BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Minyak Nabati Sebagai Bahan Baku Biofuel. yang bersumber pada biomassa. Dimana biomassa merupakan bahan biologis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI ALUR SINTESIS BARU DALAM PEMBUATAN BIODIESEL MELALUI PROSES HIDROTREATING MINYAK NABATI NON PANGAN MENGGUNAKAN KATALIS

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas

BAB I PENDAHULUAN. mengandung bahan anorganik yang berisi kumpulan mineral-mineral berdiameter

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR DENGAN KATALIS BENTONIT: VARIABEL WAKTU PIROLISIS DAN RASIO KATALIS/CANGKANG SAWIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Biogasoline dari CPO Melalui Reaksi Perengkahan Katalitik pada Fasa Gas

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

1. PENDAHULUAN. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

ION EXCHANGE DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September


Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi sampel dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Hidrogenasi Katalitik Metil Oleat Menggunakan Katalis Ni/Zeolit dan Reaktor Sistem Fixed Bed. Dewi Yuanita Lestari 1, Triyono 2 INTISARI

PEMBUATAN KATALIS HZSM-5 DENGAN IMPREGNASI LOGAM PALLADIUM UNTUK PERENGKAHAN MINYAK SAWIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Kimia Produk

ION. Exchange. Softening. Farida Norma Yulia M. Fareid Alwajdy Feby Listyo Ramadhani Fya Widya Irawan

Studi Pengaruh Logam Aktif Mo Terhadap Karakteristik Dan Aktivitas Katalis Bimetal Mo-Ni/ZAAH Dalam Perengkahan Metil Ester Minyak Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Materi Penunjang Media Pembelajaran Kimia Organik SMA ALKENA

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK...i KATA PENGANTAR...ii UCAPAN SYUKUR DAN TERIMA KASIH...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

BAB II LANDASAN TEORI

KIMIA FISIKA (Kode : C-15) MODIFIKASI ZEOLIT ALAM MENJADI MATERIAL KATALIS PERENGKAHAN

HUBUNGAN ANTARA SIFAT KEASAMAN, LUAS PERMUKAAN SPESIFIK, VOLUME PORI DAN RERATA JEJARI PORI KATALIS TERHADAP AKTIVITASNYA PADA REAKSI HIDROGENASI CIS

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Sebagai Bahan Baku Biofuel Biofuel atau disebut juga bahan bakar hayati merupakan bahan bakar yang bersumber pada biomassa. Dimana biomassa merupakan bahan biologis hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan bakar diantaranya kelapa sawit, biji mahoni, jarak pagar, dan kanola. Persamaan dari semua bahan baku biofuel tersebut adalah terkandungnya minyak yang merupakan suatu trigliserida dengan asam lemak tertentu. Adapun sebagai contoh, minyak kelapa sawit sebagai salah satu bahan baku minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku biofuel. Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dengan hasil sampingnya bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet) yang merupakan inti kelapa sawit, dengan komposisi asam lemak yang tertera pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit (Sukiwanto, Nurhadi. 1988). Asam lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%) Asam kaprilat - 3-4 Asam kaproat - 3-7 Asam laurat - 46 52 Asam miristat 1,1 2,5 14 17 Asam palmitat 40 46 6,5-9 Asam stearat 3,6 4,7 1 1,25 Asam oleat 39 45 13 19 Asam linoleat 7 11 0,5-2 6

7 Asam lemak adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan rangkap di antara atom-atom karbon penyusunnya (Wijanarko, Anondho. 2006). Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 Celsius). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Beberapa aturan penamaan dan simbol telah dibuat untuk menunjukkan karakteristik suatu asam lemak. Nama sistematik dibuat untuk menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya (lihat asam alkanoat). Angka di depan nama menunjukkan posisi ikatan ganda setelah atom pada posisi tersebut. Contoh: asam 9-dekanoat, adalah asam dengan 10 atom C dan satu ikatan ganda setelah atom C ke-9 dari pangkal (gugus karboksil). Nama lebih lengkap diberikan dengan memberi tanda delta ( ) di depan bilangan posisi ikatan ganda. Contoh: asam 9-dekanoat. Simbol C diikuti angka menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya; angka di belakang titik dua menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya). Contoh: C18:1, berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda. Lambang omega (ω) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus metil).

8 Dengan struktur yang dapat dianalogiskan dengan hidrokarbon pada umumnya, asam lemak yang tergabung dan membentuk trigliserida pada minyak nabati dapat dijadikan sebagai bahan dasar biofuel melalui reaksi hydrocracking. Yaitu suatu mekanisme gabungan atau kombinasi antara perengkahan dengan katalis dan hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi. Adapun persamaan reaksi hidrogenasi trigliserida dengan menggunakan katalis adalah sebagai berikut : O R C O R C O C H 2 HC O C H 2 O C R katalis H 2 3 H 2 R CH 2 CH 3 + H 2 O R CH 3 + CO + H 2 O R CH 3 + CO 2 O H 2 katalis CH 3 CH 2 CH 3 (propana) (Linnaila, 2005 ; Hubber, 2007) Gambar 2.1. Jalur Reaksi Konversi Trigliserida Menjadi Alkana Propil yang menghubungkan tiga asam lemak akan di-cracking menjadi propana, sedangkan rantai karbon yang membentuk gliserida akan dicracking menjadi alkana yang sesuai dengan jumlah karbon yang terkandung di dalamnya (Hardian, Rifan. 2008). Keuntungan dari proses hydrocracking trigliserida dengan menggunakan katalis ini, dapat menghasilkan berbagai jenis alkana cair yang

9 dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar, maupun untuk aplikasi yang lain. Alkana cair yang dihasilkan akan bergantung dari jenis trigliserida yang digunakan sebagai bahan baku. Keuntungan lain menggunakan metode hydrocracking ini adalah terdapatnya kesesuaian antara infrastruktur yang digunakan dengan infrastruktur yang ada pada industri kilang minyak pada umumnya, sehingga berpeluang untuk dapat memanfaatkan industri kilang minyak yang telah ada sebelumnya tanpa harus harus berinvestasi besar pada infrastrukturnya (Huber, 2007). 2.2 Reaksi Hydrocracking Hydrocracking merupakan kombinasi antara cracking dan hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi dan suhu yang lebih rendah daripada thermal cracking. Keuntungan lain dari hydrocracking ini adalah bahwa reaksi berlangsung bertahap, mulai dari hidrogenasi hingga dilanjutkan proses cracking. Cracking merupakan reaksi pemutusan ikatan tunggal antar C-C yang melibatkan katalis. Katalis yang digunakan biasanya berupa padatan asam semisal zeolit atau silika alumina. Reaksi ini terjadi melalui mekanisme perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis yang bersifat asam menambahkan proton ke molekul olevin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga menyebabkan terbentuknya ion karbonium:

10 Secara umum, reaksi perengkahan menggunakan katalis padatan asam ini melibatkan l tahapan reaksi, yaitu: 1. Reaksi Inisiasi Reaksi dimana satu buah molekul terpecah menjadi dua radikal bebas. 2. Abstraksi Hidrogen Reaksi dimana radikal bebas tersebut melepaskan atom hidrogen dari molekul yang lain, sehingga menjadi netral sedangkan molekul lainnya menjadi radikal bebas. 3. Dekomposisi Radikal Reaksi dimana radikal bebas terpecah menjadi dua molekul, yaitu alkena dan radikal bebas yang lebih kecil. 4. Adisi Radikal Reaksi kebalikan dari abstraksi hidrogen, dimana radikal bebas bereaksi dengan alkena untuk membentuk radikal bebas yang lebih besar. Berkat reaksi ini, memungkinkan terjadinya reaksi siklisasi. 5. Reaksi Terminasi Reaksi ini merupakan reaksi penutup dari rangkaian reaksi cracking, karena pada reaksi ini radikal-radikal bebas akan saling bereaksi sehingga menghasilkan produk yang tidak radikal. Hidrogenasi adalah reaksi adisi hidrogen (H 2 ) pada gugus etilenik atau ikatan rangkap. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan gas hidrogen dan penambahan serbuk nikel sebagai katalis. Kegunaan reaksi

11 hidrogenasi adalah untuk menjenuhkan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal pada rantai karbonnya. Laju hidrogenasi tergantung pada temperatur, jenis bahan yang dihidrogenasi, aktivitas katalis, konsentrasi katalis, dan laju alir gas hidrogen dipermukaan katalis. Agar hidrogenasi dapat berlangsung, gas hidrogen, bahan yang akan dihidrogenasi, dan katalis padat harus ada pada temperatur yang sesuai. Reaksi hidrogenasi pada umumya menggunakan logam-logam transisi sebagai katalis. Pemilihan logam sebagai katalis disesuaikan pada senyawa yang akan direduksi dan kondisi reaksi hidrogenasinya. Aktivitas dan selektivitas logam sebagai katalis sangat berhubungan dengan struktur dan komposisi logamnya. Logam-logam seperti platina, nikel, palladium, dan molibdenum merupakan jenis katalis yang sering digunakan untuk reaksi hidrogenasi. Namun karena harga platina dan paladium yang sangat mahal, maka penggunaan nikel akan lebih menguntungkan. Katalis nikel mampu mengadsorpsi gas hidrogen pada permukaannya saja dan mengaktifkan ikatan hidrogen-hidrogennya, sehingga gas hidrogen menjadi lebih mudah bereaksi. Semakin luas permukaan logam katalis, maka akan semakin banyak gas hidrogen yang diserap (gambar 2.2). Demikian pula dengan semakin besar luas permukaan, maka kontak yang terjadi antara zat-zat yang bereaksi juga bertambah banyak, sehingga kecepatan reaksi juga bertambah besar pula (Hart, 2004).

12 Gambar 2.2 Mekanisme Katalisis Heterogen Pada Reaksi Hidrogenasi Ikatan Rangkap Pada Etena, (Rifan Hardian, 2008) Pada proses hidrogenasi ini, katalis berfungsi untuk mengganggu kestabilan hidrogen sehingga mudah terdisosiasi menjadi ion H radikal. Katalis nikel paling banyak digunakan karena kereaktifannya besar (Pd>Ni>Co>Fe>Cu), dan tidak mudah mengalami perubahan (Gerhartz, 1986). 2.3 Peran Katalis dalam Proses Hydrocracking 2.3.1 Reaksi Katalitik Katalis Katalis merupakan suatu zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi terhadap suatu kesetimbangan tanpa adanya zat katalis yang dikonsumsi, setelah proses selesai katalis dapat diperoleh kembali (Satterfield, 1991).

13 Meskipun suatu katalis tidak mengalami perubahan di akhir reaksi, bukan berarti katalis tidak memiliki andil dalam reaksi tersebut. Pada kenyataannya, suatu katalis berpartisipasi aktif dalam raksi, hanya saja pada akhir reaksi katalis tersebut dibentuk kembali (Smith, 1981). Konsep energi akivasi menyatakan bahwa keberadaan suatu katalis dalam mekanisme katalisa akan menurunkan energi aktivasi. Katalis efektif meningkatkan laju reaksi karena memungkinkan terjadinya mekanisme alternatif yang pada satu tahapannya memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dibandingkan proses tanpa katalis (Smith, 1981). 2.3.2 Sifat Katalis Untuk mendapatkan suatu katalis yang baik maka harus diperhatikan beberapa faktor, diantaranya: 1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengonversikan reaktan menjadi produk yang diinginkan. 2. Selektivitas, yaitu kemampuan mempercepat suatu reaksi diantara beberapa reaksi yang berlangsung dengan demikian yang akan diperoleh adalah produk yang diinginkan dan produk samping yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin. 3. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas pada keadaan seperti semula. Untuk memperoleh katalis yang memiliki kestabilan yang tinggi, diantaranya katalis harus bersifat tahan terhadap racun, perlakuan panas, dan erosi.

14 4. Kemudahan regenerasi, suatu katalis akan menurun baik aktivitas maupun selektivitasnya setelah diguakan pada beberapa reaksi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya racun katalis yang menutupi sebagian sisi aktif katalis, seperti misalnya dengan adanya kokas atau arang. Untuk memenuhi sifat-sifat katalis, umumnya katalis dibentuk oleh beberapa komponen yaitu (Othmer, 1993): 1. Penyangga (Support Material) Komponen utama dari katalis yang biasa digunakan adalah penyangga. Sebagian besar penyangga berupa benda padat kuat yang dapat dibuat dengan berbagai macam bidang permukaan dan juga berbagai macampenyebaran ukukuran pori. Sifat padatan yang dipertimbangkan dalam pemilihan penyangga: a. Kekuatan mekanik (keras dan tahan korosi) b. Kestabilan pada rentang kondisi reaksi dan regenerasi. c. Luas permukaan yang cukup luas untuk katalis d. Porositas yang cukup banyak. e. Harga yang tidak terlalu mahal 2. Pengikat (Binder) Untuk mendapatkan katalis dengan kekuatan fisik yang kuat, maka perlu ditambahkan suatu bahan yang disebut sebagai pengikat. Bahan pengikat yang umum digunakan adalah suatu mineral tanah liat seperti kaolinit.

15 3. Promotor Pada kebanyakan industri, katalis yang digunakan mengandung promotor, dan umumnya berupa promotor kimia. Promotor kimia digunakan dalam jumlah kecil dan promotor tersebut mempengaruhi kimia permukaan. Fungsi promotor dapat meningkatkan aktivitas, selektivitas, dan kestabilan katalis. Promotor digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit pada katalis. Bahan yang digunakan sebagai promotor diantaranya CaO dan K 2 O. 4. Fasa Aktif Fasa aktif adalah pengemban fungsi utama katalis, yaitu mempercepat dan mengarahkan reaksi. Fasa akif yang banyak digunakan pada umumnya beripa metal, oksida logam, maupun sulfida metal. Kadang-kadang material ini digunakan secara luas pada permukaan sebuah penyangga dan persentasi metal sebagai fasa aktif tersebut mungkin saja hanya sekitar 1%. 2.3.3 Penggolongan Katalis Secara umum katalis dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: 1. Katalis Homogen Katalis homogen adalah katalis yang berada pada fasa yang sama dengan reaktannya, sehingga sukar dipisahkan dari media reaksi. Katalis homogen hanya digunakan pada industri yang menghasilkan produk tertentu. Pada tekanan yang tinggi katalis homogen dapat digunakan pada beberapa aplikasi, seperti alkilasi propilen tetramer dengan benzen.

16 2. Katalis Heterogen Katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai fasa yang berbeda dengan reaktannya. Persyaratan dari suatu katalis heterogen adalah bahwa pereaksi gas diadsorpsi oleh katalis. Pada umumnya katalis heterogen berbentuk padatan dan memiliki permukaan metal aktif. Pada proses hydrocracking yang komersial, bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan aktif adalah nikel, molibdenum, kobal, dan lain sebagainya. 2.3.4 Perlakuan Terhadap Katalis Aktivitas katalis berlangsung pada sisi aktif katalis, yang berupa inti metal aktif katalis. Aktivitas metal murni sebagai inti metal aktif pada permukaan katalis heterogen lebih tinggi dibanding dengan oksida metal atau metal sulfida. Inti metal aktif katalis dapat rusak atau menurun aktivitasnya apabila: 1. Luas permukaan inti metal berkurang karena penggabungan inti-inti metal tersebut. 2. Permukaan inti metal tertutup oleh racun seperti sulfur. 3. Inti metal bereaksi dan bersatu dengan logam lain, misalnya Ni + Pb. Selektivitas katalis dapat dipengaruhi oleh luas permukaan katalis, ukuran pori katalis, dan perubahan kondisi reaksi. Selektivitas pada reaksi hidrogenasi akan meningkat jika terjadi isomerisasi ikatan rantai rangkap dari cis ke trans.

17 2.3.5 Pembuatan Katalis Tujuan utama dari suatu metode preparasi adalah untuk mendistribusikan fasa aktif (metal) dengan cara yang paling efisien (misalnya dalam bentuk terdispersi, yaitu untuk memperoleh luas permukaan spesifik yang besar dan juga aktivitas maksimum persatuan berat dari senyawa aktif). Pada permukaan padatan penyangga (Figueras, 1988). Secara garis besar, pembuatan katalis yang banyak digunakam adalah metode impregnasi dan metode presipitasi (moulijn, 1993). 1. Proses pembuatan katalis dengan metode impregnasi Menurut teknik pembuatannya, preparasi katalis dengan metode impregnasi dibagi menjadi dua, yaitu: a. Impregnasi Basah Pada metode ini penyangga dibasahi dengan sejumlah larutan yang mengandung senyawa logam yang sesuai dengan volume pori-pori penyangga, setelah itu dikeringkan. Keuntungan cara ini adalah proses pembuatannya sederhana, murah, dan pemuatan logam dapat dilakukan berulang kali. Sedangkan kelemahannya adalah jumlah logam yang terimpregnasi sangat tergantung pada kelarutan senyawa logam tersebut. b. Impregnasi Rendam Pada metode ini penyangga dicelupkan dalam suatu larutan senyawa logam. Larutan diaduk selama beberapa waktu tertentu, disaring, dan hasilnya dikeringkan. Sedangkan cairan induknya dapat dimanfaatkan kembali. Cara ini sering digunakan pada jenis prekursor yang berinteraksi dengan penyangga.

18 Secara industri, proses ini lebih mahal karena produktivitasnya rendah dan sistem daur ulang cairan induknya cukup rumit. 2. Proses pembuatan katalis dengan metode Presipitasi Secara umum prosedur presipitasi adalah mengontakkan larutan garam logam dengan larutan alkali, ammonium hidroksida atau natrium karbonat untuk mengendapkan logam hidroksida atau logam karbonat. Dasar pemilihan senyawa yang akan digunakan dalam metode presipitasi berdasarkan pada kemudahan perolehannya dan sifat kelarutannya dalam air. 2.3.6 Katalis Nikel Katalis nikel, mempunyai aktivitas dan selektivitas yang baik dalam suatu reaksi. Fasa aktif katalis nikel tidak memiliki permukaan yang luas sehingga dalam bentuk butiran yang besar tidak seluruh pusat aktifnya dapat mengadakan kontak dengan reaktan. Pada keadaan ini fasa aktif perlu ditebarkan di permukaan padatan penyangga berpermukaan luas dengan tujuan: 1. Memperluas permukaan kontak antara fasa aktif dengan reaktan. 2. Keaktifan katalis persatuan berat fasa aktif meningkat. 3. Fasa aktif yang biasanya mahal dapat dihemat. Tahap-tahap katalis ditinjau dari pergerakan molekul didalam prosesnya adalah: 1. Perpindahan massa reaktan, yaitu transportasi reaktan ke permukaan katalis. 2. Difusi pori, yaitu transportasi reaktan melalui pori katalis.

19 3. Adsorpsi reaktan pada pusat aktif di permukaan katalis. 4. Reaksi tidak hanya berlangsung pada permukaan, melainkan juga pada permukaan yang terbentuk dari pori-pori katalis. 5. Desorspsi produk dari permukaan katalis. 6. Difusi produk keluar pori yaitu transportasi produk melalui permukaan luar katalis. 7. Transportasi produk (perpindahan massa produk) Adapun fungsi katalis dalam suatu reaksi kimia adalah: 1. Mempercepat jalannya reaksi. 2. Menurunkan energi aktivasi 3. Mengarahkan produk yang dihasilkan, sehingga dapat meminimalkan produk samping. 2.4. Bentonit Sebagai Material Penyangga Katalis Bentonit adalah nama dagang untuk jenis lempung yang mengandung mineral monmorilonit antara 65-85 %. Sehingga bentonit juga dikenal dengan sebutan monmorillonit. Sedangkan sisa umumnya merupakan campuran dari mineral-mineral pengotor seperti kuarsa, kristobalit, feldspar, dan mineralmineral lempung lain, tergantung pada daerah geologisnya. Menurut kamus geologi, bentonit adalah endapan karang yang dibentuk dari perubahan tempat dari abu vulkanis, komposisi terbesar dari tanah liat monmorillonit yang pada umumnya mempunyai kemampuan cukup besar untuk menyerap air, juga dipakai secara komersil dalam cairan drilling, katalis, cat, dan sebagainya.

20 2.4.1. Karakteristik Bentonit golongan, yaitu : Berdasarkan proses terbentuknya di alam, bentonit dibagi menjadi dua 1. Natrium Bentonit (Swelling Bentonite) Bentonit jenis ini mempunyai kandungan kation Na + relatif lebih banyak dibandingkan dengan kandungan kation Ca 2+ dan Mg 2+, selain itu bentonit ini juga memiliki sifat mengembang apabila terkena air, dan memiliki ph 7,5-8,5. Bentonit jenis Na banyak digunakan sebagai adsorben, pencampur pembuatan cat, perekat pasir cetak dalam industri pengecoran dan sebagainya. 2. Kalsium Bentonit (Non Swelling Bentonite) Bentonit jenis ini memiliki kandungan kation Ca 2+ dan Mg 2+ yang relatif lebih banyak dibandingkan kandungan kation Na + -nya, mempunyai sifat sedikit menyerap air, dan bila didespersikan ke dalam air akan cepat mengendap (tidak membentuk suspensi), serta memiliki ph 4-7. Ca-bentonit digunakan untuk bahan cat warna dan sebagai bahan perekat pasir cetak. (Sukandarrumidi, 1999). Perbedaan dan perbandingan sifat-sifat lainnya antara Na-bentonit dengan Ca-bentonit dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2. Sifat-sifat Na-bentonit dan Ca-Bentonit Sifat fisik Na Bentonit Ca Bentonit Daya mengembang Baik Kurang baik Kekuatan tekan Sedang Baik ph (keasaman) 7,5 8,5 (basa) 4-7 (asam) Daya tahan panas Kurang baik Baik Daya alir Kurang baik Baik Daya ikat Cepat Sedang (Sukaandarrumidi, 1999)

21 Karakteristik bentonit ditinjau dari kegunaannya dibedakan menjadi dua (Mulyadi, 1992), yaitu: 1. Bentonit sebagai adsorben Kristal bentonit berkemampuan menyerap sejumlah molekul yang berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan memiliki bentuk geometri yang tepat. Ukuran pori-pori tersebut merupakan sifat unik dari bentonit. (Rouquorol, Fraincoise. 1999). 2. Bentonit sebagai penukar kation Bentonit juga dapat memiliki kemampuan untuk berikatan dengan anion-anion dan kation-kation. Proses pertukaran ion adalah proses penggantian ion-ion dengan suatu anion atau kation yang lain. Ion-ion yang ditukar berada di sekeliling bagian luar lapisan alumina silika dari struktur mineral bentonit tanpa mempengaruhi struktur dari bentonit itu sendiri. Kemampuan menukar ion pada bentonit tidak hanya ditentukan oleh jenis dan jumlah ion, tetapi juga oleh gerakan kisi-kisi kristal monmorillonit. Sifat bentonit sangat tergantung pada dominasi pertukaran ion. Bentonit dapat digunakan untuk penghilangan ion Pb, Cd, Cu, Zn dari suatu larutan (Inel et al., 1997). Kemampuan bentonit dalam mengadsorpsi logam berat ini juga memungkinkan untuk terjadinya proses interkalasi terhadap bentonit. Untuk meningkatkan kemampuan daya tukar ionnya, bentonit harus diaktivasi melalui modifikasi dengan asam agar porositas, luas permukaan dan keasamannya meningkat.

22 2.4.2. Komposisi dan Struktur Bentonit Bentonit memiliki komposisi berbeda-beda satu sama lainnya, tergantug pada letak dimana bentonit tersebut ditemukan. Sebagai contoh, bentonit dimana Na bentonit menjadi elemen mineral utama biasanya mempunyai kapasitas pengembangan yang tinggi. Na bentonit tersebut banyak terdapat di South Dakota, Wyoming. Sedangkan jika bentonit dimana Ca bentonit menjadi elemen utama, maka bentonit tersebut akan memiliki kapasitas pengembangan yang relatif rendah. Ca bentonit ini banyak terdapat di Texas dan Mississippi. Jika bentonit dianggap belum mengalami distribusi apapun pada ksi-kisinya maka bentonit dirumuskan dengan (Mg,Ca) O.Al 2 O 3.5SiO 2.nH 2 O. Struktur bentonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida tetrahedral dan satu aluminium oksida oktahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang disubstitusi oleh tiga ikatan aluminium. Pada oktahedral, atom aluminium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil yang berlokasi pada ujung oktahedron. Al 3+ dapat digantikan oleh Mg 2+, Fe 2+, Zn 2+, Ni +, Li +, dan katiion lainnya. Substitusi isomorphous dari Al 3+ untuk Si 4+ pada tetrahedral dan Mg 2+ dan Zn 2+ untuk Al 3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan lempung. Hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer.

23 Gambar 2.3 Struktur monmorillonit 2.4.3. Proses Interkalasi Bentonit Interkalasi adalah suatu penyisipan spesies tamu (ion, atom, atau molekul) ke dalam antarlapis senyawa berstruktur lapis. Schubert (2002) mendefinisikan interkalasi adalah suatu penyisipan suatu spesies pada ruang antarlapis dari padatan dengan tetap mempertahankan struktur berlapisnya. Atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan disebut sebagai interkalan, sedangkan yang merupakan tempat yang akan dimasuki atom-atom atau molekul-molekul disebut sebagai interkalat. Metode ini akan memperbesar pori material, karena interkalan akan mendorong lapisan atau membuka antar lapisan untuk mengembang. Interkalan yang digunakan dapat berupa zat organik, logam oksida, maupun ion keggin.

24 Menurut ogawa dan Rusman (1999), mekanisme pembentukan interkalasi dapat dikelompokan menjadi lima golongan, yaitu : 1. Senyawa interkalasi yang terbentuk dari pertukaran kation Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk dari pertukaran kation tamu dengan kation yang menyetimbangkan muatan lapis. Jumlah kation tamu yang dapat terinterkalasi tergantung pada jumlah muatan yang terkandung pada lapisan bahan inang. Lempung terpilar adalah salah satu contoh senyawa terinterkalasi yang diperoleh dari pertukaran kation. Spesies tamu dalam hal ini berperan sebagai pilar yang akan membuka lapisan-lapisan lempung. 2. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol dan pembentukan ikatan hidrogen. Senyawa terinterkalasi jenis ini terbentuk jika spesies tuan rumah (host) bersifat isolator dan tidak memiliki muatan permukaan. Interaksi antara spesies tamu dan lapisan spesies tuan rumah hanya berupa interaksi dipol dan ikatan hidrogen, oleh karena itu jenis interkalasi ini tidak stabil dan senyawa yang terinterkalasi ini dengan mudah dapat digantikan. 3. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari interaksi dipol antara spesies tamu dan ion-ion di dalam antar lapis. Senyawa interkalasi jenis ini dapat terjadi melalui pertukaran molekulmolekul solven. Pertukaran tersebut terjadi antara molekul-molekul solven yang mensolvasi ion-ion dalam antarlapis dengan molekul-molekul tamu. Hal tersebut terjadi, jika molekul tamu mempunyai polaritas yang tinggi.

25 Pada material lempung, molekul monomer dapat terinterkalasi melalui penggantian dengan molekul air. 4. Senyawa interkalasi yang dibentuk dengan ikatan hidrogen Bila dibandingkan dengan senyawa interkalasi yang lain, maka spesies tamu akan terikat lebih kuat di dalam spesies induk, sehingga deinterkalasi lebih sulit terjadi. 5. Senyawa interkalasi yang dibentuk dari transfer muatan Senyawa interkalasi yang terbentuk jika lapisan bahan induk bersifat konduktif. Reaksi interkalasinya dapat dinyatakan sebagai berikut : xa + + xe - + [Z] A + x[z] x- xa - + [Z] Ax - [Z] x+ + e - dimana A adalah ion tamu dan Z adalah spesies induk. 2.4.4. Bentonit Terpilar Sebagai Katalis Kemampuan katalis bentonit, selektif terhadap bentuk dan ukuran zat yang terlibat pada reaksinya. Bentonit yang terinterkalasi adalah jenis bahan yang didalamnya terdapat distribusi mikropori yang lebih homogen dengan lubang-lubang pori yang bervariasi menurut jenis-jenis pilar yang ada. Fenomena dasar yang digunakan dalam pembuatan bentonit termodifikasi adalah pertukaran ion dari kation-kation yang terdapat pada bentonit yang dilakukan oleh spesies-spesies kationik yang berfungsi sebagai penyangga agar struktur interlayernya tetap stabil. Ukuran pori dalam struktur yang ideal

26 ditentukan oleh ukuran pilar-pilar dan ruang-ruang di antara pilar yang ada di dalam lapisan (gambar 2.4) (Augutine, 1996). Gambar 2.4. (a). struktur lapisan bentonit sebelum pilarisasi (b). struktur lapisan bentonit setelah pilarisasi Reaksi yang terjadi pada bentonit termodofikasi adalah pertukaran kation. Kemudian dapat diprediksi bahwa faktor-faktor kimia dan fisika akan mempengaruhi derajat pertukaran kation-kation yang ada di dalam partikel bentonit. Faktor-faktor tersebut adalah konsentrasi dan ph larutan, keberadaan kation lain, dan batasan difuskational. Proses pertukaran kation tersebut digambarkan sebagai sebuah kompetisi yang terjadi diantara kation-kation tersebut dan kation-kation yang ada di dalam bentonit. Selektifikas pertukaran kation tergantung pada muatan dan ukuran kation (Figueras, 1988). Pada suhu 105 0 C air yang terserap oleh bentonit akan hilang, dan pada suhu 650 0 C gugus hidroksilnya hilang. Akibat hilangnya gugus hidroksil, maka struktur bentonit akan mejadi tidak beraturan. Sehingga perlu dilakukan suatu mekanisme tertentu yang dapat mempertahankan kestabilan struktur dari bentonit ini. Metode pilarisasi dapat digunakan untuk untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggantikan air dan kation dengan suatu kation lain

27 yang memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik sehingga secara keseluruhan bentonit ini akan memiliki kestabilan suhu yang lebih baik. Metode pilarisasi ini melibatkan perubahan kation-kation dalam stukturnya (Sutha Negara, I. M. 2008). Pilarisasi dihasilkan dengan mengontakkan antara bentonit dengan larutan ion keggin. Larutan ion keggin merupakan suatu polioksokation yang berfungsi untuk membentuk reaksi awal yang diperkirakan akan menggantikan kationnya dengan suatu agen pemilar, semisal Al 3+, Ni 2+, Mo 6+. dan sebagainya (Katdare, 1999). 2.5 Pilarisasi Bentonit Langkah pertama pada proses pemilaran adalah mempreparasi agen pemilarnya. Pada pembuatan polioksokation Ni, metode yang biasa digunakan adalah pencampuran larutan prekursor Ni ke dalam suatu larutan basa pada larutan sehingga terhidrolisis dan membentuk suatu polioksokation. Gambar 2.5. Skema interkalasi dan pilarisasi

28 Langkah selanjutnya adalah mencampurkan suspensi lempung ke dalam larutan polioksokation. Hal ini memungkinkan kation interlayer pada lempung bertukar dengan polioksokation pada larutan melalui reaksi pertukaran kation atau interkalasi (Gil dan Gandfa, 2000). Setelah proses interkalasi selesai dilanjutkan dengan proses pemanasan interkalat (pada suhu kalsinasi, 500-650 0 C) hingga menghasilkan pilar, dan proses ini lebih dikenal dengan proses pilarisasi. Sifat struktur terpilar yang stabil ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lempung yang digunakan, kondisi pencampuran dan pengeringan, dan polioksokation yang digunakan. 2.6 Rancangan Reaktor Batch Sebagai Tempat Berlangsungnya Reaksi Hydrocracking Batch reactor merupakan reaktor yang dirancang dengan sistem tertutup, sehingga tidak terjadi aliran zat-zat dari luar kedalam reaktor, maupun sebaliknya. Semua zat yang akan direaksikan berada didalam tanki reaktor (Coker, A. Kayode. 2001).

29 Gambar 2.6. Rancangan Reaktor Batch Kelebihan dari reaktor batch ini, diantaranya adalah : a. untuk reaksi gas, membutuhkan konsumsi gas yang lebih sedikit. b. waktu kontak antara zat-zat yang bereaksi lebih lama sehingga reaksi dapat berlangsung lebih efektif. c. Tidak adanya aliran gas membuat penggunaan reaktor batch ini relatif lebih aman dari reaktor tipe flow. (Rifan Hardian, 2008) 2.7 Penelitian Terkait Sebelumnya Pada jurnalnya, Bayu Arifianto dan Setiadi (2007) menjelaskan metode perengkahan molekul trigliserida minyak kelapa sawit menjadi hidrokarbon fraksi gasoline menggunakan katalis B 2 O 3 /Al 2 O 3. Perengkahan dilakukan di dalam reaktor fixed bed dengan tekanan 1,5 atm, dan temperatur reaksi 350 500 0 C dan laju alir 10 ml/menit. Katalis Al 2 O 3 dengan penambahan 5 25% B 2 O 3 digunakan untuk mempelajari pengaruh temperatur,

30 jenis umpan, dan penambahan B 2 O 3 terhadap yield fraksi bensin yang dihasilkan. Jenis umpan yang digunakan adalah minyak sawit, minyak sawit hasi oksidasi, Palm Oil Methyl Ester (POME), dan minyak sawit yang ditambahkan metanol. Temperatur optimum dicapai pada temperatur 450 0 C dengan yield 58% menggunakan umpan POME dan 21% dengan umpan minyak yang ditambah metanol, dengan katalis 10% B 2 O 3 / Al 2 O 3. Hasil fraksi menurun seiring dengan penambahan B 2 O 3 diatas 10%. D. Setiawan memaparkan dalam jurnalnya bahwa konversi dilakukan dengan menggunakan reaktor sistem flow fixed bed dan katalis Ni/zeolit serta alkohol sebagai inisiator. Sebelum direaksikan dengan katalis, minyak jelantah ditambahkan terlebih dahulu dengan natrium metoksida sehingga menjadi metil ester minyak goreng jelantah (MEWCO). Dengan suhu reaksi 350-450 0 C, dihasilkan fraksi gasoline dan diesel, dengan persen konversi mencapai 50,43%. Kondisi optimum katalis dalam menghasilkan fraksi solar adalah pada suhu 400 dan 450 0 C dengan menghasilkan 36,08% fraksi solar, sedangkan untuk fraksi bensin membutuhkan suhu 450 0 C dengan persentase 27,50%. Pertamina dalam seminar hydrocracking process technology di Dumai pada tahun 2000 menuturkan bahwa pengilangan minyak sekunder di Pertamina dilakukan secara kimia, yaitu melalui hydrocracking. Dengan menggunakan katalis berbahan dasar NiMo berpenyangga alumina silika termodofikasi pada suhu reaksi 350-450 0 C dengan tekanan reaksi mencapai 175 kg/cm 2.