ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET INDONESIA TERHADAP CHINA. Oleh : Ragimun 1

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERDAGANGAN PRODUK ALAS KAKI INDONESIA - CHINA. Oleh : Ragimun 1. Abstract

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KAKAO INDONESIA. Oleh : Ragimun 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hidayat (2013) dengan judul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyetti. Abstraksi

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO,

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Menggunaka alat analisis RCA (Refealed comparative adventage) yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi

VI. SIMPULAN DAN SARAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

Transkripsi:

ANALISIS DAYA SAING KARET DAN PRODUK DARI KARET INDONESIA TERHADAP CHINA Oleh : Ragimun 1 Abstract Rubber and rubber products is Indonesia's main export product today. During the last ten years from 2001 to 2010, this commodity exports have contributed to the national average of 6 percent. Industrial commodity than as a source of foreign exchange also absorbs a lot of manpower. Competitiveness of rubber and rubber products during the last ten years is very high. Average Revealed Comparative Advantage (RCA) on 4 and RCA to China more than 7. Indonesia is the largest natural rubber producing countries. Product Specialization Index results show Indonesia is a country exporter manufacturer. And of the market concentration index was noted that nearly one-third the concentration of market entry into China market, so the vulnerability of these commodities to China is relatively small, meaning that when China is undergoing a crisis then the effect of commodity exports is not very significant. Therefore required several strategies to counteract China's products are well known cheap. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet dan produk dari karet merupakan salah satu produk unggulan penghasil devisa negara. Saat ini Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar bersaing dengan Thailand. Di satu sisi, ekspor komoditas unggulan tersebut telah menyumbang devisa bagi negeri ini, termasuk penyerapan tenaga kerja dan membantu pelestarian lingkungan alam. Dari data BPS (2011), tercatat bahwa sampai dengan tahun 2010 total ekspor produk yang mepunyai Harmonize System (HS) 40 ini sebesar USD 9,373 milyar atau mempunyai kontribusi sebesar 5,94 persen dari total ekspor nasional. Dengan demikian besarnya ekspor komoditas tersebut hampir tiga kali lipat bila dibandingkan tahun 2001 yang hanya sebesar 2,19 persen dengan nilai USD 1,2 milyar. Demikian juga bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya sebesar 4,22 persen atau sebesar USD 4,9 milyar. 1 Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu email: ragimun@gmail.com 1

Diperkirakan sebesar 81,56 persen dari karet alam yang diekspor ke berbagai negara masih dalam bentuk bahan baku yang belum diolah lebih lanjut. Padahal, jika komoditas tersebut diolah terlebih dahulu, akan memberikan dampak ganda bagi perekonomian negeri ini berupa peningkatan nilai tambah produk itu sendiri. Dampak lainnya akan terjadi penyerapan tenaga kerja dengan adanya pengolahan bahan baku karet alam tersebut menjadi produk yang berasal dari karet. Dengan demikian semakin tinggi peningkatan daya saing karet dan produk dari karet. Untuk meningkatkan daya saing industri nasional selama periode jangka menengah antara tahun 2010-2014, Pemerintah mempunyai lima fokus kebijakan, yaitu antara lain : (1) Mendorong penyebaran industri manufaktur ke seluruh wilayah Indonesia, terutama ke wilayah yang industrinya belum tumbuh secara optimal, namun wilayah tersebut memiliki sumber daya yang melimpah; (2) Meningkatkan kompetensi inti industri daerah dengan mendorong dihasilkannya produk-produk yang bernilai tambah tinggi; (3) Memperdalam struktur industri nasional dengan mendorong tumbuhnya industri pionir dalam rangka melengkapi pohon industri. Selama ini industri hilir di dalam negeri belum tumbuh secara maksimal seperti industri hilir karet, crude palm oil (CPO) dan kakao; (4) Mendorong tumbuhnya industri komponen dan industri pendukung di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan bahan baku dan komponen impor seperti pada industri elektronika, otomotif dan permesinan; dan (5) Meningkatkan daya saing industri prioritas yang sesuai dengan amanat Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. 2 Selain itu yang tidak kalah penting, perlu ada kemauan dari pemerintah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dalam negeri dengan berbagai instrumen insentif dan disinsentif fiskal yang disediakan pemerintah. Demikian juga dengan pelaku usaha terutama eksportir agar tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi juga selalu berorientasi ekspor bukan dalam bentuk bahan baku. 1.2 Perumusan Masalah 2 http://www.kemenperin.go.id/artikel/48/kemenperin-dorong-daya-saing-industri-prioritas-di-jawa- Barat 2

Karet dan produk dari karet selama ini mempunyai daya saing cukup tinggi. Hal ini terlihat dari tren RCA yang meningkat sejak 2001, demikian juga nilai ekspornya. Namun demikian, produk ini banyak diekspor dalam bentuk bahan baku sehingga nilai tambah akan produk ini menjadi tidak optimal. Sebaliknya banyak karet dan produk dari karet yang berasal dari China banyak diimpor, sehingga untuk membendung tren impor ini perlu dicarikan upaya-upaya serta strategi guna meningkatkan daya saing produk tersebut. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perkembangan dan daya saing karet dan produk dari karet Indonesia. Demikian juga dapat mendalami mengenai strategi untuk meningkatkan daya saing ekspor karet dan produk dari karet Indonesia terutama ke China. Sebaliknya, dapat dicari strategi guna mengantisipasi derasnya produk impor karet dan produk karet dari China. 1.4 Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif. Pendekatan deskriptif eksploratif (Philip, Kotler & Kevin L. Keller, 2006) adalah metode penelitian yang menghimpun informasi awal yang dapat digunakan untuk membantu menetapkan masalah dan merumuskan dugaan sementara (hipotesis). Pendekatan ini juga bertujuan memaparkan (mendeskripsikan) berbagai hal. Terkait penelitian ini adalah bertujuan untuk mendalami dan menganalisis daya saing karet dan produk dari karet Indonesia terhadap China. Untuk memberikan gambaran dan mengetahui kontribusi karet dan produk dari karet Indonesia atau Export Sharenya, dapat digunakan rumusan sebagai berikut : Share ij = dimana : Xij Xtj Xij Xiw adalah nilai ekspor komoditi i pada negara j adalah nilai total ekspor negara j...(tambunan, 2001) 3

Xiw adalah nilai ekspor komoditi i untuk seluruh dunia Xtw adalah nilai total ekspor dunia Untuk mengetahui besarnya kontribusi suatu komoditas dalam perdagangan internasional (ekspor) maka digunakan rumusan sebagai berikut : Xi Pi x100%...(tambunan, 2001) Xt dimana : Xi adalah nilai ekspor pada komoditi i Xt adalah nilai total ekspor Untuk menentukan daya saing komoditas karet dan produk dari karet Indonesia terhadap China digunakan rumus keunggulan komparatif atau Revealed Comparative Advantage (RCA), yaitu dengan rumus sebagai berikut : RCA = ( Xia ) /( totalxa ) ( Xiw) /( totalxw ) (Tambunan, 2001) dimana : X = ekspor atau nilai ekspor i = jenis komoditi a = negara asal w= dunia (world) dengan kriteria, Bila nilai RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saing komoditi lemah. Bila nilai RCA > 1 maka daya saing kuat, semakin tinggi RCA semakin tangguh daya saingnya. Untuk mengetahui ketergantungan produk-produk Indonesia terhadap negara mitra dagang maka digunakan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP). IKP ini merupakan salah satu cara guna mengetahui intensitas perdagangan suatu negara dengan beberapa negara lainnya. Nilai intensitas tersebut didapat dengan cara mengkuadratkan persentase perdagangan antara suatu negara dengan negara lain. Semakin besar nilai intensitas perdagangan (0-1) maka berarti semakin besar ketergantungan suatu negara dengan negara lain. Dengan demikian semakin rentan 4

terhadap kondisi perekonomian mitra dagangnya tersebut. Untuk mengukur IKP digunakanlah Index of Trade Concentration atau HirschmanHerfindahl Index(HHI), yang rumusnya adalah sebagai berikut : 3 dimana, H j = ( ( x i X ) 2 ) Hj xi X adalah Hirschaman index adalah nilai ekspor produk tertentu adalah nilai total ekspor negera tertentu Untuk mengetahui apakah Indonesia lebih baik menjadi eksportir ataukah menjadi importir komoditas karet dan produk dari karet digunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) atau Index of Trade Specialization, dengan rumusan sebagai berikut : [ (Xi Mi) ] ind ISP = --------------------------... (www. dprin.go.id) [ (Xi + Mi) ] ind dimana, ISP = Indeks Spesialisasi Perdagangan Xi = ekspor barang tertentu Indonesia Mi = impor barang tertentu Indonesia Rentang hasil perhitungan ini adalah antara 0-1. Apabila nilai ISP 0,5 maka Indonesia cenderung sebagai eksportir karet dan produk dari karet. Sedangkan nilai ISP < 0,5 sampai mendekati 0, maka Indonesia cenderung sebagai importir karet dan produk dari karet. Data yang digunakan merupakan data series ekspor dan impor sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 yang berasal dari Bloomberg, ditambah penggalian informasi dari berbagai sumber, antara lain dengan menggunakan data sekunder serta pustaka. kajian 3 Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity Building Workshop and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia Mikic, Unescap 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekspor dan Daya Saing Ekspor a. Pengertian Ekspor Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah pabeanan suatu negara. Adapun daerah pabeanan didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ekspor juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut produksi barang dan jasa yang diproduksi disuatu negara untuk dikonsumsikan di luar batas negara tersebut (Triyoso, 1994). Sedangkan menurut Deliarnov (1995), menambahkan bahwa ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri yang kemudian kelebihan produksi tersebut dipasarkan di luar negeri. Menurut versi Biro Pusat Statistik (BPS), mengatakan bahwa ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa keluar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial maupun bukan komersial (barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yang akan diolah di luar negeri dan hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Adapun yang tidak termasuk katagori ekspor antara lain pakaian, barang pribadi dan perhiasan milik penumpang yg bepergian ke luar negeri, barang-barang yg dikirim untuk perwakilan suatu negara di luar negeri, barang-barang untuk ekspedisi/pameran, peti kemas untuk diisi kembali, uang dan surat2 berharga serta barang-barang untuk contoh. b. Pengertian dan Peningkatan Daya Saing Ekspor Indonesia Menurut Organisation for Economic Cooperation dan Development (OECD), daya saing (competitiveness) adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional semestinya didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. 6

Sedangkan batasan tingkat daya saing menurut Tambunan (2001), pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah sedangkan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi semakin ketat/keras atau terjadinya Hyper Competitive. Analisis persaingan yang super ketat (Hyper Competitive) yang berasal dari D Aveni (Hamdy, 2001) merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa menentukan suatu strategi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Strategi yang tepat menurut Hamdy Hadi adalah strategi Sustained Competitive Advantage Strategy (SCA)) atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal agar tercapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil survey tahun 2010 dari International Management Development (IMD) mengenai daya saing Indonesia dibanding 30 negara-negara utama lainnya, ditemukan beberapa fakta antara lain sebagai berikut : a. Adanya kepercayaan investor yang rendah (resiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi) b. Daya saing bisnis yang rendah sebagai akibat kualitas SDM yang rendah, hubungan perburuhan yang tidak harmonis (hostile), praktetk-praktek bisnis tidak etis dan lemahnya corporate governance. c. Daya saing yang rendah (nilai-nilai dimasyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah) 7

d. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi). 4 Untuk itu perlu dilakukan penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan daya saing global. Secara makro teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas atau pasar bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik. Sedangkan mengenai kerjasama regional, (Hamdy Hadi, 2001) mengemukakan bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional, saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan secara regional. 2.2 Karet dan Produk Karet Indonesia Komoditas karet dan produk dari karet Indonesia merupakan komoditas ekspor perkebunan andalan kedua setelah kelapa sawit (CPO). Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekpor karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi karet di Indonesia untuk tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan sekitar 3,45 juta hektar (Ditjenbun, 2011). Sedangkan sumbangan ekspor karet dan produk karet terhadap total ekpor non migas pada tahun 2011 (data Januari-Agustus 2011) adalah sebesar 9,51 persen. Oleh karena itu karet diharapkan dapat menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi melalui peningkatan mutu dan daya saing yang akan meningkatkan ekspor nasional. Permintaan dunia untuk karet alam sekarang ini makin tinggi terutama dengan berkembang pesatnya beberapa negara yang mengembangkan industri automotif seperti China, India dan beberapa negara Asean lainnya. 4 data.menkokesra.go.id/.../daya-saing-imd-indonesia-tahun-2010 8

Karet alam saat ini bersaing dengan karet sintetis. Perkembangan harga karet sintetis relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga karet alam. Karena produksi karet alam banyak tergantung dengan faktor iklim dan cuaca. Namun saat ini perkembangan harga karet alam relatif bagus. Untuk itu diperlukan pengembangan karet di Indonesia. Saat ini konsentrasi budidaya karet di Indonesia banyak dikembangkan terutama di Sumatra dan Kalimantan. Menurut data Kementrian Perkebunan tahun 2011, areal perkebunan karet di Indonesia diperkirakan seluas 3,2 juta hektar, diantaranya 85 persen adalah perkebunan karet milik petani dan 7 persen merupakan perkebunan karet milik negara serta 8 persen adalah milik swasta. Secara umum karet mempunyai sifat elastis, flexibel, liat dan beberapa ada yang kedap udara atau kedap air. Dalam industri karet, menurut penggunaannya karet dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu karet yang dipakai secara umum, karet tahan minyak dan karet tahan panas. Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sumber utama getah karet adalah pohon karet Para Hevea Brasiliensis (Euphorbiaceae). Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. 5 2.3 Keunggulan Komparatif (Revealed Comparative Advantage ) Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator. Salah satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan metode Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate. Disamping itu, laporan tahunan dari World Economic Forum (WEF) mengenai Global Competitiveness Index (GCI) juga dapat digunakan sebagai ukuran daya saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan panjang. GCI secara teoritis juga mempunyai korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya saing ekspor (Tambunan, 2000). 5 Penggolongan karet dalam industri karet dalam http://industrikaret.wordpress.com/penggolongan-karet/ 9

Untuk melihat lebih detail komoditas Indonesia yang bersaing dengan negaranegara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data yang dikelompokan dalam Standard Industrial Trade Classification (SITC) 2 digit. Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukkan daya saing yang kuat. Semakin tinggi nilai RCA komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut. Salah satu indikator yang dapat menunjukkan perubahan keunggulan komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Bila hasil indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari 1, maka berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila hasilnya lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rat-rata dunia. 2.4 Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) atau Trade Specialization Index digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat menggambarkan apakah Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir atas suatu jenis produk. Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan sisi penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah permintaan domestik, atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu teori net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan atas barang tersebut di pasar domestik. Nilai indeks ini mempunyai kisaran antara -1 sampai dengan +1. Jika nilanya positif diatas 0 sampai 1, maka komoditi bersangkutan dikatakan mempunyai daya saing yang kuat atau negara yang bersangkutan cenderung 10

sebagai pengekspor dari komoditi tersebut (suplai domestik lebih besar daripada permintaan domestik). Sebaliknya, daya saingnya rendah atau cenderung sebagai pengimpor (suplai domestik lebih kecil dari permintaan domestik), jika nilainya negatif dibawah 0 hingga -1. Apabila indeknya naik berarti suplai domestik lebih kecil daripada permintaan dalam negeri. Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada tahap ini negara tersebut lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor. Sedangkan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) atau Trade Concentration Index ini dapat digunakan untuk mengukur ketergantungan Indonesia terhadap suatu negara yang merupakan mitra dagangnya. IKP merupakan salah satu cara untuk mengetahui intensitas perdagangan suatu negara dengan beberapa negara. Nilai intensitas diperoleh dengan cara mengkuadratkan persentase perdagangan antara suatu negara dengan negara lain. Makin besar nilai intensitas perdagangan (0-1), maka dapat dikatakan semakin tergantung suatu negara dengan negara lain tersebut. Hal ini tentu saja tidak baik karena perdagangan suatu negara akan rentan terhadap kondisi perekonomian negara mitranya. 6 3.5 Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Karet dan Produk dari Karet Strategi peningkatan daya saing karet dan produk karet antara lain melalui peningkatan sumber daya manusia dengan cara pemerintah mendorong daya saing dan peningkatan nilai tambah dari sumber daya lokal. Selain itu, pemerintah terus meningkatkan kewirausahaan dan efisiensi. Faktor lainnya adalah perbaikan di sektor hukum, sosial politik serta perpajakan, termasuk peningkatan integrasi global untuk melihat perkembangan dunia. Arah pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, antara lain : a. Peningkatan permintaan dunia akan karet yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia, semakin mahalnya bahan baku karet sintetis dan meningkatnya kesadaran akan pelestarian lingkungan. 6 Widiana, kebijakan Perdagangan, 95-126, Ekonomi dan Bisnis Vol 9 no. 2 juni 2007 11

b. Produksi karet Malaysia diperkirakan akan terus mengalami penurunan karena kebijakan pemerintahannya lebih terkonsentrasi pada industri hilir dan juga telah mengalihkan sebagian areal tanaman karet menjadi areal tanaman kelapa sawit. c. Thailand diperkirakan akan menghadapi banyak kendala dalam upaya meningkatkan produksi karet alamnya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan tersedianya lahan pengembangan yang berlokasi di bagian utara dengan kondisi marginal sehingga produktivitasnya lebih rendah serta adanya keterbatasan tenaga kerja. Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia karena mempunyai beberapa keunggulan seperti ketersediaan tenaga kerja yang melimpah dan murah serta tersedianya lahan yang cocok atau aglomatik guna pengembangan karet baru dan peningkatan produk dan produktivitas tanaman melalui usaha peremajaan tanaman tua atau rusak. Untuk mengisi peluang tersebut Indonesia perlu menetapkan arah pengembangan karet ke depan. Dalam jangka panjang (2025), industri agribisnis karet diarahkan menjadi usaha agribisnis yang berbasisi lateks dan kayu yang berdaya saing tinggi. Berdaya saing tinggi berarti bahwa agribisnis karet harus selalu berorientasi pada pasar, mengandalkan produktivitas dan nilai tambah melalui pemanfaatan modal (capital driven), pemanfaatan inovasi teknologi (innovation driven) dan kreativitas sumber daya manusia (skill driven). Untuk mempercepat laju investasi di bidang agribisnis karet dan industri karet diperlukan beberapa kebijakan pendukung antara sebagai berikut: 1. Penciptaan iklim investasi yang makin kondusif. a. Pemberian kemudahan dalam proses perijinan b. Pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum produksi. c. Pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan end product bernilai tinggi yang non ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri cerah. d. Adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan. e. Penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim usaha. 2. Pengembangan sarana dan prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi dan sumber energi (tenaga listrik). 12

3. Penyediaan dana yang menghidupkan kembali pungutan dari hasil produksi/ekspot karet (semacam Cess) yang sangat diperlukan untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM akret. Kelembagaan Cess tidak seperti dulu lagi tetapi mengambil bentuk sebagai institusi yang bersifat independen di bawah Kementerian Keuangan dengan aturan main yang jelas dan sedemikian rupa sehingga penggunaan dana mudah diawasi dan kembali untuk kepentingan investasi di bidang perkebunan. 4. Pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan misalnya pola PIR plus. Dalam pola ini dapat didesain petani tetapi memiliki kebun beserta pohon karetnya dan ikut sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya. Dengan cara demikian maka kepastian bagi perusahaan untuk memperoleh bahan baku dalam jumlah cukup terjamin. 7 III. PEMBAHASAN Fokus pembahasan dalam tulisan ini adalah menganalisis daya saing karet dan produk dari karet Indonesia dengan China. Ada tiga hal yang menjadi fokus analisis komoditi karet dan produk dari karet ekspor impor antara Indonesia dengan China, yaitu RCA, IKP dan ISP. RCA digunakan untuk mengetahui tingkat daya saing karet dan produk dari karet Indonesia. Untuk mengetahui kerentanan komoditas karet dan produk dari karet di pasar China dipergunakan IKP. Sedangkan ISP, digunakan untuk mengetahui apakah negara Indonesia termasuk katagori eksportir atau importir untuk komoditi tersebut. Sebagai pedoman, untuk menentukan apakah daya saing komoditi karet dan produk dari karet Indonesia tergolong memiliki keunggulan tinggi, maka diperlukan tiga persyaratan antara lain sebagai berikut : (1) mempunyai daya saing tinggi dengan nilai RCA tinggi. (2) mempunyai nilai IKP rendah, dan 7 Prospek dan arah pengembangan agribisnis karet, dalam http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/karet/karet-bagian-b.pdf 13

(3)mempunyai nilai ISP tinggi dimana hal ini merupakan persyaratan sebagai negara eksportir. 3.1 Kontribusi Ekspor Karet dan Produk dari Karet (HS 40) Terhadap Ekspor Nasional Sejak Indonesia menggiatkan ekspor non migas, terlihat nilai ekspor produkproduk Indonesia terus mengalami peningkatan mengungguli ekspor migas. Sampai dengan tahun 2010 ternyata ekspor migas hanya sebesar 29,64 persen dari total ekspor nasional yang nilainya sebesar US$ 46,8 milyar. Ekspor komoditas non migas sebesar 71,26 persen. Komoditas ekspor karet dan produk dari karet selama lima tahun terakhir mempunyai kontribusi terhadap total ekspor nasional rata-rata sebesar 6 persen. Pada tahun 2010 nilainya mencapai US$ 9,37 milyar, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1 Kontribusi Komoditas Ekspor Indonesia pada Tahun 2010 2% 38% 29.64% 6% 16% 10% 7% 5% Sumber : Bloomberg, 2012, diolah Bahan Bakar Mineral Lemak & Minyak Nabati Mesin Peralatan listrik Alas kaki Bijih, kerak, abu logam Karet dan barang dr karet Pakaian jadi, rajutan Lainnya Saat ini komposisi komoditas ekspor Indonesia masih tetap didominasi oleh ekspor hasil mineral (HS 27) sebesar hampir 30 persen yang nilainya sebesar US$ 46,8 milyar. Produk lemak dan minyak nabati (HS 15) menempati urutan kedua yaitu sebesar 16 persen yang nilai ekspornya sebesar US$ 16,3 milyar. Urutan ketiga adalah mesin peralatan listrik (HS 85) sebesar 10 persen dengan nilai ekspornya sebesar US$ 10,4 milyar. Sedangkan karet dan produk dari karet (HS 40) menempati urutan kelima 14

dengan nilai sebesar US$ 9,37 milyar. Selain itu 38 persen komposisi ekspor Indonesia terdiri dari berbagai komoditas. Produk-produk ini akan terus bertambah nilai maupun kuantitas ekspornya tentu saja daya saing produknya juga meningkat. Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2010, karet dan produk dari karet terus mengalami peningkatan kontribusinya terhadap ekspor nasional. Rata-rata kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 6 persen. Puncaknya, pada tahun 2008 dan tahun 2010 sebesar 6 persen. Namun, terjadi penurunan pada tahun 2009 sebagai akibat adanya krisis keuangan global yang mengakibatkan penurunan permintaan karet dan produk dari karet. Kondisi ini mengakibatkan sumbangannya terhadap ekspor nasional hanya sebesar 4 persen. 3.2 Ekspor dan Impor Karet dan Produk Karet Indonesia- China Sepuluh tahun terakhir (2001-2010), nilai ekspor karet dan produk karet Indonesia ke negara China terus mengalami peningkatan. Ekspor karet dan produk dari karet Indonesia ke China rata-rata seperempat dari total ekspor karet dan produk karet Indonesia ke dunia. Tahun 2001 nilai ekspor karet dan produk karet Indonesia sebesar US$ 75,53 juta dan meningkat hampir lima belas kali di tahun 2010 menjadi US$ 1.416,13 juta. walaupun terjadi penurunan pada tahun 2009 dari tahun sebelumnya menjadi US$ 838,99 juta sebagai akibat adanya krisis di Amerika dan kemudian menimbulkan krisis keuangan global, yang pada akhirnya mengakibatkan permintaan China akan karet dan produk karet mengalami penurunan. Peningkatan ekspor karet dan produk karet ke China, tidak diikuti dengan perkembangan ekspor produk yang sama ke negara Asean 4 yaitu Malaysia, Thailand, Philipina dan Singapura. Negara-negara ini merupakan negara anggota Asean yang cukup besar permintaannya. Perkembangan permintaan Asean 4 memang tidak sebesar peningkatan permintaan produk alas kaki ke China. Ekspor karet dan prduk dari karet Indonesia ke empat negara Asean 4 pada tahun 2001 sebesar US$ 96,81 juta dan sampai dengan tahun 2010 terjadi penuruan menjadi sebesar US$ 64,36 juta. Permintaan empat negara Asean 4 terjadi penurunan pada tahun 2006 dan tahun 2009 sebagai akibat terjadinya krisis ekonomi global, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut : 15

Tabel 1 Nilai Ekspor Impor Karet dan Produk dari Karet (HS 40) Indonesia China Tahun 2001-2010 (juta US$) Uraian/Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Ekspor ke China 75,53 40,07 111,22 252,143 341,04 689,44 762,11 901,2 838,99 1.416,13 Ekspor ke Asean 4 96,81 134,63 171,14 210,91 273,87 41,52 510,97 593,44 417,74 64,36 Ekspor karet dunia 1236,03 1587,67 2126,62 2998,63 3580,47 5529,13 6248,7 7637,31 4912,76 9373,34 Share ekspor Karet 0,02 0,03 0,03 0,04 0,04 0,05 0,05 0,06 0,04 0,06 Impor dr China 20,54 25,1 27,31 31,22 38,45 49,95 53,95 92,86 92,36 149,01 Impor karet (Dunia) 339,24 342,52 347,04 467,55 610,83 698,423 790,71 1.415,48 1.125,26 1.670,75 Share impor karet (dunia) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 Surp /Defisit Ind - China 54,99 14,97 83,91 220,923 302,59 639,49 708,16 808,34 746,63 1267,12 Sumber : Bloomberg, 2012, diolah Bila dilihat dari sisi impor, ternyata impor karet dan produk dari karet Indonesia yang berasal dari China relatif kecil dibanding dengan nilai ekspornya. Namun ada kecenderungan impor terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama produk dari karet China yang mempunyai harga relatif murah. Oleh karenanya petani, pengusaha dan UMKM Indonesia diharapkan dapat terus meningkatkan karet dan produk karet guna dapat bersaing dengan produk yang sama dari beberapa negara penghasil karet alam seperti Thailand dan Malaysia serta dapat bersaing dengan produk dari karet yang banyak dihasilkan oleh China tersebut. Selama sepuluh tahun terakhir 2001 sampai 2010 impor karet dan produk karet China ke Indonesia terus mengalami peningkatan menjadi sebesar US$ 149,01 juta persen, dan impor karet dan produk karet dari beberapa negara lainnya sebesar US$ 1.670,75 juta atau rata-rata impor pertahun sebesar 1 persen dari total impor nasional. Selama sepuluh tahun terakhir hingga 2010, bila dibandingkan antara ekspor karet dan produk karet dengan impor ke China, ternyata Indonesia masih mengalami surplus perdagangan. Pada tahun 2010 surplus sebesar US$ 1.267,12. 3.3 Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia ke China Menurut Buku Tarif Bea Masuk Indonesia/Harmonized System (HS) 2 digit maka karet dan produk dari karet bernomor HS number 40. Komoditi ini merupakan komoditi unggulan Indonesia yang mempunyai daya saing kuat karena memiliki RCA lebih besar dari 1 baik RCA dunia maupun negara China, India maupun negara Asean 16

4. Sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 komoditi karet dan produk karet memiliki ranking komoditi unggulan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaaan dan penawaran termasuk faktor non ekonomi lainnya. Adapun hasil RCA Karet dan produk dari karet Indonesia terhadap China terlihat pada Tabel 3. RCA Karet dan produk karet Indonesia ke China cukup tinggi terutama setelah tahun 2004 sampai dengan 2010, yang berarti daya saing karet dan produk dari karet Indonesia sangat baik. RCA tertinggi tercapai pada tahun 2007 dan 2006 yaitu sebesar 7,85 dan 7,75. Peningkatan RCA Indonesia ke China diikuti RCA ke India yang sejak tahun 2005 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi negara tersebut yang tinggi yang mengakibatkan kebutuhan akan karet dan produk karet yang tinggi dari Indonesia. Terlihat peningkatan ekspor ke India meningkat tajam. Demikian juga daya saing Karet dan Prduk Karet Indonesia ke negara-negara tinggi, yang rata-rata dia atas 4. RCA ke negara Asean 4 tercapai paling tinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 3,48. Selama sepuluh tahun terakhir RCA Indonesia untuk karet dan produk karet tidak pernah di bawah 1. Hal ini menunjukkan daya saing ekspor produk HS 40 ini banyak laku dipasaran terutama permintaan dari Malaysia terus meningkat. Secara rinci RCA karet dan produk karet Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 dapat disajikan sebagai berikut : Tabel 2 RCA Karet dan Produk Karet Tahun 2001-2010 Uraian / Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 RCA Indonesia ke China 4,04 1,65 3,20 6,48 6,05 7,75 7,85 7,37 7,07 7,44 RCA Indonesia ke India 1,01 0,58 0,25 0,60 1,80 3,48 3,46 1,89 3,02 4,06 RCA Indonesia ke Asean 4 1,64 2,17 2,51 2,68 2,87 3,46 3,45 3,19 2,20 2,12 RCA Indonesia ke Dunia 2,33 2,90 3,47 4,21 4,22 5,47 5,34 3,71 4,10 5,17 RCA China ke Indonesia 1,02 0,79 0,67 0,63 0,57 0,58 0,60 0,61 0,60 0,64 RCA China ke India 0,95 0,79 0,76 0,97 1,44 1,33 1,44 1,49 1,15 1,22 RCA China ke Asean 4 1,06 0,87 0,77 0,77 0,77 0,75 0,73 0,69 0,74 0,81 Sumber : Bloomberg, 2012, diolah Sebaliknya bila dilihat RCA China ke Indonesia tidak mengalami kenaikan yang berarti rata-ratanya dibawah 1. Artinya daya saing karet dan produk karet China tidak kuat. Dan terakhir di tahun 2010 sebesar 0,67, jauh lebih besar dari RCA 17

Indonesia ke China yang hanya 7,4. Demikian juga RCA Indonesia ke India mempunyai tren naik. Padai tahun 2010 sebesar 4,06. Hal ini menunjukkan daya saing komoditas karet dan produk karet ke India sangat kuat. Untuk negara Asean 4 daya saing Indonesia relatif stagnan rata-rata 2. Artinya daya saing komoditas karet dan produk karet di kawasan Asean relatif kuat. Bila dilihat dari daya saing komoditas karet dan produk karet China ke Indonesia maupun Asean 4, ternyata China memiliki daya saing yang tidak kuat karena rata-rata RCAnya dibawah 1 selama sepuluh tahun terakhir dari 2001 hingga 2010. Namun RCA China ke negara India mengalami tren naik, artinya daya saing komoditi China ke India relatif kuat dan terakhir tahun 2010 lebih besar dari 1 atau sebesar 1.22. 3.4 ISP Karet dan Produk Karet Indonesia China Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) merupakan indeks yang digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan komoditas karet dan produk karet Indonesia terhadap dunia termasuk ke China. Indeks ini dapat memberi gambaran apakah Indonesia sebagai negara importir atau eksportir suatu jenis produk, dalam hal ini karet dan produk dari karet. Demikian juga Indeks IKP, indek ini memberi gambaran kerentanan ekspor karet dan produk karet ke negara tujuan ekspor. Tabel 3 IKP, ISP Karet dan Produk Karet Tahun 2001-2010 Uraian / Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 IKP Indonesia 0,29 0,31 0,30 0,29 0,29 0,27 0,28 0,29 0,26 0,26 ISP Indonesia 0,57 0,65 0,72 0,73 0,71 0,78 0,78 0,83 0,63 0,70 ISP Asean 4 0,21 0,33 0,36 0,42 0,30 0,40 0,50 0,36 0,32 0,29 ISP China 0,57 0,23 0,61 0,78 0,80 0,86 0,87 0,81 0,80 0,81 ISP India -0,97-0,87-0,96-1,00-1,00-1,00-1,00-1,00-1,00-1,00 Sumber : Bloomberg, 2012, diolah Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) Indonesia pada Tabel 3 di atas rata-rata di atas 0,5 dan tahun 2010 sebesar 0,70. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih sebagai negara eksportir karet dan produk karet. Terlihat dari tahun 2001 sampai dengan 2010 ISP rata-ratanya sebesar 0,70. Bila dibandingkan ISP negara Asean 4 mempunyai kecenderungan menjadi untuk menjadi importir komoditas karet dan 18

produk dari karet karena ISPnya menunjukkan dibawah 0,5, atau rata-rata 0,30. Demikian juga India sebagai importir. Namun ISP China mempunyai rata-rata di atas 0,5 yang berarti China juga sebagai negara eksportir untuk komoditas karet dan produk karet. Tahun 2010 ISP China sebesar 0,81, lebih tinggi dibanding Indonesia. Ekspor China lebih banyak berupa produk dari karet sedangkan ekspor Indonesia lebih banyak karet alam atau mentahnya. Sedangkan hasil Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) atau Hirschman Herfindahl Indeks (HHI) Indonesia didapat rata-rata sebesar 0,30 yang berarti ketergantungan atau konsentrasi pasar China masih relatif kecil. Hal ini berarti apabila terjadi kegoncangan ekonomi atau krisis ekonomi di China akan mempunyai pengaruh relatif kecil atau tidak signifikan karena ekspor komoditas karet dan produk karet tidak terkonsentrasi di pasar China namun tersebar di beberapa negara lainnya. 3.5 Strategi Peningkatan Daya Saing Karet dan Produk Karet Indonesia Upaya-upaya peningkatan daya saing karet dan produk karet berkaitan langsung dengan program pengembangan industri nasional. Sebagaimana yang dilakukan Pemerintah, strategi pengembangan industri karet dan produk dari karet nasional terbagi menjadi dua katagori yaitu dari sisi penawaran (supply) dan kedua dari sisi permintaan (demand). Sisi supply dimaksudkan produksi karet nasional berupa intensifikasi dan ekstensifikasi lahan karet nasional, pengembangan bahan baku produk karet, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penyediaan insentif bagi investasi produk-produk berbahan baku karet nasional serta kemudahan dalam permodalan. Sisi demand berupa pengembangan kualitas produk karet nasional, adanya diversifikasi produk dari karet, pengembangan dan perluasan pasar domestik serta pengembangan serta perluasan pasar luar dan dalam negeri melalui berbagai pameran, promosi maupun expo. Prospek karet dan produk dari karet ke depan diperkirakan masih terus meningkat dan menguntungkan pelaku usaha. Peluang ini semestinya dimanfaatkan secara maksimal oleh para pelaku usaha dalam negeri dengan jalan meningkatkan daya saing usaha dan produk yang dihasilkan. Upaya peningkatan produktivitas kebun dan efisiensi usaha produk dari karet serta peningkatan kualitas bahan olahan. 19

Ada beberapa strategi peningkatan daya saing karet dan produk karet Indonesia khususnya menghadapi negara China sebagai salah satu pesaing, antara lain adalah sebagai berikut : (1) Iklim usaha dan kemudahan sistem birokrasi Iklim usaha yang kondusif dengan perbaikan dan kemudahan birokrasi merupakan salah satu langkah peningkatan daya saing. Kondisi dan perbaikan tersebut juga meliputi akses perbankan dan fasilitas investasi permesinan yang akan dapat meningkatkan produk-produk dari karet dalam negeri. (2) Perbaikan dan pengembangan infrastruktur Peningkatan infrastruktur, seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya segera dilakukan pemerintah guna mendukung kegiatan industri dalam negeri. Dukungan dana APBN diperlukan guna percepatan dan pengembangan infrastruktur dalam rangka peningkatan daya saing sektor riil. Di sisi lain, perlu terus dilakukan peningkatan infrastruktur untuk mengurangi biaya tinggi (high cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor. (3) Peningkatan kemampuan dan kualitas petani karet dan tenaga kerja Petani karet dan tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi. Motivasi dan budaya kerja khususnya pada sektor industri produk dari karet mempengaruhi produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dengan tenaga kerja China. Untuk itu guna meningkatkan keterampilan dan kemampuan petani serta kualitas kerja tenaga kerja Indonesia perlu dilakukan penyuluhan, kursus maupun pelatihan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus tercapainya efisiensi. (4) Peningkatan produksi dan inovasi produk dari karet Bila dibandingkan dengan produk China, harga produk dari karet Indonesia masih relatif lebih mahal dibanding produk China. Hal ini tentu saja disebabkan karena produk dari karet China lebih efisien. Oleh karenanya diperlukan peningkatan produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China. Disisi lain terus dilakukannya penelitian dan pengembangan (research and development) karet dan produk dari karet nasional. 20

(5) Peningkatan strategi melalui kualitas produk, harga dan promosi. Saat ini persaingan komoditas ini makin ketat sehingga peningkatan strategi melalui produk, harga dan promosi karet dan produk dari karet Indonesia. Fokus produk dari karet Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu meningkatkan kualitas, karena konsumen sangat rasional saat ini. Konsumen selalu mempertimbangkan tidak hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya. Peningkatan strategi juga dilakukan melalui penetrasi harga. Produsen harus memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara lainnya. Salah satu tindakan efisiensi yang dapat dilakukan perusahaan adalah mengurangi bahan baku dan bahan penolong impor. Selain itu perlu dilakukan promosi guna meningkatkan volume penjualan dengan target konsumen baru. Di sisi lain terus dilakukannya segmentasi produk berdasarkan segmentasi pasar baik pasar lokal maupun internasional. (6) Penciptaan produk karet dan produk dari karet yang ramah lingkungan Isu perubahan iklim (climate change) merupakan isu internasional yang tidak boleh dihindari sehingga industri yang ramah lingkungan saat ini merupakan faktor prasyarat agar produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan. Strategi ini dilakukan guna menghindari pemutusan kerjasama ekspor maupun impor akibat limbah industri yang mencemari lingkungan. (7) Mendorong masyarakat mencintai produk karet dalam negeri Strategi lainnya adalah dengan menumbuhkan rasa cinta produk dalam negeri. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produk produk dari karet domestik. Hal ini juga berguna untuk mengalihkan permintaan produk-produk karet dari China yang terkenal relatif lebih murah dan membanjiri pasar domestik saat ini. IV. 4. 1 Simpulan SIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Pertumbuhan ekspor komoditas karet dan produk karet Indonesia selama tahun 2001 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan dan rata-rata kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 6 persen. Demikian juga nilai impor komoditas 21

ini mengalami tren naik, namun rata-rata impornya lebih rendah yaitu hanya sebesar 1 persen. 2. Daya saing karet dan produk karet Indonesia saat in cukup tinggi. Sepuluh tahun terakhir dari 2001 sampai dengan 2010, rata-rata RCAnya diatas 4. Untuk tahun 2010 RCA sebesar 5,17. Demikian juga daya saing karet dan produk karet Indonesia terhadap China rata-rata RCAnya sangat tinggi, yaitu di atas 6, sedangkan tahun 2010 sebesar 7,44. Dari hasil perhitungan ISP, didapat rataratanya sebesar 0,70 atau mendekati 1. Hal ini berarti Indonesia masih dominan sebagai pengekspor komoditas karet dan produk karet. 3. Indeks Konsentrasi Pasar (IKP) untuk komoditas karet dan produk dari karet Indonesia selama tahun 2001 sampai dengan 2010 menunjukkan rata-rata dibawah 0,30. Hal ini menunjukkan konsentrasi pasar komoditas karet dan produk karet tersebut tidak seluruhnya terkonsentrasi ke negara China. 4.2 Rekomendasi Kebijakan 1. Peluang pasar China masih terbuka lebar karena pertumbuhan dan perkembangan China yang pesat sekarang ini terutama produk-produk automotif yang banyak membutuhkan komoditas karet dan produk dari karet. Namun demikian pengembangan daya saing komoditas ini terus diperbaiki dan difokuskan pada beberapa persyaratan standar produk yang ditetapkan negara pengimpor seperti standarisasi produk, pengemasan, labeling, origin marking, sehingga komoditas ekspor tersebut tidak kalah dengan pesaing lainnya. Disamping itu diperlukan pengembangan sektor manufaktur tidak hanya produk primer seperti karet mentah tetapi melakukan upaya pergeseran (shifting) keunggulan dari sektor primer menuju sektor industri pengolahan karet (produk dari karet) karena mempunyai nilai tambah (vallue added) lebih besar. 2. Salah satu cara yang ditempuh guna meningkatkan daya saing komoditas karet dan produk dari karet Indonesia adalah melakukan pengalihan pasar selain negara tujuan China. Yaitu melakukan penetrasi pasar pada beberapa negara Asia lainnya seperti India, karena India mempunyai industri automotif yang sedang berkembang pesat, disamping itu permintaan terus naik. 22

3. Cara lain yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing adalah terus dilakukannya peningkatan produktivitas guna menghasilkan karet dan produk dari karet yang lebih efisien dengan kualitas yang lebih baik. Demikian juga perlu dilakukan kerjasama antar pelaku usaha untuk mendorong persaingan yang sehat. Hal ini terkait dengan peran pemerintah untuk menciptakan kondisi dan iklim usaha yang kondusif bagi komoditas karet dan industri karet dalam rangka menghasilkan produk-produk dari karet yang berkualitas. 23

DAFTAR PUSTAKA Anwar, Chairil, 2006, Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet Di Indonesia, Pusat Penelitian Karet, Medan (makalah disampaikan pada loka karya budidaya karet tanggal 4-6 September 2006 di Medan) Arifin, Syamsul, Ediana Rae, Dian dan Joseph PR. Charles, 2007, Kerja Sama Perdagangan Internasional, Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, Penerbit PT Elex media Komputindo, Jakarta Baasir, Faisal, Indonesia Pasca Krisis, Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004, 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta David S. Rubin, Richard I. Levin, 2006, Statistic for Management, Sevent Edition, An Imprint of Pearson Education, New Delhi, India, Deliarnov, 1995, Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta, UI Press. Hamdy, Hadi. 2001. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Buku 1, Edisi Revisi Jakarta, Ghalia Indonesia. Kotler Philip, Keller L. Kevin, 2006. Metodologi Penelitian:Aplikasi Dalam Pemasaran, Jakarta Kuncoro, Mudrajat, 2007, Ekonomika Industri Indonesia Menuju Negara Industri baru 2030, Penerbit Andi Yogyakarta Mankiw, N. Gregory, Teori Makroekonomi, edisi kelima, 2003, Harvard University, Penerbit Erlangga, Jakarta Rahardja Prathama, Manurung Mandala, 2005, Teori Ekonomi Makro suatu pengantar, edisi ketiga, LPFEUI, Jakarta Subiyanto, Heru dan Riphat, Singgih, 2004, Kebijakan, Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta Salvatore, Dominick, 1992, Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal, Penerbit Erlangga, Jakarta Tambunan, Tulus, 2001, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan temuan Empiris, LP3ES, Jakarta Triyoso, Bambang. 1994. Model Ekspor Non Migas Indonesia Untuk Proyeksi Jangka Pendek. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 24

Wibowo,I, 2004, Belajar dari China, Bagaimana Cina Merebut Peluang Dari Era Globalisasi, Penerbit Kompas, Jakarta Widiana, Anika, 2007, Kebijakan Perdagangan Uni Eropa Terhadap Ekspor Indonesia dan Pola Ekspor Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis volume 9 No 2 tahun 2007 -----------, Kajian Daya Saing Produk Non Pertanian dalam Menghadapi Globalisasi Perdagangan, Puslitbang Perdagangan Departemen Perdagangan. -------------, Introduction Trade of Research II:Trade Data and Statistics, Artnet Capacity Building Workshop and Trade Research on 22-25 March 2005 prepared by Mia Mikic, Unescap, Abstraksi Analisis Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Aerikat, Aksamil, Khair, Perpustakan UI, dalam www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-71570.pdf ---------------,Prospek dan arah pengembangan agribisnis karet, dalam http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/karet /karet-bagian-b.pdf http://data.menkokesra.go.id/content/daya-saing-imd-indonesia-tahun-2010 meningkat http://ditjenbun.deptan.go.id/ http://industrikaret.wordpress.com/penggolongan-karet/ http://www.depdag.go.id/addon/depdag_isp/index.php?isi=1 www.theceli.com/index.php?option=com_docman&task 25