HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Ternak Domba. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang

PERFORMA BAKALAN INDUK DOMBA LOKAL YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI YULIANRI RIZKI YANZA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

PENINGKATAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL DI PROVINSI BANTEN MELALUI PENAMBAHAN DEDAK DAN RUMPUT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat dan ransum disajikan pada Tabel 3. Tabel 3.Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba. Peubah Perlakuan P1 P2 P3 Konsumsi Total (g/e/hr) 398,24 + 92,75 406,61 + 85,87 416,06 + 84,61 Rumput (g/e/hr) 133,17 + 33,26 137,37 + 23,14 102,39 + 20,64 Konsentrat (g/e/hr) 265,06 + 60,12 269,25 + 62,96 313,67 + 64,23 Konsumsi BK Ransum BB (%) 3,05 2,95 2,92 Rasio Hijauan: Konsentrat 33,34 : 66,66 34,01 : 65,99 24,62 : 75,38 Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%. P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%.P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%. Perlakuan tidak nyata mempengaruhi konsumsi bahan kering bakalan induk domba. Jumlah konsumsi BK domba antar perlakuan relatif tidak berbeda. Berdasarkan hal tersebut, ransum dengan level energi yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsumsi bahan kering bakalan induk domba. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa konsumsi BK dipengaruhi oleh berat atau besar badan, bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi ternak, jenis makanan, kadar energi bahan makanan, dan stress. Konsumsi BK ransum pada penelitian ini berkisar antara 398,24-416,06 g/e/hr atau sekitar 2,92-3,05% dari bobot badan. Konsumsi BK ransum telah memenuhi standar kebutuhan konsumsi bakalan induk domba. Konsumsi BK tidak berbeda jika dibandingkan dengan pernyataan Kearl (1982) bahwa kebutuhan konsumsi BK bakalan induk domba bobot 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan sebesar 100 g/hr berkisar antara 210-410 g/e/hr atau sekitar 2,5-3,1% bobot badan. Konsumsi BK perlakuan yang yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Swastike et al. (2006) yang menyatakan bahwa konsumsi BK domba lokal umur +4 25

bulan dengan bobot badan yang sama sekitar 390-570 g/e/hr atau sekitar 2,86-4,14% bobot badan. Konsumsi BK perlakuan yang sesuai dengan pernyataan Kearl (1982) disebabkan karena tingkat performa dan umur domba lokal yang digunakan sama. Banyaknya BK ransum yang dikonsumsi ternak juga ditentukan oleh imbangan hijauan dan konsentrat. Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa imbangan hijauan:konsentrat tidak sesuai dengan yang diharapkan (40:60, 40:60 dan 30:70) terhadap perlakuan. Hal tersebut disebabkan hijauan dan konsentrat yang diberikan secara terpisah sehingga mempengaruhi jumlah hijauan dan konsentrat yang dikonsumsi (Tabel 3). Konsumsi konsentrat yang lebih banyak dibandingkan rumput menunjukkan bahwa domba lebih menyukai konsentrat. Konsumsi rumput yang rendah disebabkan tingginya kandungan serat kasar dalam hijauan (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Mathius (1996) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar dalam ransum mempengaruhi jumlah konsumsi. Pola Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba Lokal Pola Konsumsi Bahan Kering Ransum Bakalan Induk Domba Lokal terdapat pada Gambar 5. Konsumsi BK (g/e/hr) 700 600 500 400 300 200 241.01 264.32 230.30 232.05 239.83 246.95 348.23 335.75 335.25 503.77 524.12 528.50 691.68 645.14 659.63 100 0 2 4 6 8 10 Minggu Gambar 5. Grafik Konsumsi BK Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum dengan TDN 65% ( ), TDN 70% ( ) dan TDN 75% ( ). Berdasarkan grafik diatas, rataan konsumsi bahan kering dari masing-masing perlakuan selama pemeliharaan meningkat. Pada minggu-minggu awal konsumsi BK sebesar 230,30-241,01 g/e/hr dan mencapai 645,14-691,98 g/e/hr hingga akhir 26

pemeliharaan (Gambar 5). Hal tersebut menunjukan bahwa konsumsi BK ransum bakalan induk domba selama fase pertumbuhan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan bobot badannya. Konsumsi Zat Makanan Konsumsi zat makanan adalah jumlah zat makanan di dalam pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak pada periode tertentu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan. Konsumsi zat gizi di dalam pakan yang sangat diperlukan untuk hidup ternak meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Konsumsi zat makanan domba berbeda dengan yang diharapkan. Secara lengkap konsumsi zat makanan bakalan induk domba yang mendapatkan ransum penelitian tercantum pada Tabel 4. Tabel 4.Konsumsi Zat Makanan Domba Selama 89 Hari. Zat P1 P2 P3 Makanan (g/e/hr) % (g/e/hr) % (g/e/hr) % BK 398,24 +92,75 68,7 406.61 + 85,87 66,85 416,06 + 84,61 71,24 PK 59,30 + 13,73 10,23 60,49+ 16,60 9,94 63,64+ 14,13 10,9 LK 34,85 + 8,03 6,55 44,56 + 9,92 7,25 31,26 + 6,37 5,07 SK 49,31 + 11,81 8,55 52,44 + 10,14 8,64 43,45 + 8,79 7,44 BETN 216,83 + 50,48 54,45 189,78 + 39,42 46,70 242,39 + 49,31 58,26 TDN 270,99 + 62,79 68,1 291,14 + 62,89 71,6 313,12 + 63,77 75,26 Ca 4,02+ 1,27 A 0,69 2,24+ 0,52 B 0,37 1,63+ 0,33 B 0,28 P 0,74+ 0,11 0,13 0,83+ 0.05 0,14 1,06+ 0,11 0,18 Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%. P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%.P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%. BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BETN=Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrien, Ca=kalsium, P=Fosfor. Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0.01). Konsumsi Protein Kasar Zat makanan yang penting untuk domba salah satunya adalah protein kasar. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa protein dalam pakan sangat dibutuhkan oleh ternak karena kandungan asam aminonya (esensial dan nonesensial) pada masa pertumbuhan dan perkembangan untuk reproduksinya. Konsumsi protein kasar antar perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini dipengaruhi 27

konsumsi BK yang juga tidak berbeda nyata. Konsumsi protein kasar yang tidak berbeda antar perlakuan sejalan dengan jumlah protein kasar dalam BK ransum. Sudarman et al. (2008) menyatakan bahwa konsumsi BK yang tinggi juga meningkatkan konsumsi protein dalam pakan. Konsumsi protein kasar bakalan induk domba dalam penelitian ini berkisar antara 59,3-63,64 g/e/hr atau sekitar 9,94-10,90% dari konsumsi BK. Kearl (1982) menjelaskan bahwa standar konsumsi protein kasar untuk bakalan induk domba lokal untuk bobot 10-15 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/hr adalah sekitar 70-95 g/e/hr atau sebesar 10-14% dari konsumsi BK ransum. Dawson et al. (1999) melaporkan bahwa konsumsi PK bakalan induk domba pada kondisi 6 minggu sebelum bunting adalah sekitar 126-177 g/e/hr atau sebesar 12,38% dari konsumsi BK. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi protein kasar bakalan induk domba belum memenuhi standar kebutuhan. Konsumsi protein kasar yang rendah dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dalam ransum, sedangkan bakalan induk dalam masa pertumbuhan membutuhkan level protein yang tinggi. Robinson et al. (2006) menjelaskan bahwa kebutuhan protein domba indukan untuk hidup pokok dan produksi tergantung tipe ransum, kualitas protein, tingkat energi dan kondisi fisiologisnya. Konsumsi Lemak Kasar Konsumsi lemak kasar perlakuan berkisar antara 31,26-44,56 g/e/hr atau sekitar 6,37-9,92% dari konsumsi BK. Konsumsi LK perlakuan belum memenuhi standar kebutuhan bakalan induk domba. ARC (1985) menjelaskan bahwa konsumsi lemak kasar bakalan induk domba dalam masa pertumbuhan bobot 10-20 kg adalah sekitar 12-14% dari konsumsi BK atau sekitar 49-57 g/e/hr. Umumnya domba bakalan diberikan makanan yang mengandung 20% lemak dalam BK ransum sebagai pengganti susu untuk meningkatkan konsumsi energi ternak dan mempercepat pertambahan bobot badan (Parakkasi, 1999). Konsumsi LK yang rendah dari standar kebutuhan dikarenakan karena rendahnya kandungan lemak dalam ransum, kondisi fisiologis domba dan jenis domba yang digunakan berbeda. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa pada fase pertumbuhan, ternak sangat terbatas kesanggupannya dalam menghidrolisis lemak, sehingga lemak yang diperlukan harus diserap secara langsung. Oleh karena itu, kandungan lemak ransum 28

perlakuan yang tidak terlalu tinggi masih mencukupi kebutuhan bakalan induk domba. Konsumsi lemak kasar antar perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut dikarenakan konsumsi bahan kering juga tidak berbeda nyata. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa lemak yang dikonsumsi ternak tergantung oleh kandungan lemak kasar dalam ransum dan komposisi bahan pakannya. Konsumsi Serat Kasar Kebutuhan serat kasar domba menurut Parakkasi (1999) berkisar antara 12-14% dalam BK ransum. Sementara itu, konsumsi serat kasar perlakuan berkisar antara 43,45-52,45 g/e/hr atau sekitar 8,79-11,81% dari BK ransum. Jumlah serat kasar yang dikonsumsi domba perlakuan lebih rendah dari kebutuhan yang dinyatakan oleh Parakkasi (1999), namun masih memenuhi standar kebutuhan bakalan induk domba. Hal tersebut dikarenakan domba perlakuan masih dalam masa pertumbuhan. Konsumsi serat kasar antar perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal tersebut dikarenakan konsumsi BK ransum yang tidak berbeda dan imbangan hijauan:konsentrat yang dikonsumsi tidak seperti yang diharapkan (Tabel 3). Konsumsi hijauan yang rendah dibandingkan konsentrat mempengaruhi jumlah serat kasar yang dikonsumsi domba. Blexter et al. (1961) menyatakan bahwa konsumsi serat kasar mempengaruhi tingkat konsumsi, jika semakin banyak makanan yang tidak mudah dicerna (seperti hijauan) mengakibatkan rumen semakin sulit untuk mencerna zat-zat makanan dalam ransum. Domba yang masih dalam masa pertumbuhan masih membutuhkan bahan kering dengan daya cerna yang relatif rendah seperti konsentrat karena rumennya masih belum terbentuk dengan sempurna (Church, 1991). Konsumsi TDN Ransum Kebutuhan energi untuk ruminansia ditentukan berdasarkan kandungan TDN (Total Digestible Nutrients), yaitu jumlah nilai zat makanan yang dicerna oleh ternak. TDN merupakan satuan energi yang diperoleh dari nilai bahan kering ransum dan jumlah zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak, dan BETN) yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Satuan energi dalam bentuk TDN lebih mudah ditentukan 29

untuk menghitung kebutuhan ternak ruminansia karena merupakan nilai energi yang berasal total nutrien zat-zat makanan dalam ransum untuk ternak (Sutardi, 1981). Konsumsi TDN tidak berbeda nyata. TDN yang dikonsumsi bakalan induk sebesar 270,99-313,12 g/e/hr atau sebesar 68,07-75,26% dari bobot badan. TDN yang dikonsumsi perlakuan telah memenuhi standar kebutuhan bakalan induk. Kebutuhan konsumsi TDN bakalan induk domba dengan pertambahan bobot badan 100g/e/hr yaitu sekitar 230-390 g/e/hr atau sebesar 62-68% dari BK (Kearl 1982). Hal tersebut didukung oleh Swastike et al. (2006) yang mendapatkan konsumsi TDN bakalan induk umur 4-7 bulan sekitar 297,87-481,16 g/e/hr atau sebesar 69-74%. Konsumsi TDN sesuai dengan pernyataan Kearl (1982) disebabkan karena kandungan TDN dalam ransum perlakuan yang relatif tidak jauh berbeda. Konsumsi TDN yang tidak berpengaruh nyata disebabkan karena konsumsi BK tidak berpengaruh nyata serta imbangan hijauan:konsentrat yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pola Konsumsi TDN Ransum Bakalan Induk Domba Pola Konsumsi TDN (Total Digestable Nutrient) bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 6. 600.0 511.1 Konsumsi TDN g/e/hr 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 168.2 195.3 158.9 173.3 145.5 155.2 257.3 224.5 235.2 372.3 370.8 350.5 431.5 462.8 0.0 2 3 4 5 6 Minggu Gambar 6. Grafik Konsumsi TDN Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum dengan TDN 65% ( ), TDN 70% ( ) dan TDN 75% ( ). Rataan konsumsi TDN dari masing-masing perlakuan selama pemeliharaan meningkat. Hal ini menunjukan bahwa konsumsi TDN bakalan induk domba selama fase pertumbuhan mengalami peningkatan sesuai dengan pertambahan bobot 30

badannya. Pada minggu awal konsumsi BK sebesar 145,5-168,2 g/e/hr dan mencapai 431,5-511,1 g/e/hrhingga akhir pemeliharaan (Gambar 6). Bakalan induk membutuhkan energi yang cukup untuk hidup pokok dan produksi, terutama pembentukan saluran reproduksi dan mempercepat dewasa kelamin. Cabiddu et al. (2006) menjelaskan bahwa pemberian pakan dengan kandungan energi dan protein yang sesuai dengan kebutuhan dapat meningkatkan produktivitas induk domba Sarda. Konsumsi TDN bakalan induk yang tidak berbeda nyata pada Tabel 4 menunjukkan perlakuan dengan konsumsi TDN 65% lebih efektif untuk tujuan produksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh umur dan bobot awal domba yang relatif tidak berbeda sehingga mempengaruhi konsumsi kandungan zat makanan dalam BK ransum. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa jumlah konsumsi energi pada ternak dipengaruhi oleh bobot badan, umur, lingkungan, sifat fisik, dan komposisi kimia bahan pakan. Konsumsi Mineral Ca dan P Mineral Ca dan P merupakan mineral yang sangat dibutuhkan ternak selama masa pertumbuhan. Ternak membutuhkan mineral tersebut untuk pembentukan tulang dan metabolisme. Kandungan Ca dalam tubuh berperan untuk aktivitas enzim, kontraksi otot, dan pembekuan darah, sedangkan P berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Oleh karena itu, diperlukan asupan Ca dan P yang cukup dari konsumsi pakan untuk memaksimalkan pertumbuhan. Mineral Ca dan P merupakan bagian terbesar penyusun tubuh untuk struktur tulang dalam tubuh ternak yaitu masing- masing sebesar 99% dan 80% (Kebreab dan Vitti, 2010). Konsumsi mineral Kalsium (Ca) antar perlakuan berbeda nyata (P<0,01). Konsumsi Ca pada perlakuan P1 (4,02 g/e/hr) lebih tinggi daripada perlakuan P2 (2,24 g/e/hr) dan P3 (1,63 g/e/hr), yaitu masing-masing sebesar 1,78 g/e/hr dan 0,61 g/e/hr. Konsumsi Ca yang berbeda nyata disebabkan komposisi mineral Ca dalam ransum antar perlakuan dan komposisi sumber mineralnya yang berbeda. NRC (2005) menambahkan bahwa mineral Ca untuk ternak paling banyak tersedia dalam sumber pakan anorganik atau suplemen. Mineral Ca yang dikonsumsi selama pemeliharaan adalah sekitar 1,63-4,02 g/e/hr. Konsumsi mineral Ca pada perlakuan P1 dan P2 telah memenuhi standar kebutuhan bakalan induk, terutama perlakuan P1 menunjukkan konsumsi mineral Ca 31

yang lebih tinggi dari standar kebutuhan. Namun konsumsi mineral Ca yang rendah ditunjukkan oleh perlakuan P3. Kearl (1982) menyatakan bahwa kebutuhan mineral Ca untuk bakalan induk bobot 10-20 kg sekitar 2,1-3,1 g/e/hr. Hal ini disebabkan penambahan suplemen mineral Ca dalam ransum pada P1 dan P2 lebih tinggi dari P3, khususnya CaCO 3 (Tabel 2). NRC (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kandungan mineral Ca dalam ransum bisa dipenuhi dengan penambahan sumber pakan anorganik seperti CaCO 3. Konsumsi mineral Fosfor (P) antar perlakuan tidak berpengaruh nyata. Konsumsi mineral P yang tidak berbeda nyata dipengaruhi konsumsi BK ransum. Banyaknya mineral P dalam ransum yang relatif sama menyebabkan konsumsi mineral P antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan. Mineral P yang dikonsumsi pada perlakuan dipengaruhi komposisi sumber bahan pakan perlakuan penyusun ransum.nrc (2005) menjelaskan bahwa mineral P organik terdapat pada sumber bahan pakan dari pertanian dan biji-bijian. Konsumsi mineral P bakalan induk domba berkisar antara 0,74-1,06 g/e/hr. Mineral P yang dikonsumsi tidak memenuhi standar kebutuhan bakalan induk untuk bobot 10-20 kg, yaitu sekitar 1,5-2,2 g/e/hr (Kearl, 1982). Rendahnya mineral P yang dikonsumsi dipengaruhi kandungan mineral P dalam BK ransum. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kebreab dan Vitti (2010) bahwa kandungan mineral Ca dan P bahan pakan dan penambahan suplemen dalam formulasi ransum komplit mempengaruhi mineral P yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia. NRC (2005) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kandungan mineral P dalam ransum bisa dipenuhi dengan penambahan sumber pakan anorganik seperti DCP. Mineral Ca dan P harus terpenuhi sesuai standar kebutuhan dan seimbang. Kebreab dan Vitti (2010) menjelaskan bahwa absorbsi dan resorpsi mineral P berkaitan dengan mineral Ca. Imbangan Ca dan P sangat perlu diperhatikan karena saling berkaitan. Fungsi mineral Ca dan P yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pembentukan tulang dan gigi serta memaksimalkan produksi susu pada domba laktasi (Kebreab dan Vitti, 2010). Pada dasarnya, imbangan untuk mineral Ca:P direkomendasikan sekitar 2:1 (Orskov, 2001). Namun imbangan Ca:P dalam penelitian berbeda dari standar yang telah ditetapkan 32

(P1=5,4:1; P2=2,7:1; dan P3=1,54:1). Hal ini disebabkan kandungan mineral Ca dan P dalam BK ransum perlakuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pola Perbandingan imbangan konsumsi mineral Ca dan P bakalan induk domba Pola perbandingan imbangan konsumsi mineral Ca dan P bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 7. Konsumsi Ca dan P (g/e/hr) 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 4.02 0.74 0.83 TDN 65%, PK14% 2.24 TDN 70%, PK14% 1.06 1.63 TDN 75%, PK14% Gambar 7. Konsumsi Ca ( ) dan P ( ) Bakalan Induk Domba Lokal selama Pemeliharaan. Rataan perbandingan konsumsi Ca dan P masing-masing perlakuan selama pemeliharaan berbeda dengan yang diharapkan (Gambar 7). Perbandingan konsumsi Ca dan P masing-masing adalah P1=4,02:0,74; P2=2,24:0,83; dan P3 =1,63:1,06. Perlakuan P1 menunjukkan perbandingan mineral Ca dan P tertinggi dan tidak seimbang dibandingkan perlakuan P2 dan P3. Perbandingan konsumsi mineral Ca dan P yang lebih ideal ditunjukkan oleh P2. Hal tersebut dikarenakan perbandingan Ca:P perlakuan P2 mendekati standar perbandingan yang direkomendasikan (Orskov, 2001) dan memenuhi standar kebutuhan domba. Imbangan mineral Ca dan P yang tidak sesuai dengan perbandingan 2:1 pada perlakuan disebabkan kandungan Ca dan P yang bervariasi dalam bahan pakan penyusun ransum. Kebreab dan Vitti (2010) bahwa kandungan mineral Ca dan P bahan pakan dan penambahan suplemen dalam formulasi ransum komplit mempengaruhi mineral Ca dan P yang dikonsumsi. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan analisis proksimat bahan-bahan pakan sebelum menyusun formulasi ransum. 33

Performa Bakalan Induk, Efisiensi ransum dan IOFC Pengukuran bobot badan berguna untuk menentukan tingkat performa, efisiensi ransum dan nilai ekonomis (Parakkasi, 1999). Performa bakalan induk domba, efisiensi ransum dan nilai IOFC bakalan induk domba yang mendapatkan ransum penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5.Performa, Efisiensi Ransum dan IOFC Bakalan Induk Selama Pemeliharaan. Peubah Perlakuan P1 P2 P3 Bobot Awal (kg/ e) 9,38 + 2,29 9,75 + 1,55 9,88 + 1,75 Bobot Akhir (kg/ e) 16,19 + 2,72 17.63 + 2,69 18,50 + 2,80 Pertambahan Bobot Badan (g/e/hr) 74,85 + 13,77 89,57 + 12,54 98,11 + 19,57 Efisiensi ransum selama penelitian 0,20 + 0,06 0,22 + 0,02 0,24 + 0,06 IOFC (Rp./kg) 891 + 307 1157 + 115 1079 + 399 Keterangan : P1 = Ransum TDN 65%, PK 14%.P2 = Ransum TDN 70%, PK 14%.P3 = Ransum TDN 75%, PK 14%. Performa Bakalan Induk Domba Kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan, kualitas pakan yang semakin baik juga diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Pada umur 2,5 bulan, domba muda mengalami pertambahan bobot badan yang relatif rendah sehingga mempengaruhi performa. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan domba muda akan berjalan maksimum saat mencapai pubertas, lalu perlambatan pertumbuhan kembali terjadi (Tillman et al., 1984). Pertambahan bobot badan (PBB) yang dicapai antar perlakuan adalah sebesar 74,8-98,11 g/e/hr. PBB yang dicapai masih belum maksimal (P1= 65% TDN, P2= 70% TDN, P3= 75% TDN). Menurut Kearl (1982), standar pertambahan bobot badan bakalan induk domba sebesar 100 g/hr untuk bobot 15-20 kg mengkonsumsi TDN sekitar 66-68% dari BK ransum. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa performa domba perlakuan masih belum maksimal. Namun nilai PBB yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan yang dicapai oleh Elita (2006) yang mendapatkan pertambahan bobot badan sebesar 59,03 g/e/hr untuk bakalan induk lokal bobot 13 kg dan penelitian Sitepu (2011) yang mendapatkan pertambahan 34

bobot badan induk domba sebesar 34,69-55,10 g/e/hr. Hal tersebut disebabkan tingkat umur dan bobot pemeliharaan domba yang berbeda. Church (1991) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, jenis/bangsa ternak, tingkat konsumsi dan kualitas ransum. Level energi pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan bakalan induk domba antar perlakuan. Keadaan ini menunjukkan tingkat energi P1 (65% TDN), P2 (70% TDN), dan P3 (75% TDN) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap penampilan produksi bakalan induk. Kurang maksimalnya PBB dalam penelitian disebabkan konsumsi ransum yang kurang mendekati standar kebutuhan dan berbedanya bangsa domba yang digunakan. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa laju PBB dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik, di mana berat tubuh awal fase pertumbuhan berhubungan dengan berat dewasa. Pola Pertambahan Bobot Badan Bakalan Induk Domba Pola pertambahan bobot badan bakalan induk domba dapat dilihat pada Gambar 8. 25 Bobot Badan (kg) 20 15 10 11.0625 11.625 11.6 12.875 12.75 12.3 14.5625 14.25 13.7 16.375 14.3 15.875 18.5 16.2 17.625 5 0 2 4 Minggu 6 8 10 Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Bakalan Induk Domba Bakalan Induk Domba Lokal Yang Diberi Ransum dengan TDN 65% ( ), TDN 70% ( ) dan TDN 75% ( ). Grafik diatas (Gambar 8) menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan bakalan induk pada penelitian ini masih relatif baik. Bobot badan relatif meningkat tiap minggunya dari minggu ke-2 yaitu, 11,06-11,62 kg menjadi 16,2-18,5 kg pada 35

minggu ke 10. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Church, 1991). Efisiensi Ransum Efisiensi penggunaan ransum antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata. Nilai efisiensi penggunaan ransum terhadap pertambahan bobot badan antar perlakuan relatif tidak jauh berbeda (Tabel 5). Berdasarkan pernyataan Kearl (1982), efisiensi ransum bakalan induk bobot 10-20 g dengan PBB 100 g/hr maksimal sekitar 0,17-0,24. Efisiensi penggunaan ransum telah memenuhi standar, yaitu sekitar 0,20-0,24. Nilai efisiensi dipengaruhi oleh faktor BK dalam ransum dan kemampuan ternak memanfaatkan zat makanan dalam ransum untuk menjadi produk ternak. Parakkasi (1999) menjelaskan bahwa tingginya kapasitas produksi dipengaruhi oleh konsumsi makanan, Efisiensi yang cukup baik menunjukkan bahwa konsumsi BK ransum lebih dimanfaatkan menjadi produk tubuh bakalan induk. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah serat kasar dalam ransum mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum dan imbangan pakan. Efisiensi ransum antar perlakuan termasuk cukup baik. Hal tersebut dipengaruhi tingginya konsumsi konsentrat yang berserat kasar rendah. Orskov (2001) menjelaskan bahwa kandungan zat makanan dalam ransum yang dikonsumsi mempengaruhi kecernaan zat makanan untuk diubah menjadi produk ternak. Income Over Feed Cost(IOFC) Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena tujuan akhir dari penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan. Tingkat energi ransum yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap IOFC. Hal ini disebabkan karena tidak berbeda nyatanya pertambahan bobot badan domba dan konsumsi pakan. Menurut Mulyaningsih (2006) faktor yang mempengaruhi nilai perhitungan IOFC selama penggemukan seperti PBB, konsumsi pakan, dan harga pakan saat pemeliharaan. Berdsarakan Tabel 5 didapat rata-rata IOFC tertinggi pada perlakuan P2 yaitu Rp 1156,5/kg dibandingkan dengan P3 dan P1 sebesar Rp. 1079/kg dan Rp.891/kg. 36