BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

KEPMEN NO. 234 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

BAB II PEKERJA (WAITRESS), DAN KECELAKAAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN U M U M

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PERJANJIAN KERJA PEMBORONGAN. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

KEPMEN NO. 234 TH 2003

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

HAK DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA MELEBIHI BATAS WAKTU 1 Oleh: Vega O. Merpati 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat demikian pula halnya penggunaan teknologi di berbagai

BAB III TINJAUAN TENTANG KETENAGAKERJAAN. dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa ketenagakerjaan adalah segala

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

BAB III PELAKSANAAN UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERUSAHAAN DI KOTA MEDAN

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

2015, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Menimbang

IMAM MUCHTAROM C

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Transkripsi:

18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan 18

19 barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja dapat di bagi menjadi 3, yaitu: tenaga kerja yang terdidik, tenaga kerja yang terlatih, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal (contoh: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain). Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut (contoh: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain). Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja (contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya).

20 2.2 Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja 2.2.1 Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja. Pengertian perlindungan Hukum bagi Tenaga Kerja dapat di bagi dalam 2 (dua) aspek yaitu: a. Pengertian perlindungan hukumterhadap tenaga kerja menurut para ahli dan sarjana. Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik 1. Menurut H. Zainal Asikin Perlindungan tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam 2 : Perlindungan secara ekonomis, yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak bekerja diluar kehendaknya. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan 1 Abdul Khakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003, h. 60. 2 Zainal Asikin, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 76.

21 hak untuk berorganisasi. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan. Menurut Imam Soepomo bahwa pengertian perlindungan hukum bagi tenaga kerja adalah penjagaan agar pekerja dapat melakukan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan 3. Dimana perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan terhadap waktu kerja, perlindungan sistem pengupahan, istirahat, dan cuti. Perlindungan sistem pengupahan merupakan aspek perlindungan yang sangat berpengaruh dalam semangat kerja bagi para tenaga kerja, Bentuk perlindungan pengupahan merupakan tujuan dari pekerja/buruh dalam melakukan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya bersama dengan keluarganya, yaitu penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selama pekerja/buruh melakukan pekerjaannya, ia berhak atas pengupahan yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya. Selama itu memang majikan wajib membayar upah itu 4. Sjachran basah dalam buku karya S.F Marbun mengatakan bahwa perlindungan hukum merupakan suatu urgensi yang wajar tampil menduduki posisi terdepan, utamanya dalam merealisasikan pemerataan memperoleh keadilan. Difinisi dari perlindungan hokum itu sendiri yaitu segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan 3 Imam Soepomo, op cit, h.6. 4 Imam Soepomo, 1987, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djambatan, Jakarta.

22 dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang ada 5. Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hokum tersebut yakni, selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian, yaitu kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang di perintah) terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hokum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi) misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha 6. Perlindungan hukum bagi tenaga kerja sangat di perlukan mengingat kedudukannya yang lemah. Selanjutnya H. Zainal Asikin menyebutkan bahwa: perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benarbenar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara sosiologis dan filosofis 7. 5 Sjachran B., 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.26. 6 M. Hadjon., 2006, Kamus Hubungan Industrial dan Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, h.159. 7 Zaenal Azikin, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet. V PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 95.

23 b. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Di Tinjau Dari Segi Undang-Undangan. Di dalam pasal 1 dan 2 undang- undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di sebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang Undang No. 14 tahun 1999 tentang ketentuan pokok ketenagakerjaan yang memeberikan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 8 Dilihat dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak di terangkan secara jelas mengenai pengertian perlindungan hukum bagi pekerja, namun na,un dilihat dari tujuan Undang-Undang itu sendiri yang tercantum dalam pasal 4 huruf (c) dimana bahwa tujuan dari pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, maka perlindungan hokum bagi pekerja dapat diartikan sebagai suatu usaha pemenuhan kebutuhan dan keperluan pekerja baik bersifat jasmani maupun bersifat rohani, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan produktifitas dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. 8 Lalu Husni, 2002, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

24 Pada prinsipnya perlindungan hokum tidak membedakan dari segi ras, agama ataupun jenis kelamin system pemerintah Negara sebagaimana yang telah di cantumkan dalam penjelasan UUD 1945 diantaranya menyatakan prinsip Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hokum (rechstaat) dan pemerintah berdasar atas system konstitusi (hukum dasar) elemen pokok Negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan hukum terhadap fundamental rights (tiada Negara hokum tanpa pengakuan dan perlindungan terhadap fundamental rights ). Dalam hal ini Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang kayak bagi kemanusiaan. Terkait dengan perlindungan hukum tersebut maka tenaga kerja juga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Tujuan perlindungan hukum tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa di sertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tentunya akan timbul hambatan-hambatan serta apa saja yang berkaitan dengan perwujudan perlidungan hukum terhadap tenaga kerja. Dalam hal ini adanya banyak aspek yang akan menghambat perwujudan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, antara lain prosedur pelaksaan yang tidak sesuai dengan ketentuan serta hubungan pengusaha dan tenaga kerja dalam perwujudan pelaksanaan perlindungan hukum.

25 Mengingat kedudukan tenaga kerja yang lebih rendah dari pengusaha maka perlu adanya campur tangan dari pemerintah untuk memberikan perlindungan hukumnya. Indonesia merupakan Negara hokum berdasarkan pancasila haruslah memberikan perlindunga hokum terhadap warga negaranya sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4, oleh karena itu upaya hokum berdasarkan pancasila berarti pengakuan dan perlindungan akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk induvidu dan makhluk social dama wadah Negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama. 2.3 Dasar Hukum Pengaturan Perlindungan Tenaga Kerja yang Bekerja Melebihi Waktu Jam Kerja 1. Pasal 77 ayat (2) UU No. 13 Th. 2003, mengatur mengenai waktu kerja (normal) yang mana ada 2 pola waktu kerja (normal) yakni: a. 7 (tujuh) jam perhari dan 40 (empat puluh) jam per minggu, untuk pola waktu kerja 6:1, dalam arti: 6 (enam) hari kerja dan 1 (satu) hari istirahat mingguan; b. 8 (delapan) jam perhari dan 40 (empat puluh) jam per minggu, untuk pola waktu kerja 5:2, maksudnya: 5 (lima) hari kerja dan 2 (dua) hari istirahat mingguan.

26 2. Menurut Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 85 ayat (3) UU No. 13 Th. 2003, bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja normal (resminya disebut waktu kerja lembur, WKL), maka wajib membayar upah kerja lembur (UKL) sesuai perhitungan yang ditentukan dalam Pasal 11 jo Pasal 8 Kepmenakertrans No. Kep-102/Men/VI/2004. Dengan kata lain, bahwa apabila pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh melebihi 7 (tujuh) jam per hari untuk pola 6:1, atau melebihi 8 (delapan) jam per hari untuk pola 5:2 (WKL), maka wajib membayar UKL. 3. Termasuk dalam pengertian mempekerjakan melebihi waktu kerja (normal) sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf b Kepmenakertrans. No. Kep- 102/MEN/VI/2004 dan Pasal 85 ayat (3) UU No. 13 Th. 2003, adalah: a. Mempekerjakan pekerja/buruh pada hari istirahat mingguan (khususnya pada pola waktu kerja 5:2); dan/atau b. Mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat [1] UUK). 4. Syarat dan ketentuan waktu kerja lembur (WKL) sebagaimana tersebut di atas, secara umum adalah sebagai berikut : a. Dilakukan atas persetujuan (masing-masing) pekerja/buruh yang bersangkutan (vide Pasal 78 ayat [1] huruf a UU No. 13 Th. 2003); b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) jam per hari dan 14 jam per minggu, tidak termasuk (waktu) kerja lembur yang dilakukan pada hari istirahat mingguan atau pada hari libur resmi. Dengan perkataan lain, ketentuan waktu kerja lembur paling lama 3 (tiga) jam per-

27 hari dan 14 jam per minggu, masih dapat ditambah lembur (waktu kerja lembur) pada hari istirahat mingguan atau pada hari libur resmi sepanjang ada minimal- 1 (satu) hari untuk refreshing sebagai hari istirahat mingguan (vide Pasal 78 ayat [1] huruf b UU No. 13 Th. 2003 jo Pasal 3 ayat [2] Kepmenakertrans No. Kep-102/MEN/VI/2004). c. Sesuai Konvensi Nomor ILO 106 Tahun 1957 mengenai Istirahat Mingguan dalam Perdagangan dan Kantor-kantor (Weekly Rest in Commerce and Offices) yang diratifikasi dengan UU No. 3 Tahun 1961 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 106 mengenai Istirahat Mingguan dalam Perdagangan dan Kantor-kantor, pekerja/buruh di perusahaan perdagangan (komersial) dan kantor-kantor dimaksud, pada prinsipnya berhak atas istirahat mingguan selama 24 jam setiap 7 (tujuh) hari kerja dengan hak upah penuh, kecuali dalam keadaan force majeure, atau (adanya) pekerjaan yang sangat luar biasa mendesak dan guna menghindari kerugian akibat kerusakan barang. Dengan kata lain, walaupun ada hak cuti pada hari istirahat mingguan, namun pekerja/buruh dapat dipekerjakan (waktu kerja lembur) sepanjang dengan alasan adanya force majeure, atau ada pekerjaan (bertumpuk) sangat luar biasa, dan menghindari risiko kerusakan barang. 5. Menurut Pasal 77 ayat (3) dan Pasal 78 ayat (3) UU No.13 Th. 2003, bahwa ketentuan waktu kerja (normal) sebagaimana diuraikan pada butir 1 tersebut di atas, dan ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana disebutkan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas, tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

28 6. Berdasarkan Pasal 77 ayat (4) dan 78 ayat (4) UU No. 13 Th. 2003, bahwa ketentuan waktu kerja dan waktu kerja lembur serta upah kerja lembur (khusus) di sektor usaha atau pekerjaan tertentu, diatur (tersendiri dan masingmasing) dengan Keputusan Menteri (cq. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI) atau sekarang dibaca Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (vide Pasal 56 UU No. 10 Th. 2004 yang telah digantikan dengan Pasal 100 UU No. 12 Th. 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan). 7. Atas dasar amanat UU Ketenagakerjaan tersebut, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI yang mengatur mengenai waktu kerja dan waktu kerja lembur serta upah kerja lembur (khusus) di sektor usaha atau pekerjaan tertentu yang hingga kini baru ada 3 (tiga), yakni a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep- 234/Men/2003) tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Energi Dan Sumber Daya Mineral Pada Daerah Tertentu; b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per- 15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum Pada Daerah Operasi Tertentu; dan c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per- 11/Men/VII/2010 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Di Sektor Perikanan Pada Daerah Operasi Tertentu; 8. Dalam Peraturan Menteri tersebut di atas, masing-masing antara lain disebutkan, bahwa :

29 a. Perusahaan di bidang energi dan sumber daya mineral, termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu, dapat memilih dan menetapkan salah satu dan/atau beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan, dengan periode kerja tertentu (sesuai kebutuhan) dan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat per-periode, adalah dua berbanding satu (2:1) maksimum 14 (empat belas) hari kerja dan minimum 5 (lima) hari istirahat, off (vide Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 5 ayat (2) Kepmenakertrans. No. Kep-234/Men/2003); b. Perusahaan di bidang pertambangan umum, termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu, dapat menerapkan: 1) Waktu kerja dan istirahat (WKWI) sebagaimana diatur dalam Kepmenakertrans. No. Kep-234/Men/2003; dan/atau 2) Periode kerja minimal 10 (sepuluh) minggu berturut-turut bekerja, dengan 2 (dua) minggu berturut-turut istirahat, dan setiap 2 (dua) minggu dalam periode kerja diberikan 1 (satu) hari istirahat. (Pasal 2 Permenakertrans No. Per-15/Men/VII/2005) c. Perusahaan di sektor perikanan termasuk perusahaan jasa penunjang yang melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu, dapat memilih dan menetapkan salah satu dan/atau beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan sebagai berikut:

30 1) Periode kerja 3 (tiga) minggu berturut-turut, dengan ketentuan setelah pekerja bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari istirahat serta 4 (empat) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja; 2) Periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut bekerja, dengan ketentuan setelah pekerja bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari istirahat serta 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja. (Pasal 3 Permenakertrans No. Per-11/Men/VII/2010) Intinya, bahwa periode kerja yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri tersebut, semuanya melebihi waktu kerja normal atau semuanya terdapat penambahan waktu kerja lembur otomatis dengan upah kerja lembur yang menyatu (satu paket) dan dibayarkan secara tetap bersama upah masingmasing pekerja/buruh. 9. Dengan demikian, yang dimaksudkan Pasal 78 ayat (4) UU No. 13 Th. 2003 ( Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat [2] dan ayat [3] diatur dengan Keputusan Menteri ), adalah setiap ketentuan waktu kerja lembur dan upah kerja lembur yang diatur masing-masing dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI sudah merupakan satu kesatuan waktu antara waktu kerja dengan waktu kerja lembur di sektor tertentu, seperti pada 3 (tiga) Peraturan Menteri sebagaimana tersebut pada butir 7 di atas. Dengan perkataan lain, dalam setiap Peraturan Menteri dimaksud, masing-masing waktu kerja telah

31 dilebur dan disatukan dengan waktu kerja lembur (yang sering disebut dengan lembur otomatis), sehingga akumulasi upahnya juga sudah merupakan paket upah waktu kerja normal plus upah kerja lembur. 2.4 Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha Hubungan kerja setalh adanya perjanjian kerja, dan perjanjian kerja merupakan peristiwa hokum, sehingga konsekuensi suatu hubungan kerja menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban para pihak, yakni pihak pengusaha dan pihak pekerja. Hak merupakan suatu peranan yang boleh tidak boleh oleh subyek hukum, karenanya jika hak dilanggar, tidak berakibat sanksi apapun bagi pelakunya, sedangkan kewajiban adalah suatu peranan yang haus atau tidak harus dilakukan oleh subyek hukum, karenanya jika dilanggar berakibat sanksi bag setiap pelakunya. Pada dasarnya hubungan kerja merupakan hubungan yang mengatur/ memuat hak dan kewajiban anatara tenaga kerja dan pengusaha takaran hak dan kewajiban masing-masing harus seimbang. Dalam konteks hubungan kerja, kewajiban para pihak berlangsung secara timbal balik. Artinya kekewajiban penguaha merupakan hak tenaga kerja /buruh dan begitu juga sebliknya kewajiban tenaga kerja/buruh merupakan hak dari pengusaha, oleh karna itu jika terjadi pelanggaran kewajiban yang telah dia atur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja masing-masing dapat menuntut pihak lain. Keberadaan hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang secra teknis maupun

32 ekonomis selalu berada dalam posisi yang lemah. Oleh karna itu pasal 3 UU Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa ketenagakerjaan diselengarakan keterpauanmelalui kordinasifungsional lintas sektoralpusat dan daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multi dimensi dan terkait dengan berbagaipihak yan antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. 9 Menurut manulang, bahwa tujuan hukum ketenagakerjaan ialah: a. Untuk mencapai/melaksanakan keadilan social dalam bidang ketenagakerjaan. b. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha. Butir (a) lebih menunjukkan bahwa hokum ketenagakerjaan haurs menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi, untuk mencapai ketenagaan bekerja dan kelangsungan berusaha. Butir (b) dilatarbelakangi adanya pengalaman selama ini yang kerap kali terjadi kesewenang-wenangnan pengusaha terhadap pekerja. 10 Untuk itu hak-hak tenaga kerja harus di lindungi menurut UUD Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, hak-hak tenaga kerja yaitu: 1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 88 ayat (1) 9 Suwarto, 1995, Perlindungan Tenaga Kerja Wanita, Kebijaksanaan dan Implementasinya, CV. Armico, Bandung, h. 5. 10 Manulang H. Sendjum, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta, PT, Rineka Cipta, h. 56.

33 2) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Pasal 6 3) Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Pasal 11 4) Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Pasal 31 5) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pasal 81 6) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Pasal 82 7) Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Pasal 83 8) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja; b. Moral dan kesusilaan; dan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilainilai agama. (Pasal 86)

34 Setiap pekerja/ buruh wajib mematuhi perjanjian kerja bersama yang telah di sepakati melalui serikat pekerja. Terdapat dalam pasal 126 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Berikut di uraikan kewajiban pekerja / buruh dalam hubungan kerja menurut KUH Perdata dan UU Nomor 13 Tahun 2003 yaitu: 1. Pekerja wajib bertindak sebagai pekerja/buruh yang baik (Pasal 1602 d) 2. Melaksanakan tugas/pekerjaan sesuai dengan yang di perjanjikan dengan sebaik-baiknya (Pasal 1603 a) 3. Tiap pekerja wajib untuk menaatitata tertib perusahaan (Pasal 1603 a) 4. Menaati peraturan dalam melaksanakan pekerjaan (Pasal 1603 b) 5. Menaati peraturan tata tertib dan tata cara yang berlaku dirumah/tempat majikan bila pekerja tinggal disana (Pasal 1603 c) 6. Melaksanakan tugas dan kewajiban secara layak (1603 d ) 7. Membayar ganti rugi dan denda (1603w) 8. Kewajiban lain yang dimuat dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dengan syarat tidak melanggar 3 hal seperti di atur dalam (Pasal 1337 KUHP) 9. Tidak wajib bekerja pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 1) 10. Tiap pekerja wajib untuk mematuhi perjanjian kerja, (Pasal 54 UU Nomor 13 Tahun 2003). Disamping pekerja/buruh yang mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pihak pekerja/buruh, pengusaha juga mempunyai kewajiban yang harus di penuhi yaitu:

35 1. Membayar upah kepada buruh (Pasal 1602) 2. Mengatur pekerjaan dan tempat kerja (Pasal 1602) 3. Memberikan cuti/libur (Pasal 1602 v) 4. Mengurus perawatan/pengobatan buruh (Pasal 1602 x) 5. Kewajiban lain yang dimuat dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, drngan syarat tidak melanggar 3 hal seperti di atur dalam (Pasal 1337 KUHP) 6. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (Pasal 68) 7. Melaksanakan ketentuan waktu kerja (Pasal 77 ayat 1) 8. Membayar upah kerja lembur (Pasal 78 ayat 2)