BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih kurang

dokumen-dokumen yang mirip
EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

1. Gangguan Bipolar. A. Definisi

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

BUNUH DIRI DAN GANGGUAN BIPOLAR

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

SATUAN ACARA PENYULUHAN

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id

Gangguan Afektif Bipolar episode Manik dengan Gejala Psikotik Muhammad Hazim Afif b Amirudin

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

GANGGUAN MOOD. dr. Moetrarsi SKF., DTM&H, Sp.KJ

b. Tujuan farmakoekonomi...27 c. Aplikasi farmakoekonomi...28 d. Metode farmakoekonomi Pengobatan Rasional...32

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

PRESENTASI KASUS GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

DSM V : GANGGUAN BIPOLAR

EARLY-ONSET BIPOLAR DISORDERS. Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan jiwa terganggu maka akan berdampak pada aktivitas fisik. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

PEDOMAN DIAGNOSTIK. Berdasarkan DSM-IV-TR, klasifikasi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas. 1. Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. PENDAHULUAN. Agitasi adalah gejala perilaku yang bermanifestasi dalam penyakit-penyakit psikiatrik yang luas.

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

JOURNAL READING GANGGUAN GEJALA SOMATIK. Diajukan Kepada : dr. Rihadini, Sp.KJ. Disusun oleh : Shinta Dewi Wulandari H2A012001

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR

GANGGUAN MOOD (ALAM PERASAAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

Definisi & Deskripsi Skizofrenia DSM-5. Gilbert Richard Sulivan Tapilatu FK UKI

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

BAB I PENDAHULUAN. serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

Mata: sklera ikterik -/- konjungtiva anemis -/- cor: BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-) Pulmo: suara napas vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada dasarnya tidak seorang pun yang ingin memiliki riwayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR, EPISODE KINI MANIK TANPA GEJALA PSIKOTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keterangan; a. Medical Flight Test dapat dilakukan di Simulator atau Aircraft; b. Medical Flight Test hanya untuk Penerbang. flt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

APLIKASI PROBABILITAS BAYES DALAM SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSIS GANGGUAN KEJIWAAN BIPOLAR

PEMERIKSAAN PSIKIATRI

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyebab suatu penyakit tidak hanya dikarenakan kelainan pada fisiologi tubuh seseorang namun juga karena adanya gangguan psikologis. Gangguan psikologi atau gangguan kejiwaan banyak ditemui di tengah masyarakat, mulai ringan hingga berat. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mencari penanganan yang tepat. Salah satu masalah kejiwaan yang masih kurang dipahami masyarakat adalah gangguan bipolar. Selain itu penelitian maupun jurnal masih jarang mengangkat tentang penyakit gangguan bipolar. Gangguan bipolar adalah salah satu penyakit mental yang paling umum, parah, dan persisten (Ikawati, 2011). Gangguan Bipolar atau juga dikenal sebagai mania-depresif merupakan gangguan otak yang menyebabkan perubahan yang tidak normal dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari (NIMH, 2008). Prevalensi gangguan bipolar I (satu atau lebih episode mania atau campuran) adalah 0,4% sampai 1,6%, dan untuk bipolar II disorder (episode depresi berulang besar dengan episode hypomania) adalah sekitar 0,5%. Gangguan bipolar I terjadi sama pada pria dan wanita, sedangkan bipolar II gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita. Perbandingan pria dan wanita 1

2 adalah sekitar 3:2 (Drayton&Weinstein, 2008). Episode mania lebih terjadi terutama pada orang muda, sedangkan episode depresi mendominasi dalam kelompok usia yang lebih tua. Usia onset gangguan bipolar sangat bervariasi. Rentang usia baik untuk bipolar I dan bipolar II adalah dari masa kanak-kanak sampai 50 tahun, dengan usia rata-rata sekitar 21 tahun. Kebanyakan kasus dimulai ketika mereka berusia 15-19 tahun (Ikawati, 2011). Analisis pola pengobatan pada pasien gangguan bipolar diperlukan salah satunya untuk mengetahui bagaimana pengobatan pada pasien gangguan bipolar memberikan outcome membaik dari episode yang sedang dialami pasien. Di sisi lain, pasien gangguan bipolar memiliki tingkat ketidakpatuhan untuk farmakoterapi yang relatif tinggi, diperkirakan mencapai 32-45% dari pasien yang diobati (Rothbaum & Astin, 2000). Sedangkan penyakit gangguan kejiwaan seperti gangguan bipolar memang belum mendapat perhatian yang cukup dari banyak kalangan. Peneliti memilih Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta karena rumah sakit ini adalah rumah sakit jiwa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi rujukan untuk pasien dengan gangguan psikologi, salah satunya gangguan bipolar.

3 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik pasien gangguan bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta dari tahun 2009-2011? 2. Bagaimana pola pengobatan pasien gangguan bipolar yang sedang mengalami perawatan di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011? 3. Apakah pengobatan gangguan bipolar di RS Grhasia pada tahun 2009-2011 sudah tepat berdasarkan standar American Psyciatric Association 2002, yang meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Mengetahui profil penggunaan obat dan pola pengobatan pasien gangguan bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta pada tahun 2009-2011. b. Mengetahui pelaksanaan terapi pada pasien gangguan bipolar di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta pada tahun 2009-2011. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui karakteristik pasien gangguan bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011. b. Mengetahui jenis obat dan variasi jumlah obat yang diresepkan kepada pasien gangguan bipolar di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011.

4 c. Mengetahui diagnosis, golongan obat, dosis obat yang diberikan dan perkembangan gejala yang dialami pasien gangguan bipolar selama pengobatan di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2009-2011. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran mengenai karakteristik pasien dan pola pengobatan gangguan bipolar yang dirawat di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta dari tahun 2009-2011. 2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi rumah sakit dalam pelayanan medik. 3. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian. 4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai studi pendahuluan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

5 E. Tinjauan Pustaka 1. Bipolar a. Definisi bipolar Gangguan bipolar adalah suatu gangguan yang ditandai dengan perubahan mood antara rasa girang yang ekstrim dan depresi yang parah. Orang dengan gangguan bipolar (bipolar disorder) seperti mengendarai suatu roller coaster emosional, berayun dari satu ketinggi rasa girang ke kedalaman depresi tanpa adanya penyebab eksternal (Nevid, dkk, 2005). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revision ( DSM-IV TR ) mengklasifikasikan gangguan bipolar menjadi 6 macam, yaitu: 1) Depresi berat (major depressive): terjadi episode depresi berat (tunggal atau kambuhan) tanpa ada ada mania dan hipomania. 2) Distimic (Dysthymic): perasaan depresi lebih sering dari pada tidak, setidaknya dialami 2 tahun (tetapi tidak masuk dalam kriteria depresi berat). 3) Bipolar I: terjadi episode mania atau episode campuran serta diikuti episode depresi mayor.

6 4) Bipolar II: terjadi episode depresi mayor dan diikuti satu atau lebih episode hipomania atau episode campuran. 5) Siklotimik (Cyclothymic): ditandai dengan sejumlah periode tanda depresi tetapi tidak mengarah pada kriteria episode depresi mayor. Setidaknya 2 tahun mengalami gejala yang disertai episode hipomania. 6) Bipolar non-spesifik: ditandai dengan episode mania tetapi kriterianya tidak sama dengan bipolar I, bipolar II atau Siklotimik. (Hirschfeld, dkk., 2002) b. Epidemiologi Gangguan bipolar relatif tidak umum terjadi, sekitar 1% - 3% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan bipolar baik bipolar I atau bipolar II. Angka prevalensi semasa hidup yang dilaporkan oleh sebuah survey nasional bahwa antara 0,4%-1,6% untuk bipolar 1 dan sekitar 0,5% untuk bipolar II di Amerika Serikat (APA, 2000). Sedangkan jumlah yang menderita ganguan bipolar di Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Tidak seperti depresi mayor, prevalensi gangguan bipolar I tampak hampir sama pada pria dan wanita. Namun, pada pria, onset dari gangguan bipolar I biasanya dimulai dengan suatu episode depresi-mania, sementara, pada wanita, biasanya dimulai dengan

7 suatu episode depresi mayor. Sedangkan gangguan bipolar II terlihat lebih umum terjadi pada wanita (APA, 2000). Usia onset untuk gangguan bipolar I terentang dari masa anak-anak (5 6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus yang jarang, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun (Kaplan, dkk., 1996). c. Etiologi Penyebab pasti dari gangguan bipolar belum diketahui secara tepat. Gangguan bipolar dianggap sebagai penyakit genetik yang kompleks yang mempengaruhi lingkungan dan disebabkan oleh berbagai kelainan neurobiologic (Drayton & Weinstein, 2008). Diperkirakan beberapa faktor dapat dapat menjadi penyebab terjadinya seseorang mendapat gangguan bipolar, antara lain : 1) Faktor genetik Sebanyak 80%-90% pasien dengan gangguan bipolar memiliki riwayat keluarga yang juga memiliki gangguan mood (misal, gangguan bipolar, depresi, siklotimia atau dysthymia). Keluarga derajat pertama pasien dengan gangguan bipolar memiliki prevalensi sebesar 15%-35% berawal dari gangguan mood dan 5%-10% memiliki risiko langsung mengalami gangguan bipolar (Drayton & Weinstein, 2008).

8 Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar 1 pada kedua saudara kembar monozigot adalah 33% - 90% dan untuk gangguan depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5% -25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10% - 25% untuk penderita gangguan depresif berat (Kaplan, dkk., 1997). Penelitian lain menyebutkan bahwa antara 4% sampai 24% dari mereka yang memiliki keluarga dengan bipolar I juga akan mungkin mengalami bipolar. Untuk bipolar II, pengaruh faktor ini lebih rendah, dimana individu yang memiliki orang tua atau saudara didiagnosis dengan bipolar II hanya berisiko sekitar 1% sampai 5% untuk mengalami ganggaun mood (Akiskal, 1995). 2) Faktor biokimia Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenic di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien gangguan mood. Amin biogenic (Norepinefrin dan serotonin) merupakan dua neutransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis gangguan mood (Kaplan, dkk, 1996). Apabila Norepinefrin (NE) dan epinefrin mengalami penurunan kadar NE dan

9 epinefrin menyebabkan depresi, sebaliknya peningkatan kadar keduanya menyebabkan mania (Ikawati, 2011). Serotonin merupakan neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Selain kedua senyawa diatas, ada dopamine yang memiliki peranan dalam depresi dan mania pula. Data menunjukkan aktivitas dopamine yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania (Kaplan, dkk, 1996). Ketidakseimbangan hormonal dan gangguan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat dalam homeostatis dan respon stress juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis gangguan bipolar (Ikawati, 2011). 3) Faktor lingkungan Telah lama diamati bahwa peristiwa yang menyebabkan stress sering mendahului episode pertama dan dapat meningkatkan serta memperpanjang waktu pemulihan dari gangguan mood (Drayton & Weinstein, 2008).

10 Kehamilan juga merupakan stress tertentu untuk wanita dengan riwayat penyakit mania-depresif dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya psikosis postpartum (Ikawati, 2011). d. Patofisiologi Patofisiologi gangguan bipolar belum dapat diketahui dengan pasti. Namun, orang yang kembar dan keluarga menunjukkan bahwa gangguan bipolar memiliki komponen genetik. Bahkan, kerabat tingkat pertama orang dengan gangguan bipolar sekitar 7 kali lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan bipolar daripada lingkungan (Soreff, 2012). Banyak teori telah diajukan mengenai patofisiologi gangguan bipolar, teori yang paling popular berpendapat bahwa gangguan bipolar disebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter norepinefrin yang diperkirakan menyebabkan gejala gangguan bipolar (Ikawati, 2011). Hipotesis lain berasal dari penelitian Coppen dan timnya pada tahun 1960-an, yang menjumpai bahwa kadar natrium pada syaraf menyebabkan hipereksitabilitas syaraf yang menjadi kemungkinan terjadinya gangguan bipolar (Ikawati, 2011). Penggunaan dari beberapa substansi yang mempengaruhi sistem syaraf pusat (misalnya, alkohol, antidepresan, kafein, stimulant sistem syaraf pusat, halusinogen atau ganja) dapat memperburuk gejala mania atau depresi (Drayton&Weinstein, 2008).

11 e. Prognosis Gangguan bipolar memiliki tingkat yang cukup signifikan untuk morbiditas dan mortilitas. Di Amerika Serikat selama bagian awal 1990-an, sekitar 25%-50% dari orang-orang dengan gangguan bipolar usaha bunuh diri, dan 11% benar-benar melakukan bunuh diri (Stephen, 2012). Pasien dengan Bipolar I memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan depresi. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40-50% dari pasien mengalami serangan mania. Hanya 50-60% dari pasien dengan BPI (Bipolar I) yang mendapat litium untuk mengontrol gejala mereka. Kira-kira 7% dari pasien tersebut mengalami gejala tidak terulang, 45% dari pasien mengalami episode lebih dari satu dan 40% terus memiliki gangguan persisten. Sering kali, pergantian antara episode depresi dan mania dipercepat dengan usia (Kaplan, dkk, 1996). Faktor yang memperburuk prognosis : 1) Riwayat pekerjaan yang buruk / kemiskinan 2) Disertai dengan penyalahgunaan alkohol 3) Disertai dengan gejala psikotik 4) Gejala depresi lebih menonjol (Stephen, 2012)

12 f. Manifestasi Klinis Gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu mania dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi (Lubis, 2009). Episode mania yaitu pada kelompok ini terdapat efek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik mental, dalam berbagai derajat keparahan. Sedangkan episode depresi ditandai dengan gejala utama yaitu: afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Hipomania yaitu derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturur-turut, pada suatu derajat intensitas dan bertahan melebihi siklotimia serta tidak ada halusinasi atau waham (Mansjoer, 1999). Pasien dengan gangguan bipolar juga bisa mendapat episode campuran yang didefinisikan sebagai terjadinya simultan gejala mania dan depresi. Episode campuran terjadi hingga 40% dari semua episode dan lebih umum pada pasien lebih muda dan tua serta wanita (Drayton & Weinstein, 2008). Serta dapat juga mengalami siklus cepat ; yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi,

13 hipomania atau mania dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat adanya kesulitan dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Siklus ultra ceoar yaitu episode mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaknya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi. Symptom psikotik kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya) dan waham (APA, 2011). Dibawah ini adalah kriteria diagnostik yang tertera dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-text Revision (DSM-IV TR). Tabel I. Kriteria Diagnostik dari Episode Depresi 1. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ada hampir setiap hari selama periode 2-minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah perasaan depresi atau kehilangan minat atau kesenangan: a. Perasaan tertekan atau sedih hampir sepanjang hari b. Kurang bersemangat atau kesenangan dalam kegiatan semua, atau hampir semua, sepanjang hari. c. Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, peningkatan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan. d. Insomnia atau hypersomnia

14 Tabel I. Lanjutan e. Agitasi psikomotorik atau keterbelakangan mental (diamati oleh orang lain, tidak hanya subjektif perasaan kegelisahan atau sedang melambat) f. Kelelahan atau kehilangan energi g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak pantas selayaknya (yang mungkin delusi) h. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi (baik subjektif atau diamati oleh orang lain) i. Terus berpikiran tentang kematian (tidak hanya rasa takut mati), berulang keinginan bunuh diri tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri sebelumnya atau rencana tertentu untuk melakukan bunuh diri 2. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran. 3. Gejala menyebabkan tekanan klinis secara signifikan atau dalam sosial, pekerjaan, atau fungsi dari bidang-bidang penting lainnya. 4. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipotiroidisme). 5. Gejala yang tidak bisa diperhitungkan dalam keadaan berkabung (yaitu, setelah kehilangan orang yang dicintai) dan tetap bertahan selama lebih dari 2 bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional, berkeinginan bunuh diri, gejala psikotik, atau psikomotorik keterbelakangan.

15 Tabel II. Kriteria Diagnostik dari Episode Mania 1. Periode yang berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat, expansive dan mudah tersinggung. Berlangsung setidaknya 1 minggu. 2. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah bertahan dan telah pada tingkat yang signifikan: a. Meningkat diri atau kebesarannya b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup istirahat setelah 3 jam tidur) c. Lebih banyak bicara daripada biasa atau ada tekanan untuk terus berbicara. d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran. e. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik pada hal yang tidak penting atau ada rangsangan dari luar yang tidak relevan). f. Peningkatan dalam berbagai macam kegiatan (misal, aktivitas sosial, aktivitas di tempat kerja atau sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik. g. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis dengan benar). 3. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran. 4. Gangguan mood dapat ; a. terjadi hingga cukup parah yang menyebabkan penurunan fungsi kerja, kegiatan sosial atau hubungan dengan orang lain. b.memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian atas diri sendiri atau orang lain, atau c. memiliki gejala-gejala psikotik. 5. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme).

16 Tabel III.Kriteria Diagnostik Episode Hipomania 1. periode berbeda dari normal dan terus-menerus meningkat, expansive atau mudah tersinggung, berlangsung setidaknya 4 hari. 2. selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut telah ada dan telah hadir ke tingkat yang signifikan: a. Meningkat diri atau kebesarannya b. Menurun kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa cukup beristirahat hanya dengan tidur 3 jam) c. Lebih banyak bicara daripada biasanya atau ada tekanan untuk terus berbicara d. Pikirann yang tidak teratur atau pikiran yang saling bersliweran. e. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah tertarik penting atau tidak relevan rangsangan eksternal) f. Peningkatan dari berbagai macam kegiatan (baik sosial, di tempat kerja, sekolah, atau seksual) atau agitasi psikomotorik g. Keterlibatan yang berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk mendapatkan konsekuensi yang menyakitkan (misalnya berfoya-foya, ketidakbijaksanaan dalam seksual, atau tidak bisa menjalankan investasi bisnis dengan benar). 3. Episode dikaitkan dengan tegas perubahan dalam fungsi yang seperti biasanya orang ketika tidak gejala. 4. Gangguan dalam suasana hati dan perubahan dalam fungsi yang diamati oleh orang lain. 5. Episode yang penyebabnya tidak cukup parah ditandai penurunan dalam hubungan sosial atau fungsi pekerjaani, tidak memerlukan rawat inap, dan tidak memiliki gejala psikotik. 6. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, Hipertiroidisme).

17 Tabel IV. Kriteria Diagnostik Episode Campuran 1. Kriteria terpenuhi dari episode mania maupun untuk episode depresi berat hampir setiap hari selama setidaknya 1 minggu periode. 2. Gangguan mood yang cukup parah ditandai dengan adanya gangguan dalam fungsi pekerjaan, biasa kegiatan sosial, atau hubungan dengan orang lain; memerlukan rawat inap untuk mencegah kerugian untuk diri sendiri atau orang lain; atau memiliki fitur psikotik. 3. Gejala yang tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung zat (misalnya, penyalahgunaan obat, obat atau pengobatan lainnya) atau kondisi medis umum (misalnya, hipertiroidisme). Tabel V. Kriteria Diagnostik Siklus Cepat Siklus cepat yaitu apabila terjadi paling sedikit empat episodedepresi, hipomania atau mania-dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan baisanya terdapat kendala berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan. Tabel VI. Kriteria Diagnostik Siklus Ultra Cepat Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan kendala lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi.

18 Tabel VII. Kriteria Diagnostik Simtom Psikotik Pada kasus berat, pasien bisa mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: - Halusinasi (auditonik, visual, atau bentuk sensasi lainnya - Waham Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistik terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. g. Diagnosis Keterampilan wawancara, informasi dari keluarga dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Salah diagnosis dan terlambatnya penegakan diagnosis GB sering terjadi sehingga terapi yang akurat terlambat diterima oleh pasien gangguan bipolar (PDSKJI, 2010) Belum ditemukan marker biologis yang berhubungan secara mutlak dengan gangguan bipolar, untuk itu DSM-IV TR atau ICD-10 (International Classification of Diseases, 2010) menentukan diagnosis seseorang yang mengalami gangguan bipolar dengan cara melihat kriteria diagnosis berdasarkan episode yang dialami pasien tersebut. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengindetifikasi simtom gangguan bipolar adalah The Structured

19 Clinical Interview for DSM-IV (SCID), yaitu wawancara semiterstruktur untuk membuat diagnosis utama DSM-IV Axis I (gangguan mental utama) dan DSM-IV Axis II (gangguan kepribadian) (First, 2002). The Present State Examination (PSE), yaitu instrument yang dirancang untuk mempermudah identifikasi standar khusus kejiwaan baik untuk penelitian dan dapat pula digunakan untuk mengindetifikasi simton sesuai dengan ICD-10 (PDSKJI, 2010). Tabel VIII. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik DSM-IV TR 1. Gangguan Mood Bipolar I Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Tunggal a. Hanya mengalami satu kali episode mania dan tidak ada riwayat episode depresi mayor sebelumnya. b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum d. Gejala mood menyebabkan penderitanya yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya.

20 Tabel VIII. Lanjutan Gangguan Mood Bipolar I, Episode Mania Saat Ini a. Saat ini dalam episode mania. b. Sebelumnya paling sedikit pernah mengalami satu kali episode mania, depresi, atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b bukan skizofenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini a. Saat ini dalam episode campuran b. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami episode mania, depresi, atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

21 Tabel VIII. Lanjutan Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomania Saat ini a. Saat ini dalam episode hipomania b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau kendala dalam sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya. d. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini a. Saat ini dalam episode depresi mayor b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum. e. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.

22 Tabel VIII. Lanjutan Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat Diklasifikasikan Saat ini a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi criteria untuk mania, hipomania, campuran, atau episode depresi. b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode mania atau campuran. c. Episode mood pada kriteria a dan b tidak dapat dikatergorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. d. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya 2. Ganguan Mood Bipolar II Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode hipomania. 3. Gangguan Siklotimia a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang tidak memenuhi criteria untuk gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun. b. Selama periode dua tahun diatas penderita tidak pernah bebas dari gejala-gejala pada kriteria a lebih dari dua bulan pada satu waktu.

23 Tabel VIII. Lanjutan c. Tidak ada episode depresi mayor, episode mania, episode campuran, selam dua tahun gangguan tersebut. Catetan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih dengan mania atau episode campuran (diagnosis GB I dan gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II dan gangguan siklotimia dapat ditegakkan) d. Gejala-gejala pada kriteria a bukan skozoafektif dan tidak berutmpang tindih dengan skizofrenia, skizofrenoform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum f. Gejala-gejala diatas menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan kendala dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. Tabel IX. Diagnosis Gangguan Bipolar Menurut Kriteria Diagnostik ICD-10 F 31 Gangguan Afektif Bipolar Sebuah gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih di mana suasana hati pasien dan tingkat aktivitas secara signifikan terganggu, gangguan ini terdiri dalam beberapa kejadian dari elevasi mood dan meningkatkan energi dan aktivitas (hypomania dan mania) dan pada orang lain dari penurunan mood dan penurunan energi dan aktivitas (depresi).

24 Tabel IX. Lanjutan F 31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Hypomania Pasien saat ini pada episode hypomania, dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu. F 31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania tanpa Ciri Psikotik Pasien saat ini episode mania, tanpa gejala psikotik (seperti dalam F 30.1), dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (episode hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu. F 31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Mania dengan Ciri Psikotik Pasien saat ini mania, denga gejala psikotik (seperti dalam F 30.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau campuran) di masa lalu. F 31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi ringan atau sedang Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi dari baik keparahan ringan atau sedang (F 32.0 atau F 32.1), dan telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, atau episode afektif campuran di masa lalu. F 31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi tanpa Ciri Psikotik Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F 32.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, maik, atau episode afektif campuran di masa lalu.

25 Tabel IX. Lanjutan F 31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Depresi dengan Ciri Psikotik Pasien saat ini depresi, seperti dalam episode depresi berat dengan ciri psikotik (F32.2), dan telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, atau episode afektif campuran di masa lalu. F 31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini Episode Campuran Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, depresi, atau episode afektif campuran di masa lalu, dan saat ini menunjukkan baik campuran arau perubahan yang cepat dari gejala mania dan depresi. F 31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Saat ini dalam Remisi Pasien telah memiliki setidaknya satu episode hypomania, mania, atau episode afektif campuran di masa lalu, dan setidaknya satu episode afektif lain (hypomania, mania, depresi, atau campuran) di samping itu, tetapi saat ini tidak menderita dari setiap gangguan mood yang signifikan, dan belum melakukannya selama beberapa bulan. F 31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya F 31.9 Gangguan Afektif Bipolar tidak terindentifikasi 2. Terapi bipolar a. Tujuan terapi Tujuan terapi untuk gangguan bipolar adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan episode mania, hypomania, atau depresif, mempertahankan berfungsi-fungsi normal, dan untuk mencegah episode lebih lanjut mania atau depresi (Drayton&Weinstein, 2008).

26 b. Algoritma terapi Pengobatan gangguan bipolar dapat bervariasi tergantung pada jenis episode pasien mengalami. Setelah didiagnosis dengan gangguan bipolar pasien harus mendapat mood stabilizer (misalnya litium, valproat) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Selama episode akut obat dapat ditambahkan dan kemudian dapat diturunkan takarannya setelah pasien stabil (Drayton & Weinstein, 2008). Tabel X. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode Mania atau Campuran (Drayton & Weinstein, 2008) Pedoman Umum : 1. Memeriksa penyebab sekunder dari episode mania atau campuran (misal, alkohol, penyalahgunaan obat) 2. Penurunan dosis antidepresan, stimulant dan kafein jika memungkinkan 3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat 4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurnagi stress, dan terapi psikososial 5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat golongan benzodiazepine; jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsive Terapi) digunakan untuk episode mania atau campuran yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik.

27 Tabel X. Lanjutan Gejala ringan hingga sedang episode mania atau campuran : 1. Pertama, mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood: Lithium, valproat, carbamazepine atau jika diperlukan dapat mempertimbangkan untuk menambah benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi penunjang jangka pendek untuk agitasi atau insomnia. 2. Alternative pilihan obat: karbamazepine, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran. Pertimbangkan juga pemberian obat antipsikotik atipikal (missal olanzapine, quetiapine, risperidone) atau oxcabazepine. 3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan memberikan kombinasi dua obat: a. Lithium dan antikonvulsan atau sebuah antipsikotik atipikal. b.antikonvulsan antipsikotik antipsikotik atipikal. dan atau Gejala sedang sampai berat episode mania atau campuran : 1. Pertama, kombinasi dua atau tiga obat: Lithium atau valproat dan golongan benzodiazepine (lorazepam atau clonazepam) sebagai terapi terapi jangka pendek untuk agitasi atau insomnia. Lorazepam disarankan utnuk katatonia. Jika ada gejala psikotik, dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas. 2. Alternatif pilihan obat : karbamazepin, jika pasien tidak merespon terapi atau toleran, pertimbangkan juga oxcarbazepine. 3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, kombinasi 3 obat : pertimbangkan a. Lithium dan anticonvulsant dan antipsikotik atipikal. b.anticonvulsan antikonvulsan antipsikotik atipikal. dan dan 4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk mania dengan psikotik atau katatonia, atau ditambah clozapine untuk terapi yang kambuhan.

28 Tabel XI. Algoritma dan Pedoman Umum Terapi Akut Pada Episode Pedoman Umum : Depresi (Drayton &Weinstein, 2008) 1. Memeriksa penyebab sekunder dai episode depresi (misal, alkohol, penyalahgunaan obat) 2. Penurunan dosis antipsikotik, benzodiazepine atau obat sedativehipnotik jika memungkinkan. 3. Melakukan terapi untuk penyalahgunaan zat. 4. Mendorong pasien untuk memenuhi gizi yang baik (dengan asupan protein dan asam lemak asensial), olahraga, tidur yang cukup, mengurangi stres, dan terapi psikososial. 5. Mengoptimalkan dosis obat untuk menstabilkan suasana hati sebelum menambahkan obat lithium, lamotrigin atau antidepresan (misal, bupropion atau SSRI); jika ada gejala psikotik dapat ditambahkan antipsikotik; ECT (Electroconvulsasive Therapy) digunakan untuk episode depresi yang parah atau tidak dapat hanya diterapi atau ada gejala psikotik. Gejala ringan sampai sedang pada episode depresi : 1. Pertama, memulai dan/atau mengoptimalkan obat penstabil mood untuk menstabilkan mood : lithium atau lamotrigin. Gejala sedang sampai berat episode depresi : 1. Pertama, kombinasi 2 atau 3 obat : lithium atau lamotrigin dengan antidepresan ; lithium dan lamotrigin. Jika ada gejala psikotik dapat diberikan antipsikotik atipikal dan kombinasi seperti diatas. 2. Alternatif terapi obat: karbamazepine atau oxcarmazepine. 2. Alternative antikonvulsan: valproate, karbamazepine atau oxcarbazepine. 3. Kedua, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan penambahan antipsikotik atipikal (quetiapine).

29 Tabel XI. Lanjutan 4. Ketiga, jika respon tidak mencukupi, pertimbangkan kombinasi 3 obat: a. Lamotrigi, antikonvulsan dan antidepresan. b.lamotrigin dan lithium dan antidepresan. 5.Keempat, jika terapi tidak mencukupi, pertimbangkan ECT untuk episode depresi yang kambuhan dan dengan psikotik atau katatonia. 3. Pharmaceutical care Misi dari apoteker adalah memberikan pelayanan farmasi (Pharmaceutical Care). Pharmaceutical care adalah sebuah praktik dimana farmasis bertanggung jawab atas kebutuhan yang berhubungan dengan obat pasien yang bertujuan untuk mencapai outcome yang dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Cipolle, dkk, 1998). Unsur-unsur tertentu harus dimiliki farmasis untuk memberikan pharmaceutical care yang berkualitasi. Beberapa unsur-unsur ini adalah:

30 a. Pengetahuan, keterampilan, dan fungsi dari setiap personil Pelaksanaan pharmaceutical care didukung oleh pengetahuan dan keterampilan, informasi klinis, komunikasi, kedewasaan mengajar dan prinsip-prinsip belajar serta aspek-aspek psikososial perawatan. Untuk menggunakan keterampilan ini, tanggung jawab harus dipertimbangkan, dan ditugaskan untuk personel yang sesuai, termasuk apoteker, teknisi, otomatisasi, dan teknologi. b. Sistem untuk pengumpulan data, dokumentasi dan transfer informasi Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh pengumpulan data dan sistem dokumentasi yang mengakomodasi komunikas dalam pelayanan pasien (misal, kontak person pasien, riwayat kesehatan atau pengobatan), komunikasi inter professional (misal, komunikasi antara dokter, apoteker), jaminan kualitas (dilihat dari outcomes pasien), dan penelitian (misal, data untuk farmakoepidemiologi, dan lain-lain). Sistem dokumentasi sangat penting untuk pertimbangan dalam penggantian sistem. c. Proses alur kerja yang efisien. Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung dengan memasukkan perawatan pasien ke dalam kegiatan apoteker dan personel lain.

31 d. Referensi, sumber daya dan peralatan Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh alat yang memfasilitasi perawatan pasien termasuk peralatan untuk menilai kepatuhan terapi pengobatan dan efektivitas bahan sumber daya klinis. Alat yang mungkin dibuthkan termasuk perangkat lunak pengdukung serperti komputer, program evaluasi pemanfaatan obat (Drug Utilization Evaluation), protocol manajemen penyakit,dan lain-lain. e. Keterampilan komunikasi Pelaksanaan pelayanan farmasi didukung oleh komunikasi berpusat pada pasien. Dalam komunikasi ini pasien memainkan peran penting dalam pengelolaan secara keseluruhan dari rencana terapi. f. Program peningkatan kualitas penilaian Pelaksanaan dan praktek pelayanan farmasi didukung dan ditingkatkan dengan mengukur, menilai dan meningkatkan kegiatan pelayanan farmasi yang memanfaatkan kerangka konseptual peningkatan kualitas terus-menerus (APA, 2005).

32 F. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik pasien gangguan bipolar yang dilihat dari segi usia, jenis kelamin, domisili, pendidikan terakhir, pekerjaan, status marital, diagnosis, gangguan jiwa sebelumnya dan stressor psikososial. Selain itu untuk mengetahui menganalisis gambaran pola pengobatan pasien gangguan bipolar sehingga bisa menjadi bahan evaluasi penggunaan obat dan pasien mendapat pengobatan yang rasional. Beberapa aspek pengobatan yang rasional adalah ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan obat, dan ketepatan dosis.