II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk lengkap dengan 27-34 sisik penyusunannya. Jari jari keras sirip punggung bergerigi halus kira- kira 30 buah, jari jari lemah sirip dubur sebanyak 3-5 buah dan dikelilingi batang ekor sebanyak 16 buah (Saanin, 1984). Ikan brek memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan ikan tawes. Ciri khas ikan brek adalah mata berwarna merah, warna kecoklatan pada bagian sirip punggung dan warna kemerahan pada semua sirip kecuali pada sirip dada. Menurut Saanin (1984), ikan brek diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Classis : Osteichthyes Subclassis : Teleostei Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Familia : Cyprinidae Genus : Puntius Species : Puntius Orphoides C.V Gambar 2.1 Ikan brek Puntius Orphoides B. Faktor fisik dan kimia perairan di Waduk Panglima Besar Soedirman Kualitas air merupakan salah satu parameter yang harus diketahui sebelum melakukan domestikasi pada jenis organisme tersebut. Kulitas air memegang peranan penting sebagai media tempat hidup ikan meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang diamati antara lain suhu, kecerahan, kedalaman dan kecepatan arus. 5
Faktor kimia yang diamati antara lain ph, oksigen terlarut dan karbondioksida bebas. Setiap organisme mempunyai toleran kondisi lingkungan yang maksimum, optimum, dan minimum untuk kehidupannya. Suhu secara langsung mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan, keberhasilan proses reproduksi serta pertumbuhan. Suhu secara tidak langsung menentukan daya kompetisi dari suatu jenis ikan, resistensi ikan terhadap penyakit, predator dan parasit yang ada disekitarnya (Krebs, 1985). Menurut Wetzel dan Likens (1979), kecerahan air adalah ukuran untuk mengetahui daya penetrasi cahaya matahari ke dalam air, mempunyai nilai berbanding terbalik dengan nilai kekruhan. Kekeruhan merupakan derajat kegelapan dalam air yang disebabkan oleh bahan yang melayang didalamnya seperti lumpur, partikel karbon, bahan partikel organik halus plankton dan organism lainnya. Nilai kecerahan perairan Waduk P.B Soedirman secara umum berada dalam batas yang baik. NTAC (1968) menyatakan bahwa kecerahan 30-50 cm masih relatif baik untuk kehidupan fitoplankton, sehingga aktivitas Keramba Jaring Apung. Kedalaman perairan merupakan variabel yang berkaitan langsung dengan volume badan perairan dan dinyatakan dengan satuan meter (Odum, 1971). Kedalaman air berpengaruh terhadap kehidupan ikan terutama dalam hal pemijahan. Menurut Sumantadinata (1981) ikan yang hidup di perairan alami umumnya memijah pada musim hujan karena terjadi peningkatan volume air. Perubahan kondisi perairan yang dapat merangsang ikan untuk memijah. Kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekasaran, kedalaman dan kelebaran perairan yang dinyatakan dengan satuan meter per detik (Odum, 1971). Menurut Effendi (2003). di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies) misal danau dan waduk, umumnya lebih rendah daripada kecepatan arus di laut atau sungai. Kecepatan arus diperairan danau atau waduk dipengaruhi oleh angin dan kecepatan arus di perairan lentic sangat bervariasi. Nilai ph mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia, pada suasana alkalis (ph tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik, dimana amonia yang tidak terionisasi lebih mudah diserap tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph sekitar 7 8,5. Keterkaitan antara ph dan konduktivitas perairan dengan penempelan telur ikan (Effendi 2003). Oksigen terlarut merupakan unsur sensitif dalam proses kimia suatu ekosistem perairan. Oksigen terlarut akan meningkat kandungan pda siang hari pada lapisan permukaan 6
akibat adanya prose fotosintesis tubuhan air. Oksigen terlarut merupakan faktor utama untuk prose metabolisme hewan akuatik. nilai oksigen terlarut diperairan dianjurkan lebih besar dari 4 mg /L (NTAC, 1968). Karbondioksida (CO2) bebas merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Selain berperan sebagai faktor pembatas, CO2 juga merupakan bahan utama dalam aktivitas fotosintesis. CO2 yang dalam perairan alami merupakan hasil proses difusi dari atmosfer, air hujan, dekomposisi bahan organik dan hasil respirasi organisme akuatik. Kadar CO2 bebas yang tinggi pada perairan menujukan respirasi yang cepat pada organisme perairan. Perairan biasanya mengandung karbondioksida bebas kurang dari 10 mg/l, kadar yang dapat membahayakan makhluk hidup lebih dari 25 mg/l (Odum, 1971). C. Kelimpahan ikan brek Penyebaran ikan P. orphoides tergantung musim, diawali pada saat musim hujan, umumnya ditemukan di perairan sungai dalam untuk semua ukuran panjang ikan tetapi khususnya di sungai kecil, kanal dan dataran banjir. Anakan ikan (burayak) ikan mata merah banyak ditemukan sepanjang tahun di perairan mengalir pada sekitar bulan Juli dan Agustus, sementara stadium dewasa banyak di dataran banjir pada bulan Desember atau Januari. Ikan mata merah tidak merugikan jenis ikan lain dan anggota vertebrata akuatik lainnya karena bukan kompetitor kuat dan bukan predator.. P. orphoides banyak ditangkap dari lapangan dan diperdagangkan sebagai ikan hias di Thailand (Petr, 2008). D. Hubungan Panjang Berat Pola pertumuhan ada dua macam, yaitu : pola pertumbuhan isometrik dan pola pertumbuhan alometrik. Petumbuhan isometrik adalah pertumbuhan terus menerus secara proposional dalam tubuh ikan. Pertumbuhan allometrik adalah perubahan yang tidak seimbang dan bersifat sementara, misalnya yang berhubungan dengan kematangan gonad ikan ( Effendie, 1997). Hasil Studi hubungan panjang dan berat ikan mempunyai nilai praktis yang memungkinkan merubah nilai panjang ke dalam harga berat ikan atau sebaliknya. Berat ikan dapat dinyatakan sebagai fungsi panjangnya, dimana hubungan panjang dan berat mengikuti hukum kubik, yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya dengan anggapan bentuk serta berat jenis ikan tetap selama hidupnya. Hasil penelitian ikan brek yang diperoleh selama penelitian dengan kisaran panjang total 95-294 mm, dan bobot 12,0-276,4 gram (Suryaningsih et al, 2012). 7
E. Rasio Kelamin Rasio kelamin menggambarkan keseimbangan jenis kelamin antara jantan dan betina yang ada di suatu perairan. Rasio antara jantan dan betina yang ideal ialah 1:1 yang berarti 50% jantan dan 50% betina. Penyimpangan dari rasio tersebut disebabkan karena perbandingan tingkah laku antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Rasio kelamin dapat dipakai untuk menduga keberhasilan pemijahan, yaitu dengan melihat keseimbangan jumlah jantan dan betina di suatu perairan (Effendie 1997). Hasil penelitian karakter reproduksi berupa perbandingan jenis kelamin pada ikan brek adalah 1: 1,079 (Suryaningsih, 2012). F. Indeks Kematangan Gonad Proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme untuk perkembangan gonad. Berat gonad akan mencapai maksimal sesaat ikan akan memijah, kemudian akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai (Effendie, 1997). Perubahan yang terjadi dalam gonad tersebut secara kuantitatif dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan Indeks Kematangan Gonad (IKG). Indeks ini dinamakan juga Maturity Index atau Gonado Somatic Index yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonadnya dikalikan 100%. Nilai Indeks dapat diketahui dengan perkembangan gonad, indeks ini akan semakin bertambah besar dan nilai akan mencapai maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie, 1997). G. Fekunditas dan Diameter Telur Fekunditas ikan adalah jumlah telur pada akhir tingkat kematangan yang terdapat dalam ovarium sebelum pemijahan. Fekunditas menunjukkan kemampuan induk ikan untuk menghasilkan anak dalam satu kali pemijahan (Effendie, 1997). Jumlah telur yang dikandung oleh satu individu ikan disebut fekunditas mutlak. Sedangkan fekunditas relative adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan. (Nikolsky, 1963). Hubungan antar fekunditas dengan ukuran panjang, berat, umur dan cara penjagaan (parental care) serta ukuran butir telur. Nilai berat tubuh, panjang tubuh ikan dan dan umurnya semakin besar, maka fekunditasnya semakin tinggi. Ikan mempunyai kebiasaan tidak menjaga sam sekali telurnya setelah memijah,maka fekunditasnya sangat tinggi. Hubungan ukuran butir telur dengan fekunditas, terdapat kecendrungan semakin kecil ukuran butir telur maka fekunditasnya semakin 8
tinggi. (Sumantadinata, 1981). Hasil penelitian pada ikan brek betina, gonad mulai berkembang pada panjang total 118 mm, dan ikan jantan 109 mm. Analisis fase perkembangan, diduga musim pemijahan ikan brek berlangsung lama tetapi puncak reproduksi terjadi pada bulan September-Oktober. Fekunditas ikan brek berkisar 7.379-39.794 butir (Suryaningsih et al., 2012). 9