PEDOMAN PELATIHAN GIZI OLAHRAGA UNTUK PRESTASI

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

CARA MENENTUKAN KEBUTUHAN ENERGI SEORANG ATLET

Specific Dynamic Action

Gizi Olahraga. Badraningsih L./UNY

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

OPTIMALISASI ASUPAN GIZI DALAM OLAHRAGA PRESTASI MELALUI CARBOHYDRAT LOADING

ROLE OF NUTRITION TO WIN A MATCH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

MODUL 10 PEDOMAN MAKANAN BAGI OLAHRAGAWAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PERSEPSI BODY IMAGE DAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN STATUS GIZI ATLET SENAM DAN ATLET RENANG DI SEKOLAH ATLET RAGUNAN JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

8 Cara Menurunkan Kadar Gula Secara Alami

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

Gizi Atlet Sepakbola Indonesia Oleh : Dwi Gunadi 1 ABSTRACT

I. Judul 1. NUTRITIONAL REQUIREMENTS 2. FOOTBALL-NUTRITION

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Pembahasan Kajian teoritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

SATUAN ACARA PENYULUHAN. : Gizi Seimbang Pada Lansia. : Wisma Dahlia di UPT PSLU Blitar di Tulungagung

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

HASIL BELAJAR ILMU GIZI OLAHRAGA PADA PEMILIHAN MAKANAN ATLET DAYUNG UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

SISTEM ENERGI DAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN PADA OLAHRAGA AEROBIK DAN ANAEROBIK. dr. Laurentia Mihardja, MS *

SISTEM ENERGI DAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN PADA OLAHRAGA AEROBIK DAN ANAEROBIK dr. Laurentia Mihardja, MS

Pemanfaatan Energi dalam Olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

30/09/2017. Kebutuhan dan Kecukupan Gizi Tenaga Kerja. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan gizi seseorang

KEBUTUHAN DAN PENGATURAN MAKAN SELAMA LATIHAN, PERTANDINGAN, DAN PEMULIHAN Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

NUTRISI PADA ATLET dr. Ermita I.Ilyas, MS

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

4/11/2015. Nugroho Agung S.

Mendesain Pangan untuk Atlit Berdasarkan Indek Glikemik. Oleh : Arif Hartoyo HP :

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

KUESIONER PENELITIAN KONSUMSI SERAT DAN FAST FOOD SERTA AKTIVITAS FISIK ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN. Universitas Indonesia

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN. Afrian Dhea Fahmi, 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI ATLET SQUASH DENGAN POLA MAKAN PASCA KOMPETISI

GIZI SEIMBANG PADA USIA DEWASA

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

MAKANAN SEHAT DAN MAKANAN TIDAK SEHAT BAHAN AJAR MATA KULIAH KESEHATAN DAN GIZI I

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

Eko Winarti, SST.,M.Kes

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada anak

DAFTAR ISI... HALAMAN SAMPUL MUKA.. HALAMAN JUDUL...

LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan Mengikuti Penelitian. Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

Kekurangan Zat Besi dan Anemia pada Atlit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sarapan dan Camilan : Dua Strategi Penting Pemenuhan Kebutuhan Asupan Makanan untuk Ketahanan Atlit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. interval-interval yang berupa masa-masa istirahat. Interval training dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

19/02/2016. Siti Sulastri, SST

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL KUISIONER PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

GIZI OLAHRAGA (KARBOHIDRAT DAN OLAHRAGA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran rumah tangga dalam gram: 1 sdm gula pasir = 8 gram 1 sdm tepung susu = 5 gram 1 sdm tepung beras, tepung sagu. = 6 gram

DIET PASIEN HEMODIALISA (CUCI DARAH)

PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA BAGI ATLET MELALUI NUTRISI. Rusli

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

KARBOHIDRAT. M. Anwari Irawan. Sports Science Brief

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya diserap oleh sel dan dioksidasi untuk menghasilkan energi. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

Transkripsi:

PEDOMAN PELATIHAN GIZI OLAHRAGA UNTUK PRESTASI DEPARTEMEN KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL RI DIREKTORAT JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2000

Abstrak Stamina merupakan salah satu faktor penting yang sangat menunjang prestasi atlet. Stamina atlet yang baik hanya dapat diperoleh apabila mengkonsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan baik pada waktu latihan maupun pada waktu pertandingan. Buku pedoman Pelatihan Gizi Olah Raga untuk Prestasi ini ditujukan selain kepada atlet yang bersangkutan, tetapi juga ditujukan kepada para pembina olahraga dan pelatih atlet agar memahami peranan gizi untuk meningkatkan prestasi atlet. Materi gizi yang terdapat dalam pedoman ini antara lain pemenuhan energi pada olahraga, pro-kontra carbohydrate loading, kebutuhan protein untuk berprestasi, penggunaan lemak dalam berolahraga, kebutuhan adan elektrolit pada olahraga, penggunaan kalsium pada atlet amenore, ergogenis aids, kebutuhan makan sebelum dan sesudah bertanding, memilih makanan yang tepat untuk atlet dalam perjalanan (travelling). 1

KATA PENGANTAR Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh, yang mempunyai dampak positif terhadap derajat kesehatan, oleh karena itu olahraga dianjurkan untuk dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. Bagi atlet asupan gizi yang terkait dengan olahraga mempunyai arti penting selain untuk mempertahankan kebugaran juga untuk meningkatkan prestasi atlet tersebut dalam cabang olahraga yang diikutinya. Kebutuhan gizi bagi para atlet mempunyai kekhususan karena tergantung cabang olahraga yang dilakukan. Oleh karena itu untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi sangat perlu diperhatikan sejak saat pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan. Buku pedoman pelatihan gizi olahraga untuk prestasi ini disusun berdasarkan pertimbangan bahwa para pembina, pelatih maupun atlet perlu memahami peranan gizi untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi. Selain itu pedoman pelatihan gizi olahraga belum pernah diterbitkan oleh institusi pemerintah maupun swasta. Buku ini merupakan pedoman bagi tenaga gizi atau tenaga kesehatan dengan peminatan gizi olahraga yang akan melakukan pelatihan di bidang gizi olahraga. Penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada tim penyusun gizi olahraga untuk prestasi dan kami menyadari bahwa pedoman ini masih belum sempurna, oleh karena itu saran dan usulan perbaikan dari berbagai pihak sangat kami harapkan. Jakarta, November 2000 Direktur Gizi Masyarakat 2

3

DAFTAR ISI Bab Hal KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI ii I. PENDAHULUAN 1 II. TUJUAN PELATIHAN. 2 A. Tujuan Umum. 2 B. Tujuan Khusus.. 2 III. MATERI AJARAN A. Materi Dasar. 3 B. Materi Inti.. 3 C. Materi Penunjang.. 3 IV. METODE BELAJAR MENGAJAR. 4 A. Metode... 4 B. Media/Alat Bantu.... 4 C. Pengajar/Nara Sumber 4 D. Evaluasi Pelatihan.. 4 E. Struktur Program.. 5 V. BAHAN BACAAN PENUNJANG MATERI AJARAN 6 1. Pemenuhan Energi pada Olahraga 7 2. Penghitungan Energi pada Olahraga.. 15 3. Pro Kontra Carbohydrate Loading. 22 4. Kebutuhan Protein untuk Berprestasi Optimal.. 34 5. Penggunaan Lemak Dalam Olahraga 41 4

ii 6. Kebutuhan Air dan elektrolit pada Olahraga.. 47 7. Penggunaan Kalsium pada Atlet Amenore.. 54 8. Ergogenic Aids. 65 9. Pengaturan Berat Badan (BB) pada Atlet 70 10. Pengaturan Makan Sebelum, saat dan setelah bertanding 80 11. Gangguan Makan pada atlet 92 12. Mitos Makanan dan Minuman untuk Atlet.. 103 13. Memilih Makanan yang Tepat Untuk Atlet Dalam Perjalanan (Traveling).. 111 14. Penyusunan Menu.. 117 15. Konsultasi Gizi Bagi Atlet. 128 KEPUSTAKAAN 139 LAMPIRAN Lampiran 1 : Nama dan Alamat Nara Sumber 140 5

Lampiran 2 : Editor. 142 iii BAB I PENDAHULUAN Dalam rangka menyongsong era globalisasi di abad 21, pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan derajat kesehatan serta perbaikan gizi masyarakat. Pembangunan dalam bidang kesehatan sangat penting dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM). Salah satu Strategi Departemen Kesehatan untuk mencapai Indonesia Sehat 2010 adalah paradigma sehat, yaitu yang beroritentasi 6

pada upaya promotif-preventif, proaktif, community-centered, partisipatif dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan olah raga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketahanan fisik sekaligus untuk mencegah agar tidak mudah sakit. Pengetahuan gizi olahraga bagi masyarakat secara umum serta atlet yang berprestasi sangat penting. Kita ketahui bahwa dalam masa pertumbuhan serta perkembangan, proses kehidupan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya masukan zat gizi. Disamping itu gizi juga berpengaruh dalam mempertahankan dan memperkuat daya tahan tubuh. Perihal tersebut diatas berlaku pula bagi para atlet meskipun secara lebih khusus kebutuhan jenis dan jumlah zat gizi bagi seorang atlet akan berbeda dengan kelompok bukan atlet, karena kegiatan fisik dan psikis berbeda, baik selama masa latihan maupun pada saat pertandingan. Prestasi olahraga yang dicapai oleh para atlet berkait erat dengan ketepatan penentuan dan penyediaan jenis dan jumlah zat gizi yang diperlukan. Sehubungan dengan pedoman gizi olahraga untuk prestasi dalam beberapa tahun terakhir telah cukup banyak kepustakaan yang didapat, baik melalui penyusunan individu, materi-materi melalui Simposium Internasional tahun 1997 di Jakarta, kunjungan Tim Gizi Olahraga ke Australia, penyusunan materi gizi olahraga melalui pertemuan di Cipanas dan terakhir telah tersusun pedoman pelatihan TOT Gizi olahraga di Puslitbang Gizi Depkes Bogor dengan susunan tercantum pada bab-bab berikutnya. BAB II TUJUAN PELATIHAN 7

A. Tujuan Umum Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mampu memberikan pelayanan gizi olahraga untuk prestasi B. Tujuan Khusus 1. Meningkatnya pengetahuan dalam bidang gizi olahraga 2. Meningkatnya keterampilan dalam memberikan pelayanan gizi olahraga 3. Meningkatnya kemampuan memasyarakatkan gizi olahraga dalam rangka meningkatkan prestasi olahraga. 8

BAB III MATERI AJARAN A. Materi Dasar 1. Perilaku Makan Sehat a. Gizi seimbang : - penganekaragaman makan - Bahan makanan lokal/tradisional b. Latar belakang Sosial Budaya 2. IPTEK Gizi Olahraga dalam meningkatkan prestasi atlet 3. Kompetensi profesi dalam pembinaan olahraga B. Materi Inti 1. Metabolisme energi pada berbagai jenis olahraga 2. Metabolisme zat gizi makro yang berkaitan dengan olahraga (Karbohidrat, Protein dan lemak) 3. Metabolisme zat gizi mikro (Vitamin dan Mineral) 4. Penggunaan Air dan Elektrolit 5. Penggunaan ergogenik gizi 6. Pengaturan makan pada periodisasi pelatihan 7. Pengaturan makan pada sebelum, saat dan sesudah bertanding 8. Konseling dan Penyuluhan Gizi 9. Aplikasi penyelenggaraan Makanan untuk Atlet Materi Penunjang 1. Pemasaran Sosial Gizi Olahraga 2. Tinjauan Lapangan 3. Kapita Selekta 9

BAB IV METODE BELAJAR MENGAJAR A. Metode 1. Kuliah 2. Diskusi Kelompok 3. Praktek/ Simulasi 4. Penugasan 5. Demonstrasi B. Media / Alat Bantu 1. Buku Pedoman Pelatihan 2. Ruang Kelas 3. Ruang Diskusi Kelompok 4. Peralatan - Papan tulis white board - Spidol - Transparansi - OHP - LCD Projector - Alat peraga - Alat praktek 5. Tempat praktek pelatihan C. Pengajar/Nara Sumber 1. Terkait dengan Materi 2. Ahli dalam bidangnya 3. Kerjasama dengan organisasi profesi dan instansi terkait 4. Pemanfaatan Nara Sumber Pusat (lampiran 1) 10

Evaluasi Pelatihan 1. Pre Test dan Post Test 2. Penyelenggaraan E. Struktur Program MATERI Alokasi waktu Teori Praktek / Latihan 11

Materi Dasar 1). Perilaku Makan Sehat a. Gizi seimbang : - Penganekaragaman makan - Bahan makanan lokal/tradisional b. Latar belakang Sosial Budaya 2). IPTEK Gizi Olahraga dlm meningkatkan prestasi atlet 3). Kompetensi profesi dalam pembinaan olahraga Jumlah Jam Materi Dasar 8 0 Materi Inti 1). Metabolisme energi pada berbagai jenis olahraga 2). Metabolisme zat gizi makro yang berkaitan dengan olahraga (Karbohidrat, Protein dan lemak) 3). Metabolisme zat gizi mikro (Vitamin dan Mineral) 4). Penggunaan Air dan Elektrolit 5). Penggunaan ergogenik gizi 6). Pengaturan makan pada periodisasi pelatihan 7). Pengaturan makan pada sebelum, saat dan sesudah bertanding 8). Konseling dan Penyuluhan Gizi 9). Aplikasi penyelenggaraan Makanan untuk Atlet 2 2-2 Jumlah Jam Materi Inti 18 6 Materi Penunjang 1). Pemasaran Sosial Gizi Olahraga 2). Tinjauan Lapangan 3). Kapita Selekta Jumlah Jam Materi Penunjang 4 8 Total jam pelajaran 30 14 Total seluruhnya 44 Catatan : 1) 1 jam Pelajaran = 45 menit 2) Dilaksanakan sekitar 8-10 jam pelajaran efektif pada setiap hari 3) Acara pembukaan, pengenalan, penutupan, pre test dan post test di luar alokasi waktu 44 jam materi pelajaran 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2-2 - - - - - - - - 2 - - 8-12

BAB V BAHAN BACAAN PENUNJANG MATERI AJARAN Buku Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk prestasi ini telah dilengkapi dengan bahan bacaan penunjang materi ajaran. Adapun bahan bacaan penunjang materi ajaran tersebut adalah sebagai berikut: 16. Pemenuhan Energi pada Olahraga 17. Penghitungan Energi pada Olahraga21 18. Pro Kontra Carbohydrate Loading 19. Kebutuhan Protein untuk Berprestasi Optimal 20. Penggunaan Lemak Dalam Olahraga 21. Kebutuhan Air dan elektrolit pada Olahraga 22. Penggunaan Kalsium pada Atlet Amenore 23. Ergogenic Aids 24. Pengaturan Berat Badan (BB) pada Atlet 25. Pengaturan Makan Sebelum, saat dan setelah bertanding 26. Gangguan Makan pada atlet 27. Mitos Makanan dan Minuman untuk Atlet 28. Memilih Makanan yang Tepat Untuk Atlet dalam Perjalanan (Traveling) 29. Penyusunan Menu 30. Konsultasi Gizi Bagi Atlet Untuk lebih lengkapnya, makalah dapat dipelajari mulai halaman 7 sampai dengan 138 di dalam buku ini. 13

MAKALAH 1 Pemenuhan Energi pada Olahraga (Metabolisme energi pada berbagai jenis olahraga) Oleh : dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 14

Pemenuhan Energi pada Olahraga (Metabolisme energi pada berbagai jenis olahraga) Oleh : dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 1. Pendahuluan Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Gerak yang terjadi pada olahraga karena adanya kontraksi otot. Otot dapat berkontraksi karena adanya pembebasan energi berupa ATP yang tersedia di dalam sel otot. ATP dalam sel otot jumlahnya terbatas dan dapat dipakai sebagai sumber energi hanya dalam waktu 1 2 detik. Kontraksi otot akan tetap berlangsung apabila ATP yang telah berkurang dibentuk kembali. Pembentukan kembali ATP dapat berasal dari kreatin fosfat, glukosa, glikogen dan asam lemak. 2. Kebutuhan Energi Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan 15

sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan. a. Basal Metabolisme Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim, sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot, dan pengaturan suhu tubuh. Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf metabolisme basal ini tidak benarbenar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas. Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia, ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau stres. Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar. Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit. Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan, misalnya saat bertanding menghasilkan metabolisme basal 5% sampai 10% lebih besar. Hal ini terjadi karena 16

sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula tonus otot meningkat. Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 18 th Energi(kalori) 18 30 th 30 60 th Laki-laki 55 1625 1514 1499 60 1713 1589 1556 65 1801 1664 1613 70 1889 1739 1670 75 1977 1814 1727 80 2065 1889 1785 85 2154 1964 1842 90 2242 2039 1899 Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 18 th Energi(kalori) 18 30 th 30 60 th Perempuan 40 1224 1075 1167 45 1291 1149 1207 50 1357 1223 1248 55 1424 1296 1288 60 1491 1370 1329 65 1557 1444 1369 70 1624 1516 1410 75 1691 1592 1450 b. Specific Dynamic Action Bila seseorang dalam keadaan basal mengkonsumsi makanan maka akan terlihat peningkatan produksi panas. Produksi panas yang meningkat dimulai satu jam setelah pemasukan makanan, mencapai maksimum pada jam ketiga, dan dipertahankan diatas taraf basal selama 6 jam atau lebih. Kenaikan produksi panas diatas metabolisme basal yang disebabkan oleh makanan disebut specific dynamic action. Specific dynamic action adalah penggunaan energi sebagai akibat dari makanan itu sendiri. Energi tersebut digunakan untuk mengolah 17

makanan dalam tubuh, yaitu pencernaan makanan, dan penyerapan zat gizi, serta transportasi zat gizi. Specific dynamic action dari tiap makanan atau lebih tepatnya zat gizi berbeda-beda. Specific dynamic action untuk protein berbeda dengan karbohidrat, demikian pula untuk lemak. Akan tetapi specific dynamic action dari campuran makanan besarnya kira-kira 10% dari besarnya basal metabolisme. c. Aktifitas fisik Setiap aktifitas fisik memerlukan energi untuk bergerak. Aktifitas fisik berupa aktifitas rutin sehari-hari, misalnya membaca, pergi ke sekolah, bekerja sebagai karyawati kantor. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas fisik. Tabel 3 : Faktor aktifitas fisik (perkalian dengan BMR) Tingkat aktifitas Laki-laki Perempuan Istirahat di tempat tidur 1,2 1,2 Kerja sangat ringan 1,4 1,4 Kerja ringan 1,5 1,5 Kerja ringan sedang 1,7 1,6 Kerja sedang 1,8 1,7 Kerja berat 2,1 1,8 Kerja berat sekali 2,3 2,0 Setiap aktifitas olahraga memerlukan energi untuk kontraksi otot. Olahraga dapat berupa olahraga aerobik maupun olahraga anaerobik. Besarnya energi yang digunakan tergantung dari jenis, intensitas dan lamanya aktifitas olahraga. Tabel 4.Kebutuhan energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/mnt) Aktifitas Olahraga Berat Badan (kg) 50 60 70 80 90 Balap sepeda : - 9 km/jam 3 4 4 5 6-15 km/jam 5 6 7 8 9 - bertanding 8 10 12 13 15 Bulutangkis 5 6 7 7 9 Bola basket 7 8 10 11 12 Bola voli 2 3 4 4 5 Dayung 5 6 7 8 9 Golf 4 5 6 7 8 18

Hockey 4 5 6 7 8 Berlanjut.. Lanjutan. Jalan kaki : - 10 menit/km 5 6 7 8 9-8 menit/km 6 7 8 10 11-5 menit/km 10 12 15 17 19 Lari : - 5,5 menit/km 10 12 14 15 17-5 menit/km 10 12 15 17 19-4,5 menit/km 11 13 15 18 20-4 menit/km 13 15 18 21 23 Renang : - gaya bebas 8 10 11 12 14 - gaya punggung 9 10 12 13 15 - gaya dada 8 10 11 13 15 Senam 3 4 5 5 6 Senam aerobik : - pemula 5 6 7 8 9 - terampil 7 8 9 10 12 Tenis lapangan : - rekreasi 4 4 5 5 6 - bertanding 9 10 12 14 15 Tenis meja 3 4 5 5 6 Tinju : - latihan 11 13 15 18 20 - bertanding 7 8 10 11 12 Yudo 10 12 14 15 17 d. Pertumbuhan Anak dan remaja mengalami pertumbuhan sehingga memerlukan penambahan energi. Energi tambahan dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang baru dan jaringan tubuh. Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari) Jenis kelamin anak Umur Tambahan energi Anak laki-laki dan 10 14 tahun 2 kalori/kg berat badan Perempuan 15 tahun 1 kalori/kg berat badan 16 18 tahun 0,5 kalori/kg berat badan 19

3. Penutup Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan. 20

MAKALAH 2 PENGHITUNGAN ENERGI PADA OLAHRAGA Oleh dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 21

Penghitungan Energi pada Olahraga Oleh dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 1. Pendahuluan Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan. 2. Cara Menghitung Kebutuhan Energi Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan komponen-komponen penggunaan energi. Berdasarkan komponen-komponen tersebut, terdapat 6 langkah dalam menghitung kebutuhan energi untuk setiap atlet. Langkah 1 Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan presentase lemak tubuh. Indeks massa tubuh merupakan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam satuan meter dikwadratkan. Sedangkan presentase lemak tubuh yaitu perbandingan antara lemak tubuh dengan masa tubuh tanpa lemak. Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan alat skinfold caliper pada daerah trisep dan subskapula. Langkah 2 Tentukan basal metabolic rate (BMR) yang sesuai dengan jenis kelamin, umur dan berat badan. Caranya menentukan BMR dengan melihat tabel 1 atau tabel 2. 22

Tambahkan BMR dengan specific dynamic action (SDA) yang besarnya 10% BMR, BMR + SDA (10% BMR) Tabel 1. BMR untuk laki-laki berdasarkan berat badan Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 18 th Energi (kalori) 18 30 th 30 60 th Laki-laki 55 1625 1514 1499 60 1713 1589 1556 65 1801 1664 1613 70 1889 1739 1670 75 1977 1814 1727 80 2065 1889 1785 85 2154 1964 1842 90 2242 2039 1899 Tabel 2. BMR untuk perempuan berdasarkan berat badan Jenis kelamin Berat badan (kg) 10 18 th Energi (kal) 18 30 th 30 60 th Perempuan 40 1224 1075 1167 45 1291 1149 1207 50 1357 1223 1248 55 1424 1296 1288 60 1491 1370 1329 65 1557 1444 1369 70 1624 1516 1410 75 1691 1592 1450 Langkah 3 Aktifitas fisik setiap hari ditentukan tingkatnya. Kemudian, hitung besarnya energi untuk aktifitas fisik tersebut (tanpa kegiatan olahraga). Pilihlah tingkat aktifitas fisik yang sesuai, baik untuk perhitungan aktifitas total maupun perhitungan aktifitas fisik yang terpisah dan jumlahkan. Gunakan tabel 3 untuk menentukan tingkat aktifitas total. 23

Tabel 3 : Faktor aktifitas fisik (perkalian dengan BMR) Tingkat aktifitas Laki-laki Perempuan Istirahat di tempat tidur 1,2 1,2 Kerja sangat ringan 1,4 1,4 Kerja ringan 1,5 1,5 Kerja ringan sedang 1,7 1,6 Kerja sedang 1,8 1,7 Kerja berat 2,1 1,8 Kerja berat sekali 2,3 2,0 Langkah 4 Kalikan faktor aktifitas fisik dengan BMR yang telah ditambah SDA Langkah 5 Tentukan penggunaan energi sesuai dengan latihan atau pertandingan olahraga dengan menggunakan tabel 4. Kalikan jumlah jam yang digunakan untuk latihan per minggu dengan besar energi yang dikeluarkan untuk aktifitas olahraga. Total energi yang didapatkan dari perhitungan energi dalam seminggu, kemudian dibagi dengan 7 untuk mendapatkan penggunaan energi yang dikeluarkan per hari. Tambahkan besarnya penggunaan energi ini dengan besarnya energi yang didapatkan dari perhitungan langkah 4. Tabel 4. Kebutuhan energi berdasarkan aktifitas olahraga (kal/menit) Aktifitas Olahraga Berat Badan (kg) 50 60 70 80 90 Balap sepeda : - 9 km/jam 3 4 4 5 6-15 km/jam 5 6 7 8 9 - bertanding 8 10 12 13 15 Bulutangkis 5 6 7 7 9 Bola basket 7 8 10 11 12 Bola voli 2 3 4 4 5 Dayung 5 6 7 8 9 Golf 4 5 6 7 8 Hockey 4 5 6 7 8 Berlanjut. 24

Lanjutan. Jalan kaki : - 10 menit/km 5 6 7 8 9-8 menit/km 6 7 8 10 11-5 menit/km 10 12 15 17 19 Lari : - 5,5 menit/km 10 12 14 15 17-5 menit/km 10 12 15 17 19-4,5 menit/km 11 13 15 18 20-4 menit/km 13 15 18 21 23 Renang : - gaya bebas 8 10 11 12 14 - gaya punggung 9 10 12 13 15 - gaya dada 8 10 11 13 15 Senam 3 4 5 5 6 Senam aerobik : - pemula 5 6 7 8 9 - terampil 7 8 9 10 12 Tenis lapangan : - rekreasi 4 4 5 5 6 - bertanding 9 10 12 14 15 Tenis meja 3 4 5 5 6 Tinju : - latihan 11 13 15 18 20 - bertanding 7 8 10 11 12 Yudo 10 12 14 15 17 Langkah 6 Apabila atlet tersebut masih dalam usia pertumbuhan, maka tambahkan kebutuhan energi sesuai dengan tabel 5 Tabel 5. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan (kalori/hari) Jenis kelamin anak Umur (Tahun) Tambahan energi Anak laki-laki 10 14 2 kalori/kg berat badan dan perempuan 15 1 kalori/kg berat badan 16 18 0,5 kalori/kg berat badan 25

Contoh Perhitungan Kebutuhan Energi Seorang Atlet Mary seorang mahasiswi berumur 20 tahun mempunyai tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg. Dia seorang atlet bolabasket dalam tim nasional. Dia berlatih berupa lari 3 hari seminggu dengan kecepatan 5 menit per km selama satu jam. Selain itu, Mary berlatih bolabasket 2 kali seminggu selama 20 menit. Aktifitas sehari-hari berupa aktifitas ringan sedang, misalnya pergi ke kampus, belajar. Cara menghitung kebutuhan energi Langkah 1 Tentukan status gizi atlet dengan menggunakan indeks massa tubuh dan presentase lemak. IMT = 60 : (1,6) 2 = 23,4 Artinya atlet ini IMT dalam keadaan normal Langkah 2 Tentukan BMR untuk wanita dengan berat badan 60 kg yaitu 1491 kalori (tabel 2) Tentukan SDA yaitu 10% x 1491 = 149 Junlah BMR dengan SDA yaitu 1491 + 149 = 1640 kalori Langkah 3 dan langkah 4 Tentukan faktor aktifitas fisik kerja ringan sedang yaitu 1,6 (tabel 3) 1,6 x 1640 = 2624 Langkah 5 Latihan lari setiap minggu yaitu : 3 x 60 x 10 = 1800 kal/mg Latihan bolabasket setiap minggu yaitu : 2 x 30 x 7 = 420 kal/mg Gunakan tabel 4 pada perhitungan aktifitas olahraga. Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga (lari dan latihan bolabasket) adalah 1800 + 420 = 2220 kalori/minggu. Kebutuhan energi untuk aktifitas olahraga per hari adalah : 2220 : 7 = 317 kalori Jadi total kebutuhan energi perhari adalah 2624 + 317 = 2941 kalori Mary membutuhkan energi setiap hari yang berasal dari makanan yang dia konsumsi adalah 2941 kalori. 26

MAKALAH 3 PRO KONTRA CARBOHYDRATE LOADING Oleh : Didit Damayanti, M.Sc Akademi Gizi Jakarta 27

PRO KONTRA CARBOHYDRATE LOADING Oleh : Didit Damayanti, M.Sc Akademi Gizi Jakarta 1. Pendahuluan Meningkatnya keingintahuan mengenai informasi strategi pertandingan sering meningkatkan motivasi atlet untuk mencari nasehat di bidang gizi. Namun sukses dalam pertandingan tergantung dari banyak aspek, termasuk kualitas diet selama latihan, dan tidak hanya melakukan sesuatu yang benar segera sebelum atau pada saat bertanding. Problem utama yang sering ditemui atlet yang sedang berlatih dengan keras adalah kelelahan atau ketidakmampuan untuk memulihkan rasa lelah, dari satu latihan ke latihan berikutnya. Untuk atlet kebutuhan energi dan karbohidrat pada saat latihan lebih besar daripada kebutuhan pada saat bertanding. Oleh karena itu pemulihan simpanan karbohidrat setiap hari harus menjadi prioritas bagi atlet yang menjalani latihan yang intensif. Ketika atlet tidak mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang adekuat setiap hari, simpanan glikogen otot dan hati kemungkinan habis. Penelitian menunjukkan bahwa pengosongan simpanan glikogen secara bertahap dapat menurunkan daya tahan serta penampilan atlet. 2. Mekanisme Penyediaan Dan Penggunaan Karbohidrat Selama Latihan Produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot yang intensif tergantung dari ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah. Aktifitas fisik yang ringan mungkin dapat dihasilkan dengan sumber karbohidrat yang rendah. Namun tidak mungkin memenuhi kebutuhan ATP dan untuk mempertahankan tekanan kontraktil yang dibutuhkan otot untuk penampilan fisik yang lebih tinggi jika sumber energi ini habis. Jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kj). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi. 28

Kandungan glikogen otot pada individu yang tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot. Penggunaan glikogen otot selama aktifitas fisik dipengaruhi berbagai faktor, misalnya intensitas latihan (latihan dengan intensitas tinggi, penggunaan glikogen meningkat), diet sebelum latihan (semakin tinggi simpanan glikogen, semakin lama atlet dapat melakukan latihan). Diet tinggi karbohidrat selama 3 hari menghasilkan simpanan glikogen sebanyak 200 mmol/kg berat otot, dengan lama latihan 170 menit. Simpanan glikogen hati memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah selama masa istirahat (diantara waktu makan utama) dan selama latihan. Kadar glikogen hati dapat habis selama masa puasa yang lama (15 jam) dan dapat menyimpan 490 mmol glikogen dengan diet campuran sampai 60 mmol glikogen dengan diet rendah karbohidrat. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat dapat meningkatkan glikogen kurang lebih 900 mmol. Namun karena simpanan glikogen hati ini sifatnya labil, disarankan agar latihan yang lama dilakukan 1-4 jam setelah makan makanan sumber karbohidrat yang terakhir. Jika latihan yang lama dilakukan pada pagi hari setelah puasa semalam, maka diet tinggi karbohidrat harus dikonsumsi pada tengah malam. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Glikogen Otot Jumlah karbohidrat Berdasarkan berbagai penelitian terlihat bahwa kecepatan simpanan glikogen yang maksimal terjadi ketika 0,7-1,0 g/kg BB karbohidrat dikonsumsi setiap 2 jam pada tahap awal proses pemulihan, atau total asupan karbohidrat 8-10 g/kg BB/24 jam. Jumlah karbohidrat ini dapat digambarkan dengan asupan karbohidrat 500-800 g/hari untuk rata-rata atlit atau dalam presentase 65-70% dari total energi untuk atlet dengan latihan yang berat. Besarnya pengosongan glikogen Kecepatan simpanan glikogen paling besar terjadi pada jam-jam pertama masa pemulihan setelah latihan, ketika pengosongan otot terjadi maksimal dibandingkan jika pengosongan otot hanya sedikit. 29

Waktu konsumsi karbohidrat Kegagalan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat segera pada tahap pemulihan akan menghambat penyimpanan glikogen. Hal ini disebabkan kegagalan mengambil keuntungan waktu peningkatan sintesa glikogen langsung setelah latihan dihentikan, serta karena penundaan penyediaan makanan bagi sel otot. Hal ini penting ketika waktu antar latihan hanya 6-8 jam, namun sedikit efeknya jika waktu pemulihan lebih lama (24-48 jam). Sintesa glikogen tidak dipengaruhi oleh frekuensi makan (porsi kecil tapi sering atau porsi besar sekaligus). Atlet disarankan untuk memilih jadwal makan yang praktis dan nyaman; porsi kecil tapi sering mungkin bermanfaat untuk mengatasi problem makan makanan tinggi karbohidrat yang volumenya besar ( Bulky ). Jenis karbohidrat Pemberian makanan sumber glukosa dan sukrosa setelah latihan yang lama menghasilkan pemulihan glikogen otot yang sama, sedangkan fruktosa menghasilkan simpanan yang lebih rendah. Penelitian menunjukkan pada 24 jam pertama karbohidrat sederhana dan komplek menghasilkan simpanan glikogen yang sama, kemudian pada 24 jam berikutnya intake karbohidrat komplek menghasilkan simpanan glikogen yang lebih banyak. Penelitian lain memperlihatkan bahwa konsumsi karbohidrat sederhana akan meningkatkan simpanan glikogen pada 6 jam setelah latihan. Sebagai tambahan penelitian oleh Burke (1993) memperlihatkan bahwa diet dengan indeks glikemik yang tinggi akan meningkatkan simpanan glikogen pada 24 jam pemulihan setelah latihan berat, dibandingkan dengan pemberian diet dengan indeks glikemik yang rendah. Klasifikasi karbohidrat sederhana dan komplek tidak sama dengan makanan yang indeks glikemiknya tinggi dan rendah. Ada karbohidrat komplek yang indeks glikemiknya tinggi misal kentang, roti. Dilain pihak karbohidrat sederhana misal fruktosa indeks glikemiknya rendah. Pada prinsipnya simpanan glikogen otot mencapai yang terbaik jika mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat yang menghasilkan glukosa yang cukup cepat pada aliran darah. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Simpanan Glikogen Hati Waktu makan makanan sumber karbohidrat Puasa semalam dapat menurunkan simpanan glikogen hati dan mempengaruhi penampilan atlet jika latihan dilakukan dalam waktu lama. Untuk menjamin 30

tingginya simpanan glikogen hati untuk menjalani latihan tsb, dianjurkan makanan terakhir dimakan tidak lebih dari 2-6 jam sebelum latihan. Hal ini mungkin tidak praktis untuk atlet yang akan latihan pada pagi dini hari. Pada kasus ini makanan terakhir yang dimakan malam sebelumnya sebaiknya mengandung banyak karbohidrat. Jenis karbohidrat Konsumsi makanan yang mengandung fruktosa akan meningkatkan kecepatan sintesa glikogen hati dibandingkan dengan glukosa. Oleh karena itu untuk memaksimalkan simpanan glikogen hati, makanan yang tinggi fruktosa (buah, jus buah) harus termasuk di dalam diet selama masa pemulihan. 5. Karbohidrat Dan Persiapan Pertandingan Pada jenis olahraga Endurance (daya tahan) dengan intensitas yang tinggi seperti maraton, triatlon dan cross country sangat membutuhkan simpanan glikogen daripada olahraga Non-endurance dimana intensitasnya rendah, atau tinggi hanya untuk waktu yang pendek misalnya senam, ski, lari jarak pendek, sepakbola, bolabasket. Simpanan glikogen yang normal cukup atau adekuat untuk olahraga non endurance. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi secara teratur diet tinggi karbohidrat (7-10 g CHO/kg BB/hari atau 55-70% CHO dari total energi), kemudian dilanjutkan mengurangi latihan dan meningkatkan konsumsi karbohidrat 10 g/kg BB/hari 24-36 jam sebelum bertanding. Sayangnya kebiasaan makan atlet tidak dapat memenuhi asupan CHO ini, sehingga simpanan glikogen menjadi rendah. Pada olahraga non endurance yang dapat digambarkan dengan lama latihan terus menerus < 60-80 menit, simpanan glikogen dapat dicapai dengan cara di atas. Namun untuk olahraga endurance (>90 menit) dan ultra endurance (> 4 jam), simpanan glikogen yang normal tidak akan memenuhi. Untuk mengatasi hal ini dikenal tehnik yang dinamakan Carbohydrate Loading yang dapat meningkatkan simpanan glikogen 200-300%, dimana kelelahan dapat ditunda dan penampilan atlet dapat ditingkatkan. 31

6. Glikogen Atau Karbohidrat Loading Cara yang asli (Astrand s carbohydrate loading) Tujuh hari sebelum bertanding dilakukan latihan yang berat (hari 1) untuk menghabiskan simpanan glikogen Kemudian pada hari ke 2-4 diberikan diet rendah karbohidrat tinggi protein dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, namun mencegah pengisian glikogen Pada hari ke 5-7 sebelum bertanding diberi diet tinggi karbohidrat (70% dari total energi) untuk memaksimalkan glikogen ke dalam otot yang habis glikogennya. Pada masa ini latihan dikurangi untuk menurunkan penggunaan glikogen otot dan menjamin simpanan yang maksimal pada hari pertandingan (hari ke 8) Cara ini dapat meningkatkan simpanan glikogen dari kadar normal (80-100 mmol/kg BB) menjadi 200 mmol/kg BB. Manfaat dari karbohidrat loading ini dapat menunda kelelahan (dikenal dengan istilah Hitting the wall sampai 90-120 menit, dan dapat mencegah hipoglikemia (dikenal dengan istilah Bonking Kelemahan Cara Karbohidrat Loading yang asli Kenaikan BB mungkin terjadi pada fase diet tinggi karbohidrat, sebesar 2,1-3,5 kg berasal dari kenaikan simpanan air bersamaan dengan simpanan glikogen. Sementara ekstra glikogen dan air dapat menghilangkan rasa letih dan kemungkinan dehidrasi selama pertandingan, juga dapat menambah ekstra BB yang dapat mempengaruhi olahraga yang memperhatikan kecepatan, kelenturan daripada daya tahan. Fase diet rendah karbohidrat dapat memberi efek samping seperti kelelahan, mual, ketosis, BB menurun, pengeluaran sodium dan air meningkat. Untuk mengurangi efek samping ini maka dilakukan modifikasi karbohidrat loading yang asli dengan menghilangkan fase diet rendah karbohidrat. Karbohidrat loading yang dimodifikasi Modifikasi karbohidrat loading dilakukan dengan menghilangkan fase latihan yang berat serta pembatasan karbohidrat. Enam (6) hari sebelum pertandingan, diberikan makanan dengan tinggi karbohidrat (70% dari total energi) diikuti dengan jadwal latihan yang sedang selama 3 hari, dilanjutkan 3 hari dengan latihan 32

ringan. Kenaikan konsentrasi glikogen otot diperoleh sebesar 130-205 mmol/kg BB dibandingkan dengan 80-212 mmol/kg BB dengan cara Astrand. Selain itu penghilangan latihan yang keras serta pembatasan karbohidrat, akan menurunkan resiko luka dan efek samping. Atlet dan pelatih perlu memperhatikan kebutuhan latihan dan diet untuk memaksimalkan karbohidrat loading. Sementara kadar glikogen dapat ditingkatkan dalam waktu 24 jam dengan diet tinggi karbohidrat (7-10 g/kg BB atau 70-85% dari total energi), diperlukan waktu 3 5 hari untuk mencapai kadar yang maksimal. Tiga (3) hari diet tinggi karbohidrat umumnya dirasakan cukup untuk kompetisi dan juga untuk meminimalkan lipogenesis. Jenis karbohidrat yang dikonsumsi atlet pada setiap kali makan utamanya harus berasal dari makanan sumber karbohidrat yang bergizi, namun makanan tsb volumenya besar (bulky) sehingga dapat mempengaruhi asupan yang adekuat atau meningkatkan frekuensi buang air besar. Penggunaan gula dan bentuk karbohidrat lain yang padat dapat menjamin konsumsi energi dan karbohidrat yang adekuat. Mengurangi jumlah serat atau pemberian makanan cair mungkin dapat dilakukan. Daftar Makanan dengan kandungan 50 g karbohidrat rendah lemak Nama Makanan Berat Roti dan serealia Nasi 1 gelas (125 g) Roti 4 iris (90 g) Mie kering 1,25 gelas (60 g) Bihun ¾ gelas (60 g) Ubi jalar 1 bj besar/2 bj kecil (170 g) Singkong 1 ptg besar/2 ptg kecil (150 g) Krackers 6 bh besar (60 g) Muffin 1,5 sdg Pancakes 3 bh Produk susu Susu skim Yoghurt buah (skim) Yoghurt natural (skim) 12 sdm 400 g 800 g Berlanjut 33

Lanjutan Sayuran Jagung 4 tongkol Kentang 2,5 sdg/3 kecil (260 g) Bayam 5 gelas (500 g) Daun singkong 5 gelas (500 g) Buah Pisang 2 bh sdg/4 bh kecil Mangga 3 bh sdg (360 g) Lanjutan. Nenas 1 bh sdg (360 g) Pepaya 4 ptg besar (500 g) Kismis 4,5 sdm Minuman, snack dll Madu Jam Jus jeruk Softdrink Getuk singkong Getuk pisang Bika ambon Dodol bali Koya mirasa Yangko 2 sdm 3 sdm 600 ml (2-3 gls) 450 ml 100 g 125 g 100 g 75 g 75 g 100 g Contoh Diet Carbohydrate Loading Menu Makanan Makan Pagi: Nasi Mapo tahu Cah sayur Buah pisang Susu Jus buah Berat (g) 200 g (1 piring) 100 g (mgk sdg) 100 g (1 mgk) 100 g (1 buah) 20 g (1 gelas) 300 ml (1 gelas besar) 34

Pukul 10.00: Getuk singkong Pancake + madu Jus buah Makan Siang: Nasi Sayur asem Empal/ikan mas goreng Oseng oncom cabe hijau Selada buah Jus buah Pukul 16.00: Bika ambon Yangko Jus buah Makan malam: Nasi Capcay sayuran + ayam Selada buah Jus buah Pukul 21.00: Roti isi pisang panggang + madu Susu 50 g (2 ptg kcl) 1 bh sdg 300 ml (1 gls besar) 300 g (1 piring penuh) 100 g (1 mgk) 50 g (1 ptg sdg) 50 g (1 mgk sdg) 200 g (2 mgk sdg) 300 ml (1 gls besar) 50 g (1 ptg sdg) 50 g (3 bh) 300 ml (1 gls besar) 300 g 150 g (1 mgk besar) 200 g (2 mgk sdg) 300 ml (1 gls besar) 50 g (1 tangkep) 20 g (1 gelas) Analisa Diet : Energi 4000 Kalori Protein 100 g (10%) Lemak 45 g (10%) Karbohidrat 800 g (80%) 35

Sumber Pustaka 1. Burke, L; Vicki Deakin, Clinical Sport Nutrition, Mc-Graw-Hill Co, Sydney, 1994 2. Burke, L, The Complete Guide for Sport Performance, Allen & Unwin, Australia, 1995 3. Modulon, S and Dr. Louise Burke, Cooking for Champions : A Guide to Healthy Large Quantity Cooking for Athletes and other active people, AIS, Canberra, 1997 4. Depkes, Pedoman Pengaturan Makanan Atlet, Jakarta 1993 5. Depkes, Gizi Atlet untuk Prestasi, Jakarta, 1995 6. Th. Sediyanti, SKM, Masalah-masalah dalam pelayanan makanan atlet dan pemecahannya, PON XIII, 1993, Jakarta, 1993 7. Tim Penilai Jasa Boga, Laporan Tim Penilai Jasaboga PON XIV tahun 1996, Jakarta, 1996 36

MAKALAH 4 KEBUTUHAN PROTEIN UNTUK BERPRESTASI OPTIMAL Oleh Dr. M.A. Husaini Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Bogor Jawa Barat 37

KEBUTUHAN PROTEIN UNTUK BERPRESTASI OPTIMAL Oleh Dr. M.A. Husaini Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Bogor Jawa Barat PENDAHULUAN Gizi yang cukup yang dapat menjamin kesehatan optimal dibutuhkan oleh seorang atlet untuk berprestasi tinggi. Tetapi banyak para atlet yang berbakat tidak mengerti hubungan yang langsung antara gizi yang cukup dengan bentuk tubuh, endurans, fitnes, dan pencegahan terhadap kecelakaan berlatih. Tulisan di bawah ini akan membahas salah satu zat gizi, yaitu protein dalam hubungannya dengan praktek makan atlet, pertumbuhan dan kekuatan, serta performa atlet, dengan harapan bahwa atlet, pelatih, manajer, ahli gizi, dan orang-orang yang memberikan pelayanan kepada atlet, memahami serta dapat mempraktekkannya dalam tugas nyata sehari-hari. ZAT PROTEIN Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Dahulu, protein hewani dianggap berkualitas lebih tinggi daripada protein nabati, karena mengandung asam-asam amino yang lebih komplit. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kualitas protein nabati dapat setinggi kulaitas protein hewani, asalkan makanan sehari-hari beraneka ragam. Dengan susunan hidangan yang beragam atau sering pula disebut sebagai menu seimbang, maka kekurangan asam amino dari bahan makanan yang satu, dapat ditutupi oleh kelebihan asam-asam amino dari bahan makanan lainnya. Jadi dengan hidangan : ada nasi atau penggantinya, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan, apalagi bila ditambah susu, maka susunan hidangan adalah sehat. Bukan saja jumlah atau kualitas zat-zat gizi yang kita butuhkan tercukupi, tetapi juga kualitas zat-zat gizi yang kita konsumsi bermutu tinggi. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan badan lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan 38

jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 15% dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein. APAKAH ATLET HARUS MAKAN BANYAK PROTEIN? Secara tradisional, atlet diharuskan makan lebih banyak daging, telur, ikan, ayam, dan bahan makanan sumber protein lainnya, karena menurut teori, protein akan membentuk otot yang dibutuhkan atlet. Hasil penelitian mutakhir membuktikan bahwa bukan ekstra protein yang membentuk otot, melainkan latihan. Latihan yang intensif yang membentuk otot. Untuk membangun dan memperkuat otot, anda harus memasukkan latihan resistan seperti angkat besi di dalam program latihan. Agar cukup energi yang dikonsumsi untuk latihan pembentukan otot, makanan harus mengandung 60% karbohidrat dan 15% protein dari total energi. Kedengarannya aneh, tetapi sesungguhnya seorang atlet binaragawan dan pelari marathon dapat mengkonsumsi makanan dari hidangan yang sama. Seorang binaragawan cenderung berotot lebih besar dari pelari, karena itu ia membutuhkan lebih banyak energi. Besarnya jumlah protein yang dikonsumsi, dapat dilihat dari perhitungan di bawah ini. Seorang pelari yang beratnya 70 kg membutuhkan 2.600 kcal. Sebanyak 15% dari 2.600 kcal ini berasal dari protein yaitu 390 kcal atau antara 74 g protein. Seorang binaragawan yang beratnya 95 kg membutuhkan 3.600 kcal. Sebanyak 15% dari 3.600 kcal yaitu 540 kcal berasal dari protein atau setara dengan 108 g protein. Jadi seorang atlet pelari marathon membutuhkan 74 g protein, dan seorang binaragawan membutuhkan 108 g protein dari hidangan makanan yang sama. Tidak jarang nasihat makanan yang diberikan membingungkan atlet. Seorang atlet angkat besi diharapkan makan daging, steak, telur, ayam lebih banyak untuk pembentukan otot, dan dianjurkan minum minuman yang mengandung protein. Tetapi sesungguhnya tidak demikian. Seorang atlet angkat besi membutuhkan karbohidrat lebih banyak. Karena karbohidrat dibutuhkan untuk cadangan energi di dalam otot. Anda tidak akan dapat mengangkat beban yang berat kalau jumlah 39

karbohidrat yang tersedia di dalam otot sudah menipis. Makanan yang mengandalkan protein tidak menyediakan bahan bakar untuk otot, sehingga prestasi yang dicapai akan optimal. Makanan yang terbaik untuk atlet harus mensuplai cukup protein tetapi tidak berlebihan untuk keperluan perkembangan dan perbaikan jaringan otot yang aus, produksi hormon, dan mengganti sel-sel darah merah yang mati dengan yang baru. Seringkali atlet mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein, sehingga mereka mendapatkan dobel dari kebutuhannya; kelebihan protein yang dikonsumsi ini disimpan dalam bentuk lemak badan. KEBUTUHAN PROTEIN Kebutuhan akan protein bervariasi antar atlet. Menurut Angka Kecukupan Konsumsi Zat-zat Gizi, seseorang membutuhkan 1 g protein per kg berat badan, tetapi ada atlet yang membutuhkan lebih banyak, misalnya seorang pelari yang sedang berlatih intensif, atau seseorang yang sedang berdiit yang mengkonsumsi rendah kalori, atau seorang pemula yang baru mulai berlatih. Di bawah ini diilustrasikan anjuran konsumsi protein: Macam Atlet Gram protein/kg BB Atlet berlatih ringan 1,0 Atlet yang rutin berlatih 1,2 Atlet remaja (sedang tumbuh) 1,5 Atlet yang memerlukan otot 1,5 Untuk menghitung berapa banyak protein yang dibutuhkan sangat mudah. Mulamula, anda mengidentifikasi diri termasuk golongan atlet yang mana, misalnya termasuk atlet yang secara rutin berlatih. Umur anda 25 tahun, dan berat badan 70 kg. Maka anda setiap hari sesungguhnya membutuhkan sebanyak 70 x 1,2 g protein = 84 g protein. Kemudian anda membuat lis makanan dan minuman selama 24 jam, misalnya mulai anda bangun pagi hari sampai pagi hari berikutnya dicatat jenis, komposisi, dan banyaknya makanan dan minuman yang dikonsumsi. Dengan mempergunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) anda akan mengetahui jumlah protein yang dikonsumsi dalam sehari. Kemudian dibandingkan dengan anjuran, apakah kurang atau lebih banyak dari yang direkomendasikan. 40

MASALAH TERLALU BANYAK PROTEIN Setiap orang yang terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering kencing karena protein di dalam badan dicerna menjadi urea, suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu sering ke toilet akan kurang menyenangkan karena mengganggu latihan, apalagi kalau sedang dalam kompetisi. Terlalu banyak atau sering kencing merupakan pula beban berat ginjal dan meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan buat atlet. Bahan makanan berprotein tinggi, misalnya daging, ayam, ikan, dan lain-lain harganya relatif mahal. Kalau bahan pangan ini dikurangi, dan anda makan lebih banyak sereal, sayur dan buah, berarti akan ada penghematan, karena harga bahan-bahan pangan yang disebut terakhir ini lebih murah. Selain itu, bahan makanan tinggi protein biasanya mengandung pula tinggi lemak. Untuk kesehatan jantung, pencegahan kegemukan, dan peningkatan performa, anda sebaiknya tidak makan banyak lemak, terutama lemak hewani yang seringkali terdapat banyak dalam bahan makanan berprotein tinggi. SUPLEMEN PROTEIN Advertensi sering memberikan harapan yang muluk-muluk, tetapi anda lebih baik tidak mempercayainya atau paling sedikit, lebih bijaksana menginterpretasikannya. Menurut advertensi, protein powder atau asam-asam amino powder seperti arginine, ornithine, dan asam-asam amino bebas adalah essensial untuk pembentukan otot. Anda menurut advertensi tersebut direkomendasikan makan suplemen ini kalau menginginkan pembentukan otot yang optimal. Jika anda menginginkan otot yang lebih besar dan lebih kuat, maka anda akan mendapat keuntungan yang lebih banyak daripada mengkonsumsi suplemen, bila anda memahami keterangan berikut: a. Latihan, bukan protein yang berperanan membuat otot lebih besar dan kuat. b. Jika anda mengkonsumsi cukup kalori dari karbohidrat, maka kelebihan protein yang dikonsumsi akan dikonversi atau disimpan dalam bentuk lemak badan. Badan anda akan bertambah gemuk, dan prestasi optimal tidak akan tercapai. c. Jumlah uang yang anda belanjakan untuk suplemen jauh lebih banyak, dobel atau tripel dari jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan untuk mendapatkan jumlah zat-zat gizi yang sama. 41

KESIMPULAN 1. Kualitas protein nabati dapat setinggi kualitas protein hewani, asalkan menu makanan anda beragam. 2. Latihan, bukan ekstra protein yang membentuk dan membuat kuat otot. Oleh sebab itu, hidangan makanan untuk atlet dari berbagai cabang olah raga tidak perlu dibedakan. 3. Untuk menjamin prestasi optimal, kebutuhan akan protein perlu terpenuhi, tetapi tidak berlebihan. Kalau berlebihan akan beresiko terhadap dehidrasi, beban ginjal, dan penyakit jantung koroner. 4. Anda lebih baik untuk tidak mempercayai advertensi mengenai suplemen yang berkhasiat muluk-muluk, atau paling sedikit anda harus menginterpretasikannya dengan lebih bijaksana. Anda tidak perlu suplemen protein atau asam-asam amino, jika makanan anda cukup bergizi dan sehat. 42

MAKALAH 5 PENGGUNAAN LEMAK DALAM OLAHRAGA Oleh dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 43

PENGGUNAAN LEMAK DALAM OLAHRAGA Oleh dr. Dadang A. Primana, MSc, Sp.Gz, Sp.KO Bagian Ilmu Gizi FK Unpad PPPITOR Kantor Menpora 1. Pendahuluan Lemak keberadaannya dalam tubuh dianggap sebagai sistem biologik terutama untuk cadangan energi dalam sel dan sebagai komponen membram sel. Lemak mempunyai komposisi yang mirip dengan karbohidrat kecuali perbandingan oksigen terhadap hidrogen berbeda. Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat. Namun, lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat. Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance. Sumbangan lemak sebagai energi untuk kontraksi otot tergantung dari intensitas dan lamanya latihan olahraga. Olahraga dengan intensitas rendah dan sedang serta dilakukan dalam jangka waktu lama, energi yang dibebaskan selain karbohidrat, kebanyakan berasal dari lemak. 2. Metabolisme Lemak Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terbentuk dapat secara langsung digunakan sebagai sumber energi oleh banyak sel, kecuali sel darah merah dan sel susunan saraf pusat hanya dapat menggunakan glukosa. Sedangkan metabolisme asam lemak rantai panjang memerlukan sistem karier untuk pengangkutan ke dalam mitokondria sel. 44

Lemak yang dapat dioksidasi sebagai sumber energi terdiri atas trigliserida, asam lemak bebas dan trigliserida intra muskular. Asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah hasil metabolisme dari jaringan lemak merupakan sumbangan yang besar pada metabolisme lemak saat otot berkontraksi. Sedangkan asam lemak bebas yang terikat dengan albumin di dalam darah hasil metabolisme dari trigliserida intra muskular dan trigliserida plasma selama kontraksi otot tidak diketahui secara jelas. Kontraksi otot terjadi karena adanya energi hasil beta oksidasi asam lemak bebas dan reaksi biokimiawi dalam jalur Kreb s yang berasal dari lipolisis jaringan lemak. Otot mendapatkan asam lemak bebas dan menggunakannya dalam bentuk energi biasanya ditentukan oleh konsentrasi lemak dalam darah dan kemampuan otot untuk oksidasi asam lemak. Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah dan penggunaannya oleh otot dapat mengurangi penggunaan glokogen dan glukosa darah. Kadar asam lemak biasanya memuncak setelah 2-4 jam aktifitas olahraga. Trigliserida intra muskular dapat juga digunakan oleh otot untuk berkontraksi. Trigliserida intra muskular dipercaya lebih penting pada awal kontraksi otot dan selama olahraga dengan intensitas tinggi, dimana lipolisis jaringan lemak untuk pembentukan energi masih terhambat. 3. Keseimbangan Lemak Tubuh Saat Olahraga Awal-awal melakukan olahraga ringan sampai sedang dalam waktu yang panjang, energi yang didapat dari karbohidrat dan lemak sama jumlahnya. Kemudian terjadi peningkatan secara bertahap penggunaan lemak sebagai sumber energi selama olahraga yang berlangsung antara satu jam atau lebih, sedangkan penggunaan karbohidrat berkurang. Akhir olahraga yang berlangsung lama, lemak terutama asam lemak bebas mensuplai 80% dari total energi yang dibutuhkan. Sedangkan saat mencapai finis, kembali penggunaan karbohidrat bertambah lagi. Besarnya metabolisme lemak pada olahraga yang berlangsung lama kemungkinan disebabkan oleh penurunan gula darah yang diikuti oleh penurunan hormon insulin dan peningkatan hormon glukagon. Hal ini menunjukkan bahwa pada olahraga yang berlangsung lama terjadi penurunan metabolisme glukosa dan glikogen, serta terjadi peningkatan metabolisme asam lemak untuk memproduksi energi. 45