MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan [Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Kamis, 28 Mei 2015 Pukul 14.08 14.32 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Arief Hidayat (Ketua) 2) Anwar Usman (Anggota) 3) Aswanto (Anggota) 4) Suhartoyo (Anggota) 5) Patrialis Akbar (Anggota) 6) Wahiduddin Adams (Anggota) 7) Manahan MP Sitompul (Anggota) Fadzlun Budi SN Panitera Pengganti
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Fitri Paskauli 2. Robertus Billitea 3. Yuda Ramelan B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Maheswara Prabandono 2. Refly Harun 3. Munafrizal C. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Nasrudin 3. Budijono
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.08 WIB 1. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 53/PUU- XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. Saya cek kehadirannya. Pemohon yang hadir? 2. KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Hadir, Yang Mulia. Kami terima kasih sebelumnya, assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera dan om swastiastu. Kami Pemohon hadir dengan tiga orang Kuasa Hukum. Saya sendiri Maheswara Prabandono. Di sebelah kiri saya, Munafrizal. Sebelah kanan saya, rekan Refli Harun. Lalu tiga orang Prinsipal, Yang Mulia. Yang pertama, Bapak Robertus Billitea. Yang kedua, Bapak Yuda Ramelan dan Ibu Fitri Paskauli. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan. 4. PEMERINTAH: BUDIJONO Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir Bapak Dr. Mualimin Abdi yang sekaligus akan membacakan keterangan Presiden dan Pak Nasrudin (Direktur Litigasi (suara tidak terdengar jelas) ), dan dari Kementerian Keuangan, dan saya sendiri Budijono. Terima kasih, Yang Mulia. 5. KETUA: ARIEF HIDAYAT KETUK PALU 3X Baik, dari DPR tidak hadir. DPR mengirim surat yang ditandatangani oleh sekjen, tidak bisa hadir karena ada rapat-rapat atau persidangan di Dewan Perwakilan Rakyat, maka pada persidangan kali ini tidak bisa hadir dan memberikan keterangan. Agenda kita pada hari ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden karena DPR tidak hadir, maka satu-satunya acara adalah mendengarkan keterangan dari Presiden. Saya persilakan, Pak Mualimin.
6. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana permohonan yang diajukan oleh Bapak Refli Harun dan kawan-kawan yang sudah hadir di hadapan kita terkait dengan permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dalam hal ini Presiden memberikan kuasa kepada yang pertama, kepada Bapak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Bapak Yasonna Laoly), yang kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan kuasa antara lain kepada saya sendiri selaku Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia. Kemudian juga kepada Direktur Jenderal Peraturan Perundangundangan dan Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yang kedua, Presiden juga memberikan kuasa kepada Menteri Keuangan Bapak Bambang P. S. Brodjonegoro, dan juga memberikan kuasa kepada beberapa Eselon I yang kemudian yang hadir pada hari ini adalah salah satu direktur yang mewakili. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana sudah disampaikan tadi yang terkait dengan permohonan pengujian Ketentuan Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 42 ayat (1) undang-undang a quo sebagaimana tercatat di dalam register 53/PUU-XIII/2015 tanggal 16 April 2015, juga dengan perbaikan tanggal 13 Mei 2015. Selanjutnya perkenankan Pemerintah yang mewakili Presiden menyampaikan keterangan atas Pengujian Undang-Undang LPS. Pertama, pokok permohonan. Pokok permohonan sebagaimana yang disampaikan oleh Pemohon pada intinya menyatakan sebagai berikut. Menurut Pemohon, Undang-Undang LPS telah memberikan ketidakpastian hukum yang dialami oleh Pemohon, yaitu antara lain menghambat pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Pemohon. Kerugian konstitusional Pemohon, yaitu antara lain terkait dengan PT Bank Century Tbk, kini Bank Mutiara Tbk, sebagai bank gagal yang berdampak sistemik yang penanganannya diserahkan kepada LPS. Kemudian yang kedua, menurut Pemohon, dalam penjelasan a quo Undang-Undang LPS tidak dijelaskan makna dari seluruh saham
bank. Sehingga menurut Pemohon menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penjualan PT Bank Mutiara Tbk yang dimiliki LPS sebesar 99%. Kemudian selanjutnya, Yang Mulia. Bahwa ketiadaan aturan hukum yang jelas tentang perlakuan terhadap saham masyarakat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi LPS. Jika LPS tidak menjual, yang jumlahnya 0,0035% saham pemegang lama, yaitu masyarakat dalam Undang-Undang a quo, maka menurut Pemohon akan ada pertanyaan. Sampai berapa lama LPS dapat melakukan penguasaan terhadap saham masyarakat tersebut? Sehingga LPS, menurut Para Pemohon, potensial menghadapi gugatan hukum mengingat saham tersebut adalah saham masyarakat dan sebagian perusahaan efek. Yang keempat, Yang Mulia. Bahwa jika LPS hanya menjual saham milik LPS, LPS dapat dinilai tidak dapat melakukan upaya untuk pengembalian secara optimal dari penjualan saham bank yang diselamatkan. Padahal dalam Undang-Undang LPS dikatakan bahwa LPS harus mengupayakan tingkat pengembalian dengan nilai optimal dan dapat dinilai tidak menjalankan ketentuan Undang-Undang LPS. Sehingga menurut Para Pemohon, memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsiran atau penafsiran pasal a quo sebagaimana diuraikan dalam seluruh uraian permohonannya. Yang kedua, Yang Mulia. Terkait dengan kedudukan hukum Para Pemohon, Pemerintah tidak akan menjelaskan tentang atau hal-hal yang terkait dengan kedudukan Para Pemohon. Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia untuk menilai dan mempertimbangkannya. Selanjutnya, Yang Mulia. Keterangan Presiden atau Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji sebagai berikut. Para Pemohon memohon tafsir atau mengajukan permohonan pengujian beberapa pasal Undang-Undang LPS sebagai berikut. Yang pertama, Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan, LPS wajib menjual seluruh saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Pasal 38 ayat (1), LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama tiga tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a. Pasal 42 ayat (1), LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama tiga tahun sejak dimulainya penanganan bank gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. Ketentuan tersebut sebagaimana sudah diuraikan di atas, oleh Para Pemohon dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut.
Yang pertama, terkait dengan substansi permohonan Para Pemohon, apakah kata seluruh sebagaimana yang dimohonkan dalam ketiga pasal yang dimohonkan pengujiannya oleh LPS mengandung pengertian LPS mempunyai kewenangan untuk menjual seluruh saham bank gagal yang dalam penanganannya termasuk menjual saham milik pihak lain yang dibeli di pasar modal. Karena hal itu terkait dengan peralihan kepemilikan, maka harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang kedua. Bahwa hak milik pribadi sebagaimana kita ketahui adalah merupakan salah satu perwujudan daripada hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi sebagaimana diatur secara jelas di dalam ketentuan Pasal 28H ayat (4) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan, Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambilalih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Maka, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Menurut Pemerintah, sifat kepemilikan tersebut memang tidak bersifat mutlak karena dapat dibatasi sepanjang pembatasan itu diatur dengan undang-undang. Hal ini tentunya sejalan dengan ketentuan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud semata-mata untuk menjamin hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Kemudian selanjutnya, Yang Mulia. Prinsip dasar peralihan kepemilikan, sebagaimana ditentukan dalam hukum perdata juga ditentukan di dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang selengkapnya menyatakan, Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukkan atau penyerahan berdasarkan satu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. Yang keempat, Yang Mulia. Dengan demikian, menurut Pemerintah, apabila LPS menganggap pengertian kata seluruh di dalam ketiga pasal dimaksud, mengandung pengertian LPS mempunyai kewenangan untuk menjual seluruh saham bank gagal yang dalam penanganannya termasuk menjual saham milik pihak lain yang dibeli di pasar modal, maka hal tersebut baru dapat dianggap konstitusional sepanjang di dalam Undang-Undang LPS itu mengatur hal demikian atau ada di dalam Undang-Undang LPS telah mengatur adanya pengecualian peralihan hak milik atas saham tersebut. Hal ini adalah sebagaimana
pembatasan sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga menurut Pemerintah, ketentuan dalam Undang-Undang LPS dimaksud adalah merupakan ketentuan yang bersifat lex specialis dari prinsip dasar kepemilikan, sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selanjutnya, Yang Mulia. Dalam Undang-Undang LPS, pasal yang mengatur mengenai peralihan kepemilikan saham dari pemilik lama kepada LPS terdapat pada ketentuan Pasal 9 huruf a angka 4 poin 3 yang pada intinya menyatakan, Sebagai peserta penjaminan, setiap bank wajib antara lain menyerahkan dokumen. Sebagaimana ditentukan dalam angka 4 poin 3, yaitu surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank yang memuat kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala hak kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila bank menjadi bank gagal, dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi. Selanjutnya, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan hal tersebut di atas, Undang-Undang LPS tidak menyimpangi prinsip dasar peralihan hak milik yang diatur di dalam Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Karena peralihan saham dari milik lama kepada LPS tetap dipersyaratkan adanya dokumen peralihan hak milik berupa surat pernyataan dari pemegang saham yang isinya memuat kesediaan untuk melepaskan, dan menyerahkan kepada LPS segala hak kepemilikan, dan apabila bank menjadi bank gagal, dan diputuskan untuk diselamatkan atau dilikuidasi. Selanjutnya. Dengan demikian, kewenangan LPS untuk menjual seluruh saham bank gagal yang dalam penanganannya, apakah termasuk saham milik pihak lain? Maka, hal tersebut menurut Pemerintah bersifat kasuistis. Tergantung, apakah mekanisme yang ditentukan di dalam ketentuan Pasal 9 huruf a angka 4 poin 3 Undang- Undang LPS telah terpenuhi atau belum? Terkait dengan beberapa pasal di dalam Undang-Undang LPS, yakni Pasal 28 ayat (1), Pasal 29, Pasal 35, Pasal 42 ayat (6) dan ay at (7), yang menurut Para Pemohon mengindikasikan bahwa kata seluruh mengandung makna bahwa LPS berwenang menjual saham milik pihak lain. Menurut Pemerintah, berpendapat bahwa pasal-pasal tersebut tidak mengatur mengenai kewenangan LPS dalam menjual saham, melainkan mengatur mengenai kewenangan LPS untuk menentukan besaran bagian yang akan diterima oleh LPS dan pemegang saham yang lama atas hasil penjualan saham bank gagal tersebut. Yang terakhir, Yang Mulia. Sebelum kesimpulan. Pasal 28 ayat (1), Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 42 ayat (6), dan ayat (7) Undang - Undang LPS dimaksudkan, agar Undang-Undang LPS... dimaksudkan Undang-Undang LPS untuk mengatur bahwa selain LPS masih terdapat pihak lain sebagai pemegang saham pada bank gagal yang dalam
penangangan LPS. Sehingga pihak lain tersebut diberikan pembagian keuntungan. Sebagai kesimpulannya, Yang Mulia. Berdasarkan seluruh penjelasan tersebut di atas, Pemerintah dapat menyimpulkan sebagai berikut. Yang pertama. Bahwa kata seluruh, di dalam ketentuan Pasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1) Undang -Undang LPS baru dapat ditafsirkan bahwa LPS menjual 100% saham bank yang diselamatkan atau bank yang dalam penanganan, baik saham milik LPS maupun saham milik pemegang saham lama, termasuk pemegang saham lama. Yang membeli saham bank di pasar modal, apabila mekanisme peralihan saham yang diatur dalam Undang-Undang LPS telah terpenuhi. Yang kedua. Bahwa ketentuan Pasal... ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1) Undang -Undang LPS baru tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila kata seluruh dalam ketiga pasal tersebut ditafsirkan bahwa LPS menjual 100% saham bank yang diselamatkan atau bank dalam penanganan, baik saham milik LPS maupun saham milik pemegang saham lama termasuk pemegang lama yang membeli saham bank di pasar modal. Namun LPS belum melaksanakan mekanisme peralihan saham yang diatur di dalam ketentuan Pasal 9 huruf a angka 4 poin 3 Undang-Undang LPS. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, demikian keterangan Presiden yang kami bacakan. Kami memang tidak membacakan atau tidak memohon kepada Yang Mulia untuk sebagaimana lazimnya di dalam diktum. Oleh karen itu, demikianlah keterangan Pemerintah yang kami sampaikan pada persidangan hari ini. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi diucapkan terima kasih. Jakarta, 28 Mei 2015. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly. Menteri Keuangan, Bambang P. S. Brodjonegoro. Terima kasih, Yang Mulia. Billahi taufik wal hidayah. Wassalamualaikum wr. wb. 7. KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Mualim Pak Mualimin yang telah membacakan keterangan dari Presiden. Dari meja Hakim, apakah ada yang akan ditanyakan? Cukup? Baik. Kalau sudah cukup. Sebelum saya akhiri, saya akan menanyakan pada Pemohon, apakah akan mengajukan Saksi atau Ahli? Silakan. 8. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya, Yang Mulia.
9. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. 10. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya. 11. KETUA: ARIEF HIDAYAT Supaya bisa kita agendakan, berapa ahli? Berapa saksi? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Kalau ahli maksimal empat. 13. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 14. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Tiga, antara tiga sampai empat. Kalau saksi sedang kami pertimbangkan, Yang Mulia. 15. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya. 17. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau begitu, kalau hanya tiga besok dalam persidangan yang akan datang, sekaligus ( ) 18. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Ya. 19. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bisa kita dengar. Ya?
20. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Bisa kami mengajukan sedikit pertanyaan, Yang Mulia. Kalau boleh. Kepada Pemerintah? 21. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak. 22. KUASA HUKUM PEMOHON: REFLY HARUN Oh, enggak. Satu saja pertanyaannya. 23. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak bisa, nanti kita anu, ya? Nanti di dalam kesimpulannya, ya. Baik, untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh Presiden, nanti di dalam kesimpulannya bersama dengan seluruh rangkaian persidangan ini. Baik. Kalau begitu, agenda berikutnya pada persidangan yang akan datang, kita akan mendengarkan keterangan DPR dan keterangan Ahli dari Pemohon. Kalau tiga, bisa kita dengar sekaligus. Tapi kalau empat, kita bagi dua kali sidang, ya. Baik. Sebelum persidangan yang akan datang, nama ahli dan curriculum vitae-nya akan menyampaikan keterangan ahli apa, nanti (suara tidak terdengar jelas) bisa disampaikan di Kepaniteraan. Baik. Sidang yang akan datang dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Ahli dari Pemohon, akan diadakan pada hari Kamis, 11 Juni Tahun 2015, pada pukul 11.00 WIB. Saya ulangi, Kamis 11 Juni Tahun 2015, pada pukul 11.00 WIB. Cukup dari Pemohon, ya? Dari Pemerintah cukup? Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.32 WIB Jakarta, 28 Mei 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.