BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK PENGERINGAN GABAH PADA ALAT PENGERING KABINET (TRAY DRYER) MENGGUNAKAN SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR

Penurunan Kadar Air Biji - Bijian Dengan Rotary Dryer Reduce water content of beans with rotary dryer

PENGARUH LAMA WAKTU PERENDAMAN DAN SUHU KONDISI OPERASI PADA GABAH DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY DRYER FIREBRICK

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

PENGERINGAN GABAH DENGAN PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang penting karena banyak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

LAPORAN TUGAS AKHIR PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN KACANG TANAH. (Implementation Of DCS System and Appliance Rotary Dryer for

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG HIJAU PADA ROTARY DRYER

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

UJI KINERJA ROTARY DRYER YANG DILENGKAPI DCS UNTUK PENGERINGAN BIJI KACANG HIJAU

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

DAFTAR NOTASI. : konstanta laju pengeringan menurun (1/detik)

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEMPERATUR UDARA PENGERING DAN MASSA BIJI JAGUNG PADA ALAT PENGERING TERFLUIDISASI

BAB I PENDAHULUAN. pengeringan hingga kadar airnya menurun dan tahan terhadap. mikroba dan jamur, sehingga bisa disimpan dalam waktu cukup

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 PERHITUNGAN JUMLAH UAP AIR YANG DI KELUARKAN

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

Model Pengeringan Lapisan Tipis Cengkeh (Syzygium aromaticum) 1) ISHAK (G ) 2) JUNAEDI MUHIDONG dan I.S. TULLIZA 3) ABSTRAK

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Campuran udara uap air

BAB III METODE PENELITIAN

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN GABAH PADA ROTARY DRYER

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

PENGELOMPOKAN DAN PEMILIHAN MESIN PENGERING

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN

LAPORAN TUGAS AKHIR PENURUNAN KADAR AIR BAHAN MATERIAL DENGAN ROTARY DRYER SISTEM COUNTER CURRENT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

PENENTUAN LAJU PENGERINGAN KACANG KEDELAI PADA ROTARY DRYER

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

PENGERINGAN CABAI MENGGUNAKAN ALAT ROTARY DRYER

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT Ketel Suling

PENURUNAN KADAR AIR REMPAH - REMPAH DENGAN ROTARY DRYER SISTEM COUNTER CURRENT

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

PENERAPAN DCS PADA ROTARY DRYER UNTUK PENGERINGAN PETAI CINA

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PENENTUAN BERAT MOLEKUL MELALUI METODE PENURUNAN TITIK BEKU (CRYOSCOPIC)

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

BAB V RANCANGAN PENELITIAN

MENENTUKAN JUMLAH KALOR YANG DIPERLUKAN PADA PROSES PENGERINGAN KACANG TANAH. Oleh S. Wahyu Nugroho Universitas Soerjo Ngawi ABSTRAK

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat Mekanik (Kuat Tekan) Beras Gambar 2. Kerapatan enam varietas beras

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS INDEKS KONSUMSI GAS DAN EFISIENSI GAS MESIN SPRAY DRYER PADA PROSES PENGOLAHAN BAHAN BAKU KERAMIK

Cara uji berat isi beton ringan struktural

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN DAN PENGUJIAN

Umum Pengering.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

Pemanfaatan Panas Limbah Sekam Padi pada Proses Pengeringan Gabah. Muhammad Sami *) ABSTRAK

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JENIS-JENIS PENGERINGAN

Pengeringan (drying)/ Dehidrasi (dehydration)

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN KACANG TANAH (ARACHIS HYPOGAEA,L) MENGGUNAKAN SOLAR DRYER 1

LAMPIRAN. 2. Tabel penentuan konsentrasi dan kadar pada beda variable pelarut

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Transkripsi:

22 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengamatan Praktikum pengeringan jagung dengan menggunakan rotary dryer dilakukan mengunakan variabel suhu dan waktu perendaman. Variabel suhu operasi yang berbeda, yaitu suhu 55 C, 6 C, 65 C, 7 C, 75 C untuk berat bahan 2 gram, dan waktu perendaman 24 jam, 27 jam, 3 jam, 33 jam dan 36 jam. 6.1.1 Hasil Pengamatan Jagung Pengamatan bahan baku dilakukan untuk mengetahui berat akhir, waktu pengeringan, kadar H 2O teruapkan dan laju pengeringan dari jagung. Tabel 2. Hasil Pengamatan Berat Akhir dan Waktu Peneringan Jagung No. Suhu ( C) Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Waktu pengeringan (menit) 1. 55 3,2 291,3 6.37 2. 6 3,33 289,23 6.8 3. 65 3,56 286,95 5.48 4. 7 3,8 283,36 5.17 5. 75 3,83 28,47 5.3 Di dalam praktikum ini, kita mengambil jagung kering disaat jagung sudah keluar semua dari outlet rotary dryer, sehingga kita mendapatkan berapa waktu yang digunakan didalam mengeringkan jagung basah menjadi kering. Dari hasil pengamatan diketahui pada variabel pertama berat jagung masuk rotary dryer sebesar 3,2 gram dikeringkan dengan variabel suhu 55 C sehingga berat jagung kering menjadi 291,3 gram dengan lama waktu pengeringan 6 menit 37 detik. Pada

23 variabel kedua pengeringan jagung pada suhu 6 C dengan lama waktu pengeringan 6 menit 8 detik berat jagung masuk rotary dryer 3,33 gram kemudian keluar rotary dryer menjadi 289,23 gram, variabel ketiga jagung pada suhu 65 C dengan lama pengeringan 5 menit 48 detik berat jagung awal 3,56 gram dan setelah dikeringkan menjadi 286,95 gram, variabel keempat jagung pada suhu 7 C dengan lama pengeringan 5 menit 17 detik berat jagung awal 3,8 gram berat jagung setelah dikeringkan menjadi 283,36 gram, dan pada variabel kelima jagung pada suhu 75 C dengan lama pengeringan 5 menit 3 detik berat jagung awal 3,83 gram setelah dikeringkan menjadi 28,83 gram. Tabel 3. Hasil Pengamatan H 2O yang Teruapkan dan Laju Pengeringan pada Jagung No. Waktu perendaman (jam) Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Waktu pengeringan (jam) Massa H 2 Teruapkan (gram) % H 2 Teruapkan Laju Pengeringan (lb/ft 2 jam) 1. 24 3,2 291,3,16 9,17 3,5 6,8. 1-3 2. 27 3,33 289,23,11 11,1 3,69 8,2. 1-3 3. 3 3,56 286,95,91 13,61 4,53 1,3. 1-3 4. 33 3,8 283,36,86 17,44 5,79 13,3. 1-3 5. 36 3,83 28,47,83 2,33 6,75 15,9. 1-3 Dari hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa untuk jagung pada waktu perendaman 24 jam memiliki kadar air yang menguap dalam rotary dryer sebanyak 9,17 gram (3,5 %) dengan laju pengeringan 6,8. 1-3 lb/ft 2 jam pada suhu pengeringan 55 C dengan waktu 6 menit 37 detik. Jagung dengan waktu perendaman 27 jam mengalami penguapan kadar air sebanyak 11,1 gram (3,69 %) dengan laju pengeringan 8,2. 1-3 lb/ft 2 jam pada suhu pengeringan 6 C dengan waktu 6 menit 8 detik. Selanjutnya jagung dengan waktu perendaman 3 jam mengalami penguapan kadar air sebanyak 13,61 gram (4,53 %) dengan laju

% H2O Teruapkan 24 pengeringan 1,3. 1-3 lb/ft 2 jam pada suhu pengeringan 65 C dengan waktu 5 menit 48 detik, dengan waktu perendaman 33 jam mengalami penguapan kadar air sebanyak 17,44 gram (5,79 %) dengan laju pengeringan 13,3. 1-3 lb/ft 2 jam pada suhu pengeringan 7 C dengan waktu 5 menit 17 detik. Kemudian jagung dengan waktu perendaman 36 jam mengalami penguapan kadar air sebanyak 2,33 gram (6,75 %) dengan laju pengeringan 15,9. 1-3 lb/ft 2 jam pada suhu pengeringan 75 C dengan waktu 5 menit 3 detik. 6.2 Pembahasan Pengeringan merupakan pengurangan kandungan air pada suatu bahan dengan laju pengeringan tertentu. Data yang diambil pada pengeringan jagung menggunakan rotary dryer ini adalah berat setelah perendaman, berat kering, waktu pengeringan, kadar air teruapkan dan laju pengeringan pada jagung. 6.2.1 Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs kadar air yang teruapkan 8 Grafik waktu rendam Vs kadar air teruapkan 6 4 2 y =,95x + 1,912 R² =,9871 24 27 3 33 36 Waktu rendam (jam) % H2O Teruapkan Linear (% H2O Teruapkan ) Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs Kadar Air Teruapkan Dari grafik hubungan waktu perendaman jagung vs kadar air teruapkan dapat diketahui bahwa semakin lama waktu perendaman maka kadar H2O yang

laju Pengeringan lb / ft 2 jam 25 teruapkansemakin tinggi serta semakin besar suhu pengeringan yang digunakan maka massa jagung akan semakin turun. Dan berat H 2O yang teruapkan dapat diketahui dengan cara menimbang kembali jagung yang keluar dari rotary dryer. Waktu perendaman selama 24 jam diperoleh kadar air teruapkan sebanyak 3,5%, waktu perendaman 27 jam diperoleh kadar air teruapkan sebanyak 3,69%, pada waktu 3 jam diperoleh kadar air teruapkan sebanyak 4,53%, waktu perendaman 33 jam diperoleh kadar air teruapkan sebanyak 5,79%, dan pada waktu perendamna 36 jam diperoleh kadar air teruapkan sebanyak 6,75%. 6.2.2 Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs Laju Pengeringan,2,15,1,5 Grafik waktu rendam Vs laju pengeringan y =,23x +,35 R² =,9944 Laju Pengeringan Linear (Laju Pengeringan) 24 27 3 33 36 Waktu rendam (jam) Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs Laju Pengeringan Dari grafik hubungan waktu perendaman vs laju pengeringan menunjukan bahwa semakin lama bahan direndam maka laju pengeringannya semakin turun, hal itu disebabkan air yang terserap dalam bahan semakin banyak sehingga untuk mengeringkannya butuh waktu yang lama menyebabkan laju pengeringan semakin turun, akan tetapi dari hasil penelitian diperoleh laju pengeringan yang semakin naik.

Laju Pengeringan lb/ft 2 jam 26 Pada waktu perendaman 24 jam diperoleh laju pengeringan sebesar 6,8.1-3 lb/ft 2 jam, waktu perendaman 27 jam sebesar 8,2.1-3 lb/ft 2 jam, waktu perendaman 3 jam diperoleh laju pengeringan 1,3.1-3 lb/ft 2 jam, waktu perendaman 33 jam diperoleh laju pengeringan 13,3.1-3 lb/ft 2 jam, dan waktu perendaman 36 jam diperoleh laju pengeringan 15,9.1-3 lb/ft 2 jam. 6.2.3 Grafik Hubungan Suhu vs Laju Pengeringan Grafik Suhu vs Laju Pengeringan,2,15,1,5 y =,23x +,35 R² =,9944 55 6 65 7 75 Suhu ( C) Laju Pengeringan Linear (Laju Pengeringan) Gambar 5. Hubungan Suhu vs Laju Pengeringan Grafik diatas menunjukkan hubungan laju pengeringan terhadap suhu pengeringan yang digunakan. Pada suhu pengeringan 55 C laju pengeringan diperoleh 6,8.1-3 lb/ft 2 jam, suhu pengeringan 6 C laju pengeringan yang diperoleh 8,2.1-3 lb/ft 2 jam, suhu pengeringan 65 C menghasilkan laju pengeringan 1,3.1-3 lb/ft 2 jam, pada suhu pengeringan 7 C diperoleh hasil laju pengeringan 13,3.1-3 lb/ft 2 jam, dan pada suhu pengeringan 75 C diperoleh hasil laju pengeringan 15,9.1-3 lb/ft 2 jam. Grafik menunjukan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka laju pengeringannya semakin naik.

27 Hal ini sudah sesuai dengan Treybal (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara/ perpindahan massa sehingga semakin cepat dalam menguapkan air pada awalnya, karena panas membuat suhu air dalam bahan cepat mencapai titik didihnya namun pada suatu titik akan menghasilkan laju konstan dan kemudian turun seperti yang terlihat pada grafik berikut. Gambar 6. Kurva Laju Pengeringan Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengeringan masih meliliki trend yang naik dan belum masuk pada periode laju konstan dan sejalan dengan hal tersebut Taufiq (24) juga mendapatkan trend yang naik dengan bahan yang sama menggunakan Tray dryer dan Fluidized bed pada rentang suhu 5-7 C. Menurut Simmonds (1952), hal ini disebabkan untuk pengeringan biji-bijian tidak dapat menunjukkan periode laju pengeringan konstan kecuali biji-bijian tersebut dipanen pada keadaan sebelum masak sehingga pengeringan dimulai lebih rendah dari kadar air kritis pertama. 6.2.4 Grafik Hubungan Suhu vs Berat H 2O Teruapkan

% H2O Teruapkan 28 Grafik Suhu vs Berat H 2 O Teruapkan 25 2 15 1 5 y = 2,866x + 5,732 R² =,9867 55 6 65 7 75 Suhu( C) % H2O Teruapkan Linear (% H2O Teruapkan ) Gambar 7. Hubungan Suhu vs Berat H 2O teruapkan Grafik diatas menunjukkan hubungan berat H 2O teruapkan terhadap suhu, secara umum grafik menunjukkan trend yang naik. Hal ini sesuai Treybal (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan, maka panas akan menguapkan air dalam bahan semakin banyak karena diasumsikan air telah mencapai ataupun melewati titik didihnya sehingga kurva seharusnya menunjukkan trend yang nai pada awalnya namun pada suatu titik akan konstan dan menurun. Hasil menunjukkan bahwa proses bahkan hingga suhu 75 C belum mencapai periode konstan bahkan menurun yang menandakan bahwa pergerakan air masih dapat terjadi dan hal ini juga telah diteliti oleh Taufiq (24) yang mendapatkan hasil yang sama pada pengerinagn jagung rentang suhu 5-7 C dengan Tray Dryer dan Fluidized bed. 6.2.5 Perbandingan Dengan Hasil Percobaan Lain

% H 2 O teruapkan 29 Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan bahan jagung belum didapat periode laju pengeringan yang konstan, maka dilakukan perbandingan dengan hasil penelitian yang menggunakan bahan kacang hijau. 6.2.5.1 Grafik hubungan waktu perendaman dengan kadar air teruapkan pada pengeringan kacang hijau Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs % H 2 O Teruapkan 12 1 8 6 4 2 y =,5174x - 9,6596 R² =,9668 1 2 3 4 5 Waktu Perendaman (Jam) Kacang Hijau Linear (Kacang Hijau) Gambar 8. Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs H 2O Teruapkan Kacang Hijau Dari grafik diatas,dapat disimpulkan semakin lama waktu pengeringan dan semakin lama waktu perendaman maka kadar H 2O yang teruapkan akan semakin naik. Sedangkan pada penelitian pada pengeringan jagung diketahui juga bahwa semakin lama waktu perendaman maka kadar H2O yang teruapkan juga semakin tinggi. 6.2.5.2 Grafik hubungan waktu perendaman dengan laju pengeringan pada kacang hijau

Laju Pengeringan (lb/ft2jam ) 3 Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs Laju Pengeringan,12,1,8,6,4,2 y =,62x -,1382 R² =,9627 1 2 3 4 5 Waktu Perendaman (Jam) Linear (Kacang Hijau) Gambar 9. Grafik Hubungan Waktu Perendaman vs Laju Pengeringan Kacang Hijau Pada grafik diatas menunjukkan hubungan waktu perendaman dengan laju pengeringan. Pada grafik dapat diketahui bahwa semakin lama waktu rendam maka laju pengeringannya semakin tinggi. Dan pada grafik hubungan waktu perendaman vs laju pengeringan pada jagung menunjukan bahwa semakin lama bahan direndam maka laju pengeringannya semakin turun, hal itu disebabkan air yang terserap dalam bahan semakin banyak sehingga untuk mengeringkannya butuh waktu yang lama menyebabkan laju pengeringan semakin turun, akan tetapi dari hasil penelitian diperoleh laju pengeringan yang semakin naik. Hal ini sudah sesuai dengan Treybal (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara/ perpindahan massa sehingga semakin cepat dalam menguapkan air pada awalnya, karena panas membuat suhu air dalam bahan cepat mencapai

Laju Pengeringan (lb/ft2jam) 31 titik didihnya namun pada suatu titik akan menghasilkan laju konstan dan lalu turun. Grafik Hubungan Suhu vs Laju Pengeringa pada Pengeringan Kacang Hijau,6,5,4,3,2,1 y =,4x +,246 R² =,9423 2 4 6 8 Suhu ( C) Linear (Kacang Hijau) Gambar 1. Grafik Hubungan Suhu vs Laju Pengeringan Kacang Hijau Nilai laju pengeringan dalam praktikum pengeringan kacang hijau disimpulkan semakin tinggi suhu maka semakin tinggi laju pengeringannya. Dimana laju pengeringan berbanding lurus dengan suhu, dan pada pengeringan jagung grafik menunjukan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka laju pengeringannya semakin naik atau tinggi pula. Dari kedua percobaan menggunakan bahan kacang hijau dan jagung keduanya sudah sesuai dengan Treybal (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka tekanan uap air di dalam bahan lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan uap air dari bahan ke udara/ perpindahan massa sehingga semakin cepat dalam menguapkan air pada awalnya, karena panas membuat suhu air dalam bahan cepat mencapai titik didihnya namun pada suatu titik akan menghasilkan laju konstan dan kemudian turun.