III KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

BAB IV. METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi dalam hal ini

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. pembesaran lele dumbo CV Jumbo Bintang Lestari, yang terletak di daerah Desa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

TINJAUAN PUSTAKA. dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. merupakan studi kasus yang dilaksanakan di peternakan sapi potong PT. Andini

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENANGKAR BENIH PADI (Kasus Kemitraan Petani Penangkar PT Sang Hyang Seri)

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB III METODE PENELITIAN

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

BAB II LANDASAN TEORI

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV METODOLOGI PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usahatani Bawang Merah di Desa Sumberkledung Kecamatan Tegalsiwalan Kabupaten Probolinggo

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan didalam penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Soekartawi (2003), menambahkan bahwa tujuan dari usahatani antara lain dikategorikan menjadi dua yaitu maximum profit minimum profit, konsep maximum profit adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh maximum profit. Sedangkan konsep minimum profit adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecilkecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa dalam usahatani, para petani memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya, serta memperhitungkan penerimaan yang diperoleh. Biaya atau pengeluaran total usahatani adalah semua nilai masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Biaya didalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani artinya adalah jumlah uang yang di bayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan oleh petani dimana dapat berupa faktor produksi yang digunakan tanpa menggunakan biaya tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi, dan penyusutan dari sarana produksi. Dilihat dari sifatnya, biaya produksi terdiri dari fixed cost dan variabel cost. Fixed cost adalah pengeluaran usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi, sedangkan variabel cost adalah merupakan pengeluaran usahatani yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah seiring besarnya produksi yang dilakukan. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjuaan produk usahatani yang diproduksi. Pengeluaran tunai 16

usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai disebut dengan pendapatan tunai usaha tani. pendpatan kotor usahatani disebut sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Selisih antara pendapan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut sebagai pendapatan bersih tunai. Soeharjo dan Patong (1973) dalam Nadhwatunnaja (2008), mangatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, alasannya adalah kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Hernanto (1989) dalam Purba (2008), menambahkan salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenuecost ratio atau R/C. Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani yang dilakukan berdasarkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila R/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila R/C < 1, maka setiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh, dan apabila R/C = 1, maka kegiatan usaha impas (tidak untung/tidak rugi). Suratiyah (2006), mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangat kompleks, sehingga dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) umur petani; 2) pendidikan; 3) pengetahuan; 4) pengalaman; 5) keterampilan; 6) luas lahan; 7) modal. Sedangkan untuk faktor eksternal yang memepengaruhi biaya dan pendapatan terdiri dari 1) ketersediaan input; 2) harga input; 3) permintaan output; 4) harga output. Adapun bagan mengenai faktor internal dan eksternal yang secara bersamaan mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Gambar 1. 17

Faktor Internal Umur Petani Pendidikan Pengetahuan Keterampilan Luas Lahan Modal Faktor Eksternal Input a. Ketersediaan b. Harga Output a. Permintaan b. Harga Usahatani Biaya dan Pendapatan Gambar 1. Faktor Internal dan Eksternal Usahatani Sumber : Suratiyah (2006) 3.1.2. Teori Produksi Soekartawi (1990), mengatakan bahwa hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Nicholson (1999), mengatakan bahwa produksi adalah kegiatan dalam menghasilkan output dengan menggunakan kombinasi input produksi dan teknologi terbaik yang dimiliki. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa input dalam produksi biasa disebut sebagai faktor produksi. 3.1.3. Faktor Produksi Soekartawi (1990), mengatakan bahwa faktor produksi disebut juga sebagai korbanan produksi, dimana faktor produksi atau disebut juga sebagai input di dalam berproduksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk yang dihasilkan (output). Dalam menghasilkan suatu produk, maka diperlukan adanya pengetahuan mengenai hubungan antara faktor input dan output. Hubungan antara input dan output disebut juga sebagai factor relationship. Produksi merupakan suatu proses di dalam menciptakan suatu produk yang dihasilkan (output). Hubungan mengenai faktor produksi dengan produksi, dimana hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk (output). Produksi di dalam bidang pertanian dapat bervariasi, yang mana disebabkan karena perbedaan kualitas, alasannya adalah karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang baik, dan dilaksanakan dengan baik, dan begitu pula sebaliknya. 18

3.1.4. Fungsi Produksi Lipsey (1995), mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan mengenai input yang digunakan di dalam proses produksi dengan kuantitas hasil output yang dihasilkan. Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dipengaruhi (Y sebagai dependent) dan variabel yang mempengaruhinya (X sebagai independent), dimana variabel Y dijelaskan berupa output di dalam produksi dan variabel X dijelaskan berupa input di dalam produksi. Soekartawi et al (1986), menambahkan bahwa variabel input di dalam produksi dapat berupa seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lainlain yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi, namun tidak semua input dipakai di dalam analisis, hal tersebut tergantung dari penting tidaknya pengaruh input yang digunakan terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Dimana : Y = f ( X 1, X 2,.., X n ) Y = Output / hasil produksi f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor di dalam produksi dengan hasil produksi X 1, X 2,.., X n = input / faktor produksi Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Pengukuran tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output produksi yang dihasilkan (Y). rumus penulisan PM adalah sebagai berikut : Dimana : Y = Perubahan hasil produksi X = Perubahan faktor produksi ke-i PM = 19

Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan setiap tambahan unit output (Y) secara proporsional. Apabila terjadi suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut sebagai the law of diminishing returns (kenaikan hasil yang semakin berkurang) dimana menyebabkan PM turun. PR adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Rumus PR dapat dituliskan sebagai berikut : PR = Dimana : Y X i = Hasil produksi = Jumlah faktor produksi Dalam mengukur perubahan yang terjadi dari produk total (PT) yang diproduksi/dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi (input) yang digunakan di dalam berproduksi dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (E p ). E p adalah persentase perubahan dari produk yang dihasilkan (output) akibat persentase perubahan dari input produksi yang digunakan. Persamaan E p dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Dimana : E p = Elastisitas Produksi PM = Produk Marginal PR = Produk Rata-rata 1 E =PM. PR Soekartawi (1990), mengatakan bahwa Fungsi produksi berdasarkan nilai E p terbagi menjadi tiga daerah yaitu : 1) Tahap I (increasing rate) dimana lebih dari satu (E p > 1) yang artinya adalah bahwa produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. 2) Tahap II (decreasing rate) dimana nol kurang dari E p dan E p kurang dari satu (0 < E p < 1) yang artinya adalah bahwa setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penambahan output paling tinggi sebesar satu persen dan 20

paling rendah nol persen. Daerah dua dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang menurun, dan pada daerah dua dicapai keuntungan maksimum dengan penggunaan faktor tertentu. 3) Tahap III (negative decreasing rate) dimana E p kurang dari nol (E p < 0) yang artinya adalah setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen, maka akan menyebabkan penurunan tambahan produksi sebesar nilai E p. Adapun tahapan suatu proses di dalam produksi dapat dilihat pada Gambar 2. Y PT I E p>1 II 0<E p<1 III E p<0 PM/PR X 1 X 2 X 3 X PM PR Gambar 2. Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 1990 Keterangan : PT = Produk total PM = Produk marginal PR = Produk rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi 21

Berdasarkan gambar dua mengenai tahapan suatu proses produksi, maka Hubungan antara PM dan PT dapat dijelaskan bahwa : 1) Apabila PT meningkat, maka nilai PM akan positif 2) Apabila PT mencapai titik maksimum, maka PM akan berubah menjadi nol 3) Apabila PT mulai menurun, maka nilai PM akan negative Hubungan antara PM dan PR antara lain adalah : 1) Apabila PM > PR, maka PR masih berada dalam keadaan menaik 2) Apabila PM < PR, maka PR dalam keadaan menurun 3) Apabila PM = PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai E p adalah sebagai berikut : 1) E p = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila PR = PM, dan sebaliknya apabila PM = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka E p = 0. 2) E p > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. 3) 0 < E p < 1, dimana dalam kondisi tersebut maka setiap tambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate. 4) E p < 0, dimana terletak pada daerah irrasional III. Dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM akan negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi. Soekartawi (1990), menambahkan bahwa di dalam melakukan suatu kegiatan produksi, Returns to scale (RTS) perlu untuk diketahui dari kegiatan usaha produksi yang dilakukan dan disesuaikan dengan kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to scale. RTS merupakan penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi, dimana terbagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) decreasing returns to scale, dimana < 1, yang artinya bahwa proporsi penambahan input faktor produksi melebihi proporsi penambahan output produksi; (2) constant returns to scale, dimana = 1, yang artinya bahwa dalam 22

kondisi demikian setiap penambahan input faktor produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang dihasilkan; (3) increasing returns to scale, dimana > 1, yang artinya berarti setiap proporsi penambahan input faktor produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsinya lebih besar. 3.1.5. Model Fungsi Produksi Soekartawi et al (1986), mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam memilih fungsi produksi yaitu : 1) Fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan kegiatan budidaya yang sebenarnya terjadi. 2) Fungsi produksi yang digunakan dapat dengan mudah untuk diukur atau dihitung secara statistik. 3) Fungsi produksi dapat dengan mudah untuk di artikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Model fungsi produksi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Soekartawi (1990), mengatakan bahwa model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang dijelaskan biasa disebut dengan istilah dependent (Y) dan variabel yang menjelaskan biasa disebut dengan istilah independent (X). Soekartawi (1990), menambahkan bahwa penyelesaian mengenai hubungan antara variabel dependent dan independent dalam fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan bentuk linear berganda (multiple linear) yang kemudian dianalisis menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Penyelesaian di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, dengan persyaratan : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, alasannya adalah karena logaritma dari nol adalah merupakan suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 23

2) Diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies), apabila fungsi Cobb- Douglas dipakai sebagai model di dalam pengamatan, dan bila diperlukan adanya analisis yang memerlukan model lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan tidak terletak pada slope model tersebut. 3) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah terkandung di dalam disturbance term. Pertimbangan dasar dalam penggunaan model fungsi produksi Cobb- Douglas berdasarkan kelebihan yang dimiliki antara lain : 1) Penyelesaian relatif lebih mudah, karena dapat dirubah ke dalam bentuk linear. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran nilai elastisitas. 3) Besaran nilai elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale (RTS). Model fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan yang dimiliki diantaranya yaitu : 1) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan E p bernilai negatif atau memiliki nilai terlalu besar atau memiliki nilai terlalu kecil. Spesifikasi variabel yang keliru dapat menimbulkan adanya multikolinearitas pada variabel independent (X) yang digunakan sebagai input faktor produksi. 2) Kesalahan di dalam pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran E p terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3) Terjadi adanya multikolinearitas, dimana variabel X tidak mempunyai hubungan kuat di dalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk ke dalam input faktor produksi. Persamaan model fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut : 24

Y = ax X X X X e Dimana : Y = variabel dependent X i = variabel independent a,b = besaran yang akan diduga u = disturbance term (unsur sisa/galat) e = logaritma natural (2,718) Berdasarkan beberapa kelemahan yang dimiliki model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka dalam mempermudah pendugaan terhadap persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk double logaritme natural (ln) dengan cara melogaritmakan persamaan yang dimiliki di dalam penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut : ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 + b 3 ln X 3 + + b i ln X i + + b n ln X n + u Berdasarkan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai b 1 sampai b n adalah tetap walaupun variabel X 1 sampai X n yang terlibat telah dilogaritmakan. Alasannya adalah karena b 1 sampai b n pada model fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus sebagai E p variabel X n terhadap Y. Parameter dugaan dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah di transformasikan dalam bentuk double logaritme natural (ln) merupakan bentuk linear berganda (variabel independent lebih dari satu), yang kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square). Metode pendugaan OLS dapat dipakai apabila memenuhi beberapa asumsi diantaranya yaitu : 1) Variabel u adalah variabel acak yang riil dimana memiliki nilai tengah nol; E (u n ) = 0 2) Homoskedastisitas, dimana ragam untuk setiap u i memiliki nilai sama untuk setiap pengamatan X i ; E (u 2 i ) = (varians konstan) 3) Tidak terdapat autokorelasi; E (u i u n ) = 0, dimana i 4) Besaran u i menyebar secara normal; u i ~ N (0, ) 5) Nilai u i dan X i adalah independen; E (u i X 1i ) = E (u i X 2i ) = 0 6) Tidak terdapat multikolinearitas antar variabel X i 25

3.2. Hubungan Karakteristik Petani Penangkar Benih Terhadap Produksi Suratiyah (2006), mengatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu unsur penentu bagi keberhasilan kegiatan usahatani. karakteristik yang dimiliki petani merupakan faktor penting yang dimiliki petani di dalam menjalankan usahataninya karna akan berdampak kepada biaya dan pendapatan pada akhirnya dalam mengelola usahataninya. Besarnya pendapatan yang diterima petani berdasarkan banyaknya hasil produksi benih yang dihasilkan pada satu satuan waktu produksi. Oleh karena itu karakteristik yang dimiliki petani memiliki hubungan terhadap hasil produksi yang akan dicapai. Suratiyah (2006), menambahkan bahwa apabila ditinjau dari segi usia, semakin tua umur petani maka akan semakin berpengalaman dan semakin baik dalam mengelola usahataninya, akan tetapi semakin tua umur petani maka akansemakin menurun kemampuan fisiknya sehingga memerlukan tenaga kerja tambahan dalam mengelola usahataninya. Pendidikan yang ditempuh oleh petani baik formal dan terutama non formal misalnya seperti adanya kursus yang diberikan oleh kelompok tani setempat, penyuluhan, atau studi banding yang pada akhirnya dapat membuka jalan fikiran petani dan menambah keterampilan dan pengalaman petani didalam mengelola usahatani yang dijalankannya. 3.3. Kerangka Operasional PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih. Kerjasama kemitraan akan dapat berlangsung dengan adanya persetujuan dari PT. SHS selaku perusahaan inti dan pihak petani penangkar selaku plasma. Bagi PT. SHS kerjasama kemitraan tersebut berfungsi guna untuk memenuhi kebutuhan dan kekontinuitasan produksi yang berorientasi terhadap profit. Sedangkan bagi petani penangkar kerjasama kemitraan tersebut dapat membantu didalam memperoleh bantuan modal, jaminan pemasaran produk hasil produksi benih,dan pemberian pelatihan mengenai budidaya produksi benih padi yang baik. Produksi Benih padi PT. SHS sebagian besar memproduksi benih padi varietas ciherang. Adanya penurunan hasil produksi terjadi pada musim tanam 2008/2009 sampai dengan 2009/2010. Dengan memperhatikan kondisi diatas, 26

telah terjadi adanya penurunan produksi benih padi varietas ciherang dari para petani penangkar benih yang berkerjasama dengan PT. SHS. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan menurunnya produksi benih padi varietas ciherang yang di produksi oleh para petani penangkar benih, karakteristik umum petani penangkar benih dan kemitraan yang terjalin. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk melihat banyaknya penerimaan yang didapatkan petani penangkar didalam memproduksi benih padi varietas ciherang. Korelasi antara atribut karakteristik umum petani penangkar benih terhadap produksi dianalisis menggunakan korelasi rank spearman dengan variable X yang terkandung adalah usia, pendidikan, pengalaman, pelatihan, jumlah tanggungan, dan pendapatan. Sedangkan variabel Y nya adalah hasil produksi. Alasan menggunakan korelasi rank spearman adalah data yang digunakan berbentuk data ordinal. Dari hasil analisis tersebut diatas dapat dilihat mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dimana penyelesaiannya mengenai hubungan antara variabel dependen dan independen, maka parameterparameternya harus ditransformasikan kedalam double logaritme natural (ln) sehingga merupakan suatu bentuk liniear berganda yang kemudian dianalisis menggunakan metode ordinary least square (OLS). Alasan menggunakan analisis OLS adalah karena data yang digunakan berbentuk rasio dan digunakan untuk menjelaskan mengenai hubungan antara variable X mempengaruhi Y. Bagan kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3. 27

PT. Sang Hyang Seri PT. SHS melakukan kerjasama kemitraan dengan para petani penangkar benih untuk memproduksi benih padi pada lahan kerjasama Prioritas benih padi yang diproduksi yaitu varietas ciherang Produktivitas produksi benih padi varietas ciherang yang diproduksi oleh petani penangkar mengalami penurunan Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Benih varietas Ciherang Analisis Pendapatan usahatani Karakteristik umum petani penangkar benih terhadap produksi Analisis Pendapatan R/C Fungsi Produksi Cobb-Douglas Ordinary Least Square (OLS) Uji Korelasi Rank Spearman Rekomendasi kepada PT. SHS berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi benih padi varietas ciherang agar dapat tercapai optimalisasi produksi benih padi varietas ciherang Gambar 3. Bagan Kerangka Operasional 28