BAB II TINJAUAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang didirikan oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Situasi perekonomian global dan perdagangan bebas saat ini membuat

BAB II LANDASAN TEORI. Publik (2.12 a). Dalam hal ini piutang adalah termasuk aset yang dimaksud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tunggal Tbk bertujuan untuk mengetahui pengaruh perputaran piutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan adalah lapoaran keuangan. Laporan keuangan berisikan data-data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonomi menjadi sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan. rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang financial akan sangat

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. serta kondisi keuangan perusahaan. Melalui laporan keuangan perusahaan dapat

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Return on Assets (ROA) a. Pengertian Return on Assets (ROA)

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penggolongan dan peringkasan daripada peristiwa dan kejadian-kejadian yang setidaktidaknya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORITIS. Ketatnya persaingan dalam bidang perekonomian dan bidang bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. defenisi dari modal kerja, kas, piutang dan persediaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk membelanjai operasi perusahaan dari hari ke hari, misalnya untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Tujuan dan Metode Analisis Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI. satunya Prof. Dr. Ridwan S. Sundjaja, Drs., M.S.B.A., & Dra. Inge Berlian, Ak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Piutang Pengertian Piutang Herry (2009:266)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hutang dagang merupakan salah satu variabel bebas yang akan dibahas dalam

BAB II LANDASAN TEORI. luas sebagai hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang dan jasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk semua hak atau klaim atas uang, barang dan jasa. Bila kegiatan

ANALISIS MEKANISME & PROSEDUR PEMINJAMAN PIUTANG BISNIS REGULER PADA KANTOR WILAYAH USAHA POS III SUMBAGSEL PT. POS INDONESIA (PERSERO)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Kerja. dan biaya-biaya lainnya, setiap perusahaan perlu menyediakan modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Keuangan 2.2. Laporan Keuangan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Klassifikasi Piutang. mempertahankan langganan-langganan yang sudah ada dan untuk menarik

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. suatu perusahaan dalam periode tertentu. Salah satu cara dalam penilaian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. operasional, manajemen sumber daya manusia dan manajemen keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain. Terdapat beberapa pengertian atau definisi dari piutang berdasarkan

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. Laporan keuangan peruahaan merupakan sumber informasi bagi pihakpihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum istilah piutang timbul karena adanya kebijakan penjualan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis Kredit. Analisa Laporan Keuangan Kelas CA. Nadia Damayanti Ranita Ramadhani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk membiayai aktivitas perusahaan sehari-hari misalnya untuk membeli bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya sehingga dapat digunakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis moneter yang telah melumpuhkan perekonomian di Indonesia sehingga

CASH and RECEIVABLES

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tampak dari bertambahnya jumlah perusahaan-perusahaan baik pemerintah dan

BAB II BAHAN RUJUKAN

PENGANGGARAN PIUTANG

BAB II LANDASAN TEORI

bentuk pertangungjawaban manajemen atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan selama suatu periode tertentu kepada pihak-pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Santi Kumalasari (2008) yang berjudul Analisi Modal Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan kemajuan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen perusahaan yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan dengan hasil yang beragam. Hayati (2011), arus kas secara simultan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam membayar hutang-hutangnya yang telah jatuh tempo. Dalam

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek di PT. Dirgantara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Bidang keuangan menjadi bidang yang sangat penting bagi perusahaan.

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Ghara Reksa (Persero) cabang Bandung, yaitu bagian keuangan. kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

BAB II KERANGKA TEORI. 2.1 Piutang (Accounts Receivable) kredit atas barang-barang yang dihasilkan oleh perusahaan.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Martono dan Harjito (2014:51) analisis laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawir (2004) kas merupakan asset yang paling likuid atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

Analisis Piutang Pada PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Dan Jaringan Bandung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sampai seberapakah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modal kerja di KPRI Kota Semarang. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh laba dari setiap kegiatannya sekaligus meningkatkan kualitas dan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. uang, atau kombinasinya. Sedangkan Siegel dan Shim (2000) Penjualan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Ade Heryana ANALISA LAPORAN KEUANGAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Didalam penelitian ini, adapun teori teori yang mendukung atas judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sementara itu, pengertian laporan keuangan menurut Munawir (2010:5)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Umumnya Laporan Keuangan terdiri dari 4 laporan penting, yaitu: neraca,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kas diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN No. 9 PENYAJIAN AKTIVA LANCAR DAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perputaran Piutang Usaha 2.1.1 Pengertian Piutang Piutang merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang dapat berubah menjadi kas (uang tunai). Piutang timbul dari kegiatan kredit perusahaan seperti penjualan barang dan jasa secara kredit, pemberian pinjaman pada karyawan, atau penjualan aktiva tetap yang tidak lagi digunakan oleh perusahaan. Kegiatan pemberian kredit tersebut mengakibatkan tenggang waktu sejak penyerahan barang atau jasa sampai saat diterimanya uang tunai. Dengan tenggang waktu tersebut, perusahaan mempunyai tagihan terhadap pihak yang menerima kredit dalam bentuk piutang. Menurut Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479), piutang didefinisikan sebagai Klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas). Selain itu, DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW (2002: 386) piutang adalah Klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan hak perusahaan, sebagai pemberi kredit, untuk menerima uang dari penerima kredit (pelanggan atau pihak lainnya) akibat kegiatan di masa lalu. Penilaian piutang adalah kompleks. Bagi perusahaan, piutang diharapkan dapat tertagih dalam waktu yang pendek. Untuk itu, DE Kieso, Jerry JW, dan 15

Terry DW (2002: 386) menjelaskan bahwa Piutang jangka pendek dinilai dan dilaporkan pada nilai realisasi bersih (net realizable value) - jumlah bersih yang diperkirakan akan diterima dalam bentuk kas. Dengan demikian, diperlukan suatu estimasi piutang tak tertagih atau cadangan piutang tak tertagih. 2.1.2 Klasifikasi Piutang Piutang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, hal ini sebagaimana dijelaskan oleh DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW (2002: 386), Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar (jangka pendek) atau piutang tidak lancar (jangka panjang). Piutang lancar (current receivables) diharapkan akan tertagih dalam satu tahun atau selama satu siklus operasi berjalan, mana yang lebih panjang. Semua piutang lain diklasifikasikan sebagai piutang tidak lancar (non-current receivables). Piutang selanjutnya diklasifikasikan dalam neraca baik sebagai piutang dagang atau piutang nondagang. Dijelaskan bahwa piutang dagang (trade receivables) merupakan jumlah yang terutang oleh pelanggan atas barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Piutang dagang dapat disubklasifikasikan menjadi wesel tagih (notes recevables) dan piutang usaha (account receivables). Pengklasifikasian ini dibedakan dari keberadaan dan ketidakberadaan janji pembeli untuk melunasi secara tertulis. Wesel tagih dapat berasal dari penjualan, pembiayaan, atau transaksi lainnya yang dapat bersifat jangka pendek atau pun jangka panjang. Sedangkan piutang nondagang berasal dari berbagai transaksi (selain kegiatan usaha perusahaan) dan dapat berupa janji tertulis untuk membayar atau mengirim sesuatu. Contohnya: (DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW, 2002: 386) 16

(1) Uang muka kepada karyawan dan staf, (2) Uang muka kepada anak perusahaan, (3) Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian dan kerusakan, (4) Deposito sebagai jaminan penyediaan jasa atau pembayaran, (5) Piutang dividen dan bunga, (6) Klaim terhadap: (a) perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungjawabkan, (b) Terdakwa dalam suatu perkara hukum, (c) Badan-badan pemerintah untuk pengembalian pajak, (d) Perusahaan pengangkutan untuk barang yang rusak atau hilang, (e) Kreditor untuk barang yang dikembalikan, rusak, atau hilang, (f) Pelanggan untuk barang-barang yang dapat dikembalikan (krat, kontainer, dan sebagainya). Pengklasifikasian lainnya dinyatakan oleh S Munawir (2004: 16), bahwa Piutang dibagi menjadi dua yaitu piutang dagang dan piutang lain-lain. Sedangkan menurut Earl KS, James DS, dan KF Skousen (2004: 479): Ketika mengklasifikasikan piutang, perbedaan dibuat antara piutang hasil perdagangan dan yang bukan dari perdagangan. Piutang dagang (trade receivables), umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal bisnis, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang dagang dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Akan tetapi banyak kasus, piutang dagang adalah piutang terbuka tanpa jaminan, dan sering disebut sebagi piutang usaha (account receivable). Piutang usaha mewakili pemberian kredit jangka pendek ke pelanggan. Pembayaran umumnya jatuh dalam 30 hingga 90 hari. ( ) Piutang nondagang (nontrade receivebles) meliputi semua jenis piutang lainnya. Disimpulkan bahwa piutang terdiri dari piutang dagang dan piutang nondagang, serta piutang lancar dan piutang tidak lancar. Piutang usaha merupakan subklasifikasi piutang dagang yang tidak memiliki janji secara tertulis dan formal atas transaksi. Perusahaan sering menyebut piutang usaha merupakan piutang dagang, karena umumnya penjualan secara kredit dilakukan dengan tidak menggunakan perjanjian tertulis dan diharapkan dapat tertagih dalam waktu yang singkat. Sedangkan piutang nondagang (lainnya) merupakan piutang selain penjualan (perdagangan) barang atau jasa. 17

2.1.3 Pengertian Piutang Usaha Pengertian piutang usaha berdasarkan para ahli diantaranya, menurut DE Kieso, Jerry JW, Terry DW (2002: 386) menyatakan bahwa, Piutang usaha (account receivables) adalah janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha biasanya dapat ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari dan merupakan akun terbuka (open accounts) yang berasal dari perluasan kredit jangka pendek. Menurut S. Munawir (2004: 14-15), Piutang usaha merupakan tagihan kepada pihak lain (pelanggan maupun kreditor) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit. Piutang usaha termasuk dalam kelompok aktiva lancar yang merupakan kekayaan perusahaan yang diharapkan dapat ditukar atau dicairkan dengan segera menjadi uang tunai dalam kurun waktu yang singkat yaitu paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang normal. Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang usaha adalah tagihan untuk pembeli akibat kegiatan usaha perusahaan, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit, yang diharapkan dapat terlunasi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau satu siklus normal perusahaan (dengan ketentuan ideal 30 hingga 60 hari). Oleh karena itu, piutang usaha termasuk aktiva lancar yang diharapkan, dengan segera, dapat berubah menjadi kas (uang tunai). 18

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Piutang Usaha Menurut Agnes Sawir (2005: 198), faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah piutang usaha ditentukan oleh: 1. Volume penjualan kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan makin besar pula investasi dalam piutang. Makin besar piutang berarti memperbesar risiko. 2. Rata-rata waktu antara penjualan dan penagihan atau rata-rata jangka waktu penagihan. Makin panjang jangka waktu rata-rata penagihan, makin banyak investasi pada piutang. Sedangkan Mamduh M. Hanafi (2004: 556) mengelompokkan faktorfaktor tersebut kedalam dua bagian, yaitu: (1) Faktor Eksternal, faktor yang timbul dari luar perusahaan seperti faktor kompetisi perusahaan, permintaan terhadap produk atau karakteristik perusahaan; (2) Faktor Internal, faktor yang timbul dari dalam perusahaan seperti kebijakan-kebijakan akan pengendalian perusahaan (kebijakan piutang, kredit, promosi dan iklan, dan sebagainya). Pengendalian Piutang Usaha Adanya piutang usaha dapat menimbulkan masalah-masalah seperti pada saat piutang usaha cenderung meningkat, periode pengumpulan piutang semakin meningkat dan investasi dalam piutang meningkat. Hal tersebut dapat mengakibatkan kenaikan biaya piutang dan akan menurunkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan sumber daya (kas). (Mamduh. M Hanafi, 2004: 563). Untuk mencegah hal tersebut, perusahaan perlu melakukan pengendalian piutang. Menurut Mamduh M Hanafi (2004: 563-565), ada beberapa cara untuk mengawasi piutang, diantaranya: 19

1. Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang (Days Sales Outstanding/ DSO) Adalah periode dari penjualan kredit terjadi sampai penjualan tersebut dibayarkan. 2. Skedul Umur (Aging Schedule) Skedul umur memecah lebih lanjut informasi piutang dagang berdasarkan umur masing-masing rekening piutang dagang. 3. Pendekatan Pola Pembayaran (Payment Pattern Approach) Dua cara di atas (periode pengumpulan piutang dan skedul umur) mempunyai kelemahan yaitu tidak memperhitungkan penjualan musiman. Rata-rata periode pengumpulan piutang menunjukkan seberapa lama piutang usaha terbayar. Perhitungan ini berasal dari perhitungan perputaran piutang usaha yang menunjukkan berapa kali rata-rata piutang usaha dapat ditagih dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau satu siklus normal perusahaan. Pengertian Perputaran Piutang Usaha Berikut ini beberapa pengertian perputaran piutang usaha menurut para sumber, menurut Abdul Halim dan Mamduh M Hanafi (2005: 216), perputaran piutang usaha, sebagai salah satu perputaran aktiva, menunjukkan berapa kali dalam satu tahun aktiva (piutang usaha) tersebut berputar. Menurut S. Munawir (2004: 75), Perputaran piutang usaha adalah membagi total penjualan kredit dengan piutang usaha rata-rata. Sedangkan menurut John J. Wild, Subramaryam, dan Robert F. Halsey (2004: 197), Rasio perputaran piutang menunjukkan rata-rata berapa sering, secara rata-rata, piutang berubah yaitu diterima dan ditagih sepanjang tahun. Dari penjelasan tersebut, perputaran piutang usaha (Turn Over Receivable) dapat dihitung dengan rumus: Penjualan Kredit Bersih Perputaran Piutang Usaha = Rata rata Piutang Usaha 20

1. Penjualan Penjualan merupakan komponen dalam Laporan Laba Rugi yang berhubungan dengan operasi utama perusahaan. Berikut ini terdapat beberapa pengertian penjualan, diantaranya: menurut DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW (2002: 157) penjualan dapat disebut pula sebagai pendapatan, dengan penjelasan Subbagian ini menyajikan penjualan, diskon, retur penjualan, harga, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan tujuan untuk memperoleh jumlah bersih pendapatan penjualan. BN Marbun (2003: 94) menjelaskan, pendapatan penjualan (sales revenue) merupakan Hasil total yang diterima atau yang akan diterima oleh perusahaan dari penjualan barang atau jasa dalam periode tertentu. Sales revenue diakui oleh perusahaan pada saat penjualan. Dengan demikian, penjualan dapat disebut juga sebagai pendapatan penjualan (sales revenue). Sedangkan pengertian pendapatan dalam DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW (2002: 153) juga disebutkan sebagai: Arus masuk aktiva atau peningkatan lainnya dalam aktiva entitas atau pelunasan kewajibannya (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode, yang ditimbulkan oleh pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa, atau aktivitas lainnya yang merupakan bagian dari operasi utama atau operasi sentral perusahaan. Dengan demikian, pendapatan penjualan (sales revenue) dan pendapatan (revenue) sehubungan dengan penjualan sebagai kegiatan usaha perusahaan dapat digunakan sebagai pembilang dalam perhitungan perputaran piutang usaha. 21

2. Rata-rata piutang usaha Jika memungkinkan dapat dihitung secara bulanan, atau tahunan yaitu dengan menjumlahkan saldo awal tahun dan akhir tahun dibagi dua. (S. Munawir, 2004: 75) Rata rata Piutang Usaha = Piutang Usaha awal tahun + Piutang Usaha akhir tahun 2 S. Munawir (2004: 75) mengatakan bahwa makin tinggi rasio perputaran piutang usaha menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang usaha adalah rendah, sebaliknya jika rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang. Artinya dengan rasio perputaran yang besar, perusahaan akan dengan cepat mengalami perubahan piutang menjadi kas sehingga investasi dalam piutang, khususnya sebagai sumber dana yang digunakan untuk operasi seharihari, menjadi kecil. Hal ini dijelaskan pula dalam Agnes Sawir (2005: 198, 129), Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004: 166), dan S Munawir (2004: 14-15), bahwa sebagai salah satu komponen modal kerja, piutang usaha akan mengalami perputaran, yaitu seberapa sering piutang usaha mengalami perubahan piutang usaha menjadi kas (uang tunai). Perhitungan perputaran piutang usaha ini, biasanya akan digunakan untuk mengetahui rata-rata periode pengumpulan piutang (Days Sales Outstanding/ DSO) atau periode penagihan piutang. Perhitungan ini dapat dibandingkan dengan 22

syarat pelunasan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya yang akan digunakan sebagai informasi dalam analisa atau pengendalian piutang usaha. Menurut John J Wild, KR Subramaryam, Robert F Halsey (2004: 198), Periode penagihan piutang (receivable collection period) mengukur jumlah hari yang dibutuhkan, rata-rata, untuk menagih piutang dan wesel tagih. Sedangkan menurut Agnes Sawir (2005: 16), rata-rata periode pengumpulan piutang usaha menggambarkan rata-rata jangka waktu lamanya perusahaan harus menunggu pembayaran setelah melakukan penjualan. Perhitungannya adalah membagi jumlah hari dalam setahun (360 hari atau 365 hari, sesuai kebijakan perusahaan) dengan perputaran piutang usaha. (Farah M, 2007: 84; John J Wild, KR Subramaryam, Robert F Halsey, 2004: 198). Periode Penagihan = 360 atau 365 Perputaran Piutang Aturan yang berlaku umum dalam penagihan piutang usaha adalah 60 hari, atau sama dengan 6 kali perputaran piutang pada jangka waktu satu periode operasi perusahaan. (S. Munawir, 2004: 76). 2.2 Likuiditas 2.2.1 Pengertian Likuiditas Menurut John JW, KR Subramaryam, dan Robert F (2004: 185-186), Likuiditas (liquidity) mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas merupakan kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun, meskipun jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi normal suatu perusahaan (periode waktu yang mencangkup siklus pembelian-produksipenjualan-penagihan). 23

Sedangkan menurut S. Munawir (2004: 31-32), Likuditas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. ( ). Kewajiban keuangan suatu perusahaan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua: 1. Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan (kreditur), dan 2. Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan proses produksi (intern perusahaan). Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek, yang berhubungan dengan pihak ekstern atau intern perusahaan. Pentingnya Likuiditas S. Munawir (2004: 71-72) juga menjelaskan bahwa likuiditas yang baik pada perusahaan dapat menjadikan perusahaan berada pada posisi keuangan yang kuat, yaitu keadaan dimana perusahaan mampu: 1. Memenuhi kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya, yaitu pada waktu ditagih (kewajiban keuangan terhadap pihak ekstern), 2. Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang normal (kewajiban keuangan terhadap pihak intern), 3. Membayar bunga dan deviden yang dibutuhkan, 4. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan. Selain itu, menurut John J Wild, KR Subramaryam, dan Robert F Halsey (2004: 185-186) kurangnya likuiditas menyebabkan kurangnya kesempatan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari diskon, pembatasan kesempatan dan tindakan manajemen, serta mencerminkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar. Masalah tersebut pada akhirnya akan 24

berpengaruh pada tindakan pengurangan penjualan investasi, pengurangan aktiva secara terpaksa, bahkan mengarah pada kebankrutan. Penyebab likuiditas yang kurang adalah minimnya sumber daya perusahaan untuk mendapatkan kas seperti rendahnya keuntungan dan kemampuan mengkonversi aktiva lancar. Selain itu, ada pula akibat yang dapat dirasakan pihak luar perusahaan: 1. Pemegang saham, kurangnya likuiditas dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian pemilik atau kerugian investasi modal. 2. Kreditor, kurangnya likuiditas dapat menyebabkan penundaan pembayaran bunga dan pokok pinjaman atau meningkatnya kemungkinan tidak membayar sama sekali. 3. Pelanggan dan pemasok produk dan jasa, kurangnya likuiditas dapat menyebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kontrak dan merusak hubungan dengan pelanggan. Melihat pada dampak maupun keuntungan yang dapat terjadi pada kondisi likuiditas, perusahaan perlu lebih memperhatikan likuiditas demi kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Rasio Likuiditas Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek (likuiditas) terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat analisa atau masukan kebijakan perusahaan. Rasio-rasio tersebut diantaranya: (Agnes Sawir, 2005: 8-10) 1. Rasio lancar (current ratio), 2. Rasio cepat (quick ratio atau acid test ratio), 3. Rasio kas (cash ratio) 25

Rasio Lancar (Current Ratio) Terdapat beberapa pengertian tentang rasio lancar dari beberapa sumber. Diantaranya, menurut DE Kieso, Jerry JW, dan Terry DW (2002: 248), Rasio lancar (current ratio) memiliki tujuan atau penggunaan dalam mengukur kemampuan membayar hutang jangka pendek. Menurut S. Munawir (2004: 72), Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio ( ). Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya utang jangka pendek. ( ). Rasio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang tersebut. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, rasio lancar merupakan rasio umum yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek karena menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditor jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo kewajiban. Rasio lancar memiliki rumus: (Agnes Sawir, 2005: 8) Aktiva Lancar Kewajiban Lancar Dalam John J Wild, KR Subramaryam, dan Robert F Halsey (2004: 189-190), aktiva lancar merupakan aktiva yang diharapkan dapat dicairkan dan ditukar menjadi uang tunai (likuid) dalam periode yang pendek. Komponen aktiva lancar tersebut diantaranya: kas dan setara kas, sekuritas/ surat-surat berharga, piutang usaha, persediaan, beban dibayar di muka. Komponen lainnya dalam rasio lancar adalah kewajiban lancar. Kewajiban lancar ditentukan oleh penjualan, dan 26

kemampuan perusahaan untuk memenuhinya saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar. Rasio lancar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan masalah likuiditas karena perusahaan tidak berkemampuan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Sebaliknya bila rasio lancar tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur. Menurut Agnes Sawir (2005: 8-9), rasio yang ideal ditentukan oleh rule of thumb (ketentuan umum) dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti jenis industri dan kebiasaan kredit. Rasio ideal yang berlaku sebagai aturan umum untuk rasio lancar (current ratio) adalah 2:1. (John JW, KR Subramaryam, RF Halsey, 2004: 193) Menurut John J Wild, KR Subramaryam, dan Robert F Halsey, (2004: 188-191) rasio lancar banyak digunakan untuk mengukur likuiditas karena mudah dipahami, mudah dihitung, dan datanya tersedia. Selain itu, rasio lancar juga digunakan sebagai ukuran likuiditas karena mencangkup kemampuannya untuk mengukur: Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Semakin tinggi perkalian kewajiban lancar terhadap aktiva lancar, semakin besar keyakinan bahwa kewajiban lancar akan dibayar. Penyangga kerugian. Semakin besar penyangga, semakin kecil resikonya. Rasio lancar menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia untuk menutup penurunan nilai aktiva nonkas pada saat aktiva tersebut dilepas atau dilikuidasi. Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan terhadap ketidakpastian dan kejutan atas arus kas perusahaan. Ketidakpastian dan kejutan, seperti adanya pemogokkan dan kerugian luar biasa dapat membahayakan arus kas secara sementara dan tidak terduga. 27

2.3 Hubungan Perputaran Piutang Usaha dengan Likuiditas Perusahaan sering kali melakukan transaksi penjualan secara kredit. Perusahaan menjual barang atau jasa dengan cara memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk membeli terlebih dahulu barang atau jasa yang kemudian dilunasi. Dengan adanya kebijakan tersebut, perusahaan harus memberikan tagihan kepada pelanggan atau biasa disebut sebagai piutang usaha. Piutang usaha yang ada pada perusahaan, diharapkan akan dilunasi dan berubah menjadi uang tunai (kas) yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan termasuk pemenuhan kewajiban lancar. Oleh karena itu, piutang usaha termasuk dalam modal kerja yang merupakan komponen aktiva lancar yang dapat dikonversi menjadi uang tunai (kas) dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan. (Agnes Sawir, 2005: 129-131). Untuk mengetahui seberapa sering piutang usaha berubah (konversi) menjadi uang tunai (kas), dilakukan perhitungan perputaran piutang usaha yaitu dengan membagi penjualan kredit bersih terhadap rata-rata piutang usaha. (John JW, Subramaryam, dan RF. Halsey, 2004: 197) Jika perputaran piutang usaha rendah, perusahaan mengalami penumpukan investasi pada piutang usaha. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan dalam melakukan penagihan piutang usaha sehingga banyak piutang usaha yang tak tertagih. Sedangkan jika perputaran piutang usaha tinggi, dengan rasio ideal yang belaku umum sebanyak 6 kali, perusahaan akan dapat memenuhi kebutuhan operasionalnya termasuk kewajiban lancar karena 28

perusahaan mendapatkan sumber daya (piutang usaha) yang cepat berubah menjadi kas (uang tunai). Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar disebut likuiditas. Likuiditas merupakan salah satu analisis laporan keuangan yang pentinga bagi perusahaan, karena menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. Dalam John JW, KR Sumbramaryam, dan Robert FH (2004: 197) dijelaskan bahwa Likuiditas mengacu pada kecepatan konversi piutang menjadi kas. Tingkat perputaran piutang adalah ukuran kecepatannya. Semakin besar perputaran piutang usaha, semakin cepat pula piutang usaha berubah menjadi kas (uang tunai). Dengan uang tunai yang tersedia, perusahaan akan mampu memenuhi kewajiban lancarnya yang telah jatuh tempo. Begitu pula sebaliknya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perputaran piutang usaha memiliki hubungan dengan likuiditas. Likuiditas dipengaruhi oleh kecepatan konversi piutang menjadi kas yang diukur dengan perputaran piutang usaha. Semakin besar perputaran piutang usaha, semakin besar pula likuiditasnya. Sebaliknya, semakin kecil perputaran piutang usaha, semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Dengan demikian, hubungan antara perputaran piutang usaha dengan likuiditas adalah positif. 29