ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI HALOTOLERAN PADA PEDA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) Oleh : Suci Dwi Novi Savitri C

dokumen-dokumen yang mirip
xo-ak 8Fv ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI HALOTOLERAN PADA PEDA IKAN KEMBUNG (Rastreffiger ssp.) Oleh : Suci Dwi Novi Savitri C

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

III. MATERI DAN METODE

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER\

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

Teknik Identifikasi Bakteri

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR (TPP 1207) Disusun oleh : Dosen Pengampu

LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB 6. TEKNIK FERMENTASI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel dilakukan di pasar di sekitar kota Bandar Lampung,

Uji Kosser Sitrat Hidrolisis Lemak Uji Oksidase dan Katalase Hidrolisis Gelatin Motilitas Hidrolisis Kasein Uji H2S Uji Indol Reduksi Nitrat

1) Mahasiswa Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar 2) Staf Pengajar Program Studi THP STITEK Balik Diwa Makassar ;

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

Pengawetan bahan pangan

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif meliputi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

Lampiran 1. Komposisi media Sea Water Completed (SWC) untuk 1 L. Yeast extract

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

METODE Lokasi dan Waktu Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

III. METODOLOGIPENELITIAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah penelitian

II. METODELOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini sampel air sumur diambil di rumah-rumah penduduk

Transkripsi:

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI HALOTOLERAN PADA PEDA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) Oleh : Suci Dwi Novi Savitri C34102034 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

RINGKASAN SUCI DWI NOVI SAVITRI. C34102034. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger sp.). Dibimbing oleh WINARTI ZAHIRUDDIN dan DESNIAR. Ikan peda merupakan salah satu produk hasil fermentasi bergaram yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia karena cita rasa dan aromanya yang khas. Peda adalah produk hasil fermentasi bergaram yang menggunakan aktivitas bakteri dalam prosesnya. Bakteri tersebut akan menguraikan protein yang selanjutnya akan terbentuk senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan cita rasa yang khas pada peda. Sehubungan dengan informasi mengenai jenis bakteri yang terdapat di dalam peda masih sangat kurang, maka perlu dilakukan isolasi bakteri halotoleran yang terdapat pada produk tersebut sehingga dapat diketahui karakteristik morfologi dan fisiologinya yang merupakan tahapan yang penting untuk melakukan identifikasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengetahui karakteristik bakteri halotoleran yang terdapat dalam produk fermentasi yaitu peda ikan kembung (Rastrelliger sp.). Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu analisis bahan (yang meliputi pengukuran kadar garam, derajat keasaman (ph) dan perhitungan Total Plate Count (TPC)), isolasi bakteri dari ikan peda merah (dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba pada agar cawan dilanjutkan dengan goresan kuadran serta pengamatan morfologi koloni dan sel untuk mengetahui tingkat kemurnian isolat yang diperoleh) dan karakterisasi isolat bakteri murni (yang meliputi uji morfologi dan uji fisiologi). Sifat morfologi yang diamati adalah morfologi sel, sedangkan pengamatan sifat fisiologis bakteri, meliputi uji hidrolisis pati, uji hidrolisis protein, uji hidrolisis lemak, uji reduksi nitrat, uji katalase, uji oksidase, uji indol, uji H 2 S, uji fermentasi gula, uji oksidasif-fermentatif Baird Parker, uji kualitatif untuk Staphylococcus, uji manitol, uji koagulase dan pendugaan jenis bakteri. Pada analisis bahan diketahui bahwa kadar garam ikan peda merah sebesar 11,4 %, derajat keasaman (ph) sebesar 7,08 dan jumlah bakteri (Total Plate Count/ TPC) sebesar 1,04 x 10 4 koloni/ml. Pada tahap isolasi bakteri diketahui ada lima isolat yang diperoleh dari lima koloni dominan yang memiliki sifat morfologi koloni yang berbeda baik warna, bentuk, elevasi dan tepiannya. Berdasarkan hasil pengamatan morfologi sel bakteri, kelima isolat tersebut memiliki sifat yang sama yaitu bentuk sel kokus, gram positif, tidak mempunyai spora dan non motil. Sedangkan dari pengamatan sifat-sifat fisiologi bakteri, kelima isolat juga memiliki sifat yang sama yaitu dapat menghidrolisis pati, protein dan lemak; hidup secara aerob atau fakultatif anaerob; katalase positif; tidak dapat mereduksi nitrat; indol negatif, H 2 S negatif dan oksidase negatif; dapat memfermentasi glukosa dan menghasilkan asam; metabolisme selnya dilakukan secara fermentatif; serta termasuk dalam golongan Staphylococcus sp. yang bersifat tidak patogen. Berdasarkan sifat morfologi dan fisiologi dari kelima isolat bakteri tersebut diduga kelima isolat termasuk ke dalam kelompok Staphylococcus sp..

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2006 Suci Dwi Novi Savitri C34102034

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI HALOTOLERAN PADA PEDA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Suci Dwi Novi Savitri C34102034 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Judul Nama NRP : ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI HALOTOLERAN PADA PEDA IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp.) : Suci Dwi Novi Savitri : C34102034 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Winarti Zahiruddin, MS NIP. 130 422 706 Desniar, SPi, MSi NIP. 132 159 705 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031 Tanggal lulus : 8 Desember 2006

KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Atas berkat rahmat, hidayah dan kasih sayang yang telah diberikan-nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger sp.), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Desniar, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasehat selama penulisan skripsi. 2. Ibu Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi dan Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS selaku dosen penguji, atas masukannya yang berharga dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Agus Soematri (FKH) dan Ibu Ema atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian. 4. Bapak, Ibu, Mbak Wid, si kembar Angga & Ayu, Mas Ali, si kecil Ivan dan Mbok e serta keluarga di Semarang atas cinta kasih, doa, nasehat, perhatian, dukungan dan keceriaan yang telah diberikan selama ini. 5. Titin, Vina, Nispi, Teguh dan Joddi atas bantuan dan kebersamaan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman THP Unskill 39 atas kebersamaan, dukungan dan canda tawa selama empat tahun lebih bersama. 7. Teman-teman di Wisma Nabila dan Pondok Harum atas hari-hari penuh senyuman dan canda tawa yang telah kalian berikan selama ini. 8. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak yang membutuhkannya. Bogor, Desember 2006

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Suci Dwi Novi Savitri dan lahir di Semarang pada tanggal 25 November 1983. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Djumasri Yuwono Saputro dan Ibu Sri Kanti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri KIP Karangayu pada tahun 1996. Kemudian dikota yang sama pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama pada SLTP Negeri 1 Semarang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Semarang dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002 dan diterima di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di organisasi kemahasiswaan baik sebagai anggota maupun pengurus antara lain Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (Himasilkan) pada tahun 2003-2005 dan Fish Processing Club (FPC) pada tahun 2003-2005. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional pada tahun ajaran 2005-2006. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Halotoleran pada Peda Ikan Kembung (Rastrelliger sp.) dibawah bimbingan Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Desniar SPi, MSi.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Ikan... 3 2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi... 4 2.1.2. Peranan garam dalam fermentasi ikan... 5 2.2. Fermentasi Peda... 7 2.2.1. Proses dan perubahan yang terjadi selama pembuatan... 9 2.2.2. Karakteristik peda... 11 2.2.3. Kerusakan produk fermentasi..... 14 2.3. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Produk Fermentasi... 14 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat... 18 3.2. Alat dan Bahan... 18 3.3. Metode Penelitian... 19 3.3.1. Analisis bahan... 19 3.3.2. Isolasi bakteri dari ikan peda merah... 19 3.3.3. Karakterisasi isolat bakteri... 19 3.4. Prosedur Analisis... 20 3.4.1. Pengukuran kadar garam sampel (AOAC 1995)... 20 3.4.2. Pengukuran ph sampel (AOAC 1995)... 20 3.4.3. Perhitungan nilai Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1992)... 21 3.4.4. Isolasi bakteri dari sampel (Fardiaz 1988)... 21 3.4.5. Uji morfologi... 22 3.4.6. Uji fisiologi... 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan... 33 4.2. Isolasi Bakteri dari Ikan Peda Merah... 35

4.3. Karakterisasi Isolat Bakteri... 39 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 59 5.2. Saran... 59 DAFTAR PUSTAKA... 61 LAMPIRAN... 64

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi peda bermutu baik... 12 2. Hasil analisis komposisi gizi peda pasar... 12 3. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji fementasi gula... 28 4. Reaksi-reaksi yang terjadi pada uji H 2 S... 28 5. Tabel kunci identifikasi bakteri Gram positif... 31 6. Tabel kunci identifikasi tahap kedua untuk Staphylococcus, Micrococcus dan Aerococcus... 32 7. Kadar garam, ph dan nilai Total Plate Count (TPC) ikan peda merah. 33 8. Morfologi koloni terpilih... 36 9. Morfologi sel bakteri dari koloni terpilih... 37 10. Morfologi sel bakteri dari setiap tahapan isolasi... 38 11. Morfologi sel dari kelima isolat bakteri pada ikan peda merah... 39 12. Hasil pengamatan uji fisiologi kelima isolat bakteri... 42

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tahapan pembuatan peda... 11 2. Tahap-tahap pewarnaan gram... 24 3. Tahap-tahap pewarnaan spora... 25 4. Sampel peda merah ikan kembung perempuan (Rastrelliger neglectus). 33 5. Bentuk sel dan hasil pewarnaan gram bakteri... 40 6. Hasil uji motilitas bakteri... 41 7. Hasil uji hidrolisis pati... 43 8. Hasil uji hidrolisis protein... 45 9. Hasil uji hidrolisis lemak... 46 10. Hasil uji reduksi nitrat... 49 11. Hasil uji indol... 50 12. Hasil uji fermentasi gula dan H 2 S... 51 13. Hasil uji oksidase... 53 14. Hasil uji oksidatif-fermentatif Baird-Parker... 55 15. Hasil uji kualitatif untuk Staphylococcus... 56 16. Hasil uji koagulase... 57 17. Hasil uji manitol... 58

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Bentuk pertumbuhan koloni di atas agar cawan... 65 2. Hasil perhitungan pengukuran kadar garam... 66 3. Hasil pengukuran derajat keasaman (ph)... 66 4. Hasil perhitungan nilai Total Plate Count (TPC)... 66 5. Cara pembuatan larutan pengencer... 67 6. Komposisi media yang digunakan... 67

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, ikan dan hasil perairan lainnya merupakan sumber komoditi yang penting terutama sebagai sumber protein hewani selain yang berasal dari hewan terestrial seperti sapi, ayam, kambing dan lain-lain. Ikan mempunyai harga relatif lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi sehingga diharapkan ikan akan memberikan sumbangan yang besar untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk Indonesia terutama protein. Sebagai sumber protein hewani yang penting maka pendayagunaan ikan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Mengingat ikan adalah bahan makanan yang mudah rusak maka usaha pengolahan ikan mutlak diperlukan sehingga hasil tangkapan ikan yang tidak dapat segera dipasarkan dalam bentuk segar tidak cepat menjadi busuk dan terbuang percuma. Pengolahan yang sudah banyak dilakukan adalah pengolahan ikan secara tradisional seperti penggaraman, pengeringan, perebusan, pengasapan dan fermentasi, yang semuanya bertujuan untuk mengawetkan atau memperpanjang masa simpan hasil perikanan tersebut. Hasil olahan secara tradisional yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia antara lain ikan asin, ikan kering, pindang, ikan asap dan produk-produk fermentasi ikan bergaram seperti peda, terasi dan kecap ikan. Fermentasi ikan merupakan suatu proses penguraian secara biologis atau semi biologis dari senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol (Hadioetomo 1982). Bahan pangan yang difermentasi biasanya memiliki aroma dan tekstur yang lebih baik, umur simpan yang lebih lama dan kebanyakan bahan pangan hasil fermentasi dianggap aman. Selama fermentasi berlangsung, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asamasam amino akan terurai menjadi komponen-komponen yang berperan dalam pembentukan cita rasa. Menurut Irawadi (1979), fermentasi ikan merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang khas, karena dengan cara ini diperoleh produk-produk yang

digemari oleh masyarakat. Dengan proses fermentasi akan diperoleh produk dengan cita rasa dan aroma yang khas yang sulit ditinggalkan oleh para penggemarnya. Fermentasi ikan bergaram merupakan suatu cara pengawetan yang cocok dengan kondisi ekonomi nelayan, karena tidak membutuhkan biaya yang tinggi dan suhu pembuatannya sesuai dengan suhu di Indonesia. Peda adalah produk hasil fermentasi bergaram yang menggunakan aktivitas bakteri dalam prosesnya. Diperkirakan bakteri yang berperan dalam proses fermentasi bergaram ini adalah bakteri halofilik atau bakteri halotoleran. Bakteribakteri tersebut memberi sumbangan dalam proses penguraian senyawa-senyawa kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak yang selanjutnya akan terbentuk senyawa-senyawa yang berperan dalam pembentukan cita rasa yang khas pada peda (Jermolieva dan Bujanowskaja 1934; Messing 1934; Shewan 1938; dan Omland 1955 diacu dalam FAO 1971). Akan tetapi tidak semua jenis bakteri yang terdapat pada peda berperan dalam pembentukan cita rasa karena hanya bakteri yang tidak membentuk spora, tahan garam dan dapat tumbuh dalam kondisi aerobik maupun anaerobiklah yang memegang peranan tersebut (Rahayu et al. 1992). Mengingat informasi mengenai jenis-jenis bakteri yang terdapat di dalam produk ikan peda masih sangat kurang, maka perlu dilakukan isolasi bakteri halotoleran yang terdapat pada produk tersebut sehingga dengan demikian dapat diketahui karakteristik morfologi dan fisiologi dari bakteri yang ada yang merupakan tahapan yang penting untuk melakukan identifikasi. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengetahui karakteristik bakteri halotoleran yang terdapat dalam produk fermentasi yaitu peda ikan kembung (Rastrelliger sp.).

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Ikan Pada mulanya yang dimaksud dengan proses fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Namun banyak proses fermentasi tidak selalu menghasilkan alkohol dan karbondioksida. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa dari bahan-bahan protein komplek menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan yang terkontrol atau teratur (controlled condition) (Moeljanto 1982). Selain karbohidrat, protein dan lemak dapat juga dipecah oleh mikroba atau enzim tertentu untuk menghasilkan asam amino, asam lemak dan zat lainnya (Winarno et al. 1980). Proses fermentasi biasanya ditujukan untuk a) membuat produk baru, b) memperbaki nilai gizi, c) memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan dan flavour dan d) memperpanjang daya awet produk (Damayanthy dan Mudjajanto 1993). Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat pemecahan kandungan-kandungan bahan tersebut (Winarno et al. 1980). Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan, jenis mikroba dan kondisi di sekeliling yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Semua mikroba hidup memerlukan energi yang diperoleh dari komponen-komponen bahan pangan tempat mikroba itu hidup (Buckle et al. 1978). Fermentasi oleh mikroba yang dikehendaki akan menghasilkan cita rasa yang khas dan mengubah tekstur bahan pangan yang difermentasikan. Bahan pangan yang mengalami fermentasi biasanya mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan protein, lemak dan polisakarida terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih mudah dicerna. Adanya mikroorganisme juga dapat meningkatkan jumlah vitamin, seperti kelompok vitamin B yang terdapat dalam bahan pangan yang difermentasi (Buckle et al. 1978) Hasil fermentasi yang diperoleh sering tidak tetap mutunya. Hal ini terjadi terutama karena dalam pembuatan produk tradisional menerapkan fermentasi secara spontan. Dalam proses fermentasi spontan, jumlah dan jenis

mikroba yang ikut aktif biasanya beraneka ragam. Banyaknya jenis mikroba tersebut menyebabkan hasilnya juga bermacam-macam dan tidak seragam, selain itu mutu dan hasil yang diperoleh tidak menentu (Winarno dan Fardiaz 1981) Selain membantu dalam mengawetkan makanan, fermentasi juga memberikan sifat-sifat tertentu yang dapat menjadi daya tarik bagi konsumen. Biasanya sifat-sifat ini hanya dapat dihasilkan melalui perubahan yang komplek selama fermentasi (Pederson 1963) Fermentasi makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan sumber mikroba yang berperan dalam fermentasi, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena tempat hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, dimana mikroba akan berkembang biak dan aktif mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan (Fardiaz 1987). 2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu proses fermentasi adalah sebagai berikut (Potter 1978): a) Asam Makanan yang mengandung asam biasanya tahan lama, tetapi jika oksigen cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh serta fermentasi berlangsung terus, maka daya awet dari makanan asam tersebut menjadi hilang. Pada keadaan ini mikroba proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak menghasilkan senyawa yang berbau busuk b) Alkohol Seperti halnya asam, makanan atau minuman yang mengandung alkohol dapat tahan lama tergantung konsentrasinya. Kandungan akohol yang terbentuk selama fermentasi anggur tergantung pada kandungan gula dalam buah anggur, macam ragi, suhu fermentasi dan jumlah oksigen.

c) Penggunaan starter Fermentasi adakalanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan. Adakalanya proses fermentasi tidak menggunakan kultur murni, misalnya pada penggumpalan susu untuk pembuatan keju yang dilakukan dengan cara memasukkan susu asam yang telah menggumpal ke dalam cairan susu yang akan diproses. d) Suhu Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroorganisme yang dominan selama fermentasi. Jika kondisi asam yang dikehendaki telah tercapai, maka suhu dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Suhu yang optimum untuk proses fermentasi sekitar 25 0 C sampai 35 0 C. e) Kandungan oksigen Kandungan oksigen selama proses fermentasi akan mempengaruhi pertumbuhan optimum mikroba tertentu. Misalnya bakteri Acetobacter yang penting dalam pembuatan cuka adalah bakteri aerob (membutuhkan oksigen), sedangkan pertumbuhan ragi yang menghasilkan alkohol dari gula akan lebih baik dalam keadaan anaerob. f) Garam Mikroba dapat dibedakan berdasarkan ketahanannya terhadap garam. Mikroba pembentuk asam laktat dalam acar, sayur asin (sauerkraut), sosis dan lain-lain, biasanya toleran terhadap konsentrasi garam 10 % sampai 18 %. Beberapa mikroba proteolitik penyebab kebusukan tidak toleran pada konsentrasi garam 2,5 % dan terutama tidak toleran pada kombinasi antara garam dan asam. 2.1.2. Peranan garam dalam fermentasi ikan Pada proses fermentasi, garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme mana yang dapat tumbuh dan yang tidak dapat tumbuh serta jenis apa yang akan tumbuh, sehingga kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor lainnya adalah sama (Desroier 1988). Penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu: meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol

pertumbuhan mikroorganisme (merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan berperan dalam fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen). Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen karena mempunyai sifat-sifat antimikroba sebagai berikut: a) garam dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat, b) garam dapat menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan sehinggga a w bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh, c) garam mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel mikroorganisme, sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan, d) ionisasi garam akan menghasilkan ion khlor yang beracun terhadap mikroorganisme dan e) garam dapat menganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein (Rahayu et al. 1992) Jumlah garam yang digunakan dalam fermentasi ikan berpengaruh terhadap produk akhir, karena di samping mengurangi laju reaksi enzimatik juga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri-bakteri pembusuk yang dapat menimbulkan bau yang tidak dikehendaki (Reed 1982). Dalam fermentasi garam, yang berperan dalam penguraian senyawa-senyawa adalah enzim dari ikannya sendiri, terutama enzim dari isi perut dan mikroorganisme yang berasal dari ikan maupun garam yang digunakan. Garam yang biasa digunakan pada umumnya mengandung bakteribakteri yang bersifat halotoleran (tahan garam), diantaranya Bacillus dan Micrococcus. Bakteri-bakteri penyebab kebusukan ikan yang terutama terdiri dari bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Achromobacter dan Flavobacterium) tidak tahan akan kadar garam tinggi. Ikan yang diawetkan dengan menggunakan kadar garam tinggi menyebabkan bakteri-bakteri Gram negatif tersebut terseleksi sehingga digantikan oleh bakteri halofilik dan mikroorganisme halotoleran seperti Micrococcus, beberapa khamir, bakteri pembentuk spora, bakteri asam laktat dan beberapa kapang. Bakteri yang berkembang biak selama fermentasi garam pada ikan terutama dari jenis Micrococcus, Bacillus dan Sarcina (Hobbs dan Hodgkiss 1982 diacu dalam Rahayu et al. 1992).

Keamanan produk fermentasi ikan diperoleh karena kadar garamnya yang tinggi meskipun suhu dan ph fermentasi berada pada kisaran pertumbuhan berbagai mikroba yang tidak dikehendaki (Jay 1978). Kadar garam yang tinggi dalam produk fermentasi garam dapat menghambat petumbuhan bakteri patogen, kecuali Staphylococcus aureus yang masih mungkin tumbuh pada beberapa produk dengan kadar garam agak tinggi yaitu 7-10 %. Staphylococcus aureus akan dihambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 15-20 % dan ph di bawah 4,5-5,0, sedangkan bakteri pembentuk toksin yang berbahaya yaitu Clostridium botulinum tipe E yang sering ditemukan pada ikan segar dapat dihambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 10-12 % dan ph di bawah 4,5. Salmonella akan terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 6 % (Enrichsen 1983 diacu dalam Rahayu et al. 1992). Bakteri halofilik membutuhkan konsentrasi NaCl tertentu untuk pertumbuhannya. Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optimum bervariasi, yaitu 5-20 % untuk bakteri halofilik sedang, dan 20-30 % untuk bakteri halofilik ekstrim. Spesies yang tumbuh baik pada medium yang mengandung 2-5 % garam disebut halofilik ringan. Bakteri halotoleran (tahan garam) adalah bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa garam. Bakteri halofilik dan halotoleran sering ditemukan pada makanan berkadar garam tinggi atau di dalam larutan garam (Fardiaz 1992). 2.2. Fermentasi Peda Pengawetan ikan dengan cara fermentasi garam merupakan cara pengawetan ikan tradisional di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya (Putro 1978). Fermentasi ikan bergaram merupakan suatu cara pengawetan ikan yang besar peranannya di Indonesia karena cara ini tidak membutuhkan biaya yang terlalu tinggi, suhunya sesuai dengan suhu di Indonesia dan menghasilkan citarasa dan aroma yang khas (Irawadi 1979). Tapi produk fermentasi yang dibuat dengan menggunakan kadar garam yang tinggi tidak dapat digunakan sebagai makanan sumber protein karena rasanya yang terlalu asin, sehingga jumlah yang dikonsumsi juga sangat sedikit. Produk-produk semacam ini biasanya hanya digunakan sebagai bahan perangsang makan, penyedap makanan atau bumbu (Rahayu et al. 1992).

Fermentasi ikan merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan, dimana dengan proses ini mikroba yang dikehendaki diusahakan tumbuh dan berkembang biak sedangkan mikroba yang tidak dikehendaki dihambat pertumbuhannya (Winarno et al. 1980). Dalam proses fermentasi ikan, pertamatama terjadi hidrolisis protein menjadi asam amino dan peptida, selanjutnya terjadi perubahan asam amino menjadi komponen lainnya, dan akhirnya produk akan berubah menjadi bentuk pasta atau cairan (Davies 1982). Proses fermentasi ikan merupakan proses biologis atau semibiologis, yang pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi empat golongan (Stanton dan Quee Lan Yeoh 1978 diacu dalam Rahayu et al.1992), yaitu : 1) Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi misalnya dalam pembuatan peda, kecap ikan dan bekasang. 2) Fermentasi menggunakan asam organik, misalnya dalam pembuatan silase dengan cara menambahkan asam-asam propinoat dan format. 3) Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat. 4) Fermentasi menggunakan bakteri asam laktat, misalnya dalam pembuatan bekasem dan chaoteri. Dari segi hasil, proses fermentasi ikan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan yang menghasilkan senyawa-senyawa yang secara nyata mempunyai kemampuan mengawetkan seperti pada pengolahan bekasang dan proses fermentasi yang terjadi banyak penguraian atau transformasi yang menghasilkan produk-produk yang mempunyai sifat yang sama sekali berbeda, misalnya pengolahan terasi dan kecap ikan atau ikan peda (Moeljanto 1982). Peda adalah hasil fermentasi spontan sehingga mutu produk tidak tetap dari waktu ke waktu. Pada fermentasi spontan biasanya jumlah dan jenis mikroba yang ikut aktif akan beraneka ragam, hal ini akan mengakibatkan mutu produk tidak menentu (Winarno et al. 1980). Prinsip proses fermentasi pada pembuatan peda adalah adanya aktivitas enzim proteolitik dari tubuh ikan dan mikroba yang ada karena penggunaan konsentrasi garam yang tinggi (FAO 1971). Hasil penguraian protein ini adalah peptida dan asam amino serta terbentuknya komponen cita rasa

(Hobbs dan Hodgkiss 1982 diacu dalam Rahayu et al. 1992). Selain memberi sumbangan dalam proses penguraian protein, bakteri ini juga memegang peranan penting dalam pembentukan cita rasa yang khas pada peda (Jermolieva dan Bujanowskaja 1934; Messing 1934; Shewan 1938; dan Omland 1955 diacu dalam FAO 1971). 2.2.1. Proses dan perubahan yang terjadi selama pembuatan peda Belum tercatat adanya keseragaman dalam berbagai penulisan mengenai proses pembuatan peda, tetapi garis besar pengolahannya adalah sama. Pembuatan ikan peda meliputi tahap-tahap pembersihan, penggaraman, pemeraman dan pematangan. Setelah ikan dibersihkan, maka ikan ditempatkan ke dalam suatu wadah dan dilumuri garam secara merata dan berlapis-lapis. Setelah itu dilakukan penyimpanan secara anaerobik selama sehari atau lebih. Penyimpanan ikan dalam garam ini disebut dengan fermentasi tahap I. Kemudian ikan dibersihkan dari garam, dan kembali dilakukan penyimpanan sampai terbentuk cita rasa khas peda. Tahap ini disebut sebagai tahap fermentasi II atau tahap pematangan yang dapat berlangsung antara beberapa hari sampai berbulan-bulan (Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988). Pada umumnya, dalam pembuatan peda dilakukan dua kegiatan yaitu proses penggaraman dan proses fermentasi. Proses penggaramannya hanya dilakukan selama satu hari, dengan rasio antara garam dan ikan adalah 1 : 3 (Amano 1962 diacu dalam Suwandi 1988). Pada tahap penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam jaringan ikan dan sebaliknya. Dengan adanya aktivitas garam, air dari dalam tubuh ikan akan tertarik keluar. Proses aliran garam dan air ini berlangsung cepat pada tahap awal, tetapi kecepatannya akan berkurang sampai terjadi keseimbangan tekanan osmotik di luar dan di dalam daging ikan (FAO 1971). Garam yang masuk ke dalam jaringan daging ikan akan menimbulkan berbagai perubahan kimia dan fisik yang akan mengakibatkan perubahan beberapa unsur, terutama protein dalam daging ikan. Garam akan menyebabkan terjadinya denaturasi larutan koloidal protein dan mengakibatkan

koagulasi. Akibat proses ini, maka air dalam tubuh ikan akan keluar dan daging ikan akan mengkerut (Vonskresenky 1965 diacu dalam Suwandi 1988 ). Tahap berikutnya setelah penggaraman adalah tahap pemeraman atau fermentasi. Sebenarnya tahap fermentasi ini sudah dimulai pada akhir proses penggaraman dan dilanjutkan pada saat ikan diperam setelah garam dihilangkan (Hanafiah 1987 diacu dalam Suwandi 1988). Proses pemeraman atau fermentasi peda tahap awal ini akan menyebabkan perubahan kimia pada jaringan daging ikan, terutama pada protein dan lemak ikan. Selama tahap pemeraman ini maka enzim proteolitik dan lipolitik yang ada pada tubuh ikan maupun yang dihasilkan oleh bakteri akan memecah protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana (Amano 1962 diacu dalam Suwandi 1988). Degradasi protein dan lemak ini akan menghasilkan tekstur yang empuk dan masir (Anwar dan Sjahri 1979 diacu dalam Suwandi 1988). Pada tahap awal pemeraman, enzim-enzim proteolitik dan lipolitik yang berasal dari saluran pencernaan dan oleh katepsin dari jaringan daging ikan yang paling aktif bekerja untuk memecah protein dan lemak, yang selanjutnya aktivitas enzim ini akan merangsang aktivitas enzim-enzim mikroba pada tahap selanjutnya. Bakteri-bakteri ini akan memetabolisme asam amino ataupun peptida yang sudah dipecah secara autolisis (Vonskresenky 1965 diacu dalam Suwandi 1988). Pada fermentasi tahap kedua atau tahap pematangan setelah ikan dibersihkan dari garam akan dihasilkan basa nitrogen menguap (TVB-N) yang terbentuk dari hasil pemecahan protein oleh bakteri. Selama proses pematangan ini jumlah basa nitrogen menguap pada peda mengalami peningkatan dengan semakin berkurangnya kadar garam pada peda. Meningkatnya pemecahan protein, dilihat dari terbentuknya basa nitrogen menguap, menunjukkan bertambah banyaknya bakteri pemecah protein. Nampaknya bakteri yang terdapat pada peda lebih mampu memanfaatkan protein yang sudah terpecah dibandingkan protein yang masih utuh. Berarti bakteri tersebut lebih banyak menghasilkan enzim-enzim peptidase dibandingkan proteinasenya (Hanafiah 1987 diacu dalam Menajang 1988).

Selain protein, lemak ikan yang banyak mengandung ikatan rangkap juga akan mengalami perubahan selama fermentasi peda terutama pada tahap pematangan (fermentasi tahap II). Ikatan rangkap ini akan menyebabkan lemak mudah teroksidasi. Adanya pro-oksidan pada ikan, terutama pada ikan yang berkadar garam tinggi akan mempercepat proses oksidasi (FAO 1971). Meskipun proses oksidasi lemak pada ikan akan mengakibatkan ketengikan pada produk akhirnya tetapi produk-produk tertentu seperti peda mempunyai cita rasa yang khas yang banyak disukai masyarakat sebagai akibat terjadinya proses oksidasi lemak (Amano1962 diacu dalam Suwandi 1988). Diagram alir tahapan pembuatan peda dapat dilihat pada Gambar 1. Ikan Pencucian Penggaraman, garam : ikan = 1 : 3 Pemeraman secara anaerobik Fermentasi tahap pertama Penghilangan garam Pematangan Fermentasi tahap kedua Peda Gambar 1. Tahapan pembuatan peda (Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988). 2.2.2. Karakteristik peda Ikan peda pada umumnya dibuat dari ikan yang berkadar lemak tinggi. Hal ini disebabkan ikan dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan produk yang lebih baik daripada ikan dengan kadar lemak rendah. Selama waktu fermentasi akan terjadi perubahan-perubahan kimiawi yang antara lain adalah proses reaksi pada lemak yang nantinya akan memberikan cita rasa yang khas. Peda dapat dibuat dari berbagai macam jenis ikan. Pada mulanya peda dibuat dari ikan kembung (Rastrelliger sp.) dari jenis Scomber neglectus dan Scomber kanagurta. Selain itu ikan yang dapat digunakan membuat peda

adalah ikan lemuru (Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.) atau ikan selar (Caranx sp.) (Rahayu et al. 1992). Berdasarkan jenis ikan yang digunakan dalam pembuatan peda terutama dengan bahan baku ikan kembung (Rastrelliger sp.), maka dikenal dua jenis peda yaitu peda merah dari ikan kembung perempuan (Scomber neglectus) dan peda putih dari ikan kembung lelaki (Scomber kanagurta). Peda yang bermutu baik adalah peda yang berwarna merah segar, tekstur dagingnya masir dan mempunyai ph antara 6,0-6,4 dan bercita rasa khas peda. Peda merah mempunyai mutu yang lebih baik karena mempunyai kadar lemak yang tinggi yaitu 7-14 %, berwarna merah dan teksturnya masir (Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988). Komposisi kimia peda dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Komposisi peda bermutu baik Komponen Peda merah (%) Peda putih (%) Air Lemak Protein NaCl 44-47 7-14 21-22 15-17 44-47 1,5-7 26-37 12-18 Sumber : Van Veen (1965) diacu dalam Suwandi (1988). Tabel 2. Hasil analisis komposisi gizi ikan segar dan peda pasar* Komponen Ikan segar Peda pasar Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar garam (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) ph Kadar TVN (mg%) Kadar TMA (mg%) Histamin (mg%) 73,00 0,99 0,06 10,62 18,62 5,70 34,96 5,08 7,38 50,05 18,60 17,15 6,49 24,98 6,08 228,88 10,23 151,50 Keterangan : * : sampel peda dari pasar Bogor Sumber : Derajat (1994).

Nilai kadar abu dan kadar garam yang lebih tinggi pada peda pasar Bogor disebabkan oleh proses penggaraman. Garam pada umumnya terdiri dari 39,39 % natrium dan 60,69 % klorida. Garam rakyat yang digunakan dalam pembuatan peda pasar mengandung zat-zat lain yang tercampur dalam garam (terutama garam-garam magnesium, natrium, sulfat, logam dan lain-lain) menimbulkan akibat yang kurang baik pada produk penggaraman (Moeljanto 1982). Mineral atau logam yang tahan panas ini akan menyebabkan peningkatan kadar abu dan kadar garam produk peda pasar Bogor bila dibandingkan ikan segar (Derajat 1994). Kadar lemak peda pasar Bogor yang lebih rendah dari kadar lemak ikan segar diduga disebabkan adanya kerusakan lemak karena terjadinya oksidasi lemak. Kadar protein peda pasar Bogor yang lebih tinggi dari kadar protein ikan segar diduga karena kandungan air peda pasar Bogor lebih rendah, sedangkan kadar protein dihitung berdasarkan berat basah (Derajat 1994). Nilai ph, kadar TVN, kadar TMA serta kadar histamin peda pasar Bogor yang lebih tinggi dari ikan segar diduga karena tingkat kesegaran pada bahan baku peda pasar lebih rendah daripada ikan segar sehingga timbul perubahan-perubahan seperti terbentuknya amonia, terlepasnya gugus nitrogen dari protein, perubahan TMAO menjadi TMA serta berkembangbiaknya mikroba pembentuk histamin. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan nilai ph, kadar TVN, kadar TMA dan kadar histamin peda pasar lebih tinggi (Derajat 1994). Bau khas peda disebabkan oleh persenyawaan metil keton, butil aldehid, amonia, amino dan persenyawaan yang belum diketahui jenisnya (Van Veen 1965 diacu dalam Suwandi 1988). Sedangkan bau khas ini disebabkan oleh tingginya kandungan asam amino nitrogen (Amano 1962 diacu dalam Suwandi 1988). Konsistensi masir disebabkan oleh kandungan asam lemak ikan yang tinggi dan oleh aktivitas enzim proteolitik yang secara alami ada pada daging ikan dan saluran pencernaan (Amano 1962 diacu dalam Suwandi 1988). Sedangkan warna merah pada peda disebabkan oleh interaksi antara gugus karbonil yang berasal dari oksidasi lemak dengan gugus amino dari protein (Anwar dan Sjahri 1979 diacu dalam Suwandi 1988).

Muchtadi et al. (1976) mengatakan bahwa mutu peda dipengaruhi oleh jenis ikan yang digunakan dan dari cara pengolahannya, sedangkan ketahanan simpannya tergantung pada mutu peda yang dihasilkan dan cara penyimpanannya. 2.2.3. Kerusakan produk fermentasi Produk-produk fermentasi ikan dapat mengalami kerusakan jika proses yang terjadi tidak tepat dan suhu penyimpanan terlalu tinggi. Penyerapan garam yang tidak baik ke dalam daging ikan dapat mengakibatkan kebusukan oleh bakteri gram negatif. Jika kadar garam cukup tinggi tetapi kondisi sanitasi kurang baik atau bahan baku ikan yang digunakan bermutu rendah, kemungkinan tumbuh mikroorganisme yang bersifat halofilik, misalnya bakteri halofilik yang membentuk pigmen merah muda dan kapang halofilik (Farber 1965 dan Egan et al. 1981 diacu dalam Suwandi 1988). Bakteri halofilik yang menyebabkan kebusukan tersebut bersifat proteolitik aktif, mempunyai suhu optimum pertumbuhan 35-40ºC dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-50ºC dan dapat tumbuh dengan baik pada kisaran ph 6,0-10,0. Bakteri ini bersifat halofilik obligat, yaitu memerlukan konsentrasi garam yang tinggi untuk pertumbuhan, dan dapat tumbuh dengan baik pada larutan garam jenuh, dan memproduksi hidrogen sulfida dan indol sebagai hasil pemecahan protein. Kebusukan oleh bakteri halofilik dapat dicegah dengan cara menurunkan a w produk sampai 0,70, atau dengan menambahkan asam sorbat sebanyak 0,3 % (Hobbs dan Hodgkiss 1982 diacu dalam Rahayu et al. 1992). Kapang halofilik tidak menguraikan komponen ikan atau memproduksi bau busuk, tetapi jika tumbuh pada produk fermentasi dapat menimbulkan penampakan ikan yang tidak disenangi dan menurunkan mutu ikan. Pencegahan pertumbuhan kapang halofilik dapat dilakukan dengan cara penyimpanan pada suhu rendah atau pencelupan di dalam larutan asam sorbat sebelum dilakukan fermentasi (Hobbs dan Hodgkiss 1982 diacu dalam Rahayu et al. 1992). 2.3. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri pada Produk Fermentasi Isolasi adalah pemisahan mikroba tertentu dari populasi campuran. Ada lima cara untuk melakukan isolasi yaitu isolasi dengan agar cawan, media cair, isolasi dengan biakan dua anggota, isolasi sel tunggal dan penggunaan media khusus. Isolasi pada agar cawan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode

gores dan metode tuang. Isolasi ini dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang mudah terpisah pada media padat seperti kebanyakan bakteri, khamir, kebanyakan jamur dan alga uniseluler (Rehm dan Reed 1981). Isolasi media cair digunakan untuk beberapa bakteri besar, sebagian protozoa, dan alga hanya tumbuh pada media yang cair. Prosedur isolasi media cair menggunakan metode pengenceran. Biakan dua anggota digunakan jika biakan murni tidak dapat diperoleh atau sulit untuk diperoleh sehingga tidak praktis untuk dilakukan. Isolasi sel tunggal dilakukan jika teknik isolasi dengan agar cawan dan media cair tidak dapat digunakan. Penggunaan media selektif dapat digunakan untuk memperoleh mikroba dari alam dengan memanfaatkan isolasi langsung atau dengan biakan diperkaya (Rehm dan Reed 1981). Penggunaan media khusus bersifat memberi kemudahan bagi tumbuhnya galur mikroba tertentu yang dikehendaki saja dan dapat menghalangi tumbuhnya galur lain yang tidak dikehendaki. Namun cara ini masih memungkinkan tumbuhnya galur yang lain dengan sifat hampir bersamaan, akan lebih baik bila dilanjutkan dengan pengenceran sehingga hasilnya akan lebih meyakinkan terutama dalam hal kemurniannya (Judoamidjojo et al. 1990). Isolasi paling banyak dilakukan dengan cara memisahkan sel-sel individu di dalam atau pada medium nutrien padat, dengan menggunakan metode cawan gores atau cawan tuang. Namun demikian, diperolehnya satu koloni tunggal tidak selalu menjamin kemurniannya, karena koloni dapat terbentuk tidak hanya dari sel-sel individu tetapi juga dari sekumpulan sel. Dalam hal penghasil lendir, kontaminasi seringkali melekat pada lendir tersebut; dalam hal spesies Bacillus atau aktomisetes, kontaminasi dapat terperangkap di dalam rantai atau filamen yang dibentuk oleh organisme-organisme ini. Yang paling baik adalah menggunakan medium non selektif untuk pemurnian karena kemungkinan besar kontaminan lebih cepat tumbuh dam lebih mudah dikenali pada medium semacam ini. Meskipun dengan medium nonselektif, sebaiknya jangan terlalu cepat mengambil dan mensubkulturkan koloni, karena kontaminan yang tumbuhnya lambat mungkin ada tetapi masih belum muncul (Hadioetomo 1988). Biakan murni harus menghasilkan koloni-koloni yang tampak serupa satu dengan yang lain, dan bila diamati secara mikroskopis biakan tersebut harus

menampakkan sel-sel yang cukup serupa satu sama lain dalam hal penampilannya, terutama diameter sel dan reaksi Gram (Hadioetomo 1988). Karakterisasi merupakan tahap pendahuluan yang penting sebelum identifikasi. Karakterisasi merupakan dasar dalam identifikasi mikroba secara sistematik yang terdiri dari tiga tahap penting yaitu: a) klasifikasi: mengelompokkan mikroorganisme ke dalam grup, b) nomenklatur: menetapkan nama ilmiah internasional yang tepat terhadap organisme dan c) identifikasi penetapan organisme ke dalam klasifikasi (a) yang diberi nama sesuai nomor (b) (Fardiaz 1988). Pada proses fermentasi peda, mikroba yang berperan selama fermentasi adalah mikroba yang berasal dari ikan itu sendiri atau berasal dari garam yang ditambah. Mikroba yang terdapat pada bahan baku ikan adalah mikroba yang berasal dari permukaan kulitnya atau berasal dari dalam insang atau perut ikan. Seperti diketahui bahwa dipermukaan tubuh ikan banyak dijumpai mikroba Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Flavobacterium, Corynebacterium, Sarcina, Vibrio dan Bacillus. Pada perut ikan telah ditemukan bakteri jenis Achromobacter, Pseudomonas, Flavobacterium, Vibrio, Bacillus, Clostridium dan Escherichia. Bakteri-bakteri ini umumnya bersifat fakultatif anaerob dan beberapa diantaranya bersifat obligat anaerob (Frazier 1967). Ikan kembung yang banyak digunakan untuk pembuatan ikan peda adalah ikan yang berasal dari laut. Mikroflora yang ditemukan pada sisik, insang dan ususnya terutama adalah bakteri Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau koki. Mikroba-mikroba tersebut antara lain adalah Pseudomonas, Vibrio, Maraxella, Acinetobacter dan Flavobacterium (Rahayu et al. 1992). Pada saat fermentasi hanya mikroba yang bersifat halotoleran dan halofilik dari jenis bakteri, kapang dan khamir yang akan hidup. Pada umumnya mikroba yang akan tumbuh dan berkembang biak pada proses penggaraman ikan adalah jenis Micrococcus, Bacillus dan Sarcina (Hobbs dan Hodgkiss 1982 diacu dalam Rahayu et al. 1992). Dalam aktivitasnya, mikroba-mikroba tersebut dapat berperan sehingga dihasilkan cita rasa yang khas. Pada peda, bakteri yang berperanan dalam pembentukan cita rasa adalah bakteri yang tidak membentuk spora. Mikroba ini tahan terhadap garam

dan dapat tumbuh dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Rahayu et al. 1992). Bakteri yang bertanggung jawab terhadap pembentukan citarasa khas yang dihasilkan produk tersebut adalah Staphylococcus sp. (Sjafi i 1988). Staphylococcus sp. merupakan bakteri berbentuk bulat yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad, atau berkelompok seperti buah anggur dan berdiameter 0,5-1,5 µm. Termasuk kedalam gram positif, non motil dan tidak berspora. Anaerobik fakultatif, kemoorganotropik, dengan metabolisme respirasi dan fermentasi. Koloni biasanya berwarna abu-abu, putih ataupun krem dan kadang-kadang kuning hingga jingga. Umumnya katalase positif, terdapat sitokrom tapi biasanya oksidase negatif. Nitrat kadang direduksi menjadi nitrit dan biasanya tumbuh dengan konsentrasi NaCl 10 %. Temperatur pertumbuhan optimumnya adalah 30-37ºC. Biasanya berasosiasi dengan kulit dan membran selaput lendir pada vertebrata berdarah panas tapi sering terisolasi dari produk makanan, debu dan air. Beberapa spesies bersifat patogen bagi manusia dan hewan atau memproduksi toksin ekstraselullar (Holt et al. 1994). Bakteri yang bersifat Gram positif berbentuk batang, dapat menghasilkan asam organik yang khas, sedangkan bakteri Gram negatif berbentuk batang agak bulat bersifat non motil dapat memproduksi bau yang merangsang dan bakteri gram positif berbentuk batang panjang dapat memproduksi aroma hasil degradasi asam amino (FAO 1971 diacu dalam Rahayu et al. 1992). Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ikan peda yang berasal dari daerah Bogor menunjukkan adanya bakteri yang membentuk pigmen merah atau orange. Bakteri-bakteri ini terutama dari jenis Gram positif berbentuk koki, bersifat non motil, hidup secara aerob atau fakultatif anaerob, bersifat katalase positif serta mempunyai sifat proteolitik. Bakteri tersebut bersifat indol negatif dan oksidase negatif, beberapa diantaranya dapat mereduksi nitrat dan dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon untuk hidupnya. Bila dilihat dari sifat pertumbuhannya, bakteri ini bersifat mesofilik dengan ph medium 6-8. Sedangkan bila ditinjau dari pengaruh garam terhadap pertumbuhannya maka bakteri tersebut tergolong dalam bakteri halotoleran hingga bakteri halofilik lemah-sedang (Rahayu et al. 1992).

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai dengan Juni 2006, dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Bakteriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, tabung durham, pipet mohr ukuran 10 ml dan 1 ml, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, vortex, beaker glass, gelas objek, gelas penutup, sudip, ose, bunsen, autoklaf, inkubator, hot plate, mortar, mikroskop cahaya, timbangan analitik dan timbangan kasar, ph meter, lemari es, penangas air dan alat bantu lainnya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah peda merah dari ikan kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) yang diperoleh dari pasar Lawang Seketeng Bogor. Ikan peda tersebut merupakan hasil produksi dari pengolah ikan peda di daerah Indramayu dan produk tersebut telah mengalami proses fermentasi dan penyimpanan ± 2 bulan. Medium yang digunakan terdiri dari medium padat dan medium cair. Medium padat yang digunakan meliputi Nutrient Agar (NA), Starch Agar (SA), Skim Milk Agar (SMA), Baird-Parker Agar (BPA), Trypticase Soy Agar (TSA) dan Triple Sugar Iron Agar (TSIA). Medium cair yang digunakan meliputi Nutrient Broth (NB), Nitrat Broth, Tryptone Broth, Brain Heart Infusion Broth (BHI) dan Manitol Broth. Bahan kimia yang digunakan adalah NaCl, Tryptone, NaOH, larutan iodium, asam sulfanilat, dimetil-alpha-naftilamin, pereaksi kovac s, plasma kelinci, egg yolk steril, yeast extract, glukosa, bromocresol blue, 40 % KOH, H 2 O 2 3 %, kristal violet, lugol, alkohol, safranin, lemak (mentega), neutral red, p-aminodimetil-anilin oksalat 1 %, alkohol 96 %, alkohol 70 %, akuades, larutan

NaCl 0,85 % (garam fisiologis), spirtus, parafin, dan minyak imersi. Bahan-bahan pembantu lainnya adalah kapas, aluminium foil, kertas serap (tissue). 3.3. Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu analisis bahan, isolasi bakteri dari ikan peda merah dan karakterisasi isolat bakteri yang diperoleh dari isolasi. 3.3.1. Analisis bahan Analisis bahan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik dan karakteristik bahan sebelum dilakukan tahap selanjutnya. Analisis bahan ini meliputi pengukuran kadar garam, derajat keasaman (ph) dan perhitungan Total Plate Count (TPC). Hasil pengukuran kadar garam dan ph ini digunakan sebagai acuan untuk membuat medium isolasi bakteri. 3.3.2. Isolasi bakteri dari ikan peda merah Isolasi dan pemurnian bakteri dilakukan dengan tujuan memperoleh isolat bakteri murni dari sampel sehingga dapat dilakukan uji-uji selanjutnya untuk mengetahui karakteristiknya. Isolasi bakteri ini dilakukan dengan menggunakan metode agar cawan dengan goresan kuadran. Tahap awal isolasinya dilakukan pengamatan terhadap morfologi koloni dan sel sedangkan disetiap tahap isolasi hanya dilakukan pengamatan morfologi sel untuk mengetahui tingkat kemurnian isolat yang diperoleh. 3.3.3. Karakterisasi isolat bakteri Karakterisasi bakteri ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifatsifat morfologi dan fisiologi dari isolat bakteri yang diperoleh dari sampel. Karakterisasi bakteri ini meliputi pengamatan sifat morfologi dan sifat fisiologi. Sifat morfologi yang diamati adalah morfologi sel, sedangkan pengamatan sifat fisiologi bakteri dilakukan dengan uji hidrolisis pati, uji hidrolisis protein, uji hidrolisis lemak, uji reduksi nitrat, uji katalase, uji oksidase, uji indol, uji H 2 S, uji fermentasi gula, uji oksidasif-fermentatif Baird Parker, uji kualitatif untuk Staphylococcus, uji koagulase, uji manitol dan pendugaan jenis bakteri.

3.4. Prosedur Analisis Prosedur analisis yang dilakukan berdasarkan tahap-tahap metode penelitian adalah meliputi pengukuran kadar garam dan ph sampel, perhitungan Total Plate Count (TPC), isolasi bakteri dari ikan peda merah, uji sifat morfologi dan uji sifat fisiologi. 3.4.1. Pengukuran kadar garam sampel (AOAC 1995) Sampel uji diabukan setelah sebelumnya ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian sampel yang telah diabukan dalam cawan porselen ditambahkan akuades sampai tiga seperempat cawan. Abu dalam cawan porselen diaduk-aduk kemudian cairan tersebut ditempatkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya dari labu takar dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan K 2 CrO 4 (kalium kromat) 2-3 tetes. Ke dalam buret dimasukkan larutan perak nitrat 0,2 N. Kemudian campuran larutan sampel dalam beaker glass dititrasi dengan perak nitrat sampai terbentuk endapan putih (Ag 2 CrO 4 ) atau berubah warna menjadi jingga. Pengukuran kadar garam ini dilakukan secara duplo. Perhitungan % NaCl adalah sebagai berikut: VolumeAgNO3 X NAgNO3 X fp X 58,4 % NaCl = X 100 % mg contoh Volume AgNO 3 adalah jumlah perak nitrat yang dibutuhkan dalam titrasi dan Normalitas AgNO 3 adalah 0,2 3.4.2. Pengukuran derajat keasaman (ph) sampel (AOAC 1995) Sampel dalam wadah diukur ph-nya dengan menggunakan ph meter. Sebelum digunakan, ph meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer ph 4,31 dan 6,86. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram yang ditambahkan 10 ml akuades lalu diblender sehingga diperoleh larutan yang homogen. Setelah itu sampel diukur ph-nya dengan menggunakan ph meter. Nilai ph diperoleh dari hasil pembacaan pada skala ph meter saat angka digital menunjukkan nilai ph konstan. Pengukuran ph ini dilakukan secara duplo.