IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno, MT; Departemen Teknik Perminyakan ITB ABSTRACT Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor minyak bumi. Sebagian kilangkilang minyak domestik menggunakan minyak bumi impor sebagai bahan baku. Dengan produksi minyak bumi yang terus menurun, porsi minyak bumi impor semakin meningkat. Selain itu, dengan konsumsi bahan bakar minyak domestik yang meningkat dan terbatasnya kapasitas kilang minyak, memaksa Indonesia untuk mengimpor bahan bakar minyak. Mulai tahun 3, secara netto Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak (minyak bumi dan bahan bakar minyak), dan volume impornya terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Surplus perdagangan minyak bumi saat ini sangat rendah, sedangkan impor bahan bakar minyak mencapai lebih dari seperempat konsumsi domestik. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah mentargetkan peningkatan produksi minyak bumi dengan mendorong pengoperasian lapanganlapangan minyak baru dan meningkatkan perolehan minyak dari lapanganlapangan yang ada. Namun demikian, peningkatan produksi minyak bumi tidak dapat berjalan seketika, diperlukan waktu dan kondisikondisi yang memungkinkan untuk tumbuhnya investasi. Apabila skenario peningkatan produksi minyak bumi dan kapasitas kilang minyak domestik dapat dijalankan dan konsumsi bahan bakar minyak dapat dikendalikan, maka Indonesia diperkirakan baru akan kembali menjadi pengekspor minyak netto pada tahun 2011. Merupakan tantangan yang luar biasa berat bagi Indonesia untuk dapat terus meningkatkan produksi minyak hingga level 750 juta barel per tahun dan tetap mempertahankan predikat sebagai negara pengekspor minyak. 1 Kata kunci: minyak bumi, bahan bakar minyak, produksi, konsumsi, net importer PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor minyak bumi dan merupakan salah satu negara anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporter Country). Industri minyak bumi di Indonesia telah berkembang lebih dari seratus tahun. Sektor minyak dan gas bumi juga telah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pembangunan nasional, khususnya pada tahuntahun 1970an hingga 1980an. Namun demikian, kecenderungan ke depan kondisi tersebut di atas akan berubah. Banyak yang tidak menyadari bahwa cadangan minyak bumi Indonesia semakin menipis dan kemampuan produksinya semakin menurun. Di sisi lain, pola konsumsi energi yang sangat tergantung pada minyak bumi yang telah terbentuk selama bertahuntahun akan sulit untuk diubah. Tanpa ada perubahan kebijakan, pemakaian minyak bumi akan terus tumbuh di tahuntahun mendatang. Sehingga ekspor minyak bumi akan terus berkurang dan impor minyak bumi semakin meningkat. Dengan volume subsidi BBM yang sangat besar pada saat ini, pendapatan bersih (pendapatan pajak dan non pajak minyak bumi dikurangi subsidi BBM) dari minyak bumi dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) semakin menurun. Bahkan pada saat ini, kenaikan harga minyak dunia justru nenyebabkan meningkatnya defisit APBN, tidak ada lagi windfall profit dari kenaikan harga minyak bumi seperti pada masa lalu. MENJADI NET IMPORTER MINYAK Sejak tahun, produksi minyak Indonesia cenderung terus menurun hingga saat ini. Jika
pada tahun produksi minyak Indonesia hampir mencapai juta barel/tahun, maka pada tahun 4 produksinya menjadi hanya 410 juta barel/tahun. Penurunan produksi ini berakibat langsung pada penurunan neraca perdagangan (ekspor impor) minyak bumi, di mana pada tahun 4 dapat dikatakan tidak ada lagi surplus perdagangan minyak bumi (ekspor = impor). Pada Gambar 1, diperlihatkan perkembangan produksi dan ekspor impor minyak bumi selama 4. Sementara pada Tabel 1, diperlihatkan neraca minyak bumi Indonesia selama tiga tahun terakhir. Juta barel/tahun 700 Produksi Ekspor Impor Input Kilang 1995 1997 1999 0 1 2 3 4 Sumber: DJ Migas, 4 Gambar 1. Produksi, Ekspor, dan Impor Tabel 1. Neraca (juta 2 3 4 barel/tahun) Produksi 456.03 416.98 410.62 Impor 118.5 131.95 177.76 Ekspor 184.8 188.44 187.61 Ekspor Netto 66.3 56.49 9.85 Pasokan 357.97 358.52 375.60 Domestik Ketergantungan 33% 37% 47% Sumber: diolah dari DJ Migas Keterangan: Pasokan Domestik adalah minyak bumi untuk input kilang Ketergantungan adalah persentase impor minyak bumi terhadap Pasokan Domestik kilang minyak ditingkatkan, kebutuhan minyak mentah yang diolah di kilang akan semakin meningkat, dan ini akan mengakibatkan impor minyak bumi yang jauh lebih besar dibanding impor saat ini. Dengan terbatasnya kapasitas kilang minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor BBM dalam jumlah yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan BBM domestik. Pada tahun 4, impor BBM mencapai hampir 17 milyar liter/tahun, atau hampir 30% dari total pemakaian BBM domestik. Perkembangan neraca BBM Indonesia dalam tiga tahun terakhir ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Neraca BBM (milyar 2 3 4 liter/tahun) Produksi 44.31 44.23 43.47 Impor 14.57 15.12 16.97 Ekspor 0.52 0.45 Impor Netto 15.09 15.56 16.97 Pasokan Domestik 59.41 59.80 60.44 Ketergantungan 25% 26% 28% Sumber: diolah dari DJ Migas Keterangan: Pasokan Domestik adalah BBM untuk domestik yang berasal dari kilang domestik dan impor Ketergantungan adalah persentase impor netto BBM terhadap Pasokan Domestik Jika ekspor netto minyak bumi dikurangi dengan impor netto BBM, maka dapat dilihat bahwa mulai tahun 3, Indonesia sudah menjadi net importer minyak (untuk membedakan antara minyak, minyak bumi dan BBM, maka dalam tulisan ini yang dimaksud minyak adalah jumlah keseluruhan minyak bumi dan BBM). Perkembangan neraca minyak Indonesia tahun 4 diperlihatkan pada Gambar 2. Dalam kondisi net importer, kenaikan harga minyak dunia justru akan berakibat negatif terhadap pendapatan negara. Neraca perdagangan minyak bumi di atas akan lebih buruk lagi jika kilang minyak dalam negeri terus dibangun untuk mengikuti permintaan bahan bakar minyak (BBM) domestik. Sebagai catatan, kapasitas kilang minyak domestik pada saat ini hanya mampu memasok sekitar 70% dari kebutuhan BBM domestik. Sehingga jika kapasitas 2
Juta barrel/tahun 250 150 50 0 50 1995 1997 1999 0 Sumber: diolah dari DJ Migas, 4 1 2 Gambar 2. Neraca Minyak KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Kebijakan energi nasional, seperti tercantum dalam Kebijakan Energi Nasional 3 2020 (KEN) dan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 5 2025 (PEN), mengatur langkahlangkah pengembangan energi nasional. Dalam sub sektor minyak, pada dasarnya kebijakannya adalah peningkatan produksi minyak dan pembatasan pertumbuhan pemakaian minyak. Kebijakan Peningkatan Produksi Minyak Menyadari produksi minyak bumi yang terus menurun serta meningkatnya impor BBM, pemerintah menggariskan kebijakan mengenai peningkatan produksi minyak, baik di sisi hulu maupun hilir minya. Di sisi hulu, kebijakannya adalah: Peningkatan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak. Peningkatan perolehan minyak bumi. Pengembangan lapangan marginal. Pengutamaan pemenuhan kebutuhan minyak domestik. Di sisi hilir, kebijakannya adalah: Peningkatan kapasitas kilang domestik untuk memenuhi kebutuhan BBM domestik. Peningkatan kualitas BBM dari kilang domestik, khususnya untuk memenuhi standar lingkungan. 3 4 Berdasarkan dokumen PEN, diperkirakan permintaan energi primer Indonesia pada tahun 2025 akan menjadi sebesar 2,8 milyar SBM (setara barel minyak), meningkat 3 kali lipat dibanding pemakaian energi primer saat ini. Jika pemakaian BBM tidak dapat ditekan, sehingga pangsa pemakaian BBM dalam energi primer mix tahun 2025 masih sama dengan pangsa saat ini (54% dari pemakaian energi primer total), maka permintaan BBM tahun 2025 akan menjadi 1,52 milyar SBM. Padahal, produksi minyak bumi tertinggi yang pernah dicapai Indonesia hanya sebesar 614 juta barel per tahun, yang dicapai pada tahun 1977. Pada saat ini, produksi minyak bumi menurun menjadi 410 juta barel per tahun. Oleh karena itu, PEN mentargetkan pemakaian minyak dalam negeri harus diturunkan menjadi 25% dari total pemakaian energi primer pada tahun 2025. Dengan penurunan pangsa minyak ini pun, dari segi volume pemakaian minyak domestik tetap meningkat, yaitu menjadi 705,6 juta SBM pada tahun 2025. Pada Gambar 3 dan 4 diperlihatkan pergesaran pangsa pemakaian energi serta pergeseran volume pemakaian energi. % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 5% 54% 27% 14% 12% 25% 31% 33% 3 2025 Sumber: diolah dari PEN, 5 lainnya minyak bumi gas bumi batubara Gambar 3. Target Pergeseran Pangsa Pemakaian Energi pada Energi Primer Mix Pembatasan Pertumbuhan Pemakaian Minyak Peningkatan produksi minyak saja tidak akan dapat mengatasi permasalahan peningkatan ketergantungan minyak Indonesia. Hal yang penting dilakukan juga adalah pembatasan pertumbuhan pemakaian minyak. 3
Juta SBM 3,000 2, 2,000 1, 1,000 lainnya minyak bumi gas bumi batubara 44.5 484.2 235.9 125.5 Sumber: diolah dari PEN, 5 322.0 705.6 856.8 915.6 3 2025 Gambar 4. Target Pergeseran Volume Pemakaian Energi pada Energi Primer Mix Sama halnya dengan kebijakan di sisi hulu minyak, kebijakan di sisi hilir juga merupakan tantangan berat untuk dilaksanakan. Khususnya dalam hal penyediaan infrastruktur energi non minyak yang harus dibangun untuk mendorong pemakaian energi non minyak. Selain itu, harga BBM harus dibawa menuju harga yang wajar sesuai dengan keekonomiannya, sehingga pemakaian energi non minyak dapat berkembang. MENUJU SWASEMBADA MINYAK Ketidakstabilan sosial politik setelah tahun berdampak pula pada kegiatan produksi migas, khususnya minyak bumi. Produksi minyak bumi sejak tahun 1997 terus mengalami penurunan, seperti telah disampaikan pada pembahasan sebelumnya. Penurunan produksi minyak bumi ini terkait dengan menurunnya kemampuan produksi dari lapangan minyak (declining), pergantian pengelolaan lapangan minyak (misalnya pengelolaan Blok CPP dari PT Caltex kepada PT Bumi Siak Pusako), serta belum selesainya proses kontrak pengelolaan lapangan minyak (misalnya lapangan Cepu). Kegiatan eksplorasi pasca krisis ekonomi menunjukkan kecenderungan bahwa: secara umum terjadi penurunan kegiatan eksplorasi migas, proporsi eksplorasi migas di onshore meningkat, rasio keberhasilan penemuan migas menurun. Untuk meningkatkan daya tarik bagi investor di sektor pertambangan migas, pemerintah menerbitkan aturanaturan fiskal baru yang lebih menarik untuk lapanganlapangan migas yang ditawarkan pada tahun 4, seperti diperlihatkan pada Tabel 3. Pada beberapa lapangan migas yang ditawarkan, diberikan tingkat bagi hasil untuk kontraktor yang lebih tinggi dibanding sistem bagi hasil konvensional. Dalam pelaksanaan kebijakan peningkatan produksi minyak, pemerintah mentargetkan produksi minyak bumi sebesar 1,3 juta barel per hari atau 475 juta barel per tahun pada tahun 9. Beberapa lapangan yang diharapkan dapat menambah produksi minyak bumi di antaranya yaitu (PEN, 4): Cepu/Jawa Timur (170 ribu bph) Jeruk/Jawa Timur (50 ribu bph) West Seno/Selat Makassar (27 ribu bph) Belanak/Natuna (50 ribu bph) Petrochina (25 ribu bph) Pertamina (30 ribu bph) Tabel 3 Aturan Fiskal untuk Wilayah Kerja Baru yang Ditawarkan Tahun 4 No Block Size (Km 2 ) Government Take (%) After Tax FTP Oil Gas Contractor Take (%) After Tax Oil Gas Investment Credit 1 Lhokseumawe 5.908 75 60 10 25 40 110 2 Ujungkulon 3.706 75 60 10 25 40 110 3 N.E. Madura III 3.791 80 65 10 20 35 4 N.E. Madura IV 3.785 75 60 10 25 40 5 N.E. Madura V 3.785 80 65 10 20 35 6 Rote I 14.135 65 60 10 35 40 110 7 Rote II 18.572 65 60 10 35 40 110 8 Babar 17.074 65 60 10 35 40 110 4
9 Selaru 19.256 65 60 10 35 40 110 10 Manokwari 6.504 65 60 10 35 40 110 11 Segaf 8.880 85 70 15 15 30 12 Amborip I 9.915 85 70 15 15 30 13 Amborip II 9.923 85 70 15 15 30 14 Amborip III 9.826 85 70 15 15 30 15 Amborip IV 9.728 85 70 15 15 30 16 Amborip V 9.724 85 70 15 15 30 17 Amborip VI 9.649 85 70 15 15 30 Sumber: DJ Migas, 4 Keterangan: FTP: first tranche petroleum; Investment Credit hanya untuk lapangan gas bumi 5
Peningkatan produksi minyak bumi berdasarkan perencanaan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (DJ Migas) diilustrasikan pada Gambar 5. Selama tahun 4 2010, direncanakan produksi minyak bumi meningkat secara ratarata 4,5% per tahun, sehingga pada tahun 2010 produksinya menjadi 520 juta barel per tahun atau 1,42 juta barel per hari. Gambar 6. Skenario Produksi dan Konsumsi Untuk konsumsi BBM, ditunjukkan dua skenario, yaitu: Skenario Pesimis, yaitu bila konsumsi BBM terus meningkat seperti pertumbuhan historis. Skenario Optimis, yaitu bila pertumbuhan konsumsi BBM dapat dikendalikan, sehingga dapat mengikuti target PEN. Produksi (juta bph) Pengembangan Potensial Blok Cepu Pengembangan Diusulkan Brown Field Lapangan Marginal Pengembangan Saat Ini Optimasi Produksi Tidak Ada Tindakan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2010 Sumber: DJ Migas, 5 Gambar 5. Target Peningkatan Produksi Pada Gambar 6, diperlihatkan skenario produksi minyak bumi dan konsumsi BBM Indonesia hingga tahun 2025. Untuk produksi minyak bumi, ditunjukkan dua skenario, yaitu: Skenario Pesimis, yaitu bila produksi minyak bumi tetap pada produksi saat ini, sebesar 410 juta barel per tahun. Skenario Optimis, yaitu bila produksi minyak bumi dapat ditingkatkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan domestik pada tahun 2025 sebesar 750 juta barel per tahun, sesuai dengan target PEN. Juta SBM/tahun 1, 1,000 800 Prod Meningkat Produksi Tetap Konsumsi PEN Konsumsi Historis 0 2 4 6 8 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 Pada Skenario Pesimis, impor minyak bumi netto terus meningkat. Seperti dapat dilihat pada Gambar 6, selisih antara konsumsi BBM domestik dan produksi minyak bumi semakin melebar. Ilustrasi Skenario Optimis, sesuai dengan target PEN, digambarkan secara lebih detail pada Gambar 7. Yaitu: Produksi minyak bumi dapat ditingkatkan, sehingga pada tahun 2011 Indonesia secara netto dapat kembali swasembada (dapat memenuhi sendiri) minyak bumi. Kapasitas dan produksi kilang minyak dapat ditingkatkan, sehingga pada tahun 2025 Indonesia secara netto dapat swasembada BBM. Juta barel/tahun 800 700 0 Impor BBM Produksi Kilang Konsumsi BBM Produksi Minyak 0 2 4 6 8 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 Gambar 7. Skenario Produksi dan Konsumsi dan BBM Neraca minyak untuk kedua skenario di atas diperlihatkan pada Gambar 8. Yaitu: Untuk Skenario Optimis, diharapkan neraca minyak terus membaik. Kondisi defisit minyak sebesar hampir 60 juta barel per tahun pada saat ini diharapkan 6
menjadi yang terburuk sepanjang 5 2025. Untuk Skenario Pesimis, neraca minyak bumi akan terus memburuk, apabila tidak ada penambahan produksi dan pengendalian pertumbuhan konsumsi BBM. Berdasarkan skenario ini, defisit neraca minyak akan mencapai hampir 750 juta barel per tahun pada tahun 2025. Juta barel/tahun 0 Prod Meningkat Prod Tetap 0 2 4 6 8 2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022 2024 Gambar 8. Skenario Neraca Dalam Gambar 8 di atas, dapat dilihat bahwa dengan Skenario Optimis pun, kondisi neraca minyak Indonesia akan tetap kritis pada tahun 2025. Dengan peningkatan produksi minyak bumi dan pengendalian konsumsi BBM yang luar biasa ternyata neraca minyak Indonesia akan kembali menurun setelah tahun 2018, dan kembali menyentuh titik nol pada tahun 2025. Indonesia untuk dapat terus meningkatkan produksi minyak hingga level 750 juta barel per tahun dan tetap mempertahankan predikat sebagai negara pengekspor minyak. PUSTAKA 1. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Kebijakan Energi Nasional 3 2020, Jakarta, November 4. 2. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 5 2025, Jakarta, 5. 3. Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Kegiatan, Pengembangan Sektor Hulu Migas, Bandung, 26 September 5. 4. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi, disampaikan pada Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional 4, Pusat Informasi Energi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Jakarta, Desember 4. 5. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Statistik dan Informasi Minyak dan Gas Bumi, beberapa edisi tahunan dan bulanan. 6. Oetomo Tri Winarno, Security of Energy Supply in Indonesia, prosiding National Energy Congress 4, World Energy Council Indonesian National Committee, Jakarta 23 24 November 4. Setelah kembali menjadi net eksporter minyak pada tahun 2011, ternyata Indonesia harus berjuang keras untuk tetap menjadi negara eksporter minyak. Merupakan tantangan yang luar biasa berat bagi 7