BAB 2 LANDASAN TEORETIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

5 Universitas Indonesia

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

II. KAJIAN PUSTAKA. mengungkapkan pikiran yang utuh (Alwi, 2003:311). Dalam wujud lisan, kalimat

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: Bahasa Indonesia dalam Psikologi. Kalimat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. orang lain, karena dalam menjalani kehidupan sosial manusia selalu membutuhkan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

Analisis Penggunaan Kalimat Bahasa Indonesia pada Karangan Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 10 Sanur, Denpasar

PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

Oleh Ratna Novita Punggeti

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

1. KALIMAT. 1. Satuan bahasa berupa kata/rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. 2. Memiliki intonasi final.

SINTAKSIS ( TATA KALIMAT BAHASA INDONESIA )

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BAB II LANDASAN TEORI

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada para pembelajar

(Simple and Compound Sentence Variation in Car Advertising Discourse in Kedaulatan Rakyat)

TOTOBUANG Volume 4 Nomor 1, Juni 2016 Halaman 13 25

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

Unsur Kalimat. Kenapa kalimat (SPOPK) menjadi kajian dalam penulisan ilmiah? 29/02/2012 KALIMAT?

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB 3 ANALISIS. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

PEMERIAN TENTANG DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA (RUMUSAN TENTANG TIPE BAHASA INDONESIA) Oleh: Dra. Rahayu Sulistyowati. Abstrak

RINGKASAN PENELITIAN

KLAUSA VERBAL BAHASA MENUI. Ekawati A1D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

NASKAH PUBLIKASI KELAS KATA DAN BENTUK KALIMAT DALAM KALIMAT MUTIARA BERBAHASA INDONESIA SERTA TATARAN PENGISINYA

PENGGUNAAN FRASA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA KELAS VII MTsN RENGEL TAHUN PELAJARAN 2014/2015

a. Pengertian 5. N+FP 6. Ar+N b. Struktur Frasa Nomina 7. yang+n/v/a/nu/fp 1. N+N 2. N+V 8. Nu+N 3. N+A 4. N+Nu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran. Pendapat para ahli yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah Poedjosoedarmo (1979), Bambang (1989), Sudaryanto (1992), Mahsum (1995), Kentjono (1997), Rahardi (2002), Harimurti (2002), Wedhawati (2006), dan Arifin (2008). 2.2 Identitas Verba Kata sebagai satuan lingual terkecil dalam tataran kalimat mempunyai keberadaan yang mendua. Kata dapat berada baik di dalam deskripsi morfologis maupun deskripsi sintaksis. Di dalam sintaksis kata merupakan satuan bebas terkecil. Kebebasan itu ditentukan oleh kriteria mobilitas posisi kata dalam kalimat tanpa perubahan identitasnya (Wedhawati, 2006:37). Verba adalah kategori kata leksikal yang mengandung konsep atau makna perbuatan atau aksi, proses, atau keadaan yang bukan merupakan sifat atau 8

9 kualitas (Wedhawati, 2006:105). Verba atau atau kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Berdasarkan perilaku sintaksisnya, verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat, karena dalam kebanyakan hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu klausa atau kalimat. Predikat merupakan sebuah inti dalam sebuah klausa atau kalimat, jadi verba merupakan inti dalam sebuah kalimat. Seperti pernyataan Sudaryanto (1991:70), verba yang yang muncul dalam kalimat menempati posisi predikat secara dominan. 2.3 Pembagian Verba Dalam hal verba, terdapat subkategori verba transitif dan verba intransitif. Pembedaan transitif dan intransitif menyangkut dengan kemunculan konstituen wajib ketika verba menempati posisi predikat (Sudaryanto, 1992:74). Dalam verba transitif, maka objek wajib hadir sebagai salah satu fungsi sintaksis, sedangkan dalam verba intransitif, objek tidak perlu dihadirkan dalam kalimat sebgai salah satu fungsi sintaksis. Dalam bahasa Jawa verba disebut dengan tembung kriya. Dalam hal verba, terdapat sub-subkategori lainnya, antara lain adalah verba dengan bentuk aktif dan bentuk pasif. Verba yang terdapat dalam kalimat aktif dapat dibuktikan dengan memadankannya dengan kalimat imperatif, misalnya adalah, (1). Andika njupuk rokok. S P O Andika mengambil rokok (2). Andika, jupukna rokok kuwi S P O Ambilkan rokok itu

10 Jika dalam kalimat aktif memiliki padanan kalimat imperaktif, begitu juga dengan kalimat pasif. Kalimat pasif memiliki padanan kalimat aktif. Kalimat pasif dapat dikatakan sebagai kalimat pasif jika sudah dapat diubah bentuknya menjadi kalimat aktif. Berikut ini adalah contohnya, (3). Rokoke dijupuk Andika. S P Pel Rokoknya diambil Andika. (4). Andika njupuk rokok. S P O Andika mengambil rokok. Untuk bentuk aktif dan bentuk pasif, Sudaryanto (1991:74) mengaitkannya dengan jenis verba sebagai pengisi predikat dengan kategori tertentu yang mengisi subjek. Verba njupuk mengambil misalnya, dapat dijadikan kalimat aktif dengan pengisi subjek di sebelah kirinya dan objek di sebelah kanannya. Berbeda dengan verba dijupuk diambil, yang pengisi di sebelah kiri adalah subjek sedangkan yang di sebelah kanannya merupakan pelengkap. Seperti pada kalimat (3) dan (4) di atas. Jika dilihat dari bentuk predikatnya yang merupakan verba pasif yang dapat mengubah pola kalimat seperti pada kalimat (3) dan (4) diatas, maka memungkinkan untuk melihat bentuk-bentuk yang berbeda dengan contoh-contoh lainnya. Sudaryanto (1992:77-78), menerangkan bahwa untuk melihat verba secara yakin harus dengan hal-hal berikut; (a) sebagai predikat verba diikuti atau diatributi dengan lagi dalam arti sedang (bukan baru) yang letak kiri, jadi Simin lagi turu; (b) verba dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ngapa? atau lagi apa? mengapa? atau sedang apa?/sedang mengapa? ; (c) verba dapat diikuti keterangan yang menyatakan cara melakukan tindakan; (d) verba memungkinkan munculnya konstituen lain yang sederajat dengan subjek atau predikat itu sendiri secara sintaksis.

11 2.4 Identitas Bentuk Verba Berprefiks di- Ada empat macam verba berafiks. Pembedaannya didasarkan pada macam afiks yang diletakan pada bentuk dasar. Macam afiks terebut adalah prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, dan konfiksasi. Afiks berfungsi sebagai pembentuk kata baru. Afiks dapat membentuk kata baru yang jenisnya lain dari kata semula (Sudaryanto, 1991:21). Bentuk didalam bahasa Jawa adalah bentuk afiks, yang dalam istilah lebih kecilnya disebut prefiks, yang membentuk kata kerja. Pengubahan jenis kata bergantung pada bentuk dasar kata tersebut. Prefiks di-, misalnya, adalah pembentuk kata berkategori verba apabila disandingkan dengan bentuk dasar berkategori nomina atau adjektiva. Kata biji nilai dan bungkus bungkus apabila mengalami afiksasi dengan prefiks di-, menjadi dibiji dinilai dan dibungkus dibungkus. Kata biji dan bungkus merupakan sebuah kategori nomina dan berubah menjadi kategori verba setelah mengalami afiksasi dengan prefiks di-. Verba bentuk di- memiliki varian verba bentuk dipun- dan termasuk dalam verba pasif (Wedhawati, 2006:116). 2.5 Sintaksis Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech) (Arifin, 2008:2). Sintaksis merupakan bagian dari subsistem tata bahasa atau gramatika. Sintaksis menelaah struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata -kata sebagai unsur terkecil-,mulai dari frasa, klausa hingga kalimat. dengan kata lain sintakis adalah cabang ilmu linguistik yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. 2.5.1 Kata Kata sebagai satuan lingual terkecil dalam tataran kalimat mempunyai keberadaan yang mendua. Kata dapat berada baik di dalam deskripsi morfologis maupun deskripsi sintaksis. Di dalam sintaksis kata merupakan satuan bebas terkecil. Kebebasan itu ditentukan oleh kriteria mobilitas posisi kata dalam

12 kalimat tanpa perubahan identitasnya (Wedhawati, 2006:37). 2.5.2 Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, tersiri dari dua kata atau lebih, dan berfungsi sebagai konstituen di dalam konstruksi yang lebih besar (Wedhawati, 2006:35). Frasa ada bermacam-macam, diantaranya yaitu frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, dan frasa preposisional. Konstituen frasa dapat direntangkan baik ke kiri maupun ke kanan dan rentangannya dapat berupa kata atau frasa. Frasa yang rentangannya berupa frasa dapat dikatakan bahwa frasa itu dapat terjadi dari perangkaian dua frasa atau lebih, dengan atau tanpa konjungsi (Wedhawati, 2006:36) 2.5.3 Klausa dan Kalimat Klausa adalah satuan gramatikal predikatif yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat. Klausa berpotensi menjadi sebuah kalimat. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dapat dikatakan bahwa kalimat membicarakan hubungan antara sebuah klausa dengan klausa yang lain (Arifin, 2008:5). Kalimat terbagi menjadi dua, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat yang terdiri atas konstituen-konstituen inti yang membentuk satu kesatuan bagian inti disebut kalimat tunggal (Sudaryanto, 1991:62). Kalimat dimungkinkan pula terdiri atas lebih dari satu kesatuan bagian inti, baik dengan maupun tanpa bagian inti. Kalimat tersebut disebut dengan kalimat majemuk. Jadi kalimat majemuk pada hakikatnya terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih (Sudaryanto, 1991:62). Kalimat majemuk selain dapat terdiri dari dua kalimat tunggal atau lebih, dapat juga terdiri atas beberapa klausa yang berpotensi menjadi kalimat tunggal. Berikut adalah contoh kalimat tunggal dan kalimat majemuk yang diambil dari Sudaryanto (1991:61),

13 (5). Slamet nyedhaki Bari S P Pel Slamet mendekati Bari (6). Slamet nulis buku anyar S P O Slamet menulis buku baru (7). Slamet nyedhaki Bari dene Yadi nyedhaki Sabar S1 P1 Pel1 S2 P2 Pel2 Slamet mendeketai Bari sedangkan Yadi mendekati Sabar Kalimat (5) dan kalimat (6) merupakan kalimat tunggal. Kalimat-kalimat tersebut terdiri atas konstituen-konstituen inti yang membentuk satu kesatuan bagian inti. Kalimat (6) merupakan kalima majemuk. Kalimat (6) terdiri dari dua klausa (a) Slamet nyedhaki Bari dan (b) Yadi nyedhaki Sabar. Dalam hal ini pemajemukan tersebut dibentuk oleh kata dene. Berdasarkan hubungan antar kalimat tunggal atau hubungan antar klausa, kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi (i) kalimat majemuk setara, (ii) kalimat majemuk bertingkat, dan (iii) kalimat majemuk gabungan. Wedhawati (2006:32-35), menjelaskan tentang kalimat-kalimat majemuk tersebut; kalimat majemuk setara adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih, yang masing-masing merupakan klausa utama karena kedudukannya sama; kalimat majemuk bertingkat sekurang-kurangnya terjadi dari penggabungan dua klausa dengan salah satu dari klausa itu menjadi konstituen klausa yang lain secara hierarkis atau subordinatif. Dengan kata lain, klausa di dalam kalimat majemuk bertingkat tidak mempunyai kedudukan yang sama, tidak seperti klausa di dalam kalimat majemuk setara. Klausa yang menjadi konstituen klausa yang lain disebut dengan klausa subordinatif. Klausa yang lain, yang secara potensial dapat menjadi kalimat, disebut klausa utama; dan yang terakhir adalah kalimat majemuk

14 gabungan. Kalimat majemuk gabungan terjadi dari penggabungan kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat atau sebaliknya. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat majemuk yang diambil dari Wedhawati (2006:32-35), (8). Mbakyune seneng nglangi, nanging adhine ora seneng. S1 P1 S2 P2 Kakaknya suka berenang, tetapi adiknya tidak (9). Ibu kuwi ngendikakake yen putrane mbarep wis nyambut gawe. S1 P1 S2 P2 Ibu itu mengatakan bahwa anak sulungnya sudah bekerja. (10). Yen kowe sinau basa, kudu tlaten lan sregep latihan. S1 P1 O1 P2 P3 Kalau kamu mau belajar bahasa (Jawa), harus sabar dan teliti serta rajin berlatih. Kalimat (8) nmerupakan kalimat majemuk setara yang terdiri dari dua klausa bebas. Kedua klausa bebas tersebut berpotensi menjadi sebuah kalimat tunggal. Kalimat (9) merupakan kalimat majemuk bertingkat, dimana klausa utamanya adalah Ibu kuwi ngendikakake dan klausa pendukung atau klausa subordinatifnya adalah putrane mbarep wis nyambut gawe. Kalimat (10) merupakan kalimat majemuk gabungan yang terdiri dari satu klausa utama Yen kowe sinau basa sekaligus satu kalimat majemuk setara kudu tlaten lan sregep latihan. 2.6 Fungsi Sintaksis Satuan sintaksis yang besar terjadi dari satuan-satuan yang kecil, dimana satuan terkecilnya adalah kata. Kata mempunyai status yang khas. Status yang khas itu disebut subjek dan predikat, dalam bahasa Jawa dikenal dengan jejer dan wasesa. Status khas lainnya adalah objek, pelengkap dan keterangan, dalam

15 bahasa Jawa dikenal dengan lesan, geganep, dan katrangan. Harimurti (2002:50) membicarakan tentang apa yang dimaksud dengan subjek, yaitu bagian klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara. Sedangkan predikat adalah bagian klausa atau gatra yang menandai apa yang dinyatakan pembicara tentang subjek. Predikat dapat berwujud nomina, verba, adjektiva, numeralia, pronominal atau frase preposisional (Harimurti, 2002:50). Di atas telah dijelaskan tentang subjek dan predikat. Berikut ini adalah penjelasan tentang objek, pelengkap dan keterangan yang dikatakan oleh Harimurti (2002:52); objek adalah nomina atau frasa nominal yang melengkapi verba transitif yang dikenai oleh perbuatan yang terdapat pada predikat; Pelengkap adalah nomina, frasa nominal, adjektiva atau frasa adjectival yangmerupakan bagian dari predikat verbal yang menjadikannya predikat yang lengkap; sedangkan keterangan adalah bagian luar inti dari klausa yang berfungsi untuk meluaskan atau membatasi makna subjek atau predikat. 2.7 Kategori Sintaksis Lyons dalam Harimurti (2002:46), meyatakan ada baiknya dibedakan kategori primer atau kelas kata dari kategori sekunder. Seperti yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, jika di dalam fungsi sintaksis dikenal istilah predikator yang mencakup makna seperti perbuatan, cara, proses, posisi, relasi, lokasi, arah, keadaan, kuantitas, kualitas, atau identitas. Maka dalam kategori sintaksis atau kelas kata dalam tata bahasa tradisional lebih lazim disebut dengan jenis kata atau yang secara lebih mudah dikenal dengan verba, adjektiva, adverbial, preposisi, numeralia. Kategori ini disebut sebagai kategori primer. Di samping kategori primer tersebut, kita kenal pula kategori sekonder, yang mencakup aspek, kala, modus, modalitas, jenis, diathesis, deiksis dan jumlah (Harimurti, 2002:46). 2.8 Peran Sintaksis Peran sintaksis atau biasa dikenal sebagai peran semantis adalah konsep semantis-sintaksis. Konsep itu bersangkut paut dengan makna dalam unsur

16 sintaksis. Peran semantis didefinisikan sebagai hubungan antara predikat dan argumen sebagai sebuah proposisi. Proposisi adalah struktur makna klausa. Predikat, sebagai konsep semantik adalah proposisi yang menyatakan perbuatan, prosoes, keadaan, kualitas, lokasi dan identitas. Argumen merupakan bagian bagian proposisi yang mengacu pada maujud bernyawa dan tak bernyawa atau mengacu pada keniskalaan yang berhubungan dengan predikat. Predikat dinyatakan di dalam bentuk verba dan atau non-verbal, sedangkan argumen, yang disebut pula partisipan, dinyatakan dalam bentuk nomina atau frasa nominal yang menyertai predikat. Secara gramatikal, peran semantis dapat didefinisikan sebagai makna argumen yang ditentukan oleh hubungan struktur-formal terhadap predikat (Wedhawati, 2006:50). Harimurti (2002:62-66), menjelaskan peran-peran sintaksis yang terdapat pada suatu kalimat, yaitu; (i) pengalam atau penanggap (experience), adalah peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa yang bereaksi terhadap lingkungannya atau yang mengalami atau ada dalam proses psikologis; (ii) pelaku (agent), adalah peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau tak bernyawa yang mendorong suatu proses atau yang bertindak; (iii) pokok, adalah peran yang bersangkutan dengan benda bernyawa atau tak bernyawa yang diterangkan oleh benda lain, atau yang memerankan apa yang disebut predikator; (iv) ciri, adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang menerangkan benda lain, dalam hal ini pokok; (v) sasaran, adalah peran yang berhubungan dengan benda yang membatasi perbuatan dan tindakan, yang mengalami perunbahan atau yang berubah tempatnya atau letaknya; (vi) hasil, adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang menjadi hasil tindakan predikator; (vii) pengguna, adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mendapat keuntungan dari predikator; (viii) ukuran, adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mengungkapkan banyaknya atau ukuran benda lain; (ix) alat, adalah peran yang bersangkutan dengan benda tak bersenyawa yang dipakai oleh pelaku untuk menyelesaikan suatu perbuatan atau mendorong suatu proses, atau menimbulkan kondisi untuk terjadinya sesuatu; (x) tempat, adalah peran yang bersangkutan dengan benda di mana, ke mana, atau dari mana predikator atau perbuatan terjadi;

17 (xi) sumber, adalah perang yang bersangkutan dengan memiliki atau benda pemilik semula dalam tukar-menukar; (xii) jangakauan, adalah peran yang bersangkuta dengan benda yang menjadi ruang lingkup redikator; (xiii) penyerta, adalah peran yang bersangkutan dengan benda yang mengikuti pelaku; (xiv) waktu, adalah peran yang bersangkutan dengan waktu terjadinya predikator; dan (xv) asal, adalah peran yang bersangkutan dengan bahan terjadinya benda.