BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong. Menurut Badan Pusat Statistik, produksi singkong nasional pada tahun 2010 adalah 24,08 juta ton/tahun dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yaitu 22,028 juta ton/tahun. Saat ini singkong mulai banyak digunakan sebagai pangan fungsional pengganti beras. Singkong merupakan salah satu umbi yang dimanfaatkan karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Pengolahan pangan berbasis singkong dapat berupa tape, gaplek, gethuk, keripik dan lain-lain. Untuk mempermudah penggunaan singkong dalam pengolahannya dilakukan pembuatan tepung singkong. Tepung singkong memiliki kandungan pati yang tinggi, dalam SNI 01-2997-1996 kandungan pati pada tepung singkong minimal 75%. Perbedaan tepung singkong dengan tepung terigu adalah kandungan proteinnya dimana tepung singkong 0,50% (Anonim, 1994) sedangkan pada tepung terigu 7-14%. Kandungan protein yang tinggi pada tepung terigu karena adanya protein gluten. Pada adonan roti, gluten berfungsi untuk menahan adonan pada saat mengembang sehingga strukturnya kokoh dan tidak mengecil. Hal ini yang tidak dimiliki tepung singkong, sehingga diperlukan perlakuan dalam proses pembuatan tepungnya agar dihasilkan tepung singkong yang memiliki kemampuan pengembangan saat diaplikasikan pada pembuatan roti. Roti yang 1
dibuat menggunakan tepung singkong dengan kemampuan mengembang yang baik dapat dikonsumsi bagi konsumen yang alergi terhadap gluten. Mocal (mocaf; modified cassava flour) dibuat dari singkong kupas, dipotong-potong dan difermentasi menggunakan bakteri asam laktat selama 3 hari, pengempaan untuk mengurangi kadar air, dan pengeringan dengan sinar matahari (Witono, 2008). Mocal sudah tidak memiliki rasa singkong, dimaksudkan untuk substitusi dalam pembuatan mi, biskuit dan cake. Kemampuan mengembang mocal mengalami peningkatan jika dibandingkan tepung singkong, tetapi masih belum maksimal. Pada modifikasi pati singkong di Brazil (polvilho azedo) menggunakan asam mampu menghasilkan struktur yang renggang (Camargo et al., 1988). Putri et al. (2011) melaporkan, pembuatan tepung singkong asam dengan fermentasi dan perendaman asam laktat yang dikombinasi dengan pemaparan sinar UV A mampu meningkatkan baking expansion dibandingkan dengan tepung singkong. Tepung singkong asam ini dibuat dengan melalui tahap pencucian, pengupasan, pencampuran dengan air (1:2) lalu disaring dan diberi variasi perlakuan. Dimana perlakuan perendaman dalam asam laktat memiliki baking expansion yang lebih baik dibandingkan dengan fermentasi. Peningkatan kemampuan baking expansion tidak hanya dengan cara pengasaman dan fermentasi, namun dapat juga dengan oksidasi tepung singkong. Bahan pengoksidasi tersebut dapat berupa sinar UV, ozon, hidrogen peroksida, KMnO 4 dan lain-lain. Menurut Demiate et al. (2000), pengembangan besar pada 2
tepung singkong asam tradisional dikarenakan adanya asam laktat dan pengeringan di bawah sinar matahari. Oksidasi pati mengakibatkan pembentukan gugus aldehid dan karboksilat. Dimana pada tepung singkong yang direndam dengan asam laktat < 1% menghasilkan baking expansion yang lebih kecil dibandingkan dengan perendaman asam laktat 1%. Sulfit dapat digunakan sebagai oksidator pada konsentrasi rendah. Berdasarkan penelitian Peterson et al. (1996), semakin meningkatnya konsentrasi sulfit hingga 0,1 g/100 ml pada pasta pati gandum dan kentang mampu menurunkan viskositasnya. Konsentrasi sulfit yang digunakan minimal 0,01 g/100 ml pasta pati. Hal tersebut menunjukkan bahwa sulfit mampu mendegradasi polisakarida, serta menurunkan berat molekul pati. Oksidasi dapat dilihat dari nilai viskositas pasta pati karena pati yang telah mengalami oksidasi mengalami degradasi dan meningkatnya kemampuan hidrasi. Pada penelitian tersebut hanya menganalisis nilai viskositas pasta pati saja, belum ada pengukuran nilai baking expansion-nya. Oksidasi pati singkong juga dapat menggunakan natrium metabisulfit (N 2 S 2 O 5 ), dimana perlakuan dengan menggunakan natrium metabisulfit 0,3% (b/v) dengan kombinasi penambahan kapur tohor (Ca(OH) 2 ) mampu meningkatkan pengembangan tepung singkong menjadi 7,06 ml/g dari 3,49 ml/g pada tepung singkong kontrol (Setiawan, 2010) Perlakuan pada pembuatan tepung singkong dengan berbagai kombinasi diharapkan mampu meningkatkan baking expansion secara signifikan, karena 3
apabila diberi perlakuan satu saja dimungkinkan baking expansion yang terjadi pada tepung singkong tersebut tidak maksimal. Menurut Neves et al (2010), perlakuan pengadukan dalam larutan asam laktat 3% (b/b) selama 30 menit dan penambahan natrium bisulfit (NaHSO 3 ) 0.2% (b/v) pada proses pembuatan tepung beras modifikasi mampu meningkatkan baking expansion-nya hingga 153%. Hal tersebut juga ditandai meningkatnya kandungan gugus karboksil dan menurunnya jumlah gugus karbonil. Untuk meningkatkan baking expansion tepung singkong perlu digunakan beberapa kombinasi perlakuan selama proses pembuatannya. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi tepung singkong dengan pengadukan dalam larutan asam laktat 3% (b/b) dan penggunaan oksidator natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,3%; 0,4% dan 0,5%(b/v) atau natrium bisulfit dengan konsentrasi 0,2%; 0,3% dan 0,4% (b/v). Konsentrasi natrium metabisulfit dan bisulfit yang diberikan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Neves et al. (2010) dan Setiawan (2010). Selain variasi konsentrasi natrium metabisulfit atau natrium bisulfit juga dilakukan variasi lama pengadukan parutan singkong dengan asam laktat 3% (b/b), yaitu 30, 45, 60, 75 dan 90 menit. Penggunaan konsentrasi asam laktat 3% (b/b) dan variasi lama pengadukan tersebut berdasarkan penelitian Neves et al. (2010), dimana lama pengadukan asam laktat 3% (b/b) selama 30 menit mampu memberikan peningkatan baking expansion pada tepung beras. Pada awal penelitian ini dilakukan pengadukan asam laktat 3% (b/b) selama 30 menit pada parutan singkong tetapi hasil baking expansion-nya belum maksimal sehingga perlu ditambah lama waktu pengadukan tertentu untuk mendapatkan 4
baking expansion yang besar. Penelitian baking expansion tepung singkong dengan pengadukan dalam larutan asam laktat dan penambahan natrium metabisulfit belum pernah ada sebelumnya. Diharapkan hasil tepung singkong dengan baking expansion yang tinggi mampu diproduksi skala pabrik dan dapat digunakan masyarakat luas sehingga penggunaan tepung gandum dapat menurun dan diikuti menurunnya impor gandum. 1.2. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh lama pengadukan asam laktat 3% (b/b) dan konsentrasi natrium metabisulfit atau natrium bisulfit pada parutan singkong terhadap baking expansion dan tingkat oksidasi tepung yang dihasilkan. Mendapatkan konsentrasi natrium metabisulfit (0,3%; 0,4% dan 0,5% (b/v)) atau natrium bisulfit (0,2%; 0,3% dan 0,4% (b/v)) optimum untuk proses oksidasi parutan singkong yang menghasilkan tepung dengan baking expansion yang besar. 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil tepung singkong dengan karakter yang baik serta memiliki baking expansion yang besar sehingga dapat digunakan masyarakat untuk dijadikan bahan baku berbagai produk yang membutuhkan pengembangan. Mendapat kondisi pengolahan maksimum proses oksidasi sehingga dapat diterapkan pada proses oksidasi skala besar. 5