GAMBARAN DETERMINAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN PADA PETUGAS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

mendapatkan 5,7% KTD, 50% diantaranya berhubungan dengan prosedur operasi (Zegers et al., 2009). Penelitian oleh (Wilson et al.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PERAWAT IGD DALAM MENGIDENTIFIKASI KESELAMATAN PASIEN. Di RSUD Dr. Harjono dan RSU AisyiyahPonorogo

Relationship Knowledge, Motivation And Supervision With Performance In Applying Patient Safety At RSUD Haji

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada pasien (Komisi disiplin ilmu kesehatan, 2002). kebutuhan pasien, tenaga pemberi layanan dan institusi.

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM PENERAPAN PROGRAM PATIENT SAFETY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Patient Safety Implementation In Ward Of Dr. Zainoel Abidin General Hospital

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

PENGARUH DIMENSI STAFFING TERHADAP INSIDEN KESELAMATAN PASIEN BERDASARKAN AGENCY FOR HEALTCARE RESEARCH AND QUALITY (AHRQ) DI RSU HAJI SURABAYA

GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJI MUHAMMAD PARIKESIT TENGGARONG

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

Description of Patient Safety Culture in Inpatient Installation Ajjapange Hospital

BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT ISLAM FAISAL. Patient Safety Culture at Islam Faisal Hospital

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. menyelamatkan pasien. Untuk menjalankan tujuannya ini, rumah sakit terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan,

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI, DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA KESELAMATAN PASIEN RSUD SYEKH YUSUF GOWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram ABSTRAK

ABSTRAK. Tinjauan Patient Safety Pada Tata Laksana di Instalasi Kamar Bedah RS Immanuel Bandung Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu hal yang mendapat perhatian penting adalah masalah konsep keselamatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan investasi esensial bangsa yang secara signifikan

BAB 1 PENDAHULUAN. standar professional dan hukum (College of registered nurses of British. pasien, keluarga serta masyarakat (Aditama, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS UDAYANA NI WAYAN MARHENI NIM :

Hubungan Karakteristik Individu Perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien Tipe Administrasi Klinik di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. di segala bidang termasuk bidang kesehatan. Peralatan kedokteran baru banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM USAHA PENCEGAHAN KEJADIAN PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit saat ini wajib menerapkan keselamatan pasien. Keselamatan. menjadi lebih aman dan berkualitas tinggi (Kemenkes, 2011;

GAMBARAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF KEPALA RUANGAN INSTALASI RAWAT INAP DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RSUD HAJI

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. citra perumahsakitan (Depkes, 2011). Pada tahun 2004 World Health

BAB I PENDAHULUAN. dipisah-pisahkan. Keselamatan pasien adalah bagian dari mutu. Diantara enam sasaran mutu,

ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DALAM PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien menjadi prioritas yang utama dalam setiap pelayanan kesehatan (ECRI Institute, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005).

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN PENDIDIKAN, MASA KERJA DAN BEBAN KERJA DENGAN KESELAMATAN PASIEN RSUD HAJI MAKASSAR

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KINERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan terus

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

HUBUNGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan

2. STRUKTUR ORGANISASI RSUD INDRASARI RENGAT, KAB.INDRAGIRI HULU

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

PERSEPSI STAF PELAYANAN TENTANG MANAJEMEN PEMASARAN DI RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Melur Belinda Tim Keselamatan Pasien RSUD Dr Saiful Anwar malang

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

GAMBARAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN 2013

PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

Transkripsi:

GAMBARAN DETERMINAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN PADA PETUGAS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN Determinant Description Of Patient Safety Incident At Health Workers In Hasanuddin University Hospital Astrianty N. Arfan, Syahrir A. Pasinringi, A.Indahwaty Sidin Bagian Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (astry.arfan@yahoo.com, syahrir65@yahoo.com, idhsidin@yahoo.com, 085757458266) ABSTRAK Keselamatan pasien penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, adanya IKP (Insiden Keselamatan Pasien) dapat merugikan pasien dan rumah sakit. Terdapat 18 kasus IKP di RS Unhas (Universitas Hasanuddin) tahun 2013. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran determinan IKP meliputi faktor komunikasi, persepsi terhadap SOP (Standar Operasional Prosedur), kerjasama tim, persepsi terhadap supervisior, gangguan/interupsi, pengetahuan, stres kerja, kelelahan, dan usia petugas kesehatan di RS Unhas. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Populasi adalah seluruh petugas kesehatan di RS Unhas berjumlah 223 orang. Sampel adalah petugas kesehatan di sembilan unit kerja RS Unhas yang memiliki kasus IKP. Teknik pengambilan sampel yaitu proportional sampling dengan besar sampel 144 orang. Data dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif dengan bantuan program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi kurang efektif (80%), persepsi kurang terhadap SOP (57%), kerjasama tim kurang (40%), persepsi kurang terhadap supervisor (75%), gangguan/interupsi tinggi (48%), pengetahuan kurang (100%), stres kerja tinggi (100%), kelelahan tinggi (54%), dan usia 25 tahun (38%) pernah melakukan kesalahan terkait insiden keselamatan pasien. Penelitian ini menyarankan agar pihak rumah sakit lebih memperhatikan faktor komunikasi seperti memberikan umpan balik positif dan diskusi bersama dan faktor superviso seperti pengawasan dan penyelidikan dilakukan secara intensive. Kata kunci: determinan insiden keselamatan pasien, insiden keselamatan pasien ABSTRACT Patient safety is important to improve the quality of health services, absence of patient safety incidents can be detrimental to patient and hospital. There are 18 cases in Unhas Hospital of patient safety incidents on 2013. Objective research to reveal the determinants of patient safety incidents include communication factors, perception of SOP (Standard Operational Procedure), teamwork, perceptions of supervisior, disturbance/interruption, knowledge, work stress, fatigue, and age of health workers in Hasanuddin University Hospital. The study was descriptive using a questionnaire as a measuring tool. The population 223 people of health care workers in Unhas Hospital. The Samples are health care workers at nine unit in Unhas Hospital that has a patient safety incidents. Sampling technique that is proportional sampling with sample 144 people. Data analyzed using descriptive analysis techniques with the help of the program. The results obtained communication is less effective (80%), lack of perception of the SOP (57%), lack of teamwork (40%), lack of perception of the supervisors (75%), interference / interruption of high (48%), lack of knowledge (100%), high work stress (100%), high fatigue (54%), and 25 age (38%) never made mistakes related to patient safety incidents. The hospital pay more attention to the factors of communication such as giving positive feedback and discussions with subordinate and factors supervisors such as supervision and of inquiry intensive. Keywords : determinants of patient safety incidents, patient safety incident 1

PENDAHULUAN Fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan secara paripurna bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan utama yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas, sumber daya, dan peralatan teknologi yang mutakhir dalam mengatasi permasalahan kesehatan. Kompleksitas yang ada dalam rumah sakit dibentuk dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga kompleksitas tersebut selain memberikan hal positif dapat pula menjadi hal negatif seperti menimbulkan berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang muncul jika kurangnya interaksi dan komunikasi antar tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu berpotensi terjadinya IKP (Insiden Keselamatan Pasien). 1 Isu tentang IKP popular ketika IOM (Institute of Medicine), Amerika Serikat dalam To Err Is Human, Buliding a Safer Health System melaporkan adanya IKP dalam pelayanan rawat inap di rumah sakit, kejadian yang terjadi yaitu adanya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) sekitar 3-16% yang terjadi di rumah sakit Amerika. 2 AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) menyatakan bahwa akar masalah KTD 65% berasal dari masalah komunikasi, bahwa komunikasi yang tidak akurat antar petugas kesehatan merupakan salah satu penyebab terjadinya KNC (Kejadian Nyaris Cedera) dan KTD. WHO (World Health Organization) menemukan kasus KTD dengan rentang 3,2-16,6% rumah sakit di berbagai negara, yaitu Amerika, Inggris, Australia, dan Denmark. 3 Forster et al. di Ottawa Hospital Kanada menyatakan bahwa 24 pasien dari 64 pasien diantaranya sakit akibat infeksi namun sebenarnya dapat dicegah dan tiga meninggal karena KTD yang disebabkan oleh terapi obat, komplikasi operasi, dan/atau infeksi nosokomial. 4 Laporan IKP oleh KKP-RS (Komite Keselamatan Pasien-Rumah Sakit) di Indonesia pada bulan Januari-April 2011, menemukan bahwa adanya pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC (18,53%) yang disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26 %), medikasi (9,26%), dan Pasien jatuh (5,15%). 5 RS Unhas (Universitas Hasanuddin) terdapat 18 kasus IKP di sembilan unit yaitu instalasi rawat jalan, rawat inap, IGD (Instalasi Gawat Darurat), ICU (Intensive Care Unit), laboratorium, radiologi, bedah sentral, farmasi, dan gizi. Terdapat sembilan kasus KTD, empat kasus KNC, tiga kasus KTC (Kejadian Tidak Cedera), dan dua kasus KPC (Kejadian Potensial Cedera). Kasus terbanyak berasal dari unit laboratorium yaitu sebanyak lima kasus IKP. IKP dapat diperoleh bila faktor yang berkontribusi terhadap insiden keselamatan dapat diminimalisir bahkan dihindari. Henriksen et al. mengemukakan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap IKP adalah faktor manusia yang meliputi interaksi yang kurang, 2

kesalahan dalam mengambil keputusan klinis, salah persepsi, pengetahuan manusia, keterbatasan mengoperasikan alat dan mesin, sistem, tugas dan pekerjaan. 6 WHO menyatakan bahwa ada empat faktor yang sangat berhubungan dengan IKP, yaitu faktor organisasi, faktor sifat dasar pekerjaan, faktor lingkungan, dan faktor individu. 7 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran determinan IKP meliputi faktor komunikasi, persepsi terhadap SOP, kerjasama tim, persepsi terhadap supervisior, gangguan/interupsi, pengetahuan, stres kerja, kelelahan dan usia pada petugas kesehatan di RS Unhas. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di RS Unhas pada bulan Desember-Februari 2014. Populasi penelitian adalah seluruh petugas kesehatan di RS Unhas yang berjumlah 223 orang. Sampel adalah petugas kesehatan di sembilan unit kerja RS unhas yaitu instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, ICU, radiologi, bedah sentral, laboratorium, farmasi, dan gizi yang memiliki kasus IKP meliputi kasus KTD, KTC, KNC, dan KPC. Teknik pengambilan sampel yaitu proportional sampling dengan besar sampel 144 orang. Instrumen penilitian yang digunakan yaitu berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya, diadopsi dari dua penelitian sebelumnya. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif dengan bantuan program dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Responden terdiri dari sembilan unit kerja, masing-masing dengan persentase rawat inap (33%), gizi (15%), rawat jalan (11%), farmasi (11%), radiologi (8%), laboratorium (7%), IGD (7%), ICU (4%), dan bedah sentral (4%) dengan tingkat pendidikan terakhir S1 (62%) (Tabel 1). Komunikasi yang terjalin di RS Unhas termasuk dalam kategori efektif sebanyak 145 responden (97%), sisanya lima responden (3%) komunikasi kurang efektif diantaranya unit kerja IGD sebanyak empat responden (40%) dan rawat jalan sebanyak satu responden (6%) (Tabel 2). Persepsi terhadap SOP sebanyak 143 responden (95%) menyatakan persepsi baik, hanya tujuh responden (5%) diantaranya dari unit rawat jalan, IGD, dan farmasi yang menyatakan persepsi kurang terhadap SOP disebabkan 58 responden (44%) menyatakan bahwa SOP yang ada di unit kerjanya masih sulit didapatkan. Kurangnya kerjasama hampir 3

mendekati kategori kerjasama baik dengan persentase masing-masing 43% dan 57%. Instalasi farmasi merupakan salah satu unit kerja yang paling kurang kerjasamanya yakni 88% sedangkan unit kerja yang komunikasinya baik yaitu laboratorium 100%. Persepsi baik terhadap supervisor sebesar 92% sedangkan untuk kategori persepsi kurang hanya 8% dari tiga unit kerja yaitu rawat jalan sebanyak tujuh responden (41%), IGD sebanyak empat responden (40%), dan gizi satu responden (4%) (Tabel 3). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara gangguan tinggi dan kurang selama bekerja, masing-masing dengan persentase sebesar 42% dan 58%. Unit farmasi merupakan unit kerja dengan persentase tertinggi yang mengalami gangguan tinggi selama bekerja sebesar 88% selanjutnya bedah sentral dengan persentase sebesar 67%. Unit kerja yang sangat kurang gangguannya yaitu laboratorium dengan tingkat persentase sebesar 80% (Tabel 3). Pengetahuan tentang keselamatan pasien sebanyak 149 responden (99%) dari 150 responden memiliki pengetahuan baik. Hanya satu responden (1%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang keselamatan pasien. Stres kerja sebanyak 149 responden (99 %) menyatakan kurang mengalami stres selama bekerja, sisanya hanya satu responden (1%) yang menyatakan mengalami stres kerja tinggi selama bekerja. Adanya kelelahan yang dirasakan oleh petugas kesehatan selama bekerja yaitu 36% (54 responden) menyatakan kelalahan tinggi dan selebihnya adalah 64% (96 responden) merasakan kelalahan kurang. Unit kerja yang paling besar persentase kelelahan tinggi yaitu instalasi farmasi sebesar 88% (15 responden). Sebagian besar responden yaitu berusia 25 tahun. Kategori usia responden paling banyak berada dikisaran 25 tahun sebanyak 95 responden (63%) selebihnya berada di kisaran 26-38 tahun sebanyak 55 responden (37%) (Tabel 4). Sebanyak 13 responden (9%) menyatakan pernah melakukan kesalahan terkait KTD, 30 responden (20%) menyatakan pernah melakukan kesalahan terkait IKP namun pasien tidak cedera, dan 53 responden (35%) menyatakan pernah mengalami atau melakukan kesalahan terkait dengan insiden yang nyaris menyebabkan cedera pada pasien. Total kesalahan terkait keselamatan pasien yang pernah dilakukan sebanyak 59 kesalahan (39%). Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa komunikasi kurang efektif sebanyak empat responden (80%), persepsi kurang terhadap SOP sebanyak empat responden (57%), kerjasama tim kurang sebanyak 26 responden (40%), persepsi kurang terhadap supervisior sebanyak sembilan responden (75%), gangguan tinggi selama bekerja sebanyak 30 responden (47%), pengetahuan kurang sebanyak satu responden (100%), stres kerja tinggi sebanyak satu responden (100%), kelelahan kerja tinggi sebanyak 29 responden (54%), dan usia 25 tahun 4

sebanyak 36 responden (38%) pernah melakukan kesalahan yang menyebabkan IKP (Tabel 5). Pembahasan Kurangnya komunikasi efektif dikarenakan kurangnya keterbukaan dan sikap positif yang diperlihatkan seperti mendapat umpan balik positif dari supervisor, kurangnya diskusi bersama untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan IKP di unit kerjanya, dan petugas kesehatan tidak diberi kesempatan bertanya jika terjadi IKP di unit tempatnya bekerja. Sejalan dengan pernyataan WHO menyatakan bahwa beberapa masalah yang berhubungan dengan kegagalan komunikasi diantaranya, yaitu shift atau serah terima pasien kualitas informasi yang dicatat dalam file pasien, catatan kasus dan laporan insiden, efek status yang menghambat staf junior untuk berbicara kepada atasan, dan kesulitan transmisi informasi dalam dan antara organisasi atau unit. 8 Sehingga kemungkinan kurangnya umpan balik positif dan diskusi disebabkan karena masih ada sekat status yang menghalangi proses komunikasi yang berlangsung diantara keduanya. Responden dengan komunikasi kurang efektif dan pernah melakukan kesalahan yang dapat mencederai pasien cukup tinggi, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Leonard et al. menyatakan bahwa kegagalan komunikasi adalah penyebab utama yang membahayakan pasien. Analisis 2455 kejadian sentinel yang dilaporkan kepada JCAHO (Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organization) mengungkapkan bahwa akar penyebab utama 70% adalah kegagalan komunikasi. 9 Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Reader et al. menemukan bahwa komunikasi tampil sebagai penyebab utama dalam banyak laporan insiden di unit perawatan intensif. 10 Petugas kesehatan yang memiliki persepsi baik berjumlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki persepsi tidak baik. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa SOP cukup terinternalisasi pada petugas kesehatan sehingga mendukung terhadap pelaksanaan pekerjaan. Hasil analisis distribusi persepsi SOP terlihat bahwa masih terdapat petugas kesehatan yang memiliki persepsi kurang terhadap SOP. Persepsi kurang ini disebabkan karena petugas kesehatan tidak pernah melihat/membaca SOP di unit kerjanya. Adanya persepsi kurang yang dirasakan oleh responden cenderung untuk melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan cedera pada pasien. Hal ini sejalan dengan KKP-RS yang menyatakan bahwa IKP disebabkan karena proses atau prosedur klinik sebesar 9,26% dan AHRQ mengatakan bahwa faktor yang dapat menimbulkan IKP selain komunikasi, arus informasi yang tidak adekuat, dan masalah SDM (Sumber Daya Manusia) adalah alur kerja dan prosedur yang tidak adekuat. 11,12 5

Hasil analisis pada petugas kesehatan yang memiliki kerjasama tim kurang presentasinya hampir mendekati nilai dari kerjasama tim baik. Hal ini mengindikasikan bahwa petugas kesehatan di beberapa unit kerja merasa sulit untuk dapat bekerjasama, baik dengan sesamanya maupun antar unit. Penyebab utama kerjasama kurang pada penelitian ini yakni petugas kesehatan di setiap unit kerja merasa belum terkoordinasi dengan baik, beberapa petugas kesehatan merasa sulit untuk berkoordinasi dengan unit yang lain, dan lebih nyaman bekerja sendiri dibanding bekerja dalam tim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kerjasama tim kurang cenderung untuk melakukan kesalahan IKP. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri yang menyatakan bahwa faktor kerjasama menjadi indikator bahwa perawat yang memiliki persepsi kurang terhadap kerjasama memiliki kecenderungan menyebabkan IKP tiga kali lebih besar dari perawat yang memiliki persepsi sebaliknya. 13 Persepsi terhadap supervisor kurang dikarenakan supervisor tidak rutin mengadakan pelatihan yang berhubungan dengan IKP, supervisor kurang menanggapi saran dari bawahannya, supervisor tidak menyelidiki semua kejadian terkait dengan IKP, dan supervisor dianggap tidak benar-benar menyelidiki kasus IKP. Persepsi baik jauh lebih tinggi dibanding persepsi kurang terhadap supervisor, namun pada hasil penelitian memperlihatkan bahwa responden yang memiliki persepsi kurang sebagian besar cenderung pernah melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan IKP. Adanya gangguan tinggi dalam penelitian ini hampir mendekati nilai dari kategori gangguan kurang. Gangguan atau interupsi tinggi selama sedang melaksanakan tugas yang dirasakan oleh petugas kesehatan paling banyak disebabkan karena sering mendapatkan pekerjaan lain diluar tugas dan tanggung jawab pekerjaannya, sering melakukan lebih dari satu pekerjaan dalam waktu yang sama, dan sering mendapatkan tugas atau pekerjaan lain yang harus dikerjakan ketika sedang melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Adanya gangguan atau interupsi ini kemungkinan bisa menimbulkan kesalahan-kesalahan yang dapat berakibat fatal bagi pasien. Hasil menunjukkan bahwa responden yang merasakan gangguan tinggi selama bekerja pernah melakukan kesalahan yang menyebabkan IKP. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Henrikson et al. bahwa penyebab IKP salah satunya disebabkan oleh faktor sifat dasar pekerjaan yang meliputi beban kerja, alur kerja atau proses kerja, adanya gangguan atau interupsi selama bekerja, dan sifat pekerjaan itu sendiri. 14 Hasil analisis didapatkan bahwa distribusi responden sebagian besar memiliki pengetahuan baik mengenai keselamatan pasien. Meskipun demikian, tidak menutup 6

kemungkinan akan adanya IKP walaupun tingkat pengetahuan responden baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sri bahwa tingkat pengetahuan perawat dipengaruhi juga oleh pengalaman kerja, pelatihan, dan lama kerja. Tanpa pelatihan yang terorganisir maka pengetahuan yang ada tidak dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. 15 Jadi, adanya insiden yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan baik bisa saja disebabkan karena kurangnya pelatihan ataupun masa kerja yang singkat sehingga belum mampu untuk menerapkan pengetahuan yang ada. Data distribusi stres petugas kesehatan, didapatkan bahwa adanya responden yang mengalami stres kerja tinggi. Penyebab stres kerja tinggi yang dialami responden berdasarkan distribusi jawaban yang menyatakan sangat tidak setuju dengan kenyamanan yang dirasakan di lingkungan kerjanya sebesar 31%, 25% responden menyatakan sangat tidak setuju dengan pimpinan dan rekan kerja saling mendukung di unit kerjanya, dan 19% responden menyatakan setuju dengan pernyataan jadwal kerjanya tidak memungkinkan untuk memulihkan semangat kerjanya. Hasil menunjukkan bahwa satu responden (100%) yang merasakan stres kerja tinggi cenderung melakukan kesalahan yang menyebabkan IKP. Hal ini sejalan dengan Cooper & Clarke bahwa stres di tempat kerja juga dapat tarkait dengan keselamatan ditempat kerja yaitu meningkatkan angka kecelakaan. 16 Penyebab kelelahan yang dialami responden yaitu tidak setuju terhadap jumlah pegawai di yang sudah sesuai dengan beban kerja yang ada di unitnya, sering bekerja lebih lama dari waktu yang ditetapkan karena melaksanakan tugas lain diluar tugas dan tanggung jawab pekerjaannya, sering melakukan kesalahan akibat sering kerja lembur, dan tidak setuju terhadap jadwal kerja yang ada di unitnya. AHRQ mendapatkan data bahwa dampak kelelahan yang dialami perawat mengakibatkan medical error. Lingkungan kerja dan pekerjaan perawat dapat menjadi sumber kelelahan perawat. Sumber kelelahan ini seperti pengaturan shift kerja, jam kerja, rotasi, lama kerja, karakteristik pekerjaan, dan pengaturan waktu istirahat. 17 Penelitian ini menunjukkan hanya sebagian kecil dari responden yang merasakan kelelahan tinggi ternyata pernah melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan IKP. Hal ini sejalan dengan penyampaian oleh Sochalski et al. bahwa perawat yang mengemban beban kerja lebih tinggi dilaporkan lebih sering melakukan kesalahan dan mengalami kejadian pasien jatuh pada saat berdinas. 18 Robbins et al. menyatakan bahwa staf dengan usia muda umumnya memiliki keunggulan dalam fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif namun memiliki kekurangan 7

karena cepat bosan, kurang tanggung jawab, dan turn over tinggi. Staf dengan usia lebih tua kondisi fisiknya kurang tetapi bekerja lebih ulet, tanggung jawab besar, dan turn over rendah. Data distribusi usia responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki usia 25 tahun yang dikategorikan masih dewasa muda dan cenderung melakukan kesalahan terkait keselamatan pasien. Hal ini sejalan dengan Harta menyatakan bahwa proporsi perawat pada kelompok usia <34 tahun menimbulkan KNC 64,8% dan KTD 35,2%. Semakin muda usia perawat maka semakin berisiko menimbulkan KTD dibandingkan dengan usia perawat yang lebih tua. 19 KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa determinan IKP oleh petugas kesehatan yaitu faktor komunikasi yang terjalin antar petugas kesehatan termasuk dalam kategori komunikasi efektif (97%), petugas kesehatan memiliki persepsi baik terhadap SOP (95%), dan persepsi baik terhadap supervisor (92%) di unit masing-masing, hampir seluruh petugas kesehatan memiliki pengetahuan baik (99%) tentang keselamatan pasien, adanya stres kerja kurang (99%) yang dirasakan oleh sebagian besar petugas kesehatan selama bekerja dan usia petugas kesehatan paling banyak berada dikisaran 25 tahun (63%). Responden dengan komunikasi kurang efektif (80%), persepsi kurang terhadap SOP (57%), kerjasama tim kurang (40%), persepsi kurang terhadap supervisior (75%), gangguan tinggi selama bekerja (47%), pengetahuan kurang (100%), stres kerja tinggi (100%), kelelahan kerja tinggi (54%), dan usia 25 tahun (38%) pernah melakukan kesalahan yang menyebabkan IKP. Pihak rumah sakit sebaiknya memperhatikan faktor komunikasi seperti memberikan umpan balik positif dan diskusi bersama dan faktor supervisor seperti pengawasan dan penyelidikan dilakukan secara intensive. 8

DAFTAR PUSTAKA 1. UU No. 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan 2. Kohn LT, Corrigan JM, Donaldson MS, eds. To err is human: building a safer health system. A report of the Committee on Quality of Health Care in America, Institute of Medicine. Washington, DC: National Academy Press [Online Journal] 2000; [diakses 2 Desember 2013]. Available at: http://www.csen.com/err.pdf 3. Sri D.M. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Depok: FKM ARS UI [Online Tesis] 2013; [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia di: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-t32578dede%20sri%20mulyana.pdf 4. Forster AJ, Asmis TR, Clark HD, et al. Ottawa Hospital Patient Safety Study: Incidense & training of adverse events in patient safety admitted to a Canadian teaching hospital. Canadian Medical Association or its licensors [Online Journal] 2004; [diakses 2 desember 2013] Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc385353/ 5. KKP-RS. Laporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2011. 6. Henriksen K, Dayton E, Keyes MA, et al. Understanding Adverse Events: A Human Factors Framework. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses [Online Journal] 2008; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk2666/pdf/ch5.pdf diakses 5 desember 2013 7. WHO. Human Factors in Patient Safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2009; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.who.int/patientsafety/ research/methods_measures/human_factors/human_factors_review.pdf 8. WHO. Human Factors in Patient Safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2009; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.who.int/patientsafety/ research/methods_measures/human_factors/human_factors_review.pdf 9. Leonard M, Graham S, Bonacum D. The Human Factor: The Critical Importance Of Effective Teamwork And Communication In Providing Safe Care. BMJ Book. [Online Journal] 2004; [diakses [diakses 10 April 2014] Available at : Http://Azlend.Peds.Arizona.Edu/Sites/Azlend.Peds.Arizona.Edu/Files/Thehumanfactor.Pdf 10. Reader TW, Flin R, Cuthbertson BH. Communication skills and error in the intensive care unit. Wolters Kluwer Health. [Online Journal] 2006; [diakses 8 April 2013] http://abdn.ac.uk/iprc/uploads/files/communication%20skills%20and%20error%20in %20the%20intensive%20care%20unit.pdf 11. KKP-RS. Laporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2011. 12. Sri D.M. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Depok: FKM ARS UI [Online Tesis] 2013; [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia di: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-t32578dede%20sri%20mulyana.pdf 13. Sri D.M. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Depok: FKM ARS UI [Online Tesis] 2013; [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia di: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-t32578dede%20sri%20mulyana.pdf 9

14. Henriksen K, Dayton E, Keyes MA, et al. Understanding Adverse Events: A Human Factors Framework. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses [Online Journal] 2008; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk2666/pdf/ch5.pdf 15. Sri D.M. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Depok: FKM ARS UI [Online Tesis] 2013; [diakses 2 Desember 2013]. Tersedia di: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-t32578dede%20sri%20mulyana.pdf 16. WHO. Human Factors in Patient Safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2009; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.who.int/patientsafety/ research/methods_measures/human_factors/human_factors_review.pdf 17. AHRQ. National Disparities Report. Rockville, MD 20850. Agency for Healthcare Research and Quality. [Online Journal] 2011; 149 [diakses 3 Desember 2013] Available at: www.ahrq.gov/research/findings/nhqrdr/nhdr11/nhdr11.pdf 18. Henriksen K, Dayton E, Keyes MA, et al. Understanding Adverse Events: A Human Factors Framework. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses [Online Journal] 2008; [diakses 5 Desember 2013] Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/nbk2666/pdf/ch5.pdf 19. Harta Y.M. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera Dan Kejadian Tidak Diharapkan di Unit Pemberi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Fik Universitas Indonesia. [Online Tesis] 2011; [diakses 2 Desember 2013] Tersedia di:https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0c CgQFjAA&url=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F2028 2767T%2520Yully%2520Harta%2520Mustikawati.pdf&ei=bIKpUr3ZMMKWrgfap4 GADA&usg=AFQjCNGlPIWQu6rv8beZFl07uouxqAcBdw&sig2=s462HtuSfvpfszw6 RZFPgg 10