BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam konteks pembelajaran front office melalui pengembangan teknik kartu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II FONETIK 1. Bunyi Bahasa dan Terjadinya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN. Dalam penelitian ini ada lima tesis yang digunakan untuk mendukung topik

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting untuk menunjukkan kompetensi para mahasiswa dalam proses

Strategi Pembelajaran Pelafalan Bahasa Inggris Materi Front Office Melalui Kartu Tematik Bagi Mahasiswa Manajemen Perhotelan Universitas Dhyana Pura

1. Menjelaskan Alat Ucap Manusia Dalam Proses Pembentukan Bunyi a. Komponen subglotal b. Komponen laring c. Komponen supraglotal

Pengantar. Aspek Fisiologis Bahasa. Aspek Fisik Bahasa 13/10/2014. Pengantar Linguistik Umum 01 Oktober Aspek Fisiologis Bahasa

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

ANIS SILVIA

PENGGUNAAN BUNYI SEGMENTAL MELALUI PENERAPAN TEKNIK SHOW NOT TELL (MENUNJUKKAN BUKAN MEMBERITAHUKAN)

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Indonesia terletak pada posisi silang jalur lalu-lintas dunia. Hal

Oleh: Hermanto SP, M.Pd. Hp / Telp. (0274) atau

BAB I PENDAHULUAN. berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dihasilkan dari alat ucap

Nama : Hari Agus Prasetyo NIM : Tataran Linguistik (1) : fonologi

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR FONOLOGI BAHASA NUSANTARA

BAB IV TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

Harimurti Kridalaksana FONETIK. Definisi dari Para Linguis 21/03/2014. Kamus Linguistik. Fonologi Jepang

LAPORAN BACA. OLEH: Asep Saepulloh ( ) Hikmat Hamzah Syahwali ( ) Suherlan ( )

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. celah di antara kedua sisi kanan dan kiri dari bibir. Kadang kala malah lebih luas,

BAB 4 4. TATARAN LINGUISTIK (1) : FONOLOGI

SUBTITUSI KONSONAN PADA PENDERITA DISARTRIA. Retno Handayani Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdiknas

BAB V PENUTUP. Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur. segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah

2015 KAJIAN FONETIK TERHADAP TUTURAN

Bab 2. Landasan Teori. terkecil dari bahasa, yaitu bunyi. Menurut Okumura dalam Tjandra (2004:1), dalam

TUTURAN PADA ANAK PENYANDANG TUNAGRAHITA TARAF RINGAN, SEDANG, DAN BERAT (KAJIAN FONOLOGI)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari untuk menyampaikan pesan, pendapat, maksud, tujuan dan sebagainya.

TATARAN LINGUISTIK FONOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debby Yuwanita Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ana Roviana Purnamasari, 2015 Kajian Linguistik klinis pada penderita Bells s Palsy

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. menimbulkan kesalahpahaman dalam penyampaiannya,

Angkatan 2010 Universitas Padjadjaran Oleh Dini Ratna Sari Putri. Abstrak

BAB 2. Landasan Teori

Bab 5. Ringkasan. baik tata bahasa, bunyi, dan hal lainnya. Khususnya dari segi bunyi bahasa, pasti

Hakikat Fonologi. Modul 1 PENDAHULUAN

KOMPETENSI LULUSAN. Berkomunikasi tertulis. Berfikir Analitis. Bekerja dalam Tim. Berfikir Logis. Bekerja Mandiri. Berkomunikasi Lisan

BAB I PENDAHULUAN. Bagi pemelajar Bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa atau

Fonologi ialah bidang yang mengkaji bunyi-bunyi yang diucapkan melalui mulut manusia. Bunyi-bunyi itu pula ialah bunyi-bunyi yang bermakna.

BAB I PENDAHULUAN. lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang semenjak bayi, kemampuan berbicara erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

BAB 4 TATARAN LINGUISTIK (1): FONOLOGI

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA JEPANG UNTUK HOTEL

BAB 1 WACANA FONOLOGI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

BAB II FONOLOGI, SINDROM DOWN, DAN PSIKOLINGUISTIK. bahasa. Lebih sempit lagi, fonologi murni membicarakan fungsi, perilaku, serta

BAB I I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemelajar bahasa Inggris yang berlatar belakang bahasa Jawa (Javanese

Bab 3. Analisis Data. Dalam menganalisis data dari bunyi-bunyi yang mengalami interferensi, penulis

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ BANDUNG

PRODUKSI FONOLOGIS ANAK DOWN SYNDROME USIA TAHUN BERDASARKAN TINGKAT KECERDASAN DAN MASA TERAPI

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan seseorang dalam melakukan komunikasi sangat tergantung

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam kehidupan. Pendidikan bahasa sastra Indonesia yang menitikberatkan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa simpulan mengenai penelitian ini, yaitu

95. Mata Pelajaran Bahasa Perancis untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

KONSEP DAN KOMPONEN. Oleh: Pujaningsih

BAB III METODE PENELITIAN

BBM 2: CARA MEMBENTUK FONEM BAHASA INDONESIA

KEDUDUKAN ALAT- ALAT ARTIKULASI DAN FUNGSINYA

PENGEMBANGAN ALGORITMA SOUNDEX PADA SPELL CHECKER BAHASA INDONESIA

TOTOBUANG Volume 4 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 27 39

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa ibu merupakan kemampuan yang dimiliki hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Bahasa Indonesia (Pertemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Shindy Grafina Callista, 2014

BAB I PENDAHULUAN. melakukan interaksi sosial dan hubungan timbalbalik di sekolah khususnya

Konsep Dasar Artikulasi

93. Mata Pelajaran Bahasa Jerman untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

Pencocokan String Berdasarkan Kemiripan Ucapan (Phonetic String Matching) dalam Bahasa Inggris

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. mengandung arti kata bunyi, yaitu : lafz, jahr dan saut sepadan dengan noise

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjang dalam kehidupan manusia. Peranan suatu bahasa juga sangat

96. Mata Pelajaran Bahasa Perancis untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) Program Pilihan

Unit 4 STRUKTUR FONOLOGI DAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA. Muh. Faisal

Pendidikan Nasional merupakan sarana yang efektif untuk memajukan. bangsa, sebagaimana tercantum pada Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang

SISTEM FONOLOGI BAHASA MINANGKABAU DI KENAGARIAN SINGKARAK KECAMATAN X KOTO SINGKARAK KABUPATEN SOLOK

Nama : MAOIDATUL DWI K NIM : BAB 4 FONOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan manusia dalam pergaulan sehari-hari dalam mencapai tujuan sangat

CHAPTER V SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY

BBM 1: OBJEK KAJIAN FONETIK, ALAT UCAP, KLASIFIKASI BUNYI BAHASA, DAN PROSES TERBENTUKNYA BUNYI BAHASA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi untuk memahami hal- hal lain (Alwi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan pembicara dan pendengar (Finn, 2003). Cameron dan Widmer (2008)

91. Mata Pelajaran Bahasa Arab untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab 5 ini, peneliti memaparkan hasil simpulan dan saran. Simpulan

98. Mata Pelajaran Bahasa Jepang untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Pilihan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi dasar tindakan yang akan dilakukan (Sadirman, 2004: 1). Dari

I. PENDAHULUAN. mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan memahami beragam nuansa makna.

Tahap Pemrolehan Bahasa

URGENSI PENGEMBANGAN KECERDASAN LINGUISTIK PADA ANAK USIA DINI MELALUI METODE ROLE PLAYING GUNA MEWUJUDKAN GENERASI INDONESIA MENDUNIA

Pendahuluan. 4-Nov-16 Adi Yasran, UPM

IDENTITAS MATA KULIAH 16/03/2008 HERMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya komunikasi dan interaksi global telah menempatkan bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Steiberg dan Sciarini (2013:3) mendefinisikan psikolinguistik sebagai ilmu

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5 6 TAHUN DI TK 011 PERMATAKU MERANGIN KABUPATEN KAMPAR

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka kajian pustaka memusatkan penelitian tentang peningkatan kemampuan berbicara dan sistem pelafalan para mahasiswa Fakultas Manajemen Universitas Dhyana Pura dalam konteks pembelajaran front office melalui pengembangan teknik kartu tematik. Terkait dengan kajian ini terdapat beberapa penelitian atau jurnal yang menggunakan kata kunci kartu bergambar, tetapi kebanyakan menerapkan hanya pada peserta didik jenjang sekolah dasar (SD). Artinya, jarang yang menggunakannya di bangku sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), apalagi untuk jenjang universitas. Untuk menghindari kesamaan dan mengetahui kelemahan penelitian sebelumnya dan keunggulan penelitian terbaru ini, dapat diberikan gambaran atau review singkat tentang dua penelitian yang memiliki relevansi tema. Gambaran singkat tersebut dapat dilihat dalam pemaparan di bawah ini. Pertama, jurnal pendidikan dan pembelajaran berjudul Teknik Penguasaan Kosakata dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar oleh Liza Dwi Jayanti dkk. dari FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret. Tulisan itu dapat dilihat di laman jurnal.fkip.uns.ac.id. Dari tulisan pertama itu diketahui bahwa penguasaan kosakata bahasa Inggris para peserta didik di jenjang sekolah 10

dasar sangat rendah. Hal itu dapat dibuktikan dengan rendahnya pemahaman mereka terhadap materi yang diberikan oleh guru. Atas dasar itulah, peneliti mengadakan penelitian tentang kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media gambar; bagaimana para peserta didik dapat memahami dan menjelaskan apa yang tergambar. Gambar yang digunakan pada umumnya adalah berupa foto atau gambar yang sudah ada dan dapat ditemukan di media cetak. Teknisnya adalah gambar-gambar yang ada dikumpulkan secara acak dalam sebuah kotak yang diletakkan di depan kelas. Selanjutnya guru membacakan sebuah kata, misalkan komputer, dan para peserta didik diharapkan dapat mencari gambar yang dimaksud. Setelah mendapatkan gambar, mereka harus kembali ke tempat start (awal). Peserta didik yang paling cepat mengumpulkan kartu harus menyebutkan kembali nama benda tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam tulisan pertama, media gambar berperan sebagai alat untuk memperkenalkan suatu kata baru dalam bahasa Inggris kepada peserta didik. Kedua, jurnal pendidikan dan pembelajaran berjudul Upaya Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris melalui Penggunaan Media Kartu Domino Kata Bergambar Siswa Kelas V SD oleh Puji Mar Atul Khasanah, dkk. dari FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret. Tulisan itu dapat dilihat di laman jurnal.fkip.uns.ac.id. Hampir serupa dengan tulisan pertama, penggunaan media gambar dalam penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris para peserta didik. Dalam tulisan kedua ini, peneliti berpendapat bahwa kosakata merupakan bagian penting dari pembelajaran bahasa Inggris, tetapi justru sering diabaikan fungsinya. Pemahaman yang baik terhadap

kosakata dalam bahasa Inggris berperan sangat penting bagi para peserta didik sehingga mereka dapat membaca, menulis, dan mengartikan kata-kata dalam bahasa Inggris. Tanpa mengetahui kosakata, dapat dipastikan peserta didik mengalami hambatan dalam proses pembelajaran sebab peneliti juga berpendapat bahwa kosakata merupakan materi awal atau dasar yang harus diajarkan sebelum masuk ke materi berikutnya. Satu hal yang membedakan adalah media yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengkhusus dibandingkan dengan media yang digunakan dalam tulisan pertama, yaitu kartu domino bergambar. Peneliti berpandangan bahwa kartu domino dapat berperan sebagai media pembelajaran yang baik karena dengan unsur permainan yang terkandung di dalamnya, para peserta didik distimulus untuk berperan serta secara aktif dalam kegiatan bermain sambil belajar. Semakin sering para peserta didik belajar menggunakan kartu ini, maka mereka dapat menambah pengetahuan tentang kosakata baru tanpa disadari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam tulisan kedua, penggunaan media kartu domino kata bergambar dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris. Berdasarkan uraian di atas, dapat dicermati bahwa sejauh ini belum ada penelitian yang membahas secara khusus tentang pengembangan media pembelajaran berupa kartu tematik yang digambar secara manual dan berseri untuk pembelajaran khusus dalam kelas English for Specific Purpose. Kelas bahasa Inggris untuk tujuan khusus ini diperuntukkan bagi mahasiswa kelas Fakultas Manajemen Perhotelan yang menitikberatkan pengajaran berbasis pariwisata terutama perhotelan.

Materi dituangkan secara lengkap dalam bentuk gambar berseri yang diharapkan dapat meningkatkan kecakapan berbicara para mahasiswa secara bertahap. Kartu memuat gambar, informasi penjelas, dialog, dan keterangan tambahan tentang materi yang mampu menambah wawasan dan informasi bagi mereka. Seluruh variabel yang ada dalam kartu tematik disesuaikan dengan materi yang diajarkan sesuai dengan konteks pembelajaran tentang front office. Terlebih lagi, satu nilai plus dari kartu ini adalah adanya gambar yang atraktif yang sangat menarik perhatian para mahasiswa. Diharapkan juga para guru bahasa Inggris agar dapat menerapkan media bergambar ini untuk menambah minat dan motivasi para mahasiswa dalam mempelajari bahasa Inggris dan menerapkannya dalam dunia kerja nantinya. Hal ini penting karena para mahasiswa yang menempuh pendidikan di Fakultas Manajemen Perhotelan tentunya diharapkan dapat menjadi lulusan yang siap bersaing dalam dunia kerja sesungguhnya. Dengan bekal kecakapan dalam berbahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) sangat membantu mereka untuk menjadi pelaku bidang perhotelan yang terampil dan memiliki daya saing yang tinggi. 2.2 Konsep Konsep yang diterapkan dalam penelitian harus bersifat ekuivalen dan sesuai agar dapat digunakan sebagai dasar untuk pembahasan atau analisis atas persoalan yang ada. Terdapat lima konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu konsep berbicara, konsep sistem bunyi, konsep pembelajaran front office, konsep kartu tematik, dan konsep pelafalan. Tiap-tiap konsep yang ada

menunjukkan seluruh variabel yang berpengaruh pada penelitian ini. Hal tersebut dapat menjawab dan memecahkan rumusan permasalahan yang telah disusun sebelumnya. 2.2.1 Konsep Berbicara Konsep utama yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan konsep berbicara dari pustaka acuan berupa buku Speaking karya Martin Bygate. Berbicara sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa (selain menyimak, membaca, dan menulis) telah menjadi faktor penentu dalam menentukan kecakapan seseorang dalam ranah bahasa, terlebih dalam ranah bahasa asing. Bygate (2008) memaparkan bahwa berbicara merupakan sebuah keterampilan atau kecakapan yang layak untuk mendapatkan perhatian khusus selain keterampilan lainnya, baik dalam bahasa pertama maupun bahasa kedua. Hal ini merupakan sebuah hal yang sangat mendasar karena berbicara melibatkan sebuah proses bagaimana membahasakan atau mengutarakan sesuatu yang ada dalam otak (pikiran). Konsep berbicara yang dipaparkan oleh Bygate sangat berguna saat diterapkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar berbicara (threshold level) para peserta didik. Di sinilah diperlukan kemampuan pengajar untuk dapat mengajak, mengimbau, dan membuat para peserta didik berbicara atau mengutarakan sesuatu. Dengan memberikan para peserta didik kesempatan yang lebih banyak untuk berlatih berbicara dan ujian lisan (oral exams), pengajar dapat mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara pengetahuan tentang sebuah bahasa dan keterampilan dalam menggunakan bahasa tersebut.

Itulah sebabnya mengapa akhirnya disadari bahwa baik pengetahuan kebahasaan maupun keterampilan berbahasa merupakan dua hal yang sangat krusial dalam proses pembelajaran dan pengajaran berbicara. 2.2.2 Konsep Sistem Bunyi Terkait dengan konteks berbicara, Ladefoged dan Johnson (2010: 88) memaparkan bahwa sistem bunyi dalam bahasa Inggris dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Ketiga sistem bunyi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Vokal Vokal bervariasi antara rentang vokal atas dan rendah. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa vokal dapat diproduksi dengan menggerakkan lidah dan bibir. Secara sederhana vokal juga dapat dimaknai sebagai huruf hidup yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang keluar melalui tenggorokan dan mulut tanpa hambatan. Gambar 2.1 Bagan Vokal dalam Bahasa Inggris (Ladefoged dan Johnson, 2010: 88) Depan tinggi Belakang tinggi i u e ә o æ ɑ Depan rendah Belakang rendah

2. Diftong Bunyi yang diproduksi dengan melibatkan perubahan dalam vokal tertentu melalui pemindahan satu posisi vokal ke posisi vokal yang lain. Diftong dalam bahasa Inggris dapat berupa eɪ (dalam kata day [deɪ]), әʊ (dalam kata go [gәʊ]), aɪ (dalam kata ice [aɪs]), aʊ (dalam kata bow [baʊ]), ɔɪ (dalam kata joy [dʒɔɪ]), ɪә (dalam kata hear [hɪә(r)]), eә (dalam kata hair [heә(r)]), dan ʊә (dalam kata cure [kjʊә(r)]). 3. Konsonan Bunyi yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang tidak keluar secara lancar melalui mulut dan tenggorokan, tetapi mengalami hambatan atau penyempitan sehingga menghasilkan bunyi seperti gesekan. Jika dilihat dari proses terjadinya bunyi (secara umum), konsonan dapat dikategorikan sebagai berikut. 1) Bilabial merupakan bunyi yang diproduksi dengan menyentuhkan dua bagian bibir, seperti yang dapat didengarkan dalam kata pie, buy, dan my. 2) Labiodental merupakan bunyi yang diproduksi saat bibir bawah dan gigi depan atas bersentuhan, seperti yang dapat didengarkan dalam kata five dan vie. 3) Dental merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan ujung lidah dan gigi depan bagian atas, seperti yang dapat didengarkan dalam kata thigh dan thy. 4) Alveolar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan ujung lidah dan lengkung alveolar (bagian belakang dari gigi depan atas), seperti yang dapat didengarkan dalam kata tie, zeal, dan sigh.

5) Retrofleks merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan dari ujung lidah dan bagian belakang lengkung alveolar, seperti yang dapat didengarkan dalam kata rye, row, dan ray. 6) Palatoalveolar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan lidah dan bagian belakang dari lengkung alveolar, seperti yang dapat didengarkan dalam kata shy, she, dan show. 7) Palatal merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan bagian depan lidah dan langit-langit keras mulut, seperti yang dapat didengarkan dalam kata you. 8) Velar merupakan bunyi yang diproduksi melalui gesekan bagian belakang lidah dan langit-langit lunak mulut, seperti yang dapat didengarkan dalam bagian akhir dari kata-kata hack, hag, dan hang. Secara umum, sistem bunyi dalam bahasa Inggris berbeda dengan sistem bunyi dalam bahasa Indonesia. Terdapat beberapa vokal dan konsonan dalam bahasa Inggris yang tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia. Selain itu, dalam ranah konsonan, dalam bahasa Inggris juga terdapat kluster, yaitu sejumlah konsonan yang membentuk sebuah kata yang dibaca dalam satu napas, seperti str dan pr dalam kata struggle, pronunciation, strategy, pragmatic, dan sebagainya. Dalam bahasa Indonesia, kluster dapat terjadi pada kata-kata yang merupakan kata serapan dari bahasa asing seperti instrumen, strategi, dan struktur. Sebuah hal yang jamak ditemukan di lapangan bahwa terdapat beberapa permasalahan atau kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran dan pengajaran bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris). Hal-hal tersebut wajib

disadari oleh para pengajar agar hal ini tidak secara berkesinambungan menjadi kendala dalam proses pengajaran. Oleh karena itu, selain pemahaman tentang tata bahasa (grammar) dan perbendaharaan kata (vocabulary), konsep tentang berbicara wajib diketahui oleh para pengajar bahasa Inggris. 2.2.3 Konsep Pembelajaran Front Office Menurut Suwithi dan Boham (2008: 64), hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola secara komersial dengan memberikan fasilitas penginapan untuk umum. Fasilitas pelayanan hotel meliputi pelayanan makan dan minum, pelayanan kamar, pelayanan barang bawaan, pencucian pakaian, dan dapat menggunakan fasilitas/perabotan dan menikmati hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. Secara umum, struktur organisasi sebuah hotel dapat dibagi menjadi dua fungsi utama, yaitu organisasi kantor depan (front office) dan organisasi kantor belakang (back office) (Suwithi dan Boham, 2008: 64). Khusus untuk organisasi kantor depan, organisasi ini memegang peranan yang sangat penting untuk sebuah hotel karena bagian ini menjadi cermin atas kualitas hotel yang selalu berhubungan dan bersentuhan langsung dengan para tamu yang menginap. Bagian/posisi yang termasuk di dalam organisasi ini adalah bagian reservasi, front office, divisi pengurusan ruangan/kamar hotel (room division), bagian pengaturan makanan dan minuman (food and beverage), dan bagian keamanan di area depan hotel (security). Kantor depan hotel (front office) bertugas di wilayah depan hotel, yaitu meliputi area keluar masuk tamu, lobby, dan lounge.

Bagian kantor depan hotel (front office) memiliki beberapa tujuan utama. Menurut Suwithi dan Boham (2008: 69), tujuan utama kantor depan hotel adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan tingkat hunian kamar serta pendapatan hotel dari tahun ke tahun. 2. Meningkatkan jumlah tamu langganan. 3. Memenuhi kebutuhan dan kepuasan tamu secara baik, tepat, dan cepat kepada tamu. 4. Membentuk citra hotel yang positif. Dalam mewujudkan tujuan hotel, setiap petugas yang bertugas memiliki fungsi untuk dilaksanakan setiap hari. Fungsi tersebut dapat dijabarkan seperti berikut. 1. Menjual kamar meliputi menerima pemesanan kamar, melakukan pendaftaran tamu, dan memblok kamar. 2. Memberikan informasi mengenai seluruh produk, fasilitas, pelayanan, dan aktivitas yang ada, baik di hotel maupun di luar hotel. 3. Mengoordinasikan kepada bagian lain yang terkait dalam rangka memenuhi keinginan tamu dan memberikan pelayanan yang maksimal. 4. Melaporkan status kamar yang terkini. 5. Mencatat, memeriksa pembayaran tamu, dan menangani rekening tamu. 6. Membuat laporan yang dibutuhkan oleh hotel. 7. Memberikan pelayanan telekomunikasi untuk tamu. 8. Memberikan pelayanan barang bawaan tamu. 9. Menyelesaikan keluhan tamu (Suwithi dan Boham, 2008: 70).

Selain aspek-aspek yang telah dijabarkan di atas, front office juga memiliki peranan penting untuk memberikan pelayanan terbaik dan menjaga citra serta nama baik hotel, yaitu sebagai berikut. 1. Pemberi informasi yang senantiasa memberikan informasi yang jelas, benar, dan cepat tentang produk, fasilitas, aktivitas, pelayanan yang ada, baik di dalam hotel maupun di luar hotel. Informasi ini tidak hanya untuk tamu, tetapi juga kepada kolega ataupun rekan sejawat yang membutuhkan. 2. Penjual (sales person) yang memiliki jiwa menjual sebab bagian inilah yang berhubungan langsung dengan tamu hotel selain bertugas menjual produk hotel. 3. Wakil manajemen petugas kantor depan yang dalam keadaan tertentu dapat berperan sebagai wakil manajemen untuk mengatasi/menyelesaikan masalah yang muncul di luar jam kerja manajemen. 4. Penyimpan data yang dapat membuat dan menyimpan data terkini (up-todate) tentang laporan-laporan yang dibuat di front office sehingga manajemen dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang sesuai pada waktu yang akan datang. 5. Diplomatis merupakan sikap yang dibutuhkan untuk membuat tindakan yang dapat menjaga hubungan yang baik dengan tamu dan pihak yang lain. 6. Pemecah masalah terhadap segala hambatan atau kendala yang dialami oleh para tamu ataupun masalah yang berasal dari divisi hotel yang lain. 7. Humas (hubungan masyarakat) yang menjadi ujung tombak hotel terhadap para tamu dan masyarakat sekitar area hotel agar hubungan yang harmonis dan citra hotel yang baik tetap terjaga (Suwithi dan Boham, 2008: 71).

Fokus penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan front office, yaitu bagaimana cara melafalkan istilah-istilah front office dalam bahasa Inggris oleh para mahasiswa manajemen perhotelan dan cara menerapkannya dalam situasi sebenarnya terhadap tamu asing. Jika mereka yang bertugas di bagian depan, utamanya bagian resepsionis dan reservasi dapat menjalankan tugas melalui melayani dan berkomunikasi dengan baik terhadap para tamu, terutama tamu asing, maka kesan pertama yang diharapkan dapat dicapai dengan optimal. Dalam pembelajaran dan pelatihan, orang-orang yang tertarik untuk berkecimpung dalam perhotelan, khususnya terkait dengan konteks front office, diharapkan dapat memahami konsep front office dengan tepat dan menyeluruh. Pemahaman ini sangat membantu pihak-pihak tersebut untuk dapat memiliki bekal keterampilan ketika tiba saatnya untuk terjun ke bidang yang sesungguhnya. 2.2.4 Konsep Kartu Tematik Terkait konsep kartu tematik, tentu hal ini berkaitan erat dengan pembelajaran tematik yang merupakan konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Tema merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan pemahaman bahwa pembelajaran berdasarkan tema-tema tersendiri secara khusus dan spesifik dalam kegiatan pembelajaran, maka para peserta didik diharapkan dapat memahami setiap materi yang disampaikan. Konsep inilah yang diterapkan dalam metode Glenn Doman, yaitu kartu yang dapat digunakan dalam pembelajaran dalam tataran menambah

perbendaharaan kata pada peserta didik. Kartu yang digunakan adalah kartu yang berisi kata yang tercetak besar dan ditunjukkan pada para peserta didik. Metode ini sangat tepat diterapkan dalam pengajaran semua bahasa, terutama bahasa Inggris untuk peserta didik yang merupakan penutur asli bahasa Indonesia. Bahkan, metode Glenn Doman diklaim dapat digunakan sebagai alat bantu ajar tentang pengenalan kosa-kata bahasa Inggris pada usia dini. Metode pengajaran yang terkandung dalam Glenn Doman adalah dengan cara tematik. Cara tematik ini telah diformulasikan dengan tujuan untuk dapat menstimulasi beragam potensi yang ada dalam diri seorang peserta didik. Metode ini merupakan sebuah metode yang berpusat pada peserta didik (learnercentered learning). Akan tetapi, satu keunggulan yang ada adalah dengan menerapkan metode ini, maka diberikan jenis pembelajaran yang tidak terlalu teoretis dan tidak akan membosankan karena suasana pembelajaran juga terasa menyenangkan (belajar sekaligus bermain). Dengan menerapkan metode ini, peserta didik diharapkan dapat cepat memahami dan menghafal materi yang disampaikan. Khusus untuk penelitian ini, konsep kartu tematik telah dimodifikasi menjadi salah satu bentuk kartu tematik yang lain. Kartu ini berisi gambar-gambar yang dirancang sendiri (handmade) yang berkaitan dengan konteks front office (gambar resepsionis, lounge, dan sebagainya). Selain itu, kartu juga dilengkapi dengan keterangan penjelas seperti kelas kata (kata benda/noun atau kata kerja/verb), makna kata yang dimaksud, dan cara pengucapan kata tersebut dalam pelafalan secara Inggris (British English) dan Amerika (American English). Dalam penerapannya di kelas, selain menyajikan pemahaman dan cara pelafalan

yang tepat melalui kartu tematik yang ada. Di samping itu, dibantu juga dengan menayangkan cara pelafalan secara langsung melalui Cambridge Advanced Learner s Dictionary 3 rd Edition; sebuah aplikasi kamus Cambridge yang dapat mengeluarkan suara dari pelafalan kata tertentu yang dicari dengan cara mengetikkannya di kolom pencarian. Dengan menggunakan kartu tematik dan menayangkan pelafalan kata tersebut melalui aplikasi kamus, mahasiswa mendapatkan pemahaman secara visual dan audio sekaligus. Kartu tematik juga memiliki keunggulan lain karena memuat gambar yang dapat membantu para mahasiswa dalam mengingat istilah secara visual. Selain itu, kartu tematik juga memudahkan mahasiswa untuk memahami makna istilah front office dengan cepat dan praktis (dibandingkan dengan mencari makna kata di dalam kamus). 2.2.5 Konsep Bermain Peran Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengimplementasikan rancangan pengajaran dalam latihan adalah melalui bermain peran (role playing). Secara sederhana konsep bermain peran dapat didefinisikan sebagai sebuah kegiatan simulasi peran yang mengajak para pemain (dalam hal ini peserta didik) untuk memerankan suatu tokoh atau karakter tertentu dalam sebuah tema percakapan. Menurut Taniredja (2011) dalam Handayani (2014: 18), role playing merupakan metode mengajar yang mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Di sisi lain, menurut Amri (2010) dalam Handayani (2014: 18), bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan

hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Dalam penelitian ini, tema yang dijadikan sebagai bahan bermain peran disesuaikan dengan kondisi operasi kantor depan sehingga diharapkan mahasiswa dapat mengidentifikasi dan menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi kantor depan sesungguhnya. Bermain peran memiliki tujuan dalam pembelajaran bahasa. Menurut Amri (2010) dalam Handayani (2014: 19), tujuan metode ini adalah agar peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa melalui bermain peran, para peserta dapat menerapkan dan memahami materi yang diberikan oleh pengajar dan mengembangkan kosakata yang ada melalui tema yang diperankan. Terdapat beberapa hal yang dipersiapkan oleh pengajar sebelum melaksanakan metode pembelajaran bermain peran, sebagaimana dikutip dari beberapa pendapat Roestiyah (2008) dalam Handayani (2014: 22), yaitu sebagai berikut. 1. Pengajar harus menerangkan kepada peserta didik bahwa melalui metode ini mereka diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang nyata dan ada di masyarakat. 2. Pengajar harus memilih masalah yang menarik untuk dijadikan tema sehingga para peserta didik terstimulus untuk berusaha memecahkan masalah tersebut dan menampilkan performa yang baik saat bermain peran.

3. Pengajar harus mampu menjelaskan tema dan isi masalah dengan baik dan jelas agar peserta didik memahami dan mampu memainkan peran dengan tepat. 4. Pengajar perlu membantu para peserta didik yang belum terbiasa dengan memberikan kalimat pertama (pembuka) dalam dialog. Di samping hal-hal di atas, pengajar juga perlu untuk menyesuaikan tema dengan materi atau pokok bahasan materi yang diajarkan dan alokasi waktu yang tersedia. Pengajar juga dituntut untuk mampu mengendalikan kelas agar pembelajaran dan sesi diskusi tetap berjalan dengan tertib. Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh para mahasiswa saat melaksanakan proses pembelajaran bermain peran, yaitu mereka dapat mengeksplorasi kemampuan mereka dalam melafalkan istilah-istilah kantor depan dan menerapkannya dalam pola percakapan. Selain itu, mereka dapat berlatih memecahkan masalah yang mungkin muncul saat bekerja di dunia perhotelan sesungguhnya sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik sejak dini. Berdasarkan uraian di atas, dapat dicermati bahwa bermain peran merupakan salah satu metode pembelajaran yang tepat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pelafalan para mahasiswa terkait dengan konteks kantor depan. 2.2.6 Konsep Pelafalan Dalam bahasa Inggris terdapat dua macam aksen pelafalan yang paling umum dikenal, yaitu aksen Inggris (British English) dan aksen Amerika (American English). Salah satu contoh yang dapat diamati adalah kata vase yang dalam aksen Inggris dilafalkan sebagai [vɑːz], sementara dalam aksen Amerika

dilafalkan sebagai [veɪs]. Menurut Ladefoged dan Johnson (2010: 281), pembicara yang berbeda saat melafalkan kata-kata dalam bahasa yang sama dapat mengalami produksi bunyi yang berbeda terkait dengan fisiologis atau bentuk vocal tractatau koordinasi sistem bunyi. Segala bentuk perbedaan yang ada dapat dideskripsikan dengan menggunakan daftar simbol IPA dan fitur fonologis lainnya yang dapat memberikan gambaran jelas tentang adanya variasi dalam pelafalan setiap manusia. Dalam hal ini peranan lidah dan alat pemroduksi pada organ bunyi manusia sangat krusial. Selama berabad-abad, pelafalan beberapa kata dalam bahasa Inggris telah berubah, sementara beberapa masih tetap sama. Dengan demikian, transkripsi fonemik bahasa Inggris dapat berbeda dari bentuk tertulisnya. 2.3 Landasan Teori Terdapat dua teori utama yang digunakan dalam tulisan ini. Teori pertama untuk memecahkan permasalahan dari segi linguistik, yaitu teori fonetik. Teori kedua adalah teori pembelajaran yang dibagi menjadi cakupan teori belajar behaviorisme dan teori nativisme sebagai pembanding. Teori pelengkap yang digunakan adalah teori kartu flash card oleh Glenn Doman. Teori-teori ini digunakan untuk mengolah data dari beberapa sampel yang digunakan untuk mewakili jumlah total subjek penelitian. Teori pertama, yaitu teori fonetik merujuk pada teori yang dipaparkan oleh Ladefoged dan Johnson (2010). Teori fonetik ini selanjutnya dapat dibagi menjadi beberapa subteori, yaitu teori production skill, teori keterampilan

berinteraksi dalam metodologi bahasa lisan, serta teori pengaturan kelas dan kemampuan lisan (ketiganya oleh Bygate, 2008). Di samping itu, juga dilengkapi dengan teori kesalahan berbahasa oleh Corder (1974) dalam Indihadi (2011: 2--3). Teori kedua, yaitu teori pembelajaran terdiri atas dua teori besar, yaitu teori belajar behaviorisme dan teori belajar nativisme. Permasalahan pelafalan yang ditemukan dipecahkan melalui sudut pandang behaviorisme terlebih dahulu dan kemudian ditinjau juga dari sudut pandang nativisme. 2.3.1 Teori Linguistik Fonetik Teori linguistik, terutama fonetik berperan vital untuk menganalisis beragam aspek dalam proses pembelajaran mahasiswa saat memahami dan melafalkan istilah-istilah yang berkaitan dengan front office. Sebagai ilmu yang berkaitan dengan bunyi-bunyi bahasa, teori fonetik terdiri atas tiga cakupan, yaitu fonetik organis, fonetik akustis, dan fonetik auditoris. 1. Fonetik Organis Fonetik organis (fonetik artikulatoris atau fonetik fisiologis) adalah fonetik yang mempelajari tentang mekanisme alat-alat bicara/ucap manusia berupa organ vokal yang berfungsi untuk membentuk dan menghasilkan bunyi bahasa (Marsono, 1999: 2). Organ vokal yang dimaksud yaitu bagian lidah dan bibir (atas dan bawah). 2. Fonetik Akustis Malmberg (1963) dalam Marsono (1999: 2) fonetik akustis mempelajari bunyi bahasa dari segi bunyi sebagai gejala fisis. Bunyi-bunyi tersebut diselidiki frekuensi getarannya, amplitudo, intensitas, dan timbrenya.

Fonetik jenis ini berkaitan dengan fisika dalam laboratorium fonetis, untuk pembuatan telepon, perekaman piringan hitam, dan sejenisnya. 3. Fonetik Auditoris Bronstein dan Jacoby (1967) dalam Marsono (1999: 3) memaparkan bahwa fonetik auditoris mempelajari tentang mekanisme telinga dalam menerima bunyi bahasa sebagai getaran udara. Hal ini tentu juga berhubungan dengan posisi vokal tinggi dan rendah berdasarkan bunyi yang hendak diproduksi. Contoh, vokal [i] merupakan vokal tinggi depan, [u] merupakan vokal tinggi belakang, [æ] merupakan vokal rendah depan, dan [ɑ] merupakan vokal rendah belakang. Bidang fonetik ini cenderung dimasukkan ke dalam neurologi ilmu kedokteran (Marsono, 1999: 3). Fonetik artikulatoris digunakan sebagai acuan utama dalam penelitian ini. Hal ini tak lepas dari fungsi fonetik artikulatoris yang berkaitan dengan produksi bunyi yang akan menjadi data untuk penelitian kali ini. Ladefoged dan Johnson (2010: 88) menjabarkan bahwa secara teori fonetik, bahasa Inggris dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu adalah sebagai berikut. 1) Vokal Vokal dalam bahasa Inggris bervariasi antara rentang vokal atas dan rendah. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa vokal dapat diproduksi dengan menggerakkan lidah dan bibir. Vokal juga dapat secara sederhana dapat dimaknai sebagai huruf hidup yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang keluar melalui tenggorokan dan mulut tanpa hambatan.

Marsono (1999: 29) memaparkan bahwa vokal dalam bahasa Inggris dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, sriktur (jarak lidah dengan langit-langit), dan bentuk bibir. Berikut merupakan pemaparan terperinci terkait dengan pengklasifikasian tersebut. 1. Tinggi Rendahnya Lidah Berdasarkan tinggi rendahnya lidah vokal dapat dibagi atas: a. vokal tinggi, misalnya: [i, u]; b. vokal madya (tengah), misalnya: [e, ɛ, ә, o, ɔ]; dan c. vokal rendah, misalnya: [a, ɑ]. 2. Bagian Lidah yang Bergerak Berdasarkan bagian lidah yang bergerak vokal dapat dibedakan menjadi: a. vokal depan, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun naiknya lidah bagian depan, misalnya: [i, e, ɛ, a]; b. vokal tengah, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan lidah bagian tengah, misalnya: [ә]; dan c. vokal belakang, yaitu vokal yang dihasilkan oleh gerakan peranan turun naiknya lidah bagian belakang (pangkal lidah), misalnya: [u, o, ɔ, ɑ]. 3. Striktur (Stricture) Striktur merupakan keadaan hubungan posisional artikulator aktif dengan artikulator pasif (Lapoliwa (1981) dalam Marsono (1999:31)). Striktur untuk vokal ditentukan oleh jarak lidah dengan langit-langit. Menurut strikturnya, vokal dapat dibedakan atas:

a. vokal tertutup (close vowels), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat setinggi mungkin mendekati langit-langit dalam batas vokal. Misalnya: [i] dan [u]; b. vokal semi-tertutup (half-close), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua pertiga di atas vokal yang paling rendah. Misalnya: [e] dan [o]; c. vokal semi-terbuka (half-open), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam ketinggian sepertiga di atas vokal yang paling rendah atau dua pertiga di bawah vokal tertutup. Misalnya: [ɛ] dan [ɔ]; dan d. vokal terbuka (open vowels), yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi serendah mungkin. Misalnya: [a] dan [ɑ]. 4. Bentuk Bibir Jones (1958) dalam Marsono (1999: 32) memaparkan bahwa berdasarkan bentuk bibir saat vokal diucapkan, vokal dapat dibedakan atas: a. vokal bulat (rounded vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir bulat. Bentuk bibir yang bulat dapat dalam keadaan terbuka atau tertutup. Jika dalam keadaan terbuka, maka vokal itu diucapkan dengan posisi bibir terbuka bulat (open rounded), misalnya vokal [ɔ]. Di sisi lain, jika tertutup maka vokal itu diucapkan dalam posisi bentuk bibir tertutup bulat, misalnya untuk vokal [o] dan [u]; b. vokal netral (neutral vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir dalam posisi netral, tidak bulat tetapi juga tidak terbentang lebar. Misalnya untuk vokal [ɑ]; dan

c. vokal tak bulat (unrounded vowels), yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk bibir tidak bulat atau terbentang lebar. Misalnya untuk vokal [i], [e], [ә], [ɛ], dan [a]. Berikut merupakan tabel yang memuat rincian proses pembentukan vokal dalam bahasa Inggris tersebut. Tabel 1.1 Tabel proses pembentukan vokal dalam bahasa Inggris 1 2 3 4 5 Striktur No Vokal Gerak Tinggi (jarak lidah Bentuk lidah rendah lidah dengan langitlangit) bibir bagian Contoh kata 1 [iː] tinggi atas depan tertutup tak see, feel, bead, bulat ream 2 [ɪ] tinggi bawah depan semi-tertutup tak bulat it, lid, fill, rich 3 [ɛ] madya semitertutup/terbuka bulat tak depan (tengah) fell, get, led 4 [æ] rendah depan hampir terbuka netral bad, cat, bat 5 [әː]/[ɜː] madya tak bird, burn, tengah semi-tertutup (tengah) atas bulat heard 6 [ә] madya ago, colour, (tengah) tengah semi-terbuka netral perhaps bawah 7 [Ʌ] rendah tengah hampir terbuka netral up, cup, luck 8 [ɑː] rendah bawah belakang terbuka netral card, dark, hard 9 [ɔ] rendah bawah belakang terbuka bulat box, hot, lock 10 [ɔː] rendah atas belakang semi-terbuka bulat cord, law, saw 11 [u] tinggi bawah belakang semi-tertutup bulat put, pull, look 12 [uː] tinggi atas belakang tertutup bulat pool, too, shoed 2) Diftong Bunyi yang diproduksi dengan melibatkan perubahan dalam vokal tertentu melalui pemindahan satu posisi vokal ke posisi vokal yang lain. Marsono (1999: 50) memaparkan bahwa diftong dalam bahasa Inggris dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu diftong naik (rising diphthongs), diftong turun (falling diphthongs), dan diftong memusat (centring diphthongs). 1. Diftong naik bahasa Inggris Diftong naik adalah jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi lidah lebih tinggi daripada yang pertama. Karena lidah semakin menaik, strikturnya menjadi semakin tertutup, sehingga diftong ini juga dapat disebut diftong menutup (closing diphthongs). Bahasa Inggris memiliki lima jenis diftong naik, yaitu: a. diftong naik-menutup-maju [aɪ], misalnya dalam: time [taim]; b. diftong naik-menutup-mundur [eɪ], misalnya dalam: base [beɪs]; c. diftong naik-menutup-maju [ɔɪ], misalnya dalam: boy [bɔɪ]; d. diftong naik-menutup-mundur [aʊ], misalnya dalam: now [naʊ]; dan e. diftong naik-menutup-maju [oʊ] atau [әʊ], misalnya dalam go [ɡoʊ] atau [ɡәʊ]. 2. Diftong turun bahasa Inggris Selain diftong naik, bahasa Inggris juga memiliki dua jenis diftong turun, yaitu: a. diftong turun-membuka-memusat [ɪә], misalnya dalam: ear [ɪә]; dan b. diftong turun-membuka-memusat [ʊә], misalnya dalam: pure [pjʊә]. 3. Diftong memusat bahasa Inggris Diftong memusat merupakan diftong yang diucapkan dengan menggerakkan lidah ke vokal tengah sentral. Terdapat dua jenis diftong naik memusat, yaitu:

a. diftong naik-menutup-memusat [ɔә], misalnya dalam: more [mɔә]; dan b. diftong naik-menutup-memusat [ɛә] atau [eә], misalnya dalam: there [ðɛә] atau [ðeә]. 3) Konsonan Bunyi yang dalam pembentukannya melalui proses udara yang tidak keluar secara lancar melalui mulut dan tenggorokan, tetapi mengalami hambatan atau penyempitan sehingga menghasilkan bunyi seperti gesekan. Berikut merupakan konsonan-konsonan yang terdapat dalam bahasa Inggris menurut Marsono (1999). 1. Konsonan Hambat Letup (Stops, Plosive) Konsonan hambat letup adalah konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus udara kemudian hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Menurut tempat hambatannya (artikulasinya) konsonan ini dapat dibagi menjadi tiga seperti berikut. a. Konsonan hambat letup bilabial Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas, seperti bunyi [p] yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam pool, compare, dan map') dan [b] yang merupakan konsonan lunak bersuara (seperti dalam big, rubber, dan rib ). b. Konsonan hambat letup apiko-alveolar Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi, seperti bunyi alveolar [t]

yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam town, writing, dan heart ) dan [d] yang merupakan konsonan lunak bersuara dan lebih pendek hambatannya (seperti dalam down, riding, dan hard ). c. Konsonan hambat letup dorso-velar Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak, seperti [k] yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam curl, bicker, dan dock ) dan [ɡ] yang merupakan konsonan lunak bersuara (seperti dalam girl, bigger, dan dog ). 2. Konsonan Nasal (Nasals) Konsonan nasal (sengau) adalah konsonan yang dibentuk dengan menghambat rapat (menutup) jalan udara dari paru-paru melalui rongga mulut. Menurut tempat hambatannya (artikulasinya) konsonan ini dapat dibagi menjadi tiga seperti berikut. a. Konsonan nasal bilabial Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas. Nasal yang terjadi adalah [m] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam man, among, dan him ). b. Konsonan nasal apiko-alveolar Konsonan ini dapat terjadi bila penghambat artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi. Nasal yang terjadi adalah [n] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam name, many, dan ten ).

c. Konsonan nasal dorso-velar Konsonan ini dapat terjadi bila proses penghambatan itu artikulator aktifnya adalah pangkal lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit lunak. Nasal yang dihasilkan adalah [ŋ] yang merupakan konsoan nasal bersuara (seperti dalam singer dan sing ). 3. Konsonan Paduan (Affricates) Konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus. Proses terjadinya adalah dengan menghambat penuh arus udara dari paru-paru, kemudian hambatan itu dilepaskan secara bergeser pelan-pelan. Tempat artikulasinya adalah ujung lidah dan gusi bagian belakang (langit-langit keras bagian depan atau prepalatal). Bunyi yang dihasilkan adalah paduan apikoprepalatal [tʃ] yang merupakan paduan keras tak bersuara (seperti dalam chin, riches, dan rich ) dan [dʒ] yang merupakan paduan lunak bersuara dan hambatannya lebih pendek (seperti dalam gin, ridges, dan ridge ). 4. Konsonan Sampingan (Laterals) Konsonan sampingan dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga mulut sehingga udara keluar melalui kedua samping atau sebuah samping saja. Tempat artikulasinya adalah ujung lidah dan gusi. Bunyi yang dihasilkan adalah [l] yang merupakan konsonan bersuara (seperti dalam look, holiday, dan oil ). 5. Konsonan Geseran atau Frikatif (Fricatives, Frictions) Konsonan geseran atau frikatif adalah konsonan yang dibentuk dengan menyempitkan jalannya arus udara yang dihembuskan dari paru-paru,

sehingga jalannya udara terhalang dan keluar dengan bergeser. Menurut tempat artikulasinya konsonan geseran dapat dibagi menjadi: a. Konsonan geseran labio-dental Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang terjadi adalah [f] yang merupakan konsonan keras tak bersuara (seperti dalam fan, sofa, dan life ) dan [v] yang merupakan konsonan lunak bersuara (seperti dalam van, cover, dan live ). b. Konsonan geseran apiko-dental Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gigi atas. Bunyi yang dihasilkan adalah [θ] yang merupakan konsonan keras tak bersuara yang hambatannya lebih panjang (seperti dalam thank, nothing, dan both ) dan [ð] yang merupakan konsonan lunak bersuara yang hambatannya lebih pendek (seperti dalam then, brother, dan smooth ). c. Konsonan geseran apiko-palatal Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan adalah [ṛ] yang termasuk bunyi bersuara (seperti dalam red dan very ). d. Konsonan geseran lamino-alveolar Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah daun lidah dan ujung lidah sedangkan artikulator pasifnya adalah gusi. Bunyi yang terjadi adalah [s] yang merupakan konsonan keras tak bersuara yang lebih panjang hambatannya (seperti dalam seal, lacy, dan bus ) dan [z] yang

merupakan konsonan lunak bersuara lebih pendek hambatannya (seperti dalam zeal, lazy, dan buzz ). e. Konsonan geseran apiko-prepalatal Konsonan ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah ujung lidah dan artikulator pasifnya adalah gusi bagian belakang atau langit-langit keras depan (prepalatal). Bunyi yang dihasilkan adalah [ʃ] yang merupakan bunyi keras tak bersuara lebih panjang hambatannya (seperti dalam kata shop, nation, dan wash ) dan [ʒ] yang merupakan bunyi lunak bersuara lebih pendek hambatannya (seperti dalam kata measure dan rouge ). f. Konsonan geseran laringal Konsonan ini dapat terjadi bila artikulatornya adalah sepasang pita suara. Udara yang dihembuskan dari paru-paru pada waktu melewati glotis digeserkan. Glotis dalam posisi terbuka. Posisi terbuka ini lebih sempit dari pada posisi glotis terbuka lebar dalam bernafas normal. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi [h] yang merupakan konsonan tidak bersuara karena pita suara tidak ikut bergetar (seperti dalam her dan behind ). 6. Semi-vokal Bunyi semi-vokal secara praktis termasuk konsonan tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk konsonan murni, maka bunyi itu disebut semi-vokal (cf. Verhaar, 1977: 20). Menurut tempat hambatannya (artikulasi) dapat dibagi menjadi dua seperti berikut. a. Semi-vokal bilabial dan labio-dental Semi-vokal ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah bibir bawah dan artikulator pasifnya adalah bibir atas, bunyi yang terjadi adalah

Bersuara dan tak bersuara Bilabial Labio-dental Apiko-dental Apiko-alveolar Apiko-prepalatal Apiko-palatal Lamino-alveolar Medio-palatal Dorso-velar Laringal 11 [w] bilabial. Dapat juga bibir bawah bekerja sama dengan gigi atas, yang terjadi adalah [w] labio-dental. Bunyi pada [w] adalah bunyi bersuara (seperti dalam watch dan away ). b. Semi-vokal medio-palatal Semi-vokal ini dapat terjadi bila artikulator aktifnya adalah tengah lidah dan artikulator pasifnya adalah langit-langit keras. Bunyi yang terjadi adalah [y] yang termasuk bunyi bersuara (seperti pada yard dan million ). Berikut merupakan tabel yang memuat rincian proses pembentukan konsonan dalam bahasa Inggris tersebut: Tabel 1.2 Tabel proses pembentukan konsonan dalam bahasa Inggris Hubungan posisional Cara dihambat Tempat hambatan (tempat artikulasi antar penghambat (striktur) (cara artikulasi) Rapat lepas tibatiba Rapat lepas tibatiba Rapat lepas pelanpelan Renggang lebar Renggang Hambat letup T p p h t t h k k h B b d ɡ Nasal (sengau) B m n ŋ Paduan (afrikat) Sampingan (lateral) Geseran (frikatif) T B B T f θ ʃ s B v ð ʒ ṛ z l tʃ dʒ h Renggang lebar Semi-vokal B w y 2.3.1.1 Teori Production Skill Bygate (2008: 14) memaparkan bahwa bahasa lisan memberikan waktu yang terbatas untuk memutuskan hal yang hendak diujarkan, bagaimana cara mengujarkannya, mulai mengujarkannya, dan memastikan bahwa maksud

utama pembicara telah tersampaikan. Di samping itu, Bygate juga menjabarkan bahwa faktor waktu juga memengaruhi cara bagaimana pembicara menggunakan bahasanya dalam memaparkan sesuatu yang hendak diutarakannya. Jika tersedia waktu yang lebih panjang, maka pembicara dapat mempersiapkan hal-hal yang hendak dikatakan dengan lebih baik dan mantap lagi. Sebaliknya, jika waktu yang tersedia tidak memungkinkan pembicara untuk mempersiapkan bahan yang hendak diutarakan, maka kecenderungan hal-hal yang akhirnya diucapkan menjadi tidak beraturan dapat menjadi lebih besar. Oleh karena itu, terdapat dua strategi bagi seseorang untuk menjadi pembicara yang andal dan gagasan dapat tersampaikan dengan lebih optimal. Pertama, pembicara dapat menerapkan beragam hal untuk memudahkan menghasilkan ujaran yang tepat. Hal yang dimaksud dapat berupa gerakan tangan, ekspresi wajah (facial expressions), dan kata konjungsi yang tepat. Kedua, pembicara harus menyesuaikan diri dengan berlatih berbicara secara teratur dan lebih sering agar dapat mengatasi kesulitan yang sering ditemukan dalam konteks berbicara, terutama di depan umum. Hal ini disebabkan oleh para pembicara pada umumnya memiliki sedikit waktu untuk merencanakan, mengatur, dan menyampaikan pesan yang hendak diutarakan. Dengan demikian, mereka kerap menggunakan frasa-frasa tertentu beserta artinya yang besar kemungkinan tidak begitu dimengerti oleh lawan bicara atau pendengarnya. 2.3.1.2 Teori Keterampilan Berinteraksi dalam Metodologi Bahasa Lisan Bygate (2008: 22) memaparkan bahwa dalam berinteraksi secara lisan, baik pembicara maupun pendengar, tidak hanya wajib menjadi pengolah

yang baik atas kata-kata yang dihasilkan secara lisan. Akan tetapi, juga harus dapat menghasilkan bahasa yang koheren (bertalian secara logis) dalam keadaan yang berbeda-beda dari komunikasi lisan yang terjadi. Proses komunikasi (berbicara dan menyimak) dapat dikatakan berjalan dengan optimal dan berhasil jika pembicara dapat mengutarakan hal-hal yang hendak disampaikan (gagasan dari pikiran mereka) secara tepat dengan cara yang dapat dipahami oleh pendengar dengan mudah. Barnes (dalam Bygate, 1976) memaparkan perbedaan yang tajam antara pembelajaran eksploratori dan pembelajaran final draft yang sangat aplikatif dalam kegiatan pembelajaran dan pengajaran bahasa di kelas. Pembelajaran eksploratori merupakan pembelajaran yang menitikberatkan fokus pada pemahaman setiap aspek dari topik secara merata. Selain itu, merencanakan tugas tanpa terlampau sering melakukan kesalahan. Pembelajaran ini mengharapkan para peserta didik untuk bereksperimen dengan aspek-aspek yang telah dipelajari agar dapat mengetahui hal-hal yang kerap muncul sebagai bagian-bagian yang terpenting atau yang paling menarik bagi mereka. Di sisi lain, pembelajaran final draft merupakan pembelajaran yang menitikberatkan fokus pada penghindaran atas terjadinya kesalahan dan menghasilkan penampilan (performance) yang sempurna dari permulaan. Pembelajaran ini mengharapkan para peserta didik untuk memahami beragam hal dengan cepat sebelum mengetahui penggunaan konsep yang ada terkait dengan topik pembicaraan. Selain itu, diharapkan pula para peserta didik dapat mengantisipasi perbedaan-perbedaan (dalam hal ini dapat berupa perbedaan antara

bahasa pertama/bahasa sumber dan bahasa kedua/bahasa tujuan) tertentu sebelumnya sehingga tidak perlu mengulang dari awal lagi. Peserta didik juga diwajibkan lebih cekatan dan efisien dalam memastikan hal-hal yang perlu ditambahkan atau hal-hal yang perlu dilakukan secara cepat dan rapi dalam mendukung performa berbicara. 2.3.1.3 Teori Pengaturan Kelas dan Kemampuan Lisan (Oral Skills) Latihan dalam keterampilan lisan (berbicara) mewajibkan para pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (pembicara dan pendengar) untuk merundingkan makna dan mengelola interaksi secara bersama-sama. Terdapat sebuah hubungan antara tingkat kebebasan untuk berunding dan jumlah orangorang yang terlibat (Bygate, 2008: 96). Secara keseluruhan, pengajar perlu juga memperhatikan dan mencermati bagaimana langkah-langkah keterampilan berbicara ditempuh dan dipelajari. Hal yang terpenting adalah pengajar harus mampu mengatur kelas agar peserta didik dapat mendengar dengan baik setiap ujaran yang diucapkan oleh pengajar. 2.3.1.4 Teori Kesalahan Berbahasa Sebagai tenaga pendidik bahasa, terutama bahasa asing, seorang pengajar wajib mengetahui dan memahami pengertian kesalahan berbahasa. Hal ini sangat wajar sekaligus krusial. Artinya, merupakan hal yang mustahil jika seorang pengajar menyebutkan bahwa seorang peserta didik melakukan kesalahan dalam konteks berbicara jika sang pengajar tidak memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang konsep kesalahan berbahasa yang memadai. Jika tidak menjadi

seorang pengajar bahasa sekalipun, seseorang juga dapat mengetahui jenis kesalahan yang kemungkinan terjadi jika ia ingin mempelajari landasan tentang jenis kesalahan berbahasa (terutama dalam penggunaan bahasa kedua dan asing) secara lebih intensif. Sesungguhnya kesalahan berbahasa merujuk kepada beberapa pengertian yang beragam, tetapi kebanyakan orang menganggap bahwa hal tersebut sama secara keseluruhan, artinya tidak ada perbedaan sama sekali. Anggapan ini wajib diubah oleh seorang pengajar bahasa. Itulah sebabnya pengertian kesalahan berbahasa wajib dipahami sebelum mengajarkan atau membahas bahasa kedua atau bahasa asing. Corder (dalam Indihadi, 2011: 2--3) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis kesalahan dalam berbicara, yang dijabarkan sebagai berikut. 1) Lapses merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk konteks bahasa lisan, kesalahan ini diistilahkan sebagai slip of the tongue, sementara untuk bahasa tulis diistilahkan sebagai slip of the pen. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. 2) Error merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur.

3) Mistake merupakan kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua. Melalui pemaparan di atas, dapat dicermati bahwa ketiga istilah tersebut memiliki makna yang tidak dapat diseragamkan. Dengan memahami setiap perbedaan makna istilah-istilah di atas, maka seorang pengajar dapat membuat determinasi atau menentukan jenis kesalahan yang dibuat oleh peserta didik saat praktikum berbicara. Menurut Corder (1981) dalam Zhang (2013: 86), kesalahan peserta didik secara signifikan dapat terjadi dalam tiga cara. Pertama, bagi pengajar, kesalahan peserta didik dapat menunjukkan seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai dan bagian mana yang belum. Kedua, bagi peneliti, kesalahankesalahan yang ada dapat menyediakan semacam bukti atas terlaksananya proses pembelajaran. Ketiga, bagi peserta didik sendiri, kesalahan yang terjadi merupakan cara mereka untuk menguji hipotesis terhadap bahasa yang sedang dipelajari. Terkait dengan cara pembelajaran bahasa, Corder menyatakan bahwa kesalahan (baik berupa error ataupun mistake) dapat dimanfaatkan sebagai koreksi diri otomatis dan tidak dapat dihitung sebagai sebuah kesalahan. Meskipun demikian, jika kita berpikir bahwa bahasa peserta didik merupakan suatu hal yang sangat sistematik dan memiliki aturan gramatikal tersendiri, harus diakui bahwa apa pun yang diutarakan oleh peserta didik saat mencoba berkomunikasi dengan bahasa tersebut adalah tepat dalam tataran interlanguage