untuk menghormati orang yang meninggal, mengenang jasa yang ditinggalkan almarhum, dan harapan dari keluarga atau saudara yang ditinggalkan agar almarhum mendapatkan ketenangan dan diterima di sisi Nya. Upacara slametan untuk orang yang meninggal terdapat 7 (tujuh) macam dan diadakan secara berurutan, yaitu sebagai berikut : 1. Surtanah (menggusur tanah) 2. Slametan 3 (tiga) hari 3. Slametan 7 (tujuh) hari 4. Slametan 40 (empat puluh) hari 1

5. Slametan 100 (seratus) hari 6. Slametan setahun (pendhak). Jenis slametan yang ke-6 (keenam) ini dapat dilakukan satu atau dua kali (pendhak sepisan atau sepindho) ; 7. Slametan 1000 (seribu) hari. Dalam bahasan ini, terkait dengan pokok permasalahan yang hendak dibahas, maka penulis akan memfokuskan pada upacara surtanah. Alasan penulis fokus membahas surtanah karena dalam pelaksanaannya memiliki permasalahan tersendiri yakni perihal doa dan keselamatan bagi orang yang meninggal. 2. Rumusan Masalah Dalam kehidupan umat Kristen Jawa, syukuran ataupun slametan di sekitar kematian sering disebut dengan ibadah penghiburan atau kumpulan doa penghiburan. Ibadah yang dimaksudkan penulis disini bukan seperti ibadah rutin pada hari Minggu atau ibadah yang dilakukan di gedung gereja, namun dengan ruang lingkup yang lebih kecil, bersifat insidentil, dan pada umumnya dilaksanakan di rumah warga jemaat yang sedang mengalami kesripahan (rumah duka). Ibadah ini memiliki tujuan untuk menghibur orang atau keluarga yang ditinggalkan almarhum, yakni sebagai suatu bentuk usaha manusia dalam perayaan-peringatan keselamatan yang dialami dan diterima oleh kerabat atau keluarga almarhum. Ibadah penghiburan dapat dikatakan merupakan wujud rekonsiliasi manusia dengan Allah, dan manusia dengan sesamanya. Salah satu latar belakang umat Kristen melakukan ibadah penghiburan yaitu sebagai wujud ungkapan syukur karena sudah mencapai dan mendapatkan sesuatu dari Tuhan sehingga pihak yang bersangkutan mengadakan upacara tersebut. Namun demikian, tidak semua orang Kristen di Jawa melaksanakannya karena bersifat tidak wajib dalam iman Kekristenan. Dari studi pustaka yang dilakukan, penulis memiliki asumsi bahwa latar belakang atau alasan melakukan ibadah penghiburan bukan hanya karena mendapatkan atau terwujud sesuatu hal yang diinginkan maka kita 2

bersyukur, namun karena kita selaku umat Kristen harus selalu bersyukur dalam segala sesuatu, apapun keadaan dan kondisinya, tercapai dan terwujud atau tidaknya. Latar belakang ataupun alasan tersebut didasari dengan Firman Tuhan, seperti yang terdapat pada 1 Tesalonika 5:18 Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Umat Kristen, baik GKJ (warga Gereja Kristen Jawa) maupun denominasi gereja lainnya memiliki keyakinan bahwa Tuhan bekerja dalam segala hal, baik suka maupun duka. Dia adalah yang Maha Tahu dan selalu memberikan segala sesuatu tepat pada waktunya. Inti permasalahannya, manusia (Jemaat Tuhan) terkadang masih kurang mampu merespon hingga ke pemahaman tersebut, atau bahwa manusia (Jemaat Tuhan) mau merespon hingga pada pemahaman tersebut. Disamping hal tersebut di atas, permasalahan yang muncul pada surtanah dalam sudut pandang iman Kristen adalah adanya media atau peralatan yang dipergunakan dalam surtanah terkadang memiliki maksud dan tujuan tertentu yang dapat memiliki sifat pemujaan ataupun sekedar untuk memperindah jalannya ritual atau upacara tersebut. Syukuran dalam kerangka iman umat Kristen atau ibadah penghiburan, media atau peralatan yang dipergunakan dalam ibadah tersebut hanya berfungsi sebagai simbol dan tidak ada maksud/tujuan untuk pemujaan. Media atau peralatan tersebut digunakan dalam ibadah karena menyerap dari kultur/kebudayaan yang ada di lingkungan masyarakat Jawa. Selain itu, berfungsi untuk memperindah suasana tanpa ada maksud tertentu. Sedangkan tata cara dalam melakukan surtanah dengan ibadah penghiburan seringkali mirip dengan tata laksana upacara keagamaan lain. Perbedaan upacara surtanah dalam iman Kristen dibandingkan dengan upacara keagamaan lain adalah prosesi atau urutan seremonial bukan merupakan sumber berkat atau keselamatan. Oleh karena kandungan makna dan yang dituju (Tuhan - illah) dalam upacara beriman Kristen berbeda dengan upacara keagaamaan lain, maka doa yang dipanjatkan juga berbeda. 3

Perbedaan lain antara adat-istiadat dan budaya Jawa dengan ibadah penghiburan adalah dalam menghargai seseorang yang sudah meninggal. Dalam surtanah masih terdapat unsur mendoakan atau berdoa untuk arwah orang yang sudah meninggal, sedangkan yang dilakukan orang Kristen tidak demikian karena berdasarkan keyakinan dan refleksi iman penulis memiliki pemahaman bahwa orang yang meninggal sudah merupakan milik Bapa di Sorga. Jadi, orang Kristen sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Sang Pencipta, dan anggota Gereja setidaknya dapat mengenang jasa jasa yang telah almarhum lakukan selama hidupnya dan menjaga nama baik yang telah ditinggalkannya. Dalam buku yang ditulis oleh Pdt. Em. Siman Widyatmanta, M.Th, beliau memberikan pengertian ataupun analogi seperti halnya kita memperingati Hari Pahlawan, Hari Kartini dan sebagainya. Seperti halnya Yesus yang telah mati di kayu salib, yang kemudian bangkit dan naik ke sorga, kita diminta untuk meneladani apa yang sudah Yesus karyakan selama hidup-nya. Pemaparan di atas menunjukkan tentang persoalan persoalan upacara di sekitar kematian menjadi hal penting untuk dikaji. Dengan demikian, penulis merumuskan latar belakang masalahnya sebagai berikut : Bagaimana warga jemaat (khususnya Jawa) memaknai surtanah, bentuk penghormatan kepada orang meninggal yang terkait dengan sebuah budaya atau tradisi Jawa? 3. Ruang Lingkup Masalah Pembagian pulau Jawa secara geografis (daerah) terdiri dari 3 (tiga) wilayah yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, walaupun orang berkebudayaan/bersuku Jawa ada yang memiliki tempat tinggal di luar ketiga daerah tersebut. Masuknya agama agama dan budaya asing (barat) di Indonesia-pun turut mewarnai kebudayaan Jawa yang ada hingga saat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, batasan budaya Jawa disini tidak dapat diukur pada suatu daerah atau keturunan biologis orang yang ber-etnis Jawa, terlebih lagi domisili. 4

Budaya Jawa mengalami beberapa perubahan secara bertahap dengan masuknya agama agama dari luar. Jika hendak menelusuri budaya Jawa pada mulanya, hal tersebut tidak memungkinkan bagi penulis. Indikator heterogennya nilai-nilai dan norma-norma yang berkembang pada masyarakat Jawa antara lain tampak pada institusi sosial keagamaan (sakral) yang merupakam akumulasi dari kebudayaan Hindu, Budha, Islam, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan warisan budaya Kraton yang menunjukkan sikap sinkretik terhadap pengaruh ajaran Islam karena masih beratnya meninggalkan budaya-budaya pra-islam yang kemudian mengalami penurunan menjadi kebudayaan masyarakat secara umum. Hal tersebut diatas tercermin pada upacara-upacara dalam rangka memperingati peristiwa (siklus) kehidupan yang meliputi upacara kelahiran (tingkeban, babaran dan pasaran), upacara khitanan dan perkawinan serta upacara kematian. Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, maka pengertian Jawa yang hendak penulis maksudkan di sini adalah nilai budaya yang ditinggalkan dan yang ada pada masyarakat hingga saat ini, dimana agama Islam lebih dominan daripada agama agama lain dalam corak budaya yang tersisa. Hasil dari penulisan ini tidak sepenuhnya berlaku secara universal, dalam artian tidak semua orang Kristen akan memperoleh manfaat langsung dari tujuan yang hendak dicapai. Namun berbeda halnya bagi warga gereja dari Gereja Kristen Jawa (GKJ), hasil penulisan ini dapat memberikan sedikit sumbangan bagi warga GKJ karena budaya dan tradisi Jawa merupakan suatu ciri yang ada pada GKJ sebagai sebuah identitas. Upacara selamatan atau upacara di seputar kematian dalam budaya Jawa memiliki beberapa tahapan dan jenisnya sesuai dengan pembagian waktunya masing masing. Penulis memilih salah satu pokok permasalahan berdasarkan masalah pemaknaan yang sering-kali dijumpai dalam hidup bergereja sehari hari, yakni surtanah. 5

4. Judul Dalam hal memaknai tata cara upacara di sekitar kematian dalam budaya Jawa dengan Kekristenan sekilas memang terlihat mirip, namun ada hal pokok yang membedakan antara surtanah dari budaya Jawa dengan ungkapan syukur atau ibadah penghiburan yang dilakukan umat Kristen. Dalam memberikan penjelasan tentang makna surtanah sehingga warga gereja mengetahui maknanya dan dapat mengambil sikap. Dari pemaparan masalah dan tujuan yang hendak dicapai, maka penulis sampai pada pemilihan judul. Judul yang hendak penulis pergunakan yakni: Tinjauan Teologis Terhadap Upacara di Seputar Kematian : Surtanah ( Budaya Jawa ) 5. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai penulis secara pribadi maupun yang hendak ditujukan bagi umat Gereja Kristen Jawa khususnya, yaitu untuk dapat mengerti akan makna surtanah itu sendiri, baik dalam doa dan tujuan dari doa itu sendiri, yakni keselamatan. Gereja Kristen Jawa (GKJ) muncul pada masa kebudayaan Jawa telah lama ada dan berada di tengah tengah pluralitas agama maupun aliran kepercayaan. Demikian pula anggota jemaat GKJ merupakan warga dari masyarakat yang berkebudayaan Jawa, sekaligus budaya Jawa tersebut juga merupakan identitas Gereja. Oleh sebab itu, Gereja wajib turut melestarikan budaya Jawa yang telah ada, dimana budaya tersebut juga dapat menjadi media atau sarana pekabaran tentang Kerajaan Allah. Dari pemaparan di atas, tujuan yang hendak dicapai dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 6

- Mengetahui hakekat dasar dari upacara di sekitar kematian, yakni surtanah. - Menganalisa secara kritis tentang makna dan tujuan dari upacara surtanah. - Jemaat gereja yang merupakan bagian dari GKJ dapat menentukan sikap. 6. Metode Penulisan Metode yang dipergunakan dalam penyusunan ini disesuaikan dengan objek yang hendak penulis paparkan yakni dengan studi pustaka dan menganalisa seluruh data yang dimiliki dari bahan bahan yang dikaji. Sedangkan adanya perbandingan waktu, peristiwa dan tokoh, tidak bermaksud untuk mempertentangkan ataupun beralih menjadi metode yang lainnya, namun semua itu merupakan suatu kesatuan dalam rangka mengkaji dan menggunakan metode yang ada. 7. Sistematika Bab I PENDAHULUAN Pemaparan mengenai latar belakang permasalahan yang dihadapi terkait dengan rumusan masalah yang diperoleh. Dilanjutkan pada tujuan yang hendak dicapai, metode dan rencana tahapan dalam bentuk sistematika dari penulisan tugas akhir ini. Bab II MASYARAKAT JAWA DAN UPACARA SURTANAH Berisi tentang penjelasan mengenai pengertian tentang masyarakat Jawa dan budayanya, antara lain arti dari upacara surtanah, kemudian bentuk 7

pelaksanaan, peserta, komponen komponen yang dipergunakan, dan makna dari komponen komponen tersebut dalam upacara surtanah. Bab III TINJAUAN TEOLOGIS Terdapat beberapa prinsip dan pandangan yang berbeda antara penggunakan doa dan paham yang terdapat dalam pelaksanaannya sehingga warga gereja yang merupakan bagian dari masyarakat Jawa memiliki pemahaman tentang apa yang harus dilakukan dalam upacara surtanah dengan iman Kristen. Penjelasan lebih lanjut dari pemaparan dalam BAB II mengacu pada teks Alkitab dan refleksi teologis. Bab IV KESIMPULAN DAN PENUTUP Keterkaitan dari bahasan yang sudah dipaparkan, high hipotese solution. Saran dan memberikan output kualitatif sosiologi teologi, demi terciptanya suatu budaya yang luhur dan harmonis dalam hidup bermasyarakat dan bergereja. 8