1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di

BAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga veneral (dari kata venus yang

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan bahwa homoseksual bukan penyakit/gangguan kejiwaan.di Indonesia

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009)

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan melalui hubungan kelamin. Dahulu kelompok penyakit ini dikenal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

Statistics. Total skor sikap responden. N Valid Missing Mean Median Std. Deviation

Nurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI SMA N 1 GEYER KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

PERILAKU WANITA PEKERJA SEKSUAL (WPS) DALAM MELAKUKAN SKRINING INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI LOKALISASI TEGAL PANAS KABUPATEN SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN PENGOBATAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) DI PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN KABUPATEN BANYUMAS.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi

NOVIYANA ISNAENI Skripsi, Februari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Diploma IV Kebidanan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. diteliti (Sutana dan Sudrajat, 2001). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

NASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU REMAJA TERHADAP PERSONAL HYGIENE (GENETALIA) SAAT MENSTRUASI DI SMAN 2 CIKARANG UTARA TAHUN 2015

HIV/AIDS dan PMTCT, 4 orang mengatakan kadang-kadang memberikan. informasi HIV/AIDS dan PMTCT, dan 1 orang mengatakan tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya

KARAKTERISTIK PSK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DENGAN KONDOM DI OBYEK WISATA BANDUNGAN

Transkripsi:

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 FAKT-FAKT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG 1 Budiman, 2 Ruhyandi, 3 Anissa Pratiwi 1,2,3 Stikes Jenderal Achmad Yani IKmahi e-mail: kudilo84@gmail.com Abstrak. Kejadian infeksi menular seksual (IMS) terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung adalah yaitu sebanyak 28 kasus. merupakan indikasi biologis tentang perilaku seks berisiko dan banyak terjadi pada masyarakat umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gonore. Desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Data penelitian diambil dari laporan klinik IMS pada tahun 2014. Jumlah kasus yang didapat sebanyak 28 orang dan kontrol sebanyak 28 orang. Matching dilakukan pada variable jenis kelamin dan pekerjaan. Analisis data menggunakan uji chi-square) dan besar resiko menggunakan. Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan gonore adalah penggunaan kondom (=3,9 95% IK:1,178 13,495 dan p=0,045) dan jumlah partner seksual (=4,2 95% IK:1,314 13,617 dan p=0,027). Faktor yang tidak berhubungan adalah umur (=1,3 95%:0,45 4,286 dan p=0,775) dan kelompok risiko (=0,6 95% IK:0,212 1,879 dan p=0,581). Disarankan agar konselor melakukan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang berkunjung ke klinik IMS. Kata kunik:, penggunaan kondom, jumlah partner seksual, cross sectional 1. Pendahuluan Di Kota Bandung, berdasarkan data SIHA Kemenkes pada tahun 2014, menunjukan jumlah populasi risiko tinggi yang datang ke Klinik infeksi menular seksual (IMS) sebanyak 5.096 orang, sedangkan jumlah populasi risiko tinggi yang dilayani di Klinik IMS memiliki target sebanyak 165.903 orang dan jumlah yang dicapai adalah sebanyak 4.044 orang dengan jumlah capaian sebanyak 2,43%. Saat ini ada banyak jenis- jenis IMS dan yang sering terjadi di Indonesia adalah sifilis, gonore, suspek go, sevisitis, urethritis non-go, trikomoniasis, ulkus mole, herpes genital, kandidiasis (Kemenkes RI, 2011). Salah satu penyakit IMS yang paling dikenal adalah gonore. adalah salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang paling umum yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrheae (Irianto, 2014). Tingginya kasus IMS terutama gonore dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko di antaranya adalah penyebab penyakit (agent) yang berupa bakteri, faktor penjamu (host) yang berupa faktor biologis penjamu yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, mekanisme daya tahan tubuh, keturunan dan ras. Selain itu, perilaku penjamu, di antaranya adalah status perkawinan, pekerjaan dan kebiasaan hidup, serta faktor lingkungan (enviroment) yang dibedakan atas lingkungan fisik yang berupa lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia, biologis yaitu semua bentuk kehidupan yang berada di sekitar manusia dan sosial, yaitu lingkungan yang muncul sebagai akibat interaksi antar manusia (Nugrahaeni, 2011). Salah satu tempat pelayanan pemeriksaan IMS puskesmas Kota Bandung yaitu terdapat di Puskesmas Ibrahim Adjie. Wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie sebagian 225

226 Budiman, dkk. merupakan tempat pemukiman dan perkantoran dan berbagai fasilitas publik serta dibeberapa tempat terdapat kawasan industri dengan lalu lintas yang sibuk. Selain itu, sentra industri yang ada mendukung mobilitas warga pendatang lebih besar. Hal ini menyebabkan masyarakat Kecamatan Batununggal cukup rawan terhadap berbagai macam penyakit (Puskesmas Ibrahim Adjie, 2013). Menurut Laporan Kunjungan Klinik IMS di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014, terdapat kasus IMS yang terjadi yaitu sifilis sebanyak 3 kasus, gonore sebanyak 28 kasus, suspek GO sebanyak 2 kasus, sevisitis sebanyak 22 kasus, uretritis non-go sebanyak 19 kasus, herpes genital 1 kasus, kandidiasis sebanyak 14 kasus, dan bubo kondilomota sebanyak 2 kasus, yang merupakan kejadian tertinggi IMS adalah gonore, yaitu sebanyak 28 kasus. Tujuan penelitian ini adalah mengatahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gonore di Wilayah Kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung. 2. Metode Penelitian Jenis penelitian ini desain case control. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan kelompok antara penderita gonore (kasus) dengan bukan penderita gonore (kontrol) yaitu pasien yang mengunjungi klinik IMS tetapi negatif gonore dan negatif IMS lainnya. Populasi pada penelitian ini adalah penderita gonore di klinik IMS di UPT Puskesmas Ibrahim Adjie selama tahun 2014 yaitu sebanyak 28 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik total sampling yaitu teknik penemuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Perbandingan antara kasus dan kontrol yang digunakan peneliti yaitu 1:1, dan didapatkan jumlah keseluruhan sampel adalah 56 responden (kasus sebanyak 28 responden dan kontrol sebanyak 28 responden). Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu berupa data sekunder. Data sekunder berupa lembar observasi kunjungan klinik IMS, laporan bulanan IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2014 dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi-square, tingkat kemaknaan 95% atau nilai α 0,05 (5%). 3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Tabel 1 Distribusi Responden Menurut Umur, Penggunaan Kondom, Jumlah Partner Seksual, dan Kelompok Risiko di Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Variabel Kasus Kontrol n =28 n=28 n=56 (%) Umur 20-34 (Risiko tinggi) 20 18 38 67,9 <20 dan >34 tahun (risiko rendah 8 10 18 32,1 Penggunaan Kondom Tidak Menggunakan 23 15 38 67,9 Menggunakan 5 13 18 32,1 Jumlah Partner Seksual >1 orang 15 6 21 37,5 1 orang 13 22 35 62,5 Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian.. 227 Kelompok Risiko Pelanggan PS 12 9 21 37,5 Non Pelanggan PS 16 19 35 62,5 Tabel 2. Hubungan Umur dengan Kejadian di Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Umur Kasus Kontrol (95 % IK) Nilai p n=28 n=28 n=56 (%) 20-34 (Risiko tinggi) 20 18 38 67,9 1,389 <20 dan >34 tahun 0,775 8 10 18 32,1 (0,450 4,286) (risiko rendah Tabel 3. Hubungan Penggunaan Kondom Dengan Kejadian di Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Penggunaan Kondom Kasus Kontrol (95 % IK) n=28 n=28 n=56 % Tidak Menggunakan 23 15 38 67,9 3,987 Menggunakan 5 13 18 32,1 (1,178 13,495) Nilai p 0,045 Tabel 4. Hubungan Jumlah Partner Seksual Dengan Kejadian di Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Partner Kasus Kontrol Nilai p Seksual (95 % IK) n=28 n=28 n=56 % >1 orang 15 6 21 37,5 4,231 0,027 1 orang 13 22 35 62,5 (1,314 13,617) Tabel 5. Hubungan Kelompok Risiko Dengan Kejadian di Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung Kelompok Risiko Kasus Kontrol (95 % IK) Nilai p n=28 n=28 n=56 (%) Pelanggan PS 12 9 21 37,5 1,583 0,581 Non Pelanggan PS 16 19 35 62,5 (0,532 4,712) Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa dari 56 responden, sebagian besar responden yang terkena gonore adalah yang berumur 20-34 tahun (risiko tinggi) yaitu 20 responden (71,4%), responden yang tidak menggunakan kondom yaitu 23 orang (82,1%), responden yang jumlah partner seksual >1 orang yaitu 15 orang (53,6%), responden yang merupakan pelanggan PS yaitu 12 orang (42,9%). Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari laporan bulanan kunjungan klinik IMS di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Ibrahim Adjie yang menunjukan bahwa kejadian gonore yang terjadi diakibatkan karena pemakaian kondom dan jumlah partner seksual. Selain itu kejadian gonore yang terjadi paling banyak terjadi pada kelompok umur risiko tinggi dan pada pelanggan PS (Pekerja Seks). Menurut teori yang dikemukakan oleh Nugrahaeni (2011) bahwa kejadian penyakit disebabkan oleh faktor penjamu (host) yang berupa usia, jenis kelamin, status gizi dan perilaku penjamu. pissn 2477-2364, eissn 2477-2356 Vol 1, No.1, Th, 2015

228 Budiman, dkk. Sebanyak 20 orang (71,4%) memiliki umur 20-34 (risiko tinggi). Sementara pada kelompok kontrol, ada sebanyak 18 orang (64,3%) responden memiliki umur 20-34 (risiko tinggi). Dari hasil uji statistik diperoleh P value = 0,775, keputusan uji statistiknya Ho diterima (P Value>0,05) artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara umur dan kejadian gonore atau dapat disimpulkan bahwa umur bukan merupakan faktor risiko kejadian gonore. Dalam usia 20-34 tahun maka aktivitas seksual pun lebih banyak. Pada masa ini, responden masih dalam perkembangan identitas diri, penyampaian informasi kesehatan seksual yang tidak benar dapat menyebabkan responden sering melakukan hubungan seksual secara bebas dan sering berganti- ganti pasangan sehingga resiko untuk terkena gonore pun lebih besar dibandingkan dengan tidak terkena gonore. Berdasarkan hasil diatas sesuai dengan teori Daili (2014) yang tergolong kelompok risiko tinggi terkena IMS adalah usia 20-34 tahun pada laki-laki, 16-24 tahun pada wanita dan 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin. Hasil yang didapat sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hartono (2009), dengan hasil p value = 0,270, yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur responden dengan kejadian penyakit menular seksual. Responden yang menderita gonore, sebanyak 23 orang (82,1%) tidak menggunakan kondom. Sementara pada kelompok kontrol, ada sebanyak 15 orang (53,6%) responden tidak menggunakan kondom. Dari hasil uji statistik diperoleh P value = 0,045, keputusan uji statistiknya Ho diterima (P Value<0,05) artinya terdapat perbedaan signifikan antara penggunaan kondom dan kejadian gonore atau dapat disimpulkan bahwa penggunaan kondom merupakan faktor risiko kejadian gonore. Dari hasil analisis diperoleh nilai = 3,987 (95% IK = 1,178-13,495) artinya orang yang tidak menggunakan kondom berisiko terkena gonore sebesar 3,987 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan kondom. Banyaknya responden yang tidak menggunakan kondom ini juga dikarenakan adanya persepsi bahwa penggunaan kondom ini dapat mengurangi kenikmatan, sehingga laki-laki tidak menginginkan pemakaian kondom saat melakukan hubungan seksual dan kurangnya akses informasi, insentif materil dan sosial serta akses kondom juga mempengaruhi banyaknya responden yang menetapkan untuk tidak menggunakan kondom, penggunaan kondom hanya dilakukan bila responden/ maupun pasangan seksualnya terkena penyakit gonore, akan tetapi sebagian besar responden yang telah menderita gonore tetap melakukan hubungan seks dengan tidak menggunakan kondom, sehingga menimbulkan banyaknya kasus gonore (Kemenkes, 2011). Karakteristik pasangan secara detail pun sebaiknya harus diketahui oleh pasangan seksnya, sehingga apabila pasangan mengalami gonore responden akan sangat beresiko tertular karena tidak menggunakan kondom. Hal ini sesuai dengan Daili (2014) bahwa alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalya (2012) mengenai perilaku pemakaian kondom dengan kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) didapatkan nilai p yaitu 0,000<0,05 yang berarti ada hubungan antara perilaku pemakaian kondom dengan kejadian IMS. Responden yang menderita gonore, sebanyak 15 orang (53,6%) memiliki jumlah partner seksual > 1 orang. Sementara pada kelompok kontrol, ada sebanyak 6 orang (21,4%) responden jumlah partner seksual > 1 orang. Uji statistik diperoleh P value = 0,027, keputusan uji statistiknya Ho ditolak (P Value<0,05) artinya terdapat perbedaan signifikan antara jumlah partner seksual dan kejadian gonore atau dapat disimpulkan Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian.. 229 bahwa jumlah partner seksual merupakan faktor risiko kejadian gonore. Dari hasil analisis diperoleh nilai = 4,23 (95% IK = 1,314-13,617) artinya orang yang memiliki jumlah partner seksual >1 orang berisiko terkena gonore sebesar 4,23 kali dibandingkan dengan orang yang hanya memiliki 1 partner seksual. Semakin banyak jumlah partner seksual maka semakin besar kemungkinan salah satu diantaranya menularkan gonore. Hal ini sesuai dengan Jazan (2003) bahwa salah satu faktor risiko penularan IMS-HIV adalah jumlah partner seksual, semakin banyak jumlah partner seksual, makin besar kemungkinan salah satu diantaranya menularkan penyakit. Terdapat 6 responden yang memilki pasangan seks >1 orang dan tidak mengalami gonore, hal ini dikarenakan belum munculnya gejala penyakit gonore atau IMS lainnya ataupun karena responden selalu berperilaku seks yang baik seperti selalu konsisten menggunakan kondom, dan pasangan seks responden tidak mengalami gonore.hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afriana (2012) dengan nilai P Value = 0,000, dan nilai 1,35 (95% IK = 1,15-1,59) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara jumlah partner seksual dengan kejadian gonore. Responden yang menderita gonore, sebanyak 12 orang (42,9%) merupakan kelompok pelanggan PS. Sementara pada kelompok kontrol, ada sebanyak 9 orang (32,1%) responden merupakan non pelanggan PS. Uji statistik diperoleh P value = 0,581, keputusan uji statistiknya Ho diterima (P Value>0,05) artinya tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok risiko dan kejadian gonore atau dapat disimpulkan bahwa kelompok risiko bukan merupakan faktor risiko kejadian gonore. Pemakaian kondom cukup baik yaitu sebanyak 17 responden, bila dibandingkan dengan non pelanggan PS yaitu sebanyak 21 responden. Selain itu jumlah pasangan seksual lebih dari satu orang menyebabkan besarnya tertular gonore. Perkembangan epidemi, patogen dapat menyebar dari kelompok inti kepada populasi pelanggan (populasi antara, bridging population), yang menjadi perantara penting lintas seksual antara kelompok inti dan populasi umum (Kemenkes, 2011). Pada gilirannya populasi antara akan menularkan penyakitnya kepada pasangan seksual lainnya, misalnya suami/isterinya ataupun pasangan seksual tetap di dalam populasi umum. 4. Simpulan Dan Saran Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: (1) distribusi umur yang paling banyak adalah responden yang berumur 20-34 tahun (risiko tinggi) yaitu 20 responden, distribusi penggunaan kondom yang paling banyak adalah responden tidak menggunakan kondom yaitu 23 responden, distribusi jumlah partner seksual yang paling banyak adalah responden yang memilki jumlah pasangan seksual >1 yaitu 15 responden, distribusi kelompok risiko yang paling banyak adalah LSL yaitu 16 responden; (2) tidak ada hubungan antara umur dan kelompok resiko tinggi dengan kejadian gonore Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung; (3) ada hubungan antara penggunaan kondom dan jumlah partner seks dengan kejadian gonore Klinik IMS UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung. Saran yang diajukan oleh peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah (1) bagi Dinas Kesehatan Kota Bandung dan UPT Puskesmas Ibrahim Adjie untuk membuat jadwal penyuluhan rutin kepada masyarakat seperti di sekolah, tempat lokalisasi dengan berkerjasama dengan LSM yang ada. Pembinaan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) kepada responden mengenai penggunaan kondom dan untuk mengganti pissn 2477-2364, eissn 2477-2356 Vol 1, No.1, Th, 2015

230 Budiman, dkk. hubungan seksual penetratif berisiko tinggi (hubungan seksual anal maupun vaginal yang tidak terlindung dengan hubungan seksual non penetratif berisiko rendah); (2) bagi Penelitian selanjutnya dapat mencakup penelitian mengenai penggunaan kondom yang konsisten, aspek pengetahuan dan perilaku responden sehingga diperoleh hasil penelitian yang komperhensif dan akurat. Daftar Pustaka Afriana, Nurhalina. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pada Wanita Penjaja Seks Komersial Di Kabupaten/Kota Indonesia (Tesis). Program Studi Epidemiologi Komunitas. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia; 2012. Amalya, Gretta Hapsari. Perilaku Pemakaian Kondom Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual. Jurnal Keperawatan Ilmiah Stikes Hang Tuah Surabaya. 2012 (3) No.2. Daili, SF. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014. Hartono, Aput. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Menular Seksual (PMS) Pada Komunitas Gay Mitra Strategis Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Yogyakarta (Skripsi).Program Stusi Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhamasdiyah Surakarta; 2009. Irianto K. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular. Jakarta: Alfabeta; 2014. Jazan S. Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi Pada Penjaja Seks di Bitung Indonesia 2003. Jakarta : Depkes RI; 2003. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Kemenkes RI; 2011. Kemenkes RI. Dasboard Integrasi 4PR. 2013 [Diakses tanggal 17 Mei 2015] http://siha.depkes.go.id Nugrahaeni DK. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC; 2011. Puskesmas Ibrahim Adjie. Profil UPT Puskesmas Ibrahim Adjie Tahun 2013 Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan