Pengantar: Kerajaan Arab Saudi mengelompokkan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris, sama dengan Al Qaeda, dan lainnya. Ada apa di balik semua ini? Adakah negara lain punya peran? Simak pembahasannya di Fokus kali ini. Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi secara mengejutkan memasukkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Pernyataan itu disampaikan Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Arab Saudi pada Jumat 7 Maret 2014. Sebelumnya pemerintah kerajaan Arab Saudi juga telah menetapkan ISIS (Islamic State Irak Syam) dan Jabhah Nushrah yang beroperasi di Suriah dan Irak sebagai organisasi teroris. Selain itu juga sebelumnya Saudi melabeli jaringan al Qaeda, al Qaeda Semenanjung Arab, al Qaeda Yaman, al Qaeda Irak, Hizbullah dan Houti Yaman sebagai teroris. Di bulan sebelumnya, kerajaan itu mengancam warganya yang ikut berjihad di Suriah dengan hukuman 3-20 tahun penjara. Pemerintah Arab Saudi meminta warga negaranya yang menurut perkiraan ada 1.200 orang yang turut berperang di Suriah untuk kembali dalam waktu 15 hari. Bila tidak, maka ancaman hukuman tersebut akan diberlakukan. 1 / 5
Dengan hukuman yang keras dan pelabelan ketiga organisasi tersebut sebagai organisasi teroris, menjadi pijakan yang kuat bagi pemerintah Arab Saudi untuk mencegah warga negaranya untuk bergabung dengan kelompok tersebut. Terlebih dengan muncul kekhawatiran bahwa ketika mereka kembali dari daerah konflik tersebut, akan menimbulkan risiko keamanan di dalam negeri kerajaan Arab Saudi. Pelarangan terhadap Ikhwanul Muslimin, pertimbangannya lebih luas lagi. Arab Spring yang menerpa dunia Arab, masih menghantui pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Walau di beberapa negara sudah reda, seperti di Tunisia, Libya dan Yaman, apa yang terjadi di Mesir serta Suriah tentunya masih menimbulkan was was bagi Monarki Arab yang nyaris juga terkena imbas Arab Spring. Jatuhnya kekuasaan Ikhwanul Muslimin di Mesir dengan dikudetanya Mohammad Mursi, tentunya menjadi catatan tersendiri bagi Saudi. Terlebih pemerintah Arab Saudi belakangan kemudian mendukung upaya kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Sisi. Musim panas lalu, Saudi bersama Bahrain dan Uni Emirat Arab menjadi negara Arab pertama yang menyambut penggulingan Mursi oleh militer Mesir. Maka untuk membulatkan dukungan tersebutlah, pelabelan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi tak lama ketika pemerintahan kudeta Mesir telah melakukan hal yang sama pada Desember 2013. Terkejut Sebaliknya, dari pihak Ikhwanul Muslimin dalam pernyataan resminya sehari setelah putusan tersebut, menyatakan keterkejutannnya dengan keputusan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Mereka menganggap bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan sejarah hubungan antara mereka berdua. Dalam pandangan Ikhwan, mereka mempunyai hubungan bersahabat sejak era pendiri kerajaan, Raja Abdul Aziz al Saud, bahkan sampai saat ini. 2 / 5
Anggota Dewan Syura Ikhwanul Muslimin, Reda Fahmi menyatakan bahwa sebenarnya Ikhwanul Muslimin tidak memiliki afiliasi di Arab Saudi, kalaupun ada adalah para pendukungnya. Dia menduga keputusan ini ada kaitannya dengan dukungan finansial Kerajaan Arab Saudi kepada pemerintahan kudeta Mesir, dan ini merupakan bentuk intervensi urusan dalam negeri Mesir. Dan pandangan ini sangat relevan dengan adanya pujian dari juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir yang berkuasa saat ini, Badr Abdel Atti kepada pemerintahan Kerajaan Arab Saudi dengan melabeli Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris. Bahkan Badr berharap apa yang dilakukan Saudi diikuti oleh pemerintah negara Teluk lainnya. Ia menganggap apa yang dilakukan Arab Saudi mencerminkan koordinasi dan solidaritas antara kedua negara, Mesir dan Saudi. Selain dari Ikhwanul Muslimin, kecaman juga muncul dari ISIS dalam pesan audionya, mereka menganggap pelabelan tersebut bersumber dari kelompok lain dalam konflik di Suriah. Mereka berkhianat untuk kepentingan Arab Saudi. Hal ini juga diperkuat dengan indikasi ketika Arab Saudi, melalui Menteri Luar Negerinya, Saud al Faishal, dalam pertemuan tingkat Kementerian Luar Negeri Arab, secara terbuka menyatakan bahwa dalam konteks konflik Suriah akan memberikan dukungan terhadap pihak oposisi dengan syarat mereka menghabisi ISIS dan Jabhah Nushrah, sehingga dengan demikian dapat menjalani proses politik dan membentuk tentara nasional yang sah. Pengkhianatan Arab Saudi Apa yang dilakukan Kerajaan Arab Saudi terhadap kelompok perjuangan Islam dengan pelabelan teroris, dengan mengikuti irama dari tuan mereka Amerika Serikat dengan War on Terrorismnya mengingatkan terhadap pengkhianatan mereka pada Khilafah Islam Turki Utsmani. 3 / 5
Sebelum Perang Dunia I, bersama Inggris, pendahulu mereka melakukan pengkhianatan dengan melakukan pemberontakan terhadap Khilafah Islam. Hingga pada 23 September 1932, selepas Khilafah Turki Utsmani runtuh, Abdul Aziz bin Abdurrahman al Saud memproklamasikan berdirinya Kerajaan Arab Saudi atau Saudi Arabia (Al Mamlakah Al Arabiyah Al Suudiyah) dengan menyatukan wilayah Riyadh, yang menjadi pusat pemberontakan mereka dan menjadikannya sebagai ibukota dengan Najd, Ha a, Asir dan pesisir Hijaz tempat kota Mekah dan Madinah berada. Dan dia menjadi raja pertama pada kerajaan yang berada di bawah pengaruh Inggris tersebut. Runtuhnya dominasi Inggris pasca Perang Dunia II, dan munculnya Amerika Serikat sebagai adikuasa dunia tidak menjadikan Arab Saudi berpaling dari negara yang telah membidani lahirnya monarki absolut tersebut. Barulah ketika booming emas hitam, Amerika Serikat mulai mendapatkan jalan, sedikit demi sedikit untuk mendapatkan tempat di negara yang menjadi petro dolar tersebut. Bersama Iran, Arab Saudi menjadi Twin Pillar Policy-nya Amerika Serikat. Dan ketika terjadi Arab Spring di Timur Tengah. Amerika Serikat berusaha menjaga monarki Arab yang selalu setia melayaninya. Sehingga ketika revolusi di Suriah menunjukkan arah kepada revolusi Islam, Amerika Serikat bersama sekutunya tidak ingin melihat Khilafah Islam tegak kembali. Berbagai upaya mereka lakukan termasuk percakapan secara khusus Barrack Obama kepada sekutunya Abdullah bin Abdul Aziz. Amerika berbagi peran dengan Arab Saudi dalam mendudung oposisi perlawanan terhadap Bashar Assad. Hal yang sama juga terjadi dalam mencari solusi terhadap Mesir. Amerika Serikat dan Arab Saudi memiliki kepentingan yang sama dalam mendukung stabilitas di Mesir. bantuan terhadap pemerintahan kudeta Mesir dari Arab Saudi selaras dengan dukungan Amerika Serikat terhadap pemerintahan Sisi untuk menjaga demokratisasi di Mesir. Termasuk dalam hal ini adalah pelabelan teroris terhadap Ikhwanul Muslimin. Secara historis, bahwa dalam perjuangan panjang melawan Khilafah Islam, Inggris membantu Al Saud membangun institusi kerajaannya untuk mencabik-cabik institusi Khilafah, dan memberinya dua misi penting, yaitu:pertama menghancurkan Islam dari dalam; dan kedua membantu kaum kafir menjajah umat, negerinya dan kekayaannya. Budi Mulyana, dari berbagai sumber 4 / 5
5 / 5