BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

dokumen-dokumen yang mirip
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

Kabupaten :. Kelompok Hutan :.

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

Profil DAS Bengawan Solo

Lahan 3.1. Kondisi Peruntukan. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman. Tabel 3.1. Kondisi Peruntukan Lahan Kawasan Prioritas Kelurahan Tenilo

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

KAJIAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI DAS BATULICIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Pedoman Perlidungan Kawasan Ekosistem Esensial

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sektor Non Kehutanan Oleh : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

RUMUSAN LOKAKARYA NASIONAL PENYUSUNAN MASTER PLAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BOGOR, TANGGAL DESEMBER 2002

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PROGRAM KEHUTANAN UNTUK MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & PENGUKURAN, PELAPORAN SERTA VERIFIKASINYA (MRV) Tindak Lanjut COP 15

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS LAJU DEFORESTASI HUTAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PROVINSI PAPUA)

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Transkripsi:

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial yang tinggi. Hutan alam trpika juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan dipertahankan dengan pengellaan hutan yang tepat. Kndisi hutan, dilihat dari penutupan lahan/vegetasi, mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktr yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk, dan pembangunan diluar sektr kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan prduk-prduk dari hutan. Kndisi demikian diperparah dengan adanya perambahan hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan alam trpika di Indnesia. Kerusakan hutan tersebut diperkirakan seluas 900 ribu hektar setiap tahunnya yang disebabkan leh kegiatan perluasan perkebunan (500 ribu ha/tahun), kegiatan pryek-pryek pembangunan (250 ribu ha/tahun), kegiatan lgging (80 ribu ha/tahun), dan kebakaran (70 ribu ha/tahun) (Haeruman, 1989). Menurut data selama 12 tahun (1985-1997) angka degradasi dan defrestasi untuk pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi adalah 1,6 juta ha/tahun sebagai akibat penebangan liar, pencurian kayu, perambahan hutan, kebakaran hutan, lahan dan kebun serta sistem pengellaan hutan yang kurang tepat. Defrestasi dan degradasi hutan diperparah dengan terjadinya kebakaran hutan pada tahun 1997 di Pulau Sumatera dan Kalimantan, dengan kebakaran terbesar terjadi di Kalimantan Timur hingga mencapai ± 3,2 juta ha (Badan Planlgi Kehutanan dan Perkebunan, 1998). Dari hasil perhitungan untuk pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, diperkirakan laju defrestasi menjelang tahun 2000 telah melebihi angka 2,5 juta ha/tahun. Sumber daya hutan yang telah mengalami kerusakan perlu direhabilitasi. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, prduktifitas, dan peranan hutan sebagai sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kndisi spesifik setempat, yang meliputi aspek bifisik, ssial dan eknmi. Sebagai langkah awal upaya rehabilitasi, dilakukan penilaian aspek bifisik berupa kndisi penutupan lahan menurut kriteria kekritisannya. Identifikasi awal ini menghasilkan indikasi lkasi dan luas kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dengan menggunakan teknlgi penginderaan jauh dan sistem infrmasi gegrafis. Identifikasi yang dilakukan pada tahun 2001 merupakan penyempurnaan dari kegiatan yang sama pada tahun 2000. Identifikasi tahun 2000 hanya dilakukan pada kawasan hutan dengan menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1996-1998 berdasarkan 2 (dua) kelmpk kelas penutupan lahan yaitu hutan, dan nn hutan. Identifikasi tahun 2001 dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dengan menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1999/2000 kecuali Irian Jaya, yang dirinci menjadi 24 kelas penutupan lahan diantaranya hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrve primer, hutan mangrve sekunder, semak/belukar, pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, pemukiman dll. Kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dibedakan dalam 3 (tiga) kelmpk disesuaikan dengan perlakuan (treatment) yang akan dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan RHL dapat berupa rebisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik knservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik tergantung pada kelmpk penutupan lahan tersebut.

Sebagai kelengkapan dan penyempurnaannya, maka pada tahun 2002 dilakukan perhitungan luas areal yang akan direhabilitasi secara indikatif untuk Prvinsi Papua, yang kemudian hasilnya disajikan dalam buku edisi 2003 ini. Penyempurnaan perhitungan juga dilakukan pada prvinsi yang telah mengalami pemekaran secara administratif dan data digitalnya sudah tersedia di Badan Planlgi. Hasil identifikasi adalah infrmasi luas kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi, serta infrmasi lkasi dan sebarannya yang disajikan dalam bentuk peta indikasi RHL. Hasil ini telah digunakan sebagai dasar penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta diharapkan dapat menjadi acuan perencanaan kegiatan perasinal rehabilitasi di daerah. B. Pengertian Umum 1. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan leh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 2. Penutupan Lahan (land cver) adalah kndisi permukaan bumi yang menggambarkan kenampakan vegetasi; 3. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air mulai dari hulu sampai dengan hilir yang merupakan satu kesatuan tata air sebagai penyangga kehidupan yang utuh 4. Rebisasi adalah kegiatan penanaman phn di dalam kawasan hutan; 5. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, prduktivitas, dan perananannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga; 6. Hutan Prduksi adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan peruntukannya untuk memprduksi hasil hutan dan hasil hutan ikutan; 7. Hutan Prduksi Terbatas adalah Hutan prduksi yang hanya dieksplitasi dengan cara tebang pilih. 8. Hutan Lindung adalah Kawasan hutan yang karena sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir, mengendalikan ersi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 9. Kawasan Knservasi adalah Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di lautan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta eksistemnya. 10. Sistem Infrmasi Gegrafis adalah teknlgi pengellaan (input, updating, analisa, dan penyajian) data spasial/nn spasial yang mdern, terintegrasi dengan menggunakan perangkat yang terkmputerisasi; C. Tujuan dan Sasaran Tujuan Melakukan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi dalam rangka penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (MP-RHL) Daerah serta perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tingkat Prvinsi dan Kabupaten. Sasaran Tersedianya data luas dan peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi berdasarkan kelmpk penutupan lahan dan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) pada unit manajemen administrasi Prvinsi dan Kabupaten. D. Ruang Lingkup 1. Kegiatan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi diarahkan pada areal di dalam dan di luar kawasan hutan di seluruh Indnesia.

E. Kriteria 2. Hasil identifikasi berupa data luas dan sebaran lkasi indikasi areal yang perlu dilakukan rehabilitasi yang disajikan dalam bentuk peta dalam satuan per pulau, per prvinsi disertai perhitungan luas pada unit administrasi prvinsi, kabupaten, dan DAS priritas. 3. Luas dan peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi adalah merupakan hasil awal yang bersifat umum, indikatif dan masih perlu didetilkan sesuai kndisi eksistem dan pengellaan di daerah terkait. 4. Untuk mempermudah dalam implementasinya, indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi disajikan pada peta indikasi RHL pada frmat kertas F4 (skala disesuaikan) berdasarkan kelmpk penutupan lahan. Kegiatan identifikasi ini bersifat umum karena adanya keterbatasan data pendukung. Namun akan terus disempurnakan dengan data yang lebih akurat, terkini dan kmprehensif. Memperhatikan ketersediaan data yang terbatas, untuk kegiatan ini dipergunakan kriteria sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan dan Lahan : identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi dilaksanakan pada kawasan hutan yang meliputi kawasan hutan lindung, hutan knservasi, hutan prduksi (HP, HPT, HPK), serta lahan diluar kawasan hutan (APL) 2. Penutupan lahan: identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi diarahkan pada kawasan hutan dan lahan kurang/tidak prduktif dengan berdasarkan pada kelas penutupan lahan dari hasil penafsiran citra Landsat 1999/2000. 3. Kepekaan lahan : hasil identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi didasarkan pada kriteria lahan kritis dengan tingkat ersi dan sedimentasi tinggi, digambarkan dan didekati dengan penggunaan data DAS dan DAS priritas berdasarkan SK Menhut N. 284/Kpts-II/99 tanggal 7 Mei 1999. Ketiga kriteria tersebut di atas digunakan dengan pertimbangan bahwa RHL secara indikatif akan dilakukan pada kawasan hutan dan lahan yang tidak prduktif dan peka terhadap ersi. A. Data dan Sumber BAB II METODOLOGI 1. Data Kawasan Hutan : Dipergunakan (a) Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan (23 prvinsi) dan (b) Peta TGHK untuk prvinsi yang belum selesai prses penunjukannya (3 prvinsi meliputi Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Tengah) c) Untuk prvinsi hasil pemekaran (Bangka Belitung, Banten, Maluku Utara dan Maluku) masih mengacu pada Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan pada prvinsi awalnya. 2. Data Penutupan Lahan : Dipergunakan data penutupan lahan hasil interpretasi citra satelit (Landsat 7 ETM+) seluruh Indnesia tahun 1999/2000. Hasil identifikasi dibedakan kedalam 3 (tiga) kelmpk penutupan lahan yang disesuaikan dengan perlakuan (treatment) kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Ketiga kelmpk tersebut meliputi : Kelmpk I terdiri dari jenis penutupan tanah terbuka, semak/belukar, pertanian lahan kering bercampur semak. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan pada kelmpk ini adalah kegiatan rebisasi dan penghijauan. Kelmpk II terdiri dari jenis penutupan hutan lahan kering sekunder, hutan rawa sekunder, hutan mangrve sekunder. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan pada kelmpk ini adalah rehabilitasi melalui kegiatan pengayaan tanaman.

Kelmpk III terdiri dari jenis penutupan pertanian lahan kering, transmigrasi, sawah, pertambangan, dan permukiman. Kegiatan RHL diasumsikan tidak dilakukan pada seluruh areal dan dapat dilakukan melalui kegiatan teknik knservasi tanah. 3. Data DAS : Dipergunakan data digital DAS dari Ditjen RLPS dengan pemilahan DAS priritas berdasarkan SK Menhut N. 284/Kpts-II/99 tanggal 7 Mei 1999. Priritas I : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrlgi, ssek, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai priritas tertinggi untuk direhabilitasi. Priritas II : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrlgi, ssek, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai priritas kedua untuk direhabilitasi Priritas III : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrlgi, ssek, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai priritas ketiga untuk direhabilitasi DAS bukan priritas : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrlgi, ssek, investasi dan kebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut tidak perlu diberikan priritas dalam penanganannya. 4. 4. Data Administrasi : Dipergunakan batas administrasi pemerintahan prpinsi dan kabupaten bersumber dari data BPS tahun 2000 yang kemudian disempurnakan berdasarkan masukan dari berbagai pihak. B. Penglahan dan Penyajian Data Prses penglahan data dari penyiapan data sampai dengan tersajinya hasil luas indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi berserta peta indikasinya adalah sebagaimana tersaji pada Bagan Alur Prses pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan Alur Prses Identifikasi Kawasan Hutan dan Lahan yang perlu dilakukan Rehabilitasi BAB III ANALISA HASIL IDENTIFIKASI RHL Identifikasi terhadap penutupan lahan menghasilkan data luas indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi. Data tersebut disajikan menurut kelmpk perlakuan rehabilitasi yang akan diperlakukan, baik berdasarkan fungsi kawasan hutan dan areal penggunaan lain, menurut pulau dan kelmpk pulau serta menurut batas administrasi prvinsi dan kabupaten. Hasil penghitungan disajikan pada Tabel 1.: Rekapitulasi Luas Indikasi Kawasan Hutan dan Lahan yang Perlu Dilakukan Kegiatan Rehabilitasi Per Pulau/Kelmpk Pulau dan Per Kabupaten. A. Hasil Analisa Menurut Pulau dan Kelmpk Pulau

Sebagaimana tersaji pada Tabel 1., Identifikasi RHL menunjukan bahwa kawasan hutan dan lahan yang memerlukan perlakuan rehabilitasi untuk seluruh Indnesia seluas 100,6 juta ha (+ 52,3 % dari luas daratan Indnesia), terdiri atas kelmpk I seluas 46,3 juta ha, kelmpk II seluas 38,8 juta ha, dan kelmpk III seluas 15,5 juta ha. Pulau Kalimantan memiliki areal terluas yang perlu direhabilitasi, yaitu 34,5 juta ha, diikuti Pulau Sumatera 29,8 juta ha, Pulau Sulawesi 11,5 juta ha dan Pulau Jawa 10,8 juta ha. Sedangkan kelmpk pulau lain di bawah 10 juta ha. B. Hasil Analisa Menurut Kabupaten per Prvinsi Perhitungan indikasi areal yang perlu direhabilitasi dilakukan menurut batas administrasi kabupaten pada tiap prvinsi dan dirinci menurut fungsi kawasan dan areal penggunaan lain, DAS priritas dan kelmpk perlakuan. Penyempurnaan pada edisi tahun ini adalah perhitungan menurut batas administrasi kabupaten hasil pemekaran, yaitu pada Prvinsi Nusa Tenggara Timur dari 13 kabupaten menjadi 14 kabupaten. Beberapa prvinsi yang telah melakukan pemekaran baik tingkat prvinsi maupun kabupaten belum dapat dilakukan perhitungan kembali karena data digital batas administrasi prvinsi atau kabupaten belum tersedia di Badan Planlgi Kehutanan. Hasil perhitungan luas areal yang perlu direhabilitasi menurut kabupaten per prvinsi, tercantum pada lampiran 2, beserta peta areal yang perlu direhabilitasi per prvinsi. C. Hasil Analisa Menurut Fungsi Kawasan Identifikasi RHL berdasarkan fungsi hutannya menghasilkan data luas kawasan hutan yang memerlukan perlakuan rehabilitasi adalah seluas 59,2 juta ha yang terdiri dari Hutan Lindung seluas 10,4 juta ha, Suaka Alam dan Pelestarian Alam seluas 4,6 juta ha, Hutan Prduksi Tetap seluas 19,2 juta ha, Hutan Prduksi Terbatas seluas 12,9 juta ha, dan Hutan Prduksi yang dapat diknversi seluas 12,1 juta ha. Kawasan hutan di Pulau Kalimantan memiliki areal terluas untuk direhabilitasi dengan ttal luas 24,6 juta ha, terutama di kawasan hutan Prduksi yaitu seluas 10,6 juta ha dan Hutan Prduksi Terbatas seluas 6,1 juta ha. Sedangkan kawasan hutan di Pulau Sumatera diindikasikan seluas 4,5 juta ha di Hutan Prduksi, seluas 4,0 juta ha di Hutan Prduksi Knversi dan 3,5 juta ha di Hutan Lindung, yang memerlukan perlakuan rehabilitasi. Pada kawasan hutan di Pulau Sulawesi diindikasikan 5,6 juta ha perlu direhabilitasi meliputi 2,3 juta ha di Hutan Lindung, 1,8 juta ha di Hutan Prduksi Terbatas, 0,9 juta ha di Hutan Prduksi dan 0,5 juta ha di KSA-KPA. Di Pulau Jawa kawasan hutan yang perlu direhabilitasi seluas 1,7 juta ha dengan 0,4 juta ha di Hutan Lindung, 0,9 juta ha di Hutan Prduksi, 0,2 juta ha di Hutan Prduksi Terbatas dan di KSA-KPA. Selengkapnya luas indikasi areal yang perlu direhabiitasi per prvinsi per fungsi hutan tercantum pada Lampiran 1. Untuk areal di luar kawasan hutan yang memerlukan perlakuan rehabilitasi adalah seluas 41,5 juta ha, terdiri atas kelmpk I seluas 23,7 juta ha, kelmpk II seluas 5,7 juta ha dan kelmpk III seluas 12,1 juta ha. D. Hasil Analisa Menurut Kndisi DAS Berdasarkan DAS Priritas, areal indikasi yang perlu perlakuan kegiatan RHL pada DAS Priritas I seluas 13,5 juta ha, DAS Priritas II seluas 24,1 juta ha dan DAS Priritas III seluas 23,1 juta ha. Sedangkan areal indikasi RHL pada DAS bukan priritas seluas 39,8 juta ha. Hasil selengkapnya tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2.: Luas indikasi areal rehabilitasi berdasarkan DAS priritas (Juta Ha)

DAS HL KSA- KPA Kawasan Hutan Tetap Kawasan Hutan HP HPT Ttal HPK Ttal APL Ttal Luas Indikasi Priritas I 1,7 0,9 2,0 1,2 5,8 1,9 7,6 5,9 13,5 II 2,4 0,7 4,8 3,6 11,5 2,0 13,4 10,7 24,1 II 2,1 1,0 7,3 3,4 13,8 4,2 18,0 5,1 23,2 Tidak Priritas 4,3 2,0 5,1 4,7 16,1 4,0 20,1 19,8 39,8 Ttal per fungsi 10,4 4,6 19,2 12,9 47,1 12,1 59,2 41,5 100,6 Hasil perhitungan secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 1, dan untuk peta indikasi RHL per prvinsi disajikan pada Lampiran 2. KESIMPULAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 1. Hasil awal yang disampaikan pada lapran ini perlu diterjemahkan dengan hati-hati sesuai dengan kndisi eksistem dan pengellaan kawasan pada prpinsi atau daerah setempat, terutama dalam hubungannya dengan kelmpk penutupan vegetasinya. 2. Sesuai dengan kndisi penutupan lahan/vegetasinya: SARAN : a. Kelmpk I seluas 46,3 juta ha perlu menjadi priritas dalam kegiatan RHL dengan pla rebisasi. b. Kelmpk II seluas 38,8 juta ha yang merupakan kelmpk penutupan vetegasi yang terdiri dari hutan sekunder dapat dimasukkan dalam kegiatan rehabilitasi dengan pla pengayaan tanaman, atau permudaan alam. c. Kelmpk III seluas 15,5 juta ha yang umumnya berada di luar kawasan hutan dapat dilakukan rehabilitasi dengan pla penghijauan yang disesuaikan dengan kndisi bifisik (iklim dan jenis tanah).

1. Hasil identifikasi awal kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi masih bersifat indikatif. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan analisa lebih lanjut berkaitan dengan hasil identifikasi ini adalah: Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan untuk 3 prpinsi yang belum tuntas sehingga dalam identifikasi ini masih menggunakan Peta TGHK. Penyesuaian dengan data DAS dan batas administrasi pemerintahan yang terbaru; 2. Untuk pelaksanaan perasinal kegiatan rahabilitasi hutan dan lahan, data dan persiapan yang dibutuhkan leh pelaksana di daerah antara lain adalah: Data persebaran penduduk dan ssial budaya setempat untuk mengetahui pla penggunaan sumber daya lahan di dalam kawasan hutan (agrfrestry) maupun di luar kawasan hutan, sebagai salah satu bahan dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi; Kndisi areal yang berkaitan dengan kndisi eksistem (bifisik) dan pengellaan kawasan serta infrastruktur setempat yang tersedia. Pelaksanaan checking lapangan terhadap hasil identifikasi areal yang perlu direhabilitasi.