PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 800 kev DALAM GAS BUANG PLTU PADA SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRONUNTUK PENGOLAHAN GAS BUANGMENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE)

PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 28 Agustus 2008

PENENTUAN KAPASITAS PENGOLAHAN GAS BUANG BATU BARA DENGAN MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON

KAJIAN PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 350 kev PADA HIDROGEL UNTUK PEMBALUT LUKA

Efisiensi PLTU batubara

APLIKASI MESIN BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG

KOMPUTASI DAN PENGEMBANGAN DATABASE UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG PADA MESIN BERKAS ELEKTRON

IDENTIFIKASI ARUS BERKAS ELEKTRON PADA PRA KOMISIONING MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) LATEKS

OPERASI MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) PTAPB BATAN TIPE BA 350 kev / 10 ma

ANALISIS ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOLAHAN GAS BUANG DENGAN BERKAS ELEKTRON

UJI FUNGSI SISTEM PEMAYAR MESIN BERKAS ELEKTRON 300 KEV/20 MA

Sulfur dan Asam Sulfat

SIMULASI SISTEM INTERLOCK PENGAMAN OPERASI MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) DENGAN PERANGKAT LUNAK BASCOM 8051

PENENTUAN KAPASITAS PLANT PENGOLAHAN GAS BUANG S02 DAN NOx HASIL PEMBAKARAN BATUBARA KADAR SULFUR TINGGI DENGAN MESIN BERKAS ELEKTRON

PENGUJIAN SISTEM VAKUM MBE 350keV/10 ma PASCA PENGGANTIAN POMPA TURBOMOLEKUL

RANCANGAN AWAL PERISAI RADIASI MESIN BERKAS ELEKTRON DUET

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

Prodi Fisika FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II RADIASI PENGION

ANALISIS SIMULASI LINTASAN BERKAS ELEKTRON PADA IRADIATOR ELEKTRON PULSA (IEP) DENGAN VARASI GEOMETRI ELEKTRODA PEMFOKUS MENGGUNAKAN SOFTWARE

Tugas Kimia Makalah Hujan Asam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

Masyita Dewi Koraia ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total

PEMBUATAN BIOETANOL DARI FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Manihot glaziovii Muell) DENGAN MENGGUNAKAN RAGI

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK GANYONG (Canna edulis Kerr.) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

RANCANGAN TRANSFORMATOR 625 VA TERISOLASI PADA TEGANGAN TINGGI 300 KV UNTUK CATU DAYA FILAMEN SUMBER ELEKTRON MBE LATEKS

PENENTUAN DOSIS RADIASI MENGGUNAKAN DOSIMETER FRICKE

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PENGUKURAN DISTRIBUSI MEDAN MAGNET SISTEM OPTIK MBE PADA TAHAP PRA-KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

Rancang Bangun Sistem Pembangkit Plasma Lucutan Pijar Korona dengan Sistem Pengapian Mobil Termodifikasi untuk Pereduksian CO X.

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

PENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER CERI- CERO

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AKSELERATOR PARTIKEL BERMUATAN. Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Badan Tenaga Nuklir Nasional

BAB I PENDAHULUAN. yang akan di ubah menjadi energi listrik, dengan menggunakan sel surya. Sel

Ringkasan Bahan Kuliah Mesin Konversi Energi * Ridwan ; Gunadarma Univiversity 1

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

Rekayasa Bahan untuk Meningkatkan Daya Serap Terhadap Gelombang Elektromagnetik dengan Matode Deposisi Menggunakan Lucutan Korona

BAB II LANDASAN TEORI. terbentur pada permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin

PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO2 PLTU BATUBARA DAN PLTN

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 3: Oksida-oksida sulfur (SO X ) Seksi 2: Cara uji dengan metoda netralisasi titrimetri

un COBA AW AL PENURUNAN SOx DAN NOx PADA GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

SIMULASI PENGARUH DAYA TERDISIPASI TERHADAP SISTEM PENDINGIN PADA BEJANA TEKAN MBE LATEKS

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II ISI. 2.1 Komponen Penting PLTU Penanganan Batubara

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PEMANFAATAN LIMBAH BATU BARA (FLY ASH) PADA PRODUKSI PAVING BLOCK

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

Penentuan Dosis Gamma Pada Fasilitas Iradiasi Reaktor Kartini Setelah Shut Down

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

Iklim Perubahan iklim

ANALISIS GEOMETRI ANODA DALAM OPTIMASI DESAIN SUMBER ION PENNING UNTUK SIKLOTRON

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

APA ITU GLOBAL WARMING???

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

BORON NEUTRON CAPTURE THERAPY (BNCT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

RANCANGAN SISTEM CATU DAYA DC 2 kv/2 A UNTUK KATODA SUMBER ION SIKLOTRON 13 MeV BERBASIS TRANSFORMATOR

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.1

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menikmati listrik. Akibat sulitnya lokasi yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN I-1

Transkripsi:

PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 800 kev DALAM GAS BUANG PLTU PADA SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON RANY SAPTAAJI Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Badan Tenaga Nuklir Nasional - BATAN JL.Babarsari Kotak Pos 1008, Yogyakarta 55010 Abstrak PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 800 kev DALAM GAS BUANG PLTU PADA SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON. Dalam tulisan ini disajikan hasil perhitungan kedalaman penetrasi berkas elektron 800 kev dalam bahan gas buang (flue gas) dari PLTU berbahan bakar batu bara. Proses Electron Beam for Flue Gas Treatment (EB-FGT) adalah proses pengolahan kering gas buang menggunakan berkas elektron yang secara simultan dapat mereduksi SO 2 dan NO x. Iradiasi gas buang menghasilkan radikalradikal aktif dan bereaksi dengan SO 2 dan NO x membentuk asam sulfat dan asam nitrat. Dalam proses pengolahan ini dibutuhkan bejana proses yang berfungsi sebagai tempat/wadah terjadinya reaksi antara gas buang dengan berkas elektron. Untuk menentukan dimensi bejana proses perlu ditentukan/dihitung kedalaman penetrasi berkas elektron pada gas tersebut. Secara perhitungan diperoleh kedalaman penetrasi optimum berkas elektron 800 kev kedalam gas buang adalah 188,67 cm. Kata kunci: gas buang, berkas elektron 800 kev, penetrasi, bejana proses. Abstract DETERMINATION OF PENETRATION DEPTH OF 800 kev ELECTRON BEAM INTO COAL FIRED POWER PLANT FLUE GAS AT IN A ELECTRON BEAM MACHINE FLUE GAS TREATMENT SYSTEM. Penetration depth calculation of 800 kev electron beam into flue gas from coal fired power plan is presented in this paper. Electron Beam for Flue Gas Treatment (EB-FGT) is a dry treatment process using electron beam to simultaneously reduce SO 2 and NO x. Flue gas irradiation produces active radicals and then reaction with SO 2 and NO x produces nitrate acid and sulphate acid. Process vessel is needed in this process as reaction container of flue gas with electron beam. The calculation of electron beam penetration depth into flue gas is used to determine the process vessel dimension. The result of calculation of optimum penetration depth of 800 kev electron beam into flue gas is 188,67 cm. Keywords: flue gas, electron beam 800 kev, penetration, process vessel. 51

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 PENDAHULUAN Indonesia termasuk salah satu penghasil batu bara di dunia (3,1% dari seluruh cadangan dunia). Kondisi batubara yang dihasilkan mempunyai kadar sulphur kurang dari 0,5% hanya sekitar 10% dari hasil total, sedangkan sebagian besar (90%) mempunyai kadar sulphur di atas 0,5%. Berdasarkan hasil evaluasi cadangan batubara nasional terutama dari cadangan lokasi explorasi PT Bukit Asam, dalam 10 sampai 20 tahun mendatang diperkirakan batubara dengan kadar belerang 0,7% masih tersedia dalam jumlah yang banyak [1]. Sayangnya batubara dengan kadar belerang yang tinggi jika digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menimbulkan gas beracun seperti SO 2 dan NO x yang melebihi batas baku mutu emisi (BME 2000) yaitu maksimal 750 mg/m 3 untuk SO 2 dan 850 mg/m 3 untuk NO x [1]. Emisi gas buang dari pembakaran batubara yang tidak memenuhi BME dalam suatu PLTU akan menghasilkan SO 2 dan NO x yang dapat menimbulkan polusi udara. Emisi gas buang SO 2 dan NO x ke udara dari aktivitas industri berat dan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi pada pembangkit listrik merupakan salah satu sumber polusi dalam skala besar. Reaksi yang terjadi di udara akan menyebabkan hujan asam yang berbahaya bagi lingkungan. Keadaan ini diperparah dengan meningkatnya penggunaan batubara berkualitas rendah yang mengandung kadar belerang tinggi di dalam industri. Berbagai negara telah berusaha untuk mengurangi dan mengendalikan polusi udara. Unsur-unsur beracun dalam gas buang dapat bergerak lebih dari ribuan kilometer dan dapat menimbulkan masalah lingkungan tempat/negara lain. SO 2 dan NO x merupakan penyebab utama hujan asam yang dapat menimbulkan kerusakan hutan, tanah pertanian, danau dan sebagainya yang berdampak pada semua makhluk hidup. Berkas elektron dari Mesin Berkas Elektron (MBE) untuk pengolahan gas buang sejak dua dekade yang lalu telah dikembangkan di Jepang, Amerika, Jerman, Polandia dan China [2]. Proses Electron Beam for Fue Gas Treatment (EB-FGT) adalah proses pengolahan kering gas buang (flue gas) menggunakan berkas elektron yang secara simultan dapat mereduksi SO 2 dan NO x. Iradiasi gas buang menghasilkan radikal-radikal aktif dan bereaksi dengan SO 2 dan NO x membentuk asam sulfat dan asam nitrat [3]. Salah satu program Landmark BATAN adalah membuat Basic Engineering Design Package (BEDP) untuk EB-FGT guna mereduksi kadar emisi gas buang SO 2 dan NO x dari PLTU bebahan bakar batu bara. Dalam BEDP tersebut ditentukan berkas elektron dihasilkan dari MBE dengan energi 800 kev dan arus berkas 70 ma. Sejalan dengan program tersebut, maka salah satu kegiatannya adalah melakukan pengkajian untuk menentukan penetrasi berkas elektron di dalam gas buang sebagi dasar penentuan dimensi bejana proses (process vessel). Bejana proses berfungsi 52

ISSN 1978-8738 Penentuan Kedalaman (Rany Saptaaji) sebagai tempat/wadah terjadinya reaksi antara gas buang dengan berkas elektron. Dengan melakukan perhitungan penetrasi berkas elektron diharapkan dapat memperoleh data untuk menunjang pembuatan bejana proses gas buang, sehingga dapat mendukung pembuatan BEDP EB-FGT. Berkas Elektron untuk Pengolahan Gas Buang Berbagai teknologi dan proses telah dikembangkan untuk mengurangi emisi SO 2 dan NO x, di antaranya adalah FGD (Flue Gas Desulphurisation), SCR (Selective Catalitic Reduction) dan EB-FGT (Electron Beam for Flue Gas Treatment) menggunakan MBE (Mesin Berkas Elektron). Penerapan teknologi EB-FGT di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara merupakan solusi terbaik untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan peraturan mengenai pengelolaan lingkungan hidup karena keterbatasan lahan. Selain itu proses radiasi menggunakan MBE mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan proses konvensional (FGD dan SCR) antara lain: merupakan suatu sistem proses yang kompak karena dapat mengolah SO 2 dan NO x secara serentak dengan tingkat efisiensi tinggi; sangat cocok untuk pengolahan gas buang dengan kandungan SO 2 yang tinggi dan membutuhkan air proses sedikit dibandingkan FGD; ramah lingkungan karena proses akan mengubah polutan menjadi pupuk pertanian dan tidak menghasilkan limbah/polutan baru; lebih ekonomis ditinjau dari segi konstruksi dan operasi instalasi, serta pengaruh terhadap biaya produksi tenaga listrik relatif kecil bahkan ada kemungkinan berubah menjadi keuntungan bila produk pupuk dapat dikelola dengan baik; lahan yang dibutuhkan untuk instalasi ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis yang lain. Pengolahan gas buang SO 2 dan NO x menggunakan berkas elektron pada umumnya merupakan teknologi desulfurisasi dan denitrasi yang dikombinasi dengan penambahan gas amoniak yang dimasukkan ke dalam suatu bejana proses. Ketika gas buang teriradiasi oleh berkas elektron, komponen gas di dalam bejana tersebut bertumbukkan dengan elektron yang energinya cukup untuk menghasilkan ionisasi molekuler, atom bebas dan spesies radikal seperti O, OH, N dan HO 2. Radikal bebas terbentuk sangat reaktif dan bila bertemu dengan sulfur dioksida (SO 2 ) dan nitrogen oksida (NO x ) akan mengubahnya menjadi asam sufat dan asam nitrat, dan dengan adanya penambahan amoniak akan menghasilkan produk samping berupa bahan pupuk pertanian. Ada berbagai parameter yang dapat mempengaruhi pengolahan gas buang menggunakan berkas elektron, antara lain: efisiensi pengambilan polutan (removal eficiency), energi berkas elektron, arus berkas, dan dosis radiasi. Distribusi dosis dan penetrasi berkas elektron memegang peran penting dalam proses iradiasi suatu bahan [4]. 53

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 Gambar 1. Skema Flue Gas Treatment Menggunakan Berkas Elektron [2] Iradiasi Berkas Elektron Energi berkas elektron menentukan kedalaman penetrasi dalam suatu bahan yang diiradiasi. Semakin tinggi energi berkas elektron, semakin dalam penetrasinya. Namun elektron yang dipercepat, energinya akan semakin berkurang setelah menembus bahan dan akhirnya kehabisan energi dan berhenti pada kedalaman tertentu dalam bahan. Hubungan antara distribusi dosis yang diserap bahan dengan energi elektron secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan [5]. D = 0,33E ρ (untuk iradiasi satu sisi permukaan) (1) D = 0,88 E ρ (untuk iradiasi dua sisi permukaan) (2) dengan: D = dosis relatif E = energi elektron ρ = densitas bahan. Untuk meningkatkan kedalaman penetrasi, iradiasi dapat dilakukan pada 2 sisi, yaitu dengan cara meradiasi bahan dari ke dua sisi. Gambar 2 menunjukkan kurva distibusi dosis terhadap kedalaman penetrasi jika suatu bahan diiradiasi [6]. 54

ISSN 1978-8738 Penentuan Kedalaman (Rany Saptaaji) Gambar 2. Kurva Distribusi Dosis Relatif Terhadap Penetrasi Pada Iradiasi 1 Sisi dan 2 Sisi [6] Penentuan penetrasi berkas berguna untuk mengetahui sejauh mana berkas elektron dapat menembus suatu bahan. Hal ini perlu dilakukan karena penetrasi berkas merupakan parameter pengendalian dosis dalam melakukan iradiasi suatu bahan agar bahan menerima dosis serap yang homogen, sehingga bahan teriradiasi kualitasnya homogen, sedangkan dosis relatif menyatakan nilai dosis yang didasarkan pada perbandingan sembarang dosis terhadap dosis maksimum dalam suatu distribusi dosis serap. Penetrasi Berkas Elektron Jangkau elektron (S) dalam materi adalah jarak tegak lurus dari permukaan bahan/materi ketika terjadi tumbukan sampai elektron berhenti memberikan energinya. Jangkau elektron sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter antara lain: kerapatan/densitas bahan yang ditumbuk dan energi elektron yang menumbuk. Secara pendekatan rumusan jangkau elektron dibedakan menjadi tiga katagori energi yaitu: energi rendah antara 10 100 kev, energi medium antara 100 kev 1 MeV dan energi tinggi di atas 1 MeV [3]. Pada rentang energi antara 10 kev < e U B < 100 kev, jangkau elektron: S 2 B 12 = 2,1 10 U ρ (3) Rentang energi elektron antara 100 kev 1MeV: S 5 3 B 11 = 6,67 10 U ρ (4) 55

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 Rentang energi elektron di atas 1 MeV: ( 5,1 10 7 U ) S = 1 ρ (5) dengan S = jangkau elektron (cm) ρ = densitas bahan (gr/cm3) = tegangan pemercepat (Volt). U B B Dari rumus di atas terlihat bahwa makin besar energi elektron yang menumbuk, maka makin dalam jangkau elektron masuk ke bahan, demikian juga semakin besar densitas bahan, jangkau elektron akan semakin dangkal/pendek, di mana besar energi elektron sebanding dengan tegangan pemercepatnya. Secara umum kedalaman penetrasi merupakan perkalian antara jangkau elektron dengan densitas bahan yang dilewati, dan satuan penetrasi tidak terpengaruh oleh densitasnya. Pada Gambar 3 ditunjukkan hubungan antara kedalaman penetrasi pada bahan dengan berbagai energi elektron yang merupakan hasil pendekatan rumus di atas. Gambar 3. Kedalaman Penetrasi Sρ dengan Energi eu B [7] Energi yang terserap pada bahan mempunyai distribusi tidak merata, berarti daya yang terserap per satuan volume merupakan fungsi dari jarak. Secara pendekatan, 56

ISSN 1978-8738 Penentuan Kedalaman (Rany Saptaaji) daya berkas yang diserap persatuan volume p A (z) pada jarak z dituliskan sebagai [7]. P ( Z) P 1 9 4( z S 1 ) 2 = (6) A A maks 3 Dengan p Amak = 4/3 η A U B J = nilai maksimum daya yang terserap per satuan volume pada jarak z = S/3 di permukaan, z = jarak dari permukaan bahan, S = jangkau elektron, U B = tegangan pemercepat, J = rapat arus berkas, dan η A = bagian berkas yang terserap. Jangkau elektron (S) bergantung pada energi kinetik (E k ) dan dapat dihitung untuk bahan dengan nomor atom (Z) rendah menggunakan rumus empiris [8]. S= 0,412E k n (7) Dengan n = 1,265 0,095 ln E k untuk 0,01 < E k < 2,5 MeV dan n = 0,53 E k - 0,106 untuk 2,5 < E k < 20 MeV. Berkas elektron yang terukur pada target hanya berkas yang mempunyai daya cukup untuk menembus jendela pemayar pada MBE dan udara atmosfer dari jendela pemayar sampai ke target. Selain itu distribusi kedalaman penetrasi pada suatu bahan tidak sama jangkauannya, tetapi distribusinya sesuai Persamaan (6). HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pengolahan gas buang (SO 2 dan NO x ) menggunakan mesin berkas elektron, perlu adanya bejana proses (process vessel) yang berfungsi sebagai tempat/wadah terjadinya reaksi antara gas buang dengan berkas elektron. Dimensi bejana proses perlu diperhitungkan guna memperoleh hasil penanganan gas buang yang optimal. Adapun salah satu hal yang cukup berperan untuk menentukan dimensi bejana proses adalah kemapuan berkas elektron menembus gas buang atau biasa disebut kedalaman penetrasi berkas elektron di adalam materi/bahan. Selain penetrasi berkas elektron, untuk menentukan dimensi dan geometri bejana proses perlu disesuaikan dengan laju alir dari gas buang dan nilai dosis yang diterima gas buang selama berada di dalam bejana proses. Dalam pembuatan BEDP untuk EB-FGT telah ditentukan spesifikasi MBE yang digunakan untuk pengolahan gas buang adalah MBE dengan kapasitas energi 800 kev, arus berkas elektron 70 ma, window MBE dan window bejana proses masing-masing dari bahan titanium dengan tebal 50 µm, dan celah udara antara window MBE dengan window bejana proses 5 cm. Untuk menentukan kedalaman penetrasi berkas elektron dalam gas buang, perlu dibuat distribusi dosis terhadap penetrasi berkas elektron secara umum. Dengan menggunakan 57

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 Persamaan (6) dan (7) dan parameter lainnya seperti energi berkas elektron 800 kev, jarak z dimulai dari 0-0,5 g/cm 2, maka dapat diperoleh nilai p A (z)/p A mak = Dosis(z)/Dosis mak sehingga dapat dibuat kurva distribusi dosis terhadap penetrasi berkas elektron seperti ditunjukkan pada Gambar 4, dengan Dosis(z)/Dosis mak adalah dosis relatif. Gambar 4. Dosis Relatif vs Penetrasi Berkas Perhitungan Kedalaman Penetrasi Berkas Elektron 800 Kev Besarnya kedalaman penetrasi (Pt) berkas elektron sebagi fungsi energi elektron dapat dilihat pada kurva Gambar 4, sedangkan besarnya penetrasi (Pt 1 ) setelah berkas melewati window dan celah udara adalah (( tebal ρ ) + ( tebal celah udara )) Pt 1 Pt window window ρ udara = (8) Untuk mengetahui penetrasi berkas elektron dalam gas buang (Pt 2 ) dapat dihitung sebagai berikut Pt Pt1 ρ 2 = (9) dengan ρ = densitas gas buang. Dari data dosis relatif vs penetrasi berkas pada dosis relatif 0,75 (lihat Gambar 4), besarnya penetrasi (Pt) pada energi berkas 800 kev adalah 0,31 gr/cm 2, sehingga besarnya penetrasi berkas (Pt 1 ) setelah melewati window dan celah udara dapat dihitung menggunakan Persamaan (8). (( tebal ρ ) + ( tebal celah udara )) Pt 1 = Pt window window ρ udara 58

ISSN 1978-8738 Penentuan Kedalaman (Rany Saptaaji) dengan tebal window MBE = 50 µm, tebal window bejana proses = 50 µm, tebal celah udara = 5 cm, bahan window dari titanium, ρ titanium = 4,6 gr/cm 3, ρ udara = 0,00125 gr/cm 3, sehingga diperoleh besarnya penetrasi setelah berkas melewati window dan celah udara (Pt 1 ) adalah: pt 3 ( 50 + 50) 10000 cm 4,6gr cm + ( 5cm 0,00125gr 3 ) 2 1 = 0,31gr cm cm 2 = 0,25885gr cm Besarnya penetrasi dalam gas buang (Pt 2 ) dihitung menggunakan Persamaan (9) pt 3 2 = pt1 ρ gas buang dengan ρ gas buang = 0,001372 gr cm 2 3 pt 2 = 0,25885gr cm 0,001372gr cm = 188,67 cm Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin besar energi berkas elektron maka kedalaman penetrasi semakin dalam, sehingga dapat dikatakan bahwa kedalaman penetrasi berbanding langsung dengan energi berkas elektron. Pada jarak z = 0 (permukaan bahan), dosis relatif sebesar 75 % disebabkan karena iradiasi elektron belum seluruhnya diserap oleh bahan. Hal ini karena ada sebagian dari berkas elektron yang terhambur pada saat berinteraksi dengan permukaan bahan. Pada kurva energi 800 kev, pada jarak z sekitar 0,15 g/cm 2 dosis relatifnya 100% atau maksimum. Ini berarti bahwa dosis terserap semua, hal ini akibat terjadinya serapan berkas elektron secara maksimal oleh bahan. Setelah jarak z melebihi 0,15 g/cm 2 kemudian turun secara eksponensial karena dosis mulai berkurang. Hal ini karena energi elektron berkurang, dan dosis adalah energi yang diserap per satuan volume. Hal ini berlaku untuk semua energi dari berkas elektron. Interaksi antara elektron dan bahan yang ditumbuk (gas buang) adalah interaksi atomik karena energi elektron di bawah 12 MeV. Dari masing-masing kurva pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa pada hakekatnya distribusi dosis meningkat dari nilai permukaan ke maksimum pada kedalaman tertentu pada bahan dan secara perlahan menurun kembali sampai harga terendah pada ujung dari jangkauan elektron. Titik di mana dosis keluar sama dengan dosis masuk akan menentukan batas ketebalan optimum untuk bahan yang diiradiasi satu sisi (single-sided treatment). Untuk iradiasi pada sisi berlawanan (iradiasi dua sisi), maka total tebal dapat 15% lebih besar dari 2 kali tebal optimum pada iradiasi satu sisi, karena adanya overlap ujung dari distribusi dosis-kedalaman (lihat Gambar 2). Tebal optimum ditentukan agar dalam bahan yang diiradiasi menerima dosis yang seragam. Dalam praktek khususnya dalam industri, perbandingan dosis maksimal/dosis minimal (D mak /D min ) yang diterima oleh bahan dapat mencapai 1 sampai 1,5 [9]. Pada proses iradiasi tertentu perlu ditetapkan toleransi harga D mak /D min yang dianggap masih dapat memberikan 59

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 hasil iradiasi yang baik. Hal ini tergantung kasus demi kasus terhadap perubahan kimia/fisika yang diinginkan terhadap bahan yang diiradiasi. Perhitungan kedalaman penetrasi berkas elektron dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan berkas elektron masuk di dalam suatu bahan/materi, sehingga ketebalan optimum dari bahan yang diiradiasi dapat ditentukan. Dari hasil perhitungan kedalaman penetrasi berkas elektron dalam bahan (Gambar 4) terlihat bahwa semakin besar energi berkas, maka kedalaman penetrasi berkas semakin besar. Untuk energi 800 kev, besar dosis efektif yang dapat digunakan agar dapat memenuhi keseragaman dosis relatif 75 % atau D maks /D min dapat mencapai 1 sampai 1,5, maka kedalaman penetrasi berkas optimum adalah 0,25885 gr cm -2. Kedalaman penetrasi optimum ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kedalaman penetrasi pada gas buang yang mempunyai ρ gas buang = 0,001372 gr cm -3. Dari perhitungan di depan diperoleh kedalaman penetrasi berkas elektron 800 kev dalam gas buang adalah 188,67 cm. Dengan demikian maka untuk rancangan ukuran ketinnggian bejana proses tidak lebih dari 188,67 cm, agar dosis serap yang diterima gas buang masih homogen. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Teknologi MBE untuk pengolahan gas buang (flue gas treatment) bertujuan untuk mereduksi SO 2 dan NO x secara simultan. 2. Tebal bahan yang dapat diiradiasi dengan berkas elektron berbanding langsung dengan energi berkas elektron dan berbanding terbalik dengan densitas bahan. Hal ini penting diperhatikan, khususnya untuk menentukan kedalaman penetrasi berkas elektron di dalam bahan. 3. Dari hasil perhitungan diperoleh kedalaman penetrasi berkas elektron 800keV dalam gas buang adalah 188,67 cm, sehingga ukuran ketinnggian bejana proses tidak lebih dari 188,67 cm. DAFTAR PUSTAKA 1. DAGSTAN INDONESIA POWER, 2002, Executive Summary, Study Kelayakan Instalasi Pengolahan Gas Buang dengan Mesin Berkas Elektron UBP Suralaya, Desember. 2. ZBIGNIEW ZIMEK, 2005, Introduction to Electron Beam Application in Flue Gas Treatment Process, National Training Course on Electron Machine Technology-BATAN, Yogyakarta, Indonesia. 3...., 2005, Proposal Pembuatan Spesifikasi Teknis Sistem Pengolahan Gas Buang PLTU Suralaya Menggunakan Mesin Berkas Elektron, BATAN. 60

ISSN 1978-8738 Penentuan Kedalaman (Rany Saptaaji) 4. MIRZAN T. RAZZAK, 2003, Dosimetri Industri, Diktat Pelatihan Pekerja Akselerator, Pusdiklat BATAN, Jakarta. 5. DJOKO S. PUDJORAHARJO, 2006, Dasar-dasar Teknologi dan Aplikasi Mesin Berkas Elektron, Diktat Batan Accelerator School -2006, P3TM BATAN. 6. SUGIARTO DANU, 2004, Dasar-dasar Aplikasi Mesin Berkas Elektron, Diktat Batan Accelerator School -2004, P3TM BATAN. 7. SIEGFRIED SCILLER etc., 1982, Electron Beam Technology, John Willey & Sons, New York. 8. ZBIGNIEW ZIMEK, Electron Accelerators For Environmental Protection, Institute of Nuclear Chemistry and Technology, Warsawa. 9. MARGA UTAMA, 2003, Aplikasi Akselerator Untuk Industri, Diktat Pelatihan Pekerja Akselerator, Pusdiklat BATAN, Jakarta. 61

JFN, Vol 2 No. 1, Mei 2008 ISSN 1978-8738 62