PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI LAHAN DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Mempertahankan Tanah Agraris

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

No. Penutupan / Penggunaaan Lahan Luas (ha)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BAGI KEPALA DAERAH DAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PENGELOLA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB IV DUKUNGAN POLITIK DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN TAHUN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR Ungaran, Februari 2017

Konversi Lahan Sawah Berbasis Perubahan Penutup Lahan Citra Multiwaktu di Kota Langsa Iswahyudi 1, Abdurrachman 2 1

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KABUPATEN TEMANGGUNG

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN LAHAN SAWAH DAN POTENSINYA UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

Tugas Akhir PW Dosen Pembimbing : Ir. Heru Purwadio, MSP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. masa yang akan datang. Selain sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PROGRAM LINTAS SEKTOR (1): PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN POKOK BERKELANJUTAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BUPATI MADIUN PROPINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 1 TAHUN

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati, ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas pertanian lokal harus dimanfaatkan dan dikembangkan guna meningkatkan dan mempertahankan ketahanan pangan lokal, daerah dan nasional. Penyeragaman kebijakan, rekomendasi dan praktek pertanian konvensional yang diberlakukan untuk semua kondisi lokal tidak tepat untuk mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat, termasuk peningkatan ketahanan pangan. Teknologi pertanian yang diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan kondisi lokal dalam menopang penerapan suatu teknologi. Berbagai teknologi dan kearifan lokal yang dikembangkan dan diterapkan masyarakat lokal termasuk dalam meningkatkan produksi dan kualitas pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki kualitasnya. Bila setiap masyarakat lokal dapat meningkatkan ketahanan pangannya sesuai dengan kondisinya masing-masing, secara agregatif ketahanan pangan nasional yang lebih mantap dan berjangka panjang akan tercapai. Disamping permasalahan belum optimalnya pemanfaatan teknologi dan kearifan lokal dalam meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, ada permasalahan lain yang lebih berat yaitu alih fungsi lahan pertanian pangan. Alih fungsi lahan pertanian pangan terutama lahan sawah ke penggunaan lain menjadi fenomena hampir di semua wilayah di Indonesia. Dampak yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan tersebut sangat besar. Bagi sektor pertanian pangan, lahan merupakan faktor produksi pertama dan tak tergantikan. Berbeda dengan penurunan produksi yang disebabkan oleh serangan hama penyakit, kekeringan, banjir dan lainnya lebih bersifat sementara, penurunan produksi yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki (Departemen Pertanian, 2006a). Kabupaten Pasaman Barat dibentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No.38 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, dimana sebelum pemekaran wilayah administrasinya disebut Pembantu Kabupaten Pasaman Wilayah Barat. Daerah ini sebelum tahun 1990 merupakan kawasan sentra produksi pangan terutama beras dan kedelai di Propinsi Sumatera Barat. Akan tetapi

2 sejak tahun 1990 permasalahan utama yang dihadapi oleh kabupaten ini adalah alih fungsi lahan pertanian pangan ke penggunaan lain yang sangat pesat, terutama alih fungsi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit (Bappeda Kabupaten Pasaman Barat, 2011). Kabupaten Pasaman Barat memiliki potensi sumberdaya alam yang relatif kaya dan subur. Terbentang dari utara ke selatan sangat cocok untuk pertanian dalam arti luas seperti perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, dan kelautan. Bukan sesuatu yang kebetulan, jika menjelang Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda merintis pembukaan onderneming perkebunan kelapa sawit di kaki Gunung Pasaman, yang juga dikenal dengan nama Ophir, wilayah yang kini menjadi Kab. Pasaman Barat (Bappeda Kab. Pasaman Barat, 2010) Berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia dimana lahan pertanian beralih fungsi ke non pertanian, Kab. Pasaman Barat mengalami perubahan alih fungsi lahan dari pertanian tanaman pangan khususnya lahan sawah yang sangat subur ke lahan perkebunan sawit. Pada kurun waktu antara tahun 1990-2010 terjadi alih fungsi sawah produktif dan subur menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit, bahkan jika terus dibiarkan lambat laun lahan sawah akan habis dengan sendirinya (Sawit Watch, 2010) Pencatatan penurunan luas areal persawahan ke pertanaman kelapa sawit baru dimulai pada tahun 2005-2010. Pada periode tersebut terjadi penurunan luas areal persawahan secara kumulatif sebesar 2.287 ha atau 450-500 ha/tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan Kab. Pasaman Barat, 2010). Salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan dan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan yang (1) menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup, (2) mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara tidak terkendali, dan (3) menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia (Departemen Pertanian, 2006). Pengesahan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian

3 untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Dalam Undang-undang PLPPB diatur bahwa penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan pedesaan di wilayah kabupaten. Implementasi UU Nomor 41 Tahun 2009 berupa peraturan terkait seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri ataupun peraturan daerah saat ini masih dalam proses penyusunan. Peraturan yang baru saja disahkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan ini antara lain berisi mengenai kriteria dan persyaratan serta tata cara penetapan ketiga komponen PLP2B tersebut yaitu Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional menjadi acuan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi dan kabupaten/kota sementara Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi menjadi acuan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota. Adanya perencanaan dan penetapan ketiga komponen PLP2B dalam suatu wilayah akan mempermudah pemerintah dalam pembuatan rencana, kebijakan, dan program. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten. Penetapan LP2B dan LCP2B merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota. Penetapan ketiga komponen PLP2B tersebut merupakan dasar peraturan zonasi. Di tingkat provinsi, KP2B merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi. Pada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, jangka waktu masa berlaku rencana tata ruang wilayah (RTRW) telah disesuaikan dengan jangka waktu rencana pembangunan yaitu 20 tahun dengan peninjauan kembali setiap 5 tahun. Dengan terintegrasinya perlindungan lahan pertanian pangan

4 berkelanjutan dalam dokumen rencana tata ruang wilayah tersebut diharapkan rencana pembangunan bersinergi dan tidak akan bertolak belakang. KP2B secara hierarki terdiri atas Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional (KP2BN), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi (KP2BP), dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota (KP2BK). KP2BN meliputi KP2B lintas provinsi, sementara KP2BP meliputi KP2B lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sedangkan KP2BK meliputi KP2B dalam 1 kabupaten/kota. Ruang lingkup Berdasarkan latar belakang masalah dan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang PLP2B terdapat beberapa pengertian yang dapat dijadikan referensi sebagai konsepsi dari pelaksanaan penelitian ini, antara lain : 1. LP2B adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. LCP2B adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang. 2. Penetapan KP2B ditetapkan didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang kawasan pedesaan di wilayah kabupaten, sedangkan penetapan LP2B dan LCP2B ditetapkan dalam Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RRTRWK). 3. Penelitian ini dilakukan pada lahan aktual milik petani dan lahan-lahan potensial yang memungkinkan untuk dibudidayakan. 4. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan satuan hamparan lahan sawah yang dilindungi dalam rangka menyusun arahan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kab. Pasaman Barat Prop. Sumatera Barat. Rumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar adalah : 1. Terjadinya konversi lahan sawah ke perkebunan kelapa sawit. 2. Melihat fenomena yang terjadi saat ini ekspansi perkebunan kelapa sawit maka dikhawatirkan ditahun-tahun mendatang lahan sawah semakin berkurang sehingga lambat laun akan habis dengan sendirinya.

5 3. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan dan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan produktif perlu didukung oleh suatu peraturan perundang-undangan. 4. Pengesahan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan. 5. Perlunya menganalisis dan mengidentikasi potensi lahan sawah untuk diusulkan bagi arahan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi luas penggunaan lahan saat ini, luas lahan aktual dan potensial dan mengevaluasi kesesuaian lahan sawah aktual dan potensial untuk lahan sawah. 2. Mengidentifikasi luas lahan sawah aktual untuk LP2B yang mempunyai jaringan infrastruktur pendukung pertanian berupa jaringan jalan sawah dan jaringan irigasi. 3. Menganalisis proyeksi kebutuhan lahan sawah. 4. Menganalisis pendapat masyarakat tentang faktor yang mempengaruhi perencanaan dan penetapan LP2B dan LCP2B. 5. Mengelompokkan lahan untuk arahan kategori lahan pada LP2B dan LCP2B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai bahan untuk usulan perencanaan LP2B dan LCP2B, yang ditetapkan didalam Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RRTRWK) Pasaman Barat. 2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat untuk menyusun program perencanaan pembangunan pertanian pangan berkelanjutan di daerahnya.

6 Kerangka Pemikiran Lahan persawahan yang luas sangat penting untuk memperoleh hasil produksi beras yang maksimal sehingga tercipta ketahanan pangan. Namun seiring dengan alih fungsi lahan sawah ke pertanaman kelapa sawit yang terjadi di Kab. Pasaman Barat, maka luas lahan persawahan semakin menurun. Penurunan luas lahan persawahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, akan menyebabkan suatu saat daerah Pasaman Barat mengalami defisit lahan untuk produksi beras. Apabila hal tersebut terus berlangsung maka dikhawatirkan juga akan mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Pasaman Barat. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pasaman Barat bagi lahan sawahnya adalah melindungi dan menjaga lahan sawahnya dari konversi ke pertanaman kelapa sawit dan degradasi lahan. Kebijakan perlindungan atau proteksi ini tidak akan bisa meniadakan terjadinya konversi, tetapi diharapkan dapat menghambat laju alih fungsi lahan. Saat ini telah disahkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan penyusunan peraturan pemerintah dari pusat sampai ke daerah yang mengatur lahan pertanian pangan termasuk aturan mengenai pengalihfungsian lahannya. Penelitian ini diharapkan mampu mengelompokkan lahan yang diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat. Berikut ini adalah kerangka pikir penelitian tertera pada Gambar 1. Konversi Lahan Sawah ke Perkebunan Sawit Berkurangnya luasan lahan sawah Ancaman terhadap ketahanan pangan Kab. Pasaman Barat Perlunya perlindungan terhadap lahan sawah Implementasi Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 dan 4 Peraturan Pemerintah RI Turunannya Memberikan Perlindungan terhadap lahan sawah dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi sehingga dapat terlaksananya program pembangunan pertanian pangan Berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian