BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruko atau rumah toko adalah suatu proyek konstruksi yang pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proyek adalah suatu urutan kegiatan dan peristiwa yang dirancang

BAB V PENGUJIAN MODEL HST BGN. V.1. Harga Satuan Tertinggi yang dikeluarkan Pemda Tingkat II

BAB III PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Proyek merupakan pelaksanaan sesuatu bangunan mulai dari perencanaan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG UNTUK PENGANGGARAN PEMBANGUNAN GEDUNG NEGARA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. permintaan dan kebutuhan dari pemilik proyek, yang tidak lepas dari

Estimasi biaya konstruksi dikerjakan sebelum pelaksanaan fisik dilakukan dan memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen penawaran dan lainnya. E

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang marak dengan

MODEL ESTIMASI BIAYA KONSEPTUAL BANGUNAN JEMBATAN BETON PRATEGANG (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah dan D.I.Y)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. metode konvensional di wilayah Jakarta dan Papua. metode pracetak di wilayah Jakarta dan Papua.

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan material di lapangan perlu dijaga pasokannya.

Bab III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pegelolaan construction waste untuk mengurangi waste pada

BAB I PENDAHULUAN. proyek terdiri dari man, materials, machine, money dan method.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Iindustri Medan. Proyek ini berlokasi di jalan Pulau Natuna-1, Kawasan Industri

PERNYATAAN ANTI PLAGIAT..

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perencanaan proyek. Besarnya nilai upah dari pekerja ditentukan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KUASA PENGGUNA ANGGARAN (KPA)

BAB I PENDAHULUAN. Studi perbandingan tingkat..., Firmansyah, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fikri Al Abqori/ NIM : ; Tri Febrianto Pamungkas/ NIM :

DAFTAR ISI ABSTRAK... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ESTIMASI DANA TALANGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CASH FLOW PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG ASRAMA P3GT CIMAHI ABSTRAK

dengan manajemen konstruksi. Dalam tahapan manajemen konstruksi tersebut, terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan dan kemakmuran suatu negara nampak dari infrastrukturnya.

Dhani Mardhika, S.T., Ir. Endang Larasati Suryaningrum, M.T.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai perancangan penelitian yang digunakan

Kajian Potensi Terjadinya Tuntutan Penyedia Jasa Pada Proyek Konstruksi BAB I PENDAHULUAN

Tujuan Instruksional khusus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. baik itu BUMN, BUMD, dan Swasta, untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN

PERHITUNGAN RAB GEDUNG PERKANTORAN 5 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III MANAJEMEN DAN ORGANISASI PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan industri saat ini, dan perkembangan sarana

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metodologi Pembahasan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PASAR DALAM WILAYAH KOTA LANGSA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. proyek yang berhasil adalah penggunaan biaya yang efisien. Material adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab I telah dituliskan tentang pendahuluan yang berisi tentang latar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gane, V (2004) dalam tulisannya Parametrik Design a Paradigm

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Estimasi Biaya Penawaran Kontraktor Kecil: Praktek dan Kebutuhan Implementasi dalam Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi

STUDI KASUS HARGA SATUAN UPAH DAN BAHAN UNTUK PROYEK BANGUNAN SATU LANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk melaksanakan pembangunan konstruksi memerlukan kontraktor yang

ANALISA PERBANDINGAN HARGA SATUAN PEKERJAAN BETON BERTULANG BERDASARKAN SNI DAN SOFTWARE MS PROJECT

PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUKO ORLENS FASHION MANADO

BAB I PENDAHULUAN. agar waktu pengerjaan tidak meleset dari yang sudah direncanakan.

KATA PENGANTAR. Bogor, 2014 Konsultan Perencana, CV.CATUR PRIMA KARYA. Heri Mulyana, ST. Direktur

KERANGKA ACUAN KERJA I. LATAR BELAKANG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Tugas Akhir Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Selamat Datang MANDOR PEMBESIAN/ PENULANGAN BETON 1.1

Skema harga satuan pekerjaan, yang dipengaruhi oleh faktor bahan/material, upah tenaga kerja dan peralatan dapat dirangkum sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. struktur, arsitektur, dan MEP yang telah dimulai pada tahun 2016.

ANALISA HARGA SATUAN PEKERJAAN DENGAN METODE BOW, SNI, DAN LAPANGAN (Pekerjaan Beton Bertulang Pada Pembangunan Rumah Tinggal Perum Bugel, Jepara)

KERANGKA ACUAN KERJA PT. JAKARTA INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL

STUDI MEDAN POLITEK. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat studi kasus dan analisa, serta perbandingan

BAB 1 - PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TUGAS AKHIR. Oleh : I Gusti Made Dwi Atmaja

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. LAPORAN TUGAS AKHIR I 1 Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Badan Pusat Statistik

PERMASALAHAN KONTRAK KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. teknik sipil mengalami kemajuan, baik ditinjau dari segi mutu, bahan, struktur

Anggaran dan Borongan ( Rencana Anggaran Biaya Bangunan ), 1990

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

CARA PENDEKATAN PERHITUNGAN KUANTITAS PEMBESIAN PADA KOLOM STRUKTUR BETON BERTULANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. efisiansi waktu. Metode manejemen pada abad ke 21 ditandai dengan maraknya

Perbandingan Antara Biaya Nyata Dengan Biaya Teliti Pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Proyek Gedung Indomaret Sam Ratulangi, Manado)

SKRIPSI. Oleh FIRMANSYAH SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk proses penelitian dalam membandingkan kontrak lump sump fixed price

Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah. untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI START PERSIAPAN - - TELAAH PERMASALAHAN - - INVENTARISASI KEB. DATA PENGUMPULAN DATA AWAL PENGOLAHAN DATA ANALISA DATA & EVALUASI

BAB III...19 RENCANA KEGIATAN...19

BUKU 1 PETUNJUK PELAKSANAAN PERSIAPAN

TUGAS AKHIR STUDI PERBANDINGAN ESTIMASI RENCANA ANGGARAN BIAYA PADA PEKERJAAN PERUMAHAN 2 LANTAI TIPE LB. 85 M 2 / LT.90 M 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1987 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG PEKERJAAN UMUM KEPADA DAERAH

Transkripsi:

28 BAB III PENGEMBANGAN MODEL HARGA SATUAN TERTINGGI BANGUNAN GEDUNG III.1. Umum Pengembangan model harga satuan tertinggi bangunan gedung negara (HST BGN) akan dilakukan terhadap sekumpulan data biaya historis bangunan gedung pemerintah dan sebagai studi kasus adalah bangunan-bangunan gedung pemerintah yang terdapat di Propinsi Jawa Barat. Dalam hal ini yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Cirebon, Kota tasikmalaya dan Kota Sukabumi. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena kota Bandung, kota Cirebon dan kota Bogor merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), sedangkan kota Tasikmalaya dan kota Sukabumi merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) berdasarkan ketetapan kawasan andalan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Jawa Barat untuk mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi. Dari ketetapan tersebut dapat diasumsikan bahwa, tingkat pembangunan di daerah-daerah tersebut khususnya di bidang konstruksi lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Model yang akan dikembangkan terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap kegiatan survey, tahap pengumpulan data, pembuatan database, pengolahan data dan perhitungan harga satuan tertinggi untuk masing-masing lokasi survey. Untuk lebih jelasnya rincian tahap-tahap dalam model metoda perhitungan HST BGN dapat dilihat pada Gambar III.1.

29 Gambar III.1 Tahapan Model Perhitungan HST BGN

30 III.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di beberapa wilayah di Propinsi Jawa Barat. Wilayah yang akan disurvey adalah Bandung, Bogor, Cirebon, Sukabumi dan Tasikmalaya. Pemilihan wilayah tersebut berdasarkan ketetapan kawasan andalan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Propinsi Jawa Barat untuk mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi, dimana Bandung, Cirebon dan Bogor merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN); Tasikmalaya dan Sukabumi merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Dari ketetapan tersebut dapat diasumsikan bahwa, tingkat pembangunan di daerah-daerah tersebut khususnya di bidang konstruksi lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya, yang berarti jumlah data-data yang tersedia di daerah tersebut lebih banyak dibandingkan di daerah lain. Adapun data yang dibutuhkan antara lain: 1. Data bangunan gedung, yang meliputi: Rencana Anggaran Biaya (RAB) atau Bill Of Quantity (BOQ), digunakan untuk mengetahui item-item pekerjaan dalam pembangunan gedung. Analisa Harga Satuan (AHS), digunakan untuk merinci item-item pekerjaan pada RAB/BOQ sehingga dapat diketahui jenis, volume dan bobot biaya setiap komponen bahan bangunan yang digunakan untuk membangun gedung. Karakteristik bangunan, seperti luas bangunan, jumlah lantai, fungsi bangunan, lokasi dan tahun pembangunan. Data ini diperoleh dari dokumen kontrak yang dikumpulkan dari owner dan kontraktor di setiap wilayah. Owner yang disurvey adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman. Kontraktor yang disurvey adalah kontraktor dari skala menengah dan besar. Data-data kontraktor, berupa: nama perusahaan, alamat, nomor telepon dan klasifikasi, diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Propinsi Jawa Barat. 2. SNI tentang Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan, digunakan jika AHS pada dokumen kontrak tidak lengkap.

31 3. Analisa Harga Satuan (AHS) Pekerjaan yang diterbitkan oleh Building Information Centre (BIC) Jawa Barat, digunakan jika AHS pada dokumen kontrak tidak lengkap. 4. Data harga bahan bangunan saat ini yang diperoleh dari survey pasar, melalui toko-toko material dan supplier yang sering digunakan oleh kontraktor setempat dalam pengadaan gedung negara. 5. Data inflasi pada beberapa daerah yang dijadikan lokasi survey di Jawa Barat, yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Daerah dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah setempat. III.3. Pembuatan Database Dari data yang dikumpulkan, dibuat database dalam bentuk spreadsheeet untuk mempermudah melakukan pengolahan data. Proses pembuatan database adalah sebagai berikut : 1. Dari setiap dokumen kontrak bangunan gedung yang berhasil dikumpulkan, dibuat database untuk masing-masing bangunan, berupa informasi umum bangunan (tahun pembangunan, lokasi, fungsi dan luas bangunan), RAB/BOQ dan AHS dari setiap pekerjaan yang tercantum dalam RAB. Jika AHS yang ada pada dokumen kontrak tidak mencakup seluruh item pekerjaan pada RAB, maka digunakan AHS BIC dan AHS SNI. 2. Data harga material dan upah pekerja saat ini yang diperoleh dari survey pasar, melalui toko-toko material dan supplier yang sering digunakan oleh kontraktor setempat dalam pengadaan gedung negara. Nilai harga pasaran dari komponen dominan yang akan di survey dilakukan dengan cara kunjungan langsung kepada responden atau dengan menanyakannya melalui sarana komunikasi telepon dan melalui internet. Yang perlu pada tahapan survey ini adalah bagaimana kita menanyakan informasi tentang harga komponen dominan tersebut kepada responden, berupa harga per satuan komponen dominan tersebut untuk jumlah pembelian sesuai dengan volume komponen dominan.

32 3. Data base tentang inflasi dan perubahan harga bahan bangunan, yang bisa mengakomodasi untuk satu tahun ke depan. Data ini diperoleh dengan berkonsultasi dengan pihak BAPPEDA dan BPS Daerah masing-masing Kabupaten/kota yang disurvey. Data komponen ini bertujuan untuk memperkirakan (forecasting) total biaya pelaksanaan konstruksi pada daerah yang akan dibangun bangunan gedung negara pada tahun berikutnya. III.4. Pengolahan Data Pengolahan data bertujuan untuk mencari Komponen Bahan Bangunan yang dominan. Penentuan komponen bahan bangunan dominan menggunakan prinsip Pareto Law, yaitu komponen material, upah ataupun alat yang digunakan untuk membangun bangunan gedung yang memiliki bobot biaya sekitar 80 % dari total biaya. Komponen bahan bangunan dominan ini dicari untuk masing-masing lokasi survey seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka harus melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Merinci item-item pekerjaan ke dalam komponen material, alat dan upah, dengan menggunakan AHS yang terdapat dalam dokumen kontrak. Jika AHS yang tersedia tidak lengkap, maka digunakan AHS PU dan AHS SNI. Ilustrasinya diberikan pada Gambar III.2 berikut: HS = Harga Satuan Total = Volume x Koefisien x HS Gambar III.2. Ilustrasi merinci item pekerjaan menjadi komponen material dan upah

33 2. Mengidentifikasi komponen bahan bangunan yang dominan. Setelah proses perincian selesai, selanjutnya dihitung biaya total dari tiap komponen. Biaya total tiap komponen tersebut kemudian dibandingkan dengan biaya total bangunan, sehingga dapat diketahui bobot masing-masing komponen bahan bangunan terhadap biaya total bangunan. Jumlah komponen yang dijadikan sebagai komponen dominan ditentukan dengan cara, mengurutkan bobot tiap komponen dari yang paling besar hingga terkecil, kemudian mengakumulasi bobot tiap komponen hingga mencapai 80%, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar III.3. Komponen material dan/atau upah yang termasuk dalam batas tersebut merupakan komponen dominan. No Komponen Bobot 1 Material A 28,82% 2 Upah B 14,45% 3 Material D 8,27% 4 Upah C 8,08% 5 Material E 7,74% 6 Material C 4,97% 7 Material F 2,58% 8 Material K 2,16% 9 Material B 1,66% 10 Upah A 1,60% 11 Material G 0,51% 12 Material O 0,47% 13 Material N 0,38% 14 Material I 0,38% 80% Komponen Dominan Gambar III.3. Ilustrasi Pemilihan Komponen Dominan 3. Mencari kuantitas komponen dominan. Kuantitas komponen dominan yang digunakan adalah volume komponen dominan per satuan luas bangunan gedung yang diperoleh melalui perhitungan selang keyakinan 90% dan 95%. Alasan menggunakan nilai selang keyakinan ini lebih tepat untuk kategori tertinggi dibandingkan nilai rata-rata (Mean). Ilustrasi perhitungan kuantitas komponen dominan dapat dilihat pada Gambar III.4 sebagai berikut:

34 Nama Kuantitas per meter persegi (Q) Proyek Q Material A Q Upah B Q Material D Q Upah C Proyek 1 0,1103 4,7049 0,0236 6,5096 Proyek 2 0,1128 3,3845 0,0211 3,2913 Proyek 3 0,1067 2,8152 0,0112 3,1952 Proyek 4 0,0981 2,5347 0,0076 2,5976... Proyek n 0,1227 5.2934 0,0170 5,5262 Selang Keyakinan 90%,95% Gambar III.4. Ilustrasi perhitungan Kuantitas Tertimbang 4. Mengalikan kuantitas komponen dominan dengan harga komponen sekarang. Perkalian tersebut menghasilkan biaya per meter persegi bangunan, yang nantinya akan dijadikan dasar dalam model perhitungan harga satuan tertinggi bangunan gedung negara. III.5. Perhitungan Biaya per m 2 Bangunan Gedung Biaya per m 2 bangunan gedung yang dihitung merupakan biaya per m 2 bangunan gedung saat ini, karena data harga komponen yang dipakai adalah harga komponen dominan berdasarkan perhitungan statistik batas atas dengan selang kepercayaan 90 % dan 95 % yang diperoleh melalui survey pasar. Dengan adanya Biaya per m 2 bangunan gedung berdasarkan model ini, akan dibandingkan dengan model harga satuan tertinggi yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah setempat dan dicari seberapa besar penyimpangan yang terjadi. Model HST BGN yang dihitung merupakan model harga satuan berdasarkan harga komponen sekarang dan harga komponen beberapa periode ke belakang. Dengan adanya model berdasarkan harga komponen historis, maka model HST BGN untuk periode berikutnya dapat diprediksi dengan mengikuti trendline (garis kecenderungan) yang terbentuk dari hubungan antara model historis dengan periode. Garis kecenderungan tersebut memiliki koefisien determinasi, yang menunjukkan seberapa besar perubahan atau variasi dari suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan pada variabel yang lain. Dalam hal ini variabel yang dipakai adalah harga komponen dominan dalam 3 tahun terakhir. Misal nilai R 2 menunjukkan angka 0,904 hal ini mengandung pengertian bahwa 90,40 % variasi

35 dari variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X) yang terdiri dari harga komponen dominan dalam 3 tahun terakhir sedangkan sisanya sebesar 9,60 % variasi dari variabel dependen dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model.