BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan sebagai SDM di masa pembangunan nasional sekarang merupakan faktor yang penting bagi terselenggaranya pembangunan nasional di Negara Republik Indonesia. Bahkan faktor tenaga kerja merupakan sarana yang sangat dominan dalam kehidupan suatu bangsa. 1 Suatu negara yang baru memacu pembangunan bangsanya, seperti di Negara Indonesia, eksistensi tenaga kerja sebagai sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dari berbagai komponen pembangunan yang biasanya saling berhubungan sebagai komponen manunggal. Komponen-komponen tersebut adalah alam, tenaga kerja, dan modal. Menurut Ilmu Ekonomi, ketiga komponen tersebut merupakan hal terpenting dan tidak dapat dipisah-pisahkan, tetapi dalam kenyataan harus diakui bahwa komponen tenaga kerja sebagai sumber daya manusia merupakan hal yang menonjol. 2 Berbagai fakta telah membuktikan bahwa SDM merupakan faktor yang penting dari dua faktor lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan di beberapa 1 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, ctk. Kedua, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, ctk. Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, 1992, hlm. 4.

2 2 negara seperti Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan beberapa negara lainnya. Negara-negara tersebut tidak begitu didukung oleh sumber daya alamnya, namun karena pembangunannya didukung oleh faktor sumber daya manusia yang berkualitas tinggi maka negara-negara tersebut menjadi negara industri yang maju. Berbeda dengan negara kita Indonesia, yang merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, namun kondisi ketenagakerjaan sebagai sumber daya manusia dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional masih belum sepenuhnya menjadi pendukung utama. 3 Hubungan kerja merupakan suatu hubungan antara seorang pekerja dengan seorang pengusaha, oleh karenanya dalam suatu hubungan kerja terdapat dua pihak yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Kedua belah pihak tersebut adalah pekerja/buruh dan pemberi kerja/pengusaha. Hubungan kerja hendaknya menunjukan kedudukan kedua belah pihak tersebut, yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja terhadap pengusaha serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha terhadap pekerja. 4 Hubungan antara pekerja dan pengusaha jika tetap diserahkan sepenuhnya kepada para pihak (pekerja dan pengusaha) maka besar kemungkinan banyak hak pekerja yang dilanggar oleh pengusaha, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai pihak yang lemah (homo homoni lopus). Pengusaha sebagai pihak yang kuat secara sosial ekonomi akan selalu menekan pihak pekerja yang berada dalam 3 Ibid., hlm Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, ctk. Ketujuh, Djambatan, Jakarta, 1990, hlm. 1.

3 3 posisi lemah. Oleh karena itu, pemerintah secara berangsur-angsur turut serta dalam menangani masalah ketenagakerjaan ini. Jalan yang diambil pemerintah untuk menangani masalah tersebut adalah dengan diterbitkannya peraturan perundangundangan. Peraturan perundang-undangan dibidang perburuhan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja. Tujuan campur tangannya pemerintah dalam bidang perburuhan ini adalah untuk mewujudkan hubungan kerja yang adil, karena peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan memberikan perlindungan hak bagi pekerja sebagai manusia seutuhnya yang harus dilindungi keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak, dan sebagainya. Pemerintah juga memperhatikan kepentingan pengusaha yaitu kelangsungan usahanya. 5 Dalam hal Ketenagakerjaan ini, di Negara Indonesia dasar hukum yang menjadi rujukan adalah Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Tiaptiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, suatu hubungan kerja diawali dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam perjanjian kerja biasanya berisi hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban pengusaha, yaitu antara lain 5 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, ctk. Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 7.

4 4 jumlah upah yang diterima pekerja, jam kerja, jenis pekerjaan, dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan hubungan kerja tersebut tidak menutup kemungkinan ada hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan kerja yang terjadi karena adanya pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh pekerja ataupun pengusaha. Perselisihan tersebut apabila tidak ditemukan jalan keluarnya dapat mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). 6 Pengusaha seringkali melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, demi mendapatkan keuntungan yang berlebih. Pelanggaran yang seringkali dilakukan adalah memberi upah yang lebih rendah dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, serta jam kerja yang lebih panjang dari yang telah ditentukan tanpa membayar upah lembur. Menurut Tatuk Sutasmanto, Pengawas Dinas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kulon Progo, pelanggaran seperti tersebut diatas dapat dikenai sanksi pidana. Karena permberian upah terhadap pekerja diatur secara umum diatur dalam UU. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diatur lebih khusus dalam Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 191/KEP/2008 tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun Dalam Keputusan Gubernur tersebut ditetapkan bahwa Upah Minimum Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar Rp ,- (Tujuh 6 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, ctk. Pertama, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.27.

5 5 Ratus Ribu Rupiah) perbulan. Peraturan tersebut berlaku bagi semua bentuk usaha di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempekerjakan tenaga kerja. 7 Hal tersebut serupa dengan yang dialami oleh para pekerja di Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo. Menurut pemiliknya, Najib Ika Ridwanto, Toko Rejeki Elektronik memberikan upah setiap bulan bagi pekerjanya sebesar Rp ,- (Tiga ratus ribu rupiah) dengan jam kerja 12 jam sehari, 6 hari seminggu dan diberikan fasilitas berupa makan dan asrama. Pada bulan April 2008 mempunyai delapan orang pekerja. Selama kurun waktu bulan Mei 2008, sampai dengan bulan Desember 2008 telah terjadi enam kali pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemutusan hubungan kerja tersebut terjadi karena permintaan dari pihak pekerja. Pada bulan Januari 2009, Toko Rejeki Elektronik menerima dua orang pekerja, sehingga saat ini Toko Rejeki Elektronik mempunyai empat orang pekerja yang seluruhnya adalah wanita. 8 Menurut keterangan mantan pekerja yang pernah bekerja di Toko Rejeki Elektronik yang mengalami pemutusan hubungan kerja, latar belakang mereka memutuskan hubungan kerja dari atau dengan Toko Rejeki Elektronik adalah karena upah yang mereka terima dianggap kurang. Mereka pernah meminta kenaikan upah namun oleh pihak pengusaha tidak diberikan. Menurut pihak pengusaha hal ini dilatar-belakangi oleh kebiasaan yang ada di daerah tersebut, bahwa rata-rata upah 7 Hasil wawancara dengan Tatuk Sutasmanto, Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kulon Progo, di Komplek Perumahan Dayakan Pengasih Kulon Progo (5 Januari 2009) 8 Hasil wawancara dengan Najib Ika Ridwanto, pemilik Toko Rejeki Elektronik, di Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo. (20 Januari 2009)

6 6 yang diterima oleh pekerja toko selama satu bulan adalah sebesar Rp ,- (Tiga ratus ribu rupiah). Jalan PHK tersebut dianggap paling baik karena mereka merasa tidak mengetahui cara lain yang dapat diambil sebagai jalan keluar dari masalah ini. Pada saat PHK tersebut terjadi pihak pekerja tidak menerima pesangon berupa apapun dari pihak pengusaha, karena menurut pihak pengusaha, PHK ini terjadi karena inisiatif atau permintaan dari pihak pekerja itu sendiri. 9 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana pelaksanaan pemberian upah pekerja di Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo? 2. Bagaimana sikap pekerja terhadap upah yang diterima setiap bulan? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian upah pekerja di Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo; 2. Untuk mengetahui sikap pekerja terhadap upah yang diterima setiap bulan. 9 Hasil wawancara dengan Dwi Lestari, mantan pekerja Toko Rejeki Elektronik, di Toko Karunia Baru Wates Kulon Progo. (27 Januari 2009)

7 7 D. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ketenagakerjaan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja Batasan pengertian Hukum Ketenagakerjaan atau yang dulu disebut Hukum Perburuhan atau arbeidsrecht masih beragam sesuai dengan sudut pandang masingmasing ahli hukum, akibatnya pengertian yang dibuat berbeda-beda antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Menurut Iman Soepomo Hukum Perburuhan (Hukum Ketenagakerjaan) adalah himpunan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. 10 Menurut Syahrani Hukum Ketenagakerjaan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan yaitu hubungan antara pekerja dengan pengusaha, dan hubungan antara pekerja dan pengusaha dengan pemerintah (penguasa). Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat diketahui Hukum Ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. merupakan serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis; 2. mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha dengan pemerintah; 10 Sendjun H. Manulang, op. cit., hlm. 2.

8 8 3. adanya orang yang bekerja pada orang lain dengan mendapat upah sebagai imbalannya; 4. mengatur perlindungan hukum terhadap pekerja. 11 Dalam suatu hubungan kerja terdapat dua pihak yang saling berkepentingan, dua pihak tersebut adalah pekerja dan pengusaha. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, istilah tenaga kerja mengandung pengertian yang bersifat umum, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja tersebut belum jelas menunjukkan status hubungan kerja. Secara khusus pengertian pekerja disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan pengertian pengusaha adalah sebagai berikut: 1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 11 Abdul Khakim, op.cit., hlm.5.

9 9 3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan huruf (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Hubungan antara pekerja dengan pengusaha biasanya disebut dengan istilah hubungan kerja. Iman Soepomo memberikan pengertian hubungan kerja sebagai suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan di mana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak, mereka terikat dalam suatu perjanjian di satu pihak pekerja bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan pekerja dengan memberi upah. 12 Hubungan kerja menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja. Pada dasarnya hubungan kerja merupakan hubungan yang mengatur hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja. Hak dan kewajiban tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian kerja. Takaran hak dan kewajiban masing-masing pihak harus seimbang, oleh karenanya hakikat hak pekerja merupakan kewajiban pengusaha dan sebaliknya, hak pengusaha merupakan kewajiban pekerja Ibid., hlm Ibid., hlm. 26.

10 10 Selain pengertian tersebut, Iman Soepomo juga menerangkan arti dari perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah. 14 Perjanjian kerja menurut Pasal 1 ayat (14) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja, yang mempunyai unsur kerja, upah, dan perintah. Berdasarkan pengertian perjanjian kerja di atas dapat ditarik beberapa unsur perjanjian kerja, yaitu 15 : 1. Adanya unsur work atau pekerjaan Dalam suatu perjanjian harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja dan hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. 2. Adanya unsur atau pay upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja) bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang bekarja adalah untuk mamperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja, misalnya seoranng mahasiswa perhotelan yang sedang melaksanakan praktik lapangan di hotel. 14 Iman Soepomo, Op. cit., hlm Djumadi, Op. cit., hlm. 27.

11 11 3. Adanya unsur perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. 4. Adanya unsur waktu Dalam melakukan hubungan kerja harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaannya pekerja tidak boleh bekerja dalam waktu sekehendak hatinya sendiri, tetapi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan serta dalam pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kebiasaan, dan ketertiban umum. Perjanjian kerja merupakan salah satu bentuk perlindungan dan kepastian hukum terutama bagi tenaga kerja, karena dengan adanya perjanjian kerja diharapkan para pengusaha tidak memperlakukan para pekerja dengan sewenang-wenang, memutuskan hubungan kerja secara sepihak tanpa memperhatikan kebutuhan para pekerja serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 16. Motifasi utama seorang pekerja bekerja adalah mendapatkan nafkah/upah, dan upah merupakan hak pekerja yang mendasar, sehingga tidak jarang pengupahan menimbulkan perselisihan. Yang dimaksud dengan upah adalah: 16 Djumadi, op. cit., hlm. 5.

12 12 1. Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan; 2. Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya. 17 Pekerja adalah manusia biasa yang memerlukan waktu istirahat. Oleh karenanya, pekerja harus dibatasi waktu kerjanya dan diberi hak untuk istirahat untuk menjaga kesehatan pisiknya. Undang-undang di bidang ketenagakerjaan memberikan batasan mengenai hal ini, misalnya untuk pekerja yang bekerja enam hari dalam satu minggu tidak boleh melakukan pekerjaan lebih dari 7 (tujuh) jam sehari dan atau empat puluh jam seminggu. Jikalau pekerjaan dilakukan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari enam jam sehari atau tiga puluh lima jam seminggu. Setelah buruh menjalankan 17 Abdul Khakim, Op. cit., hlm. 75. PP No.8 Tahun 1981 sudah tidak berlaku dan diganti dengan UU No.13 Tahun 2003 Pasal 1 Angka 30.

13 13 pekerjaan selama empat jam sehari terus menerus, harus diadakan waktu istirahat yang sekurang-kurangnya setengah jam lamanya, waktu istirahat itu tidak termasuk jam kerja dan dalam seminggu diadakan sedikitnya sehari istirahat. 18 Waktu kerja menurut Pasal 77 ayat (2) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, meliputi tujuh jam dalam satu hari dan empat puluh jam dalam satu minggu untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau delapan jam dalam satu hari dan empat puluh jam dalam satu minggu untuk lima hari kerja dalam satu minggu. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan wajib membayar upah kerja lembur. Selain itu pengusaha juga wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam Hukum Ketenagakerjaan. Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan-tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Menurut Iman Soepomo perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk apabila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya; 2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi; 18 Lalu Husni, op. cit., hlm. 80.

14 14 3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Ketiga perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja. Jika pengusaha melakukan pelanggaran maka harus dikenakan sanksi. 19 E. METODE PENELITIAN 1. Obyek Penelitian Pelaksanaan pemberian upah bagi pekerja di toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo. 2. Subyek Penelitian a. Pemilik Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo; b. Pekerja dan mantan pekerja Toko Rejeki Elektronik Wates Kulon Progo. c. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kulon Progo. 3. Sumber Data a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh dari lapangan menyangkut masalah yang diteliti. b. Data Sekunder 19 Abdul Khakim, op. cit., hlm. 62.

15 15 Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen, literatur-literatur, peraturan-peraturan, perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara secara langsung dengan subyek penelitian. b. Studi Pustaka, dengan mencari data dari buku-buku, dokumendokumen, literatur-literatur, dan peraturan yang terkait. 5. Metode Pendekatan Metode Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis formal, yaitu menganalisis suatu permasalahan dari sudut pandang atau menurut ketentuan hukum yang berlaku. 6. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu data disajikan dengan menggambarkan situasi kejadian secara apa adanya, kemudian dianalisis secara kualitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian; b. Hasil klasifikasi data selanjutnya diurutkan dan dikelompokan; c. Data yang diurutkan dan dikelompokkan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Untuk memenuhi semua kebutuhannya, manusia dituntut untuk memiliki pekerjaan, baik pekerjaan yang dibuat sendiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi buruh/pekerja yang terpenting adalah upah riil (banyaknya barang

BAB I PENDAHULUAN. Bagi buruh/pekerja yang terpenting adalah upah riil (banyaknya barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai suatu unsur penunjang untuk keberhasilan pembangunan nasional (Sendjung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama. 72 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam meningkatkan upah di PT. Vidya Rejeki Tama yang ditempatkan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta adalah melakukan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pemberian Upah Lembur terhadap Pekerja yang Bekerja di Hari Libur di PT. Matahari Putra Prima Tbk (Hypermart) Bandung Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian Kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dasri perjanjian yang dimana masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, yang keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU JAM KERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas buruh, dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buruh mempunyai peranan yang penting dalam rangka pembangunan nasional tidak hanya dari segi pembangunan ekonomi namun juga dalam hal mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, adalah: 1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan. Pembangunan di Indonesia tidak dapat maksimal jika tidak diiringi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA MELEBIHI BATAS WAKTU 1 Oleh: Vega O. Merpati 2

HAK DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA MELEBIHI BATAS WAKTU 1 Oleh: Vega O. Merpati 2 HAK DAN KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA MELEBIHI BATAS WAKTU 1 Oleh: Vega O. Merpati 2 A B S T R A K Pemerintah dan perusahaan mempunyai suatu sistem yakni simbiosis mutualisme, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk

BAB I PENDAHULUAN pada alinea keempat yang berbunyi Kemudian dari pada itu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang sedang mengalami fase Berkembang menuju Negara maju yang sesuai dengan tujuan Negara Indonesia yaitu kesejahteraan, adil, dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya tidak akan dapat menghasilkan produk tanpa adanya pekerja. Pekerja tidak dapat diabaikan eksistensinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam pembangunan ekonomi yang sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi yang berhasil

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat dalam berbagai sektor. Salah satu sektor pendukung pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 terdapat dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu hakikat manusia adalah menggerakkan hidup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat terjadi apabila manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat dari belum terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat dari belum terwujudnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan penetapan upah minimum dalam kerangka perlindungan upah dewasa ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat dari belum terwujudnya suatu keseragaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN Oleh I Dewa Ayu Trisna Anggita Pratiwi I Ketut Keneng Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

NIKODEMUS MARINGAN / D

NIKODEMUS MARINGAN / D TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) SECARA SEPIHAK OLEH PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN NIKODEMUS MARINGAN / D101 09 161 ABSTRAK Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya menuntut setiap orang untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu pelaksanaan pekerjaan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Outsourcing 1. Pengertian Outsourcing Outsourcing dalam bidang ketenagakerjaan, diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus berupaya memperoleh penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap anggota masyarakat harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya seharihari. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA. A. Perlindungan Hukum Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA. A. Perlindungan Hukum Pidana BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM DAN HUKUM SISTEM KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA A. Perlindungan Hukum Pidana Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat (3) yang berisi :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia mempunyai cita-cita untuk mensejahterakan rakyatnya, hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu Negara menjamin warga negaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 23 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Manusia selalu dituntut untuk mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/VII/2010 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT DI SEKTOR PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan atau pemahaman antara dua pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah hukum apabila pertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu mejadi hal yang sulit baik bagi pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali menimbulkan ketidakpuasan

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGAKERJAAN

HUKUM KETENAGAKERJAAN HUKUM KETENAGAKERJAAN Oleh Suripno Pengantar Istilah : 1. Buruh 2. Pekerja 3. Karyawan 4. Pegawai Pengertian hukum ketenagakerjaan Secara yuridis Pengertian buruh: 1. Buruh: setiap orang yg bekerja pd

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA

BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA 2.1. Hakekat Diperlukannya Kerja Lembur Berbicara mengenai kerja lembur maka kita berbicara tentang suatu keadaan dan atau kegiatan bekerja

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN

PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN Disusun Oleh : Arina Idzna Mardlillah (135030200111022) Silvia Indra Mustika (135030201111158) Nur Intan Maslicha (135030207111008)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT PADA KEGIATAN USAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan Malam Hari 1. Pengertian Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Yogyakarta terdapat beberapa penyimpangan yang telah dilakukan owner

BAB III PENUTUP. Yogyakarta terdapat beberapa penyimpangan yang telah dilakukan owner BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah saya lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Perlindungan waktu istirahat dan upah Shopkeepers di Origin Merch, Sleman,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh : Zsa Zsa Kumalasari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

Bab III PENUTUP A. Kesimpulan

Bab III PENUTUP A. Kesimpulan Bab III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pemberian upah dan jaminan sosial pekerja outsourcing dalam menjalankan usaha

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci