BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. murung, putus asa, merana dan tidak berharga. Depresi juga dapat berupa

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi 2013

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

GANGGUAN BIPOLAR PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

MOOD DISORDER. DITA RACHMAYANI, S.Psi., M.A / YUNITA KURNIAWATI, S.Psi., M.Psi dita.lecture.ub.ac.id

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BIPOLAR. oleh: Ahmad rhean aminah dianti Erick Nuranysha Haviz. Preseptor : dr. Dian Budianti amina Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. fisilogis organ tubuhnya (Wahyunita, 2010). Banyak kelainan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ

Strategi pemulihan gangguan jiwa berdasar stress vulnerability model

Gangguan Bipolar. Febrilla Dejaneira Adi Nugraha. Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) [2], usia lanjut dibagi

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Lhoksukon dan rumah pasien rawat jalan Puskesmas Lhoksukon.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN MOOD. dr. Moetrarsi SKF., DTM&H, Sp.KJ

Wanita Usia 60 Tahun dengan Episode Depresif Sedang dan Gejala Somatis. A 60 Years Old Woman with Moderate Depressive Episode and Somatic Symptoms

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

EATING DISORDERS. Silvia Erfan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. persepsi seseorang mengenai dunia. Gangguan mood adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan penyakit pada lansia. Salah satu gangguan psikologis

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

Gangguan Mood/Suasana Perasaan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan setiap manusia sejak mulai meninggalkan masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lanjut usia yang berusia antara tahun, danfase senium yaitu lanjut usia

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

RESUME JURNAL HUBUNGAN ANTARA INSOMNIA DAN DEPRESI PADA LANJUT USIA DI KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA LATAR BELAKANG

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Pengertian Depresi Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho, 2012). Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain dan tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison dkk, 2006). Depresi merupakan gangguan suasana hati atau mood yang dalam edisi DMS (Dignostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikenal sebagai gangguan afektif (Kaplan & Sadock, 2010). Depresif adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/mood disorder), yang diatandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidak gairahan hidup, perasaan tidak berguna, dan putus asa (Hawari, 2010). 2.2 Tanda dan Gejala Depresi PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) dalam penelitia Trisnapati (2011) yang menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti dibawah ini : 7

8 Gejala utama meliputi : 1. Perasaan depresif atau perasaan tertekan 2. Kehilangan minat dan semangat 3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah. Gejala lain meliputi : 1. Konsentrasi dan perhatian berkurang 2. Perasaan bersalah dan tidak berguna 3. Tidur terganggu 4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6. Pesimistik 7. Nafsu makan berkurang 2.3 Tingkat Depresi Kriteria diagnostik untuk tingkat gangguan depresi mayor menurut DSM- IV dibagi dua yaitu gangguan depresi mayor dengan psikotik dan nonpsikotik serta gangguan mayor dalam remisi parsial dan gangguan parsial dalam revisi penuh. Gangguan depresi mayor meliputi gangguan depresi ringan, sedang dan berat tanpa ciri psikotik yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Ringan, jika ada beberapa gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas yang biasa dilakukan. 2. Sedang, gangguan fungsional berada diantara ringan dan berat

9 3. Berat, tanpa ciri psikotik, beberapa gejala melabihi dari yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasa dilakukan. Berpedoman pada PPDGJ III dalam penelitian Trisnapati 2011 dijelaskan bahwa, depresi digolongkan ke dalam depresi berat, sedang dan ringan sesuai dengan banyk dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Gejala tersebut terdiri atas gejala utama dan gejala lainnya yaitu : 1. Ringan, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala depresi ditambah dua dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lainnya namun tidak boleh ada gejala berat diantaranya. Lama periode depresi sekurangkurangnya selama dua minggu. Hanya sedikit kesulitan kegiatan sosial yang umum dilakukan. 2. Sedang, sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya. Lama episode depresi minimum dua minggu serta menghadaapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial. 3. Berat, tanpa gejala psikotik yaitu semua tiga gejala utama harus ada ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya. Lama episode sekurang-kurangnya dua minggu akan tetapi apabila gejala sangat berat dan onset sangat cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosa dalam kurun waktu dalam dua minggu. Orang sangat tidak mungkin akan mampu meneruska kegiatan sosialnya.

10 Faktor yang mempengaruhi depresi seperti psikodinamik, psikososial, dan biologis semuanya berperan penting dalam pengendalian impuls (Kaplan & Sadock, 2010). 2.4 Etiologi Depresi Dalam Kaplan & Sadock, 2010 penyebab terjadinya depresi adalah : 2.4.1 Faktor Biologis Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenicseperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA) dan 3 metoksi-4-hdroksifenilglikol (MHPG)- di dalam darah, urine dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesisi bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic. 2.4.2 Faktor Neurokimia Walaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino dan peptide neuro aktif telah dilibatkan dalam patofiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa system messengers kedua- seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol- dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama pada system saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-Metil-D-Aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat

11 bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi antagonis reseptor NMDA memiliki efek antidepresan. 2.4.3 Faktor Genetik Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik terjadi melalui mekanisme yang kompleks. Tidak hanya menyingkirkan pengaruh psikososial tetapi faktor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif didalam timbulnya gangguan mood pada beberapa orang. Komponen genetik memiliki peranan yang bermakna didalam gangguan bipolar I daripada gangguan depresi berat. 2.4.4 Faktor Psikososial Peristiwa hidup dan penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode gangguan mood yang megikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan depresif I. sebuah teori yang diajukan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama didalam biologi otak.perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan system pemberian sinyal interaneuron, perubahan yang bahkan mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki resiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal.

12 Sejumlah klinis bahwa peristiwa hidup memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menunjukkan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya depresi dikemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan timbulnya awitan depresi adalah kematian pasangan. Factor ressiko lain adalah PHK- seseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode depresif berat daripada orang yang bekerja. 2.4.5 Faktor Kepribadian Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi dibawah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu- objektif kompulsif, histrionic dan borderline- mungkin memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisocial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan didalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I dikemudian hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distemik dan siklotimik memiliki resiko gagguan depresi berat atau gangguan bipolar I kemudian hari.

13 2.4.6 Faktor Psikodinamik Depresi Pemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan oleh Sigmund freud dan dikembangkan Karl Abraham dikenal dengan pandangan klasik mengenai depresi. Teori ini memiliki 4 poin penting : (1) gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18 bulanpertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi; (2) depresi dapat terkait dengan kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan objek; (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan kedalam diri sendiri. 2.5 Geriatric Depression Scale Pentingnya mendeteksi depresi semakin di sadari apalagi depresi yang terjdi pada lansia sulit diketahui. Untuk itu alat pendeteksi depresi dibuat untuk memudahkan profesional kesehatan mendeteksi gejala depresi. Nama instrumen pendeteksi ini adalah Geriatric Depression Scale (short form) yang terdiri dari 15 pertanyaan untuk melihat screning oleh Sherry A. Greenberg, PhD(c), MSN, GNP-BC, Harthford Institute for Geriatric Nursing, NYU College of Nursing. Skala GDS ini awalnya sudah di uji dan digunakan secara intensiv oleh populasi sebelumnya oleh Yessevage et. All. 2.6 Lanjut Usia 2.6.1 Defenisi Lanjut usia Lansia adalah fase dimana organisme telah mencapai kematangan dan telah mengalami tahap akhir perkembangan dari daur kehidupan manusia

14 dalam ukuran fungsi dan ukuran waktu. Lansia adalah masa dimana proses produktivitas berfikir, mengingat, menangkap dan merespon sesuatu sudah mulai mengalami penurunan secara berkala (Muhammad, 2010). Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas dan menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua dan disebut sebagai lansia (UU No. 13 Tahun 1998). 2.6.2 Pengelompokan Lanjut usia Menurut WHO 2010 lanjut usia dibagi dalam yaitu : 1. Lanjut usia atau Elderly age (60-74 tahun) 2. Lanjut usia tua atau Old age (75-90 tahun) 3. Usia sangat tua atau very old (diatas 90 tahun) 2.6.3 Ciri ciri yang dijumpai pada usia lanjut 1. Fisik - Penglihatan dan pendengaran menurun - Kulit tampak mengendur - Aktivitas tubuh mengendur - Penumpukan lemak di bagian perut dan panggul 2. Psikologis - Merasa kurang percaya diri - Sering merasa kesepian - Merasa sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak berguna (Dwi & Fitrah, 2010).

15 2.6.4 Persoalan dan keluhan lansia Pada hasil ASEAN Teaching Seminar on Psychogeriatric Problems yang dikutip dari Yaumil Agoes Achir dari Fakultas Psikologi UI, persoalan dan keluhan yang terjadi pada lansia adalah : 1. Organo-biologic, misalnya : dementia, gangguan fungsi afektif, sulit tidur, diabetes militus, hipertensi dan lain-lain. 2. Psiko-edukatif, seperti perasaan kesepian, kehilangan, ditolak dan tidal (disenangi, hubungan yang tegang dengan sanak saudara, apatis dan lainnya). 3. Sosio-ekonomik dan budaya, misalnya ; kesulitan keuangan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, tidak punya rumah menetap dan lainnya (Dwi & Fitrah, 2010). 2.6.5 Perubahan yang terjadi pada lansia Perubahan yang terjadi pada lansia menurut Dwi & Fitrah, 2010 adalah : 1. Fisik Secara fisik seseorang yang mengalami usia lanjut terjadi deklinasi sexsual proses, walaupun tidak nampak dari luar tubuh karena terjadi perubahan penurunan pada produksi secret dan proses spermatogenesisnya. Rasa kecemasan dan ragu mengenai kemampuan seksualnya merupakan gejala awal yang muncul bagi laki-laki. Sedangkan pada perempuan muncul gejala menopause atau berhentinya haid sehingga menimbulkan gangguan psikologis, biasanya sebelum munculnya gejala tersebut wanita sudah mulai menduga- duga tentang kemungkinan buruk yang terjadi pada dirinya.

16 2. Psikologis dan hubungan sosial Dilihat dari segi kejiwaan, individu yang menginjak lanjut usia biasanya labil apabila mendapat penolakan, penghinaan atau rasa kasihan yang tidak sesuai dengan keadaannya, oleh karena itu biasanya para lansia meginginkan untuk tidak tergantung dengan orang lain dengan usaha mereka sendiri walaupun biasa tidak menjadi jaminan untuk dia mampu memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin dihargai, dicintai, dan diinginkan kehadirannya dan ingin hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain dimasa tuanya. Seseorang yang sudah menginjak masa lansianya biasanya muncul sikap yang tidak disadari oleh dirinya sendiri seperti cerewet, pelupa, sering mengeluh, bersikap egois. Biasanya lansia akan merasa diterima bila anak cucu (keluarganya) menerima segala kekurangannya, lebih memperhatikan dan dimengerti walaupun mungkin itu sulit diterima bagi semua keluarga akan tetapi dengan pemahaman bahwa setiap orang nanti kelak ketika dia menginjak lanjut usia akan menunjukkan sikap yang sama. 3. Segi agama Lanjut usia sangat mendambakan kasih sayang dan penerimaan sosial akan tetapi dilain pihak dia juga membutuhkan ketenangannya untuk beribadah, beramal dan berbuat baik dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lanjut usia bergeser dari kebutuhan biologik dan self survival diganti oleh kebutuhan lain seperti kebutuhan religious.