SAWERIGADING. Volume 15 No. 2, Agustus 2009 Halaman

dokumen-dokumen yang mirip
SATUAN ACARA PERKULIAHAN JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITP

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

Perbedaan antara Frasa Nomina sebagai Objek. dan Frasa Nomina sebagai Komplemen Objek. dalam Klausa Bahasa Inggris 1. oleh:

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

SILABUS MATA KULIAH : BAHASA INGGRIS. Universitas ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN. Kompetensi

The Influence of the Mother Tongue in Learning English Pengaruh Bahasa Ibu dalam Mempelajari Bahasa Inggris

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH BAHASA INGGRIS KODE / SKS : KU-112 / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN PREPOSISI PADA KOLOM POS PEMBACA DI HARIAN SOLOPOS SKRIPSI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN TEKNIK ELEKTRO ( IB ) MATA KULIAH / SEMESTER : BAHASA INGGRIS 1 / 1 KODE MK / SKS / SIFAT : IT / 1 SKS / MK LOKAL

PENGGUNAAN GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENGGUNAKAN YES/NO QUESTION

Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH...

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

ANALISIS KALIMAT AKTIF DAN PASIF PADA RUBRIK OPINI DALAM SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA BERITA EKONOMI-BISNIS BULAN AGUSTUS 2014

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH: BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, menyatakan makna yang lengkap dan mengungkapkan suatu

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

PENINGKATAN KEMAMPUAN LISTENING COMPREHENSION MELALUI STRATEGI TOP-DOWN DAN BOTTOM-UP

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA & KOMPUTER JAKARTA STI&K SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pada kekuatan imaginasi. Fungsi imaginative bahasa biasanya digunakan pada

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI S1 SISTIM INFORMASI STIMIK PRABUMULIH

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI KOMPUTER - D3 BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN UNIVERSITAS GUNADARMA

PERBANDINGAN GRAMATIKA TATA BAHASA BAKU BAHASA INDONESIA EDISI PERTAMA DAN EDISI KETIGA. Miftahul Huda, S.Pd. SMA Kanjeng Sepuh, Gresik.

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB V PENUTUP. dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH: BAHASA INGGRIS EKONOMI

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. atau sebuah konstruksi tata bahasa yang terdiri atas dua kata atau lebih.

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

SILABUS PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Bahasa Inggris (GD 100) Program

FUNGSI DAN PERAN SINTAKSIS PADA KALIMAT TRANSITIF BAHASA JEPANG DALAM NOVEL CHIJIN NO AI KARYA TANIZAKI JUNICHIRO

Disetiapparagrapakan terdiri dari 3 bagianyang akan menjadipengembang paragrap tersebut.tiga bagianyang dimaksuditu adalah:

Buku Terbaru Karangan DR.Baiquni.MA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

J.C. Sutoto Pradjarto

PENGGUNAAN BAHASA DALAM TEKS DESKRIPSI KARYA SISWA KELAS VII.6 SMP NEGERI 25 PADANG

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)

METHODS OF TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN LANGUAGE. Oleh: Ruslina Tri Astuti

KESALAHAN SINTAKSIS PADA SURAT LAMARAN KERJA BERBAHASA INGGRIS

SILABUS DAN SAP PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN BAHASA INGGRIS

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN PROGRAM STUDI : DIII KOMPUTERISASI PERKANTORAN DAN KESEKRETARIATAN Semester : 2

KEPOLIMAKNAAN. A. Wawan Jatnika. ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. tenses yang tepat. Kesulitan ini mungkin disebabkan adanya fakta bahwa

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam bahasa Inggris terdapat kelas kata yang disebut part of speech.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DENGAN ANALISIS GRAMMAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

PENGGUNAAN PREPOSISI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 BONJOL KABUPATEN PASAMAN ARTIKEL ILMIAH MOMON PRATAMA NPM.

SMA/MA IPA kelas 10 - BAHASA INGGRIS IPA CHAPTER 11Latihan Soal 11.2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS LIRIK LAGU LIR-ILIR (SEBUAH KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI)

BAB I PENDAHULUAN. Kepemilikan bahasa membedakan manusia dari makhluk hidup yang lain.

RANCANGAN AKTIVITAS TUTORIAL [ R A T ]

[Year] SILABUS: Kode Mata Kuliah Mata Kuliah Bahasa Inggris I Prasyarat - Cosyarat - TIU

KESALAHAN GRAMATIKAL DALAM ABSTRAK SKRIPSI DARI LULUSAN FAKULTAS SASTRA JURNAL SKRIPSI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SILABUS & SATPEL MATA KULIAH BAHASA INGGRIS

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PENGGUNAAN FRASA DAN KLAUSA BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN SISWA SEKOLAH DASAR

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN WORD CARD

FUNGSI PELAKU DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA

Petunjuk untuk mempelajari materi mata kuliah PGTK2204 Tips untuk mempermudah Anda mempelajari bahasa Inggris

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

BAB I PENDAHULUAN. Esai merupakan karya tulis yang dibuat berdasarkan gagasan atau ide penulis.

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

Program Studi Teknik Mesin S1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi

[Year] SEKOLAH TINGGI INFORMATIKA & KOMPUTER INDONESIA (STIKI) SILABUS:

ANALISIS AFIKSASI SUB DIALEK MELAYU TEMBELING KAMPUNG GUNTUNG KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

Transkripsi:

SAWERIGADING Volume 15 No. 2, Agustus 2009 Halaman 301 308 PENGAJARAN SUFIKSASI -KAN DAN I DALAM BAHASA INDONESIA BAGI PEBELAJAR BIPA BERBASIS KAIDAH OBJEK LANGSUNG DAN TAK LANGSUNG PADA BAHASA INGGRIS MENURUT KAJIAN DIXSON (Teaching The Usage Of Suffixes kan and i in Bahasa Indonesia Intended for BIPA Learners Based on Direct Object Indirect Object Rules in English Language as Performed By Dixson) David Gustaaf Manuputty Balai Bahasa Ujung Pandang Jalan Sultan Alauddin Km 7 Talasalapang, Makassar Telepon (0411) 882401, Fax. (0411) 882403 Pos-el: dgm_sakty@yahoo.com Diterima: 3 Maret 2009 ; Disetujui: 25 Mei 2009 Abstract The usage of suffixes -kan and -i in bahasa Indonesia, including its existance as confix together with the prefix meng-, result distinction of meaning. Understanding the distinction of function and meaning referred to the suffixes -kan dan -i is not as simple as considering the distinction between the prefixes meng- and di- as indicators of active and passive. The existance of the suffixes -kan dan -i as in kirimkan and kirimi have resulted significant one. In fact, the suffix -kan should be followed by noun being as tool of action as mentioned by the verb; while the suffix -I should be followed by noun to be target of action mentioned by the verb. This method can be paralllized to the English direct object and indirect object as performed by Dixson. Key words: suffix kan and i, performed by Dixson Abstrak Pengajaran akhiran -kan dan -i dalam bahasa Indonesia, termasuk keberadaannya sebagai konfiks bersama dengan awalan meng- menghasilkan makna yang berbeda. Pemahaman tentang perbedaan fungsi dan makna ditujukan pada akhiran -kan dan i tidak sesederhana yang dipikirkan seperti perbedaan antara awalan meng- dan disebagai indikator dari aktif dan pasif. Keberadaan akhiran -kan dan -i dalam kata kirimkan dan kirimi menghasilkan sesuatu yang signifikan. Kenyataannya, akhiran -kan seharusnya diikuti oleh kata kerja sebagai alat tindakan seperti yang telah disebutkan oleh kata kerja. Sementara akhiran -i harus diikuti oleh kata benda sebagai target tindakan yang ditujukan oleh kata kerja. Metode ini dapat disanggah dengan bahasa Inggris objek langsung dan tidak langsung dengan kajian Dixon. Kata kunci: akhiran -kan dan -i, kajian Dixson 301

Sawerigading, Vol. 15, No. 2 Agustus 2009: 301 308 1. Pendahuluan Penggunaan sufiks -kan dan -i dalam bahasa Indonesia, termasuk penggunaannya secara bersamaan dengan prefiks meng- sebagai konfiks, menghasilkan makna yang berbeda. Pemahaman terhadap perbedaan fungsi dan makna sufiks -kan dan -i tersebut tidak sesederhana perbedaan fungsi dan makna antara prefiks meng- dan di-. Sangatlah mudah memahami fungsi dan makna prefiks meng- dan dimasing-masing sebagai penanda verba aktif dan pasif. Namun, perbedaan eksistensi sufiks -kan dan -i pada kata kirimkan dan kirimi menghasilkan perbedaan makna yang cukup signifikan. Pemahaman bahwa unsur sufiks -kan harus diikuti oleh objek yang dijadikan alat sebagaimana yang disebutkan oleh kata dasar, sementara unsur sufiks -i harus diikuti oleh objek yang menjadi sasaran tindakan yang disebutkan kata dasar, dapat saja diparalelkan dengan kaidah direct object dan indirect object dalam bahasa Inggris kajian Dixson. Dixson (1982:25) menyebutkan bahwa direct object (objek langsung) dapat berdiri sendiri sebagai objek tunggal dan berposisi langsung setelah predikat dan diikuti oleh indirect object (objek tak langsung). Selain itu, posisi direct object dan indirect object dapat saja dipertukarkan dengan sedikit perubahan seperti terlihat pada dua contoh kalimat berikut. 1. My uncle sent a postcard to me. (Paman saya mengirimkan sepucuk kartu pos kepada saya.) 2. My uncle sent me a postcard. (Paman saya mengirimi saya sepucuk kartu pos.) Sekalipun kaidah Dixson tentang direct object dan indirect object memiliki sejumlah kelemahan, penggunaan dua contoh kalimat di atas pada pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing yang menguasai kaidah bahasa Inggris terutama pada tingkat pemula, secara efektif berpotensi membedakan fungsi dan makna sufiks -kan dan i dalam bahasa Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang menjadi parameter di dalam tulisan ini. 2. Pembahasan 2.1 Metode Kajian Dixson Richard Dixson (1982) dalam menyusun bahan ajar bahasa Inggris menerapkan serangkaian materi pengajaran dengan berkorelasi pada buku ajar dan kaset rekaman yang dirancang guna memenuhi target sebagai sarana pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (complete course of study in English as a second language). Pengklasifikasian bahan ajar tersebut dilakukan ke dalam enam tingkatan yang secara kasatmata diterbitkan berupa enam buku yang masing-masing terdiri atas lima belas unit (chapter). Secara visual keenam buku tersebut dibedakan dalam bentuk pewarnaan. Buku 1 berwarna biru muda, buku 2 berwarna merah, buku 3 berwarna coklat, buku 4 berwarna hijau, buku 5 berwarna merah-muda, dan buku 6 berwarna biru tua. Bahan ajar yang termuat di dalam keenam buku tersebut secara kumulatif direkomendasikan untuk pengajaran bahasa Inggris selama delapan belas bulan. Setiap buku yang merepresentasekan suatu tingkatan (level) diprogramkan pengajarannya selama tiga bulan dengan modul dua unit dalam sepekan. Materi pada bulan pertama tertuang pada unit 1, 2, 3, dan 4; materi bulan kedua tertuang pada unit 6, 7, 8, dan 9; dan materi bulan ketiga tertuang pada unit 11, 12, 13, dan 14. Sementara itu, materi yang tertuang pada unit 5, 10, dan 15 sekadar merupakan pengulangan (review) dari materi yang telah dibahas pada empat unit sebelumnya. Unit 5 302

David Gustaaf Manuputty: Pengajaran Sufiksasi kan dan I dalam Bahasa Indonesia. merupakan pengulangan (review) dari materi pada unit 1, 2, 3, dan 4; unit 10 merupakan pengulangan (review) dari materi pada unit 6, 7, 8, dan 9; dan unit 15 merupakan pengulangan (review) dari materi pada unit 11, 12, 13, dan 14. Keenam buku tersebut merupakan serangkaian program pengajaran yang diperuntukkan bagi pelajar sekolah lanjutan, mahasiswa, dan tingkat dewasa lainnya. Oleh karena itu, pengajarannya pun dilakukan secara terukur dan intensif. Setiap unit dilengkapi dengan program extensive oral practice dan vocabulary and grammar note yang bertujuan agar pebelajar mampu menyerap materi yang diajarkan secara maksimal. Buku 1 diperuntukkan bagi pebelajar tingkat pra-dasar (pre-elementary) yang materinya meliputi antara lain: pengenalan to be, kata benda (noun), kata sifat (adjective), kata kerja (verb), simple present tense, dan simple past tense. Buku 2 diperuntukkan bagi pebelajar tingkat dasar (elementary) yang materinya meliputi antara lain: tingkat perbandingan (comparative degrees), present continuous tense, dan simple future tense. Buku 3 diperuntukkan bagi pebelajar tingkat pra-menengah (preintermediate) yang materinya meliputi antara lain: direct object dan indirect object, present perfect tense, past perfect tense, dan simple past tense. Buku 4 diperuntukkan penggunaannya bagi pebelajar tingkat menengah (intermediate) yang materinya meliputi antara lain: pemahaman membaca (reading comprehension), kalimat langsung dan taklangsung (direct and indirect speech), dan kalimat pengandaian (conditional sentence). Buku 5 diperuntukkan penggunaannya bagi pebelajar tingkat pra-mahir (pre-advanced) yang materinya meliputi antara lain: pendalaman membaca (reading comprehension), present perfect continuous tense, past perfect continuous tense, dan pemahaman gerund. Buku 6 diperuntukkan penggunaannya bagi pebelajar tingkat mahir (advanced) yang materinya meliputi antara lain: penguasaan membaca (reading comprehension), pendalaman dan penguasaan kalimat langsung dan taklangsung (direct and indirect speech), serta pendalaman dan penguasaan kalimat pengandaian (conditional sentence) dengan tingkat kerumitan yang lebih tinggi. Modul yang diterapkan Dixson (1982) selain menggunakan text book, juga menggunakan program extensive oral practice (berlatih bercakap) ataupun listening comprehension (berlatih mendengar secara intensif). Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris pada sejumlah kursus bahasa Inggris yang menerapkan metode Dixson dilakukan dengan jadwal pengajaran sebagai berikut. BULAN I: Minggu I: Introduction; Unit 1; Extensive Oral Practice Minggu II: Unit 2; Unit 3; Extensive Oral Practice Minggu III: Unit 4; Unit 5; Listening Comprehension Minggu IV: First Test; Extensive Oral Practice BULAN II: Minggu I: Review Test; Unit 6; Extensive Oral Practice Minggu II: Unit 7; Unit 8; Extensive Oral Practice Minggu III: Unit 9; Unit 10; Extensive Oral Practice Minggu IV: Second Test; Extensive Oral Practice BULAN III: Minggu I: Review Test; Unit 11; Extensive Oral Practice 303

Sawerigading, Vol. 15, No. 2 Agustus 2009: 301 308 Minggu II: Unit 127; Unit 13; Listening Comprehension Minggu III: Unit 14; Unit 15; Extensive Oral Practice Minggu IV: Final Test; Extensive Oral Practice 2.3 Tujuan Instruksional Pembelajaran Bahasa menurut Dixson Program extensive oral practice yang pada tingkat pemula lebih ditekankan pada kemampuan membaca dan memahami atau reading comprehension. Menurut Dixson (1982), hal tersebut bertujuan memberdayakan para pebelajar dalam mempelajari bahasa serta mengarahkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan bahasa baru (ability to communicate in the new language). Selanjutnya, program structure and pattern practice bertujuan mengasah kemampuan para pebelajar memahami struktur gramatikal dan ungkapan idiomatis terutama yang terdapat pada bahan bacaan sesi reading comprehension. Selain pemahaman pada struktur gramatikal dan ungkapan idiomatis, Dixson pun menekankan pada pentingnya faktor pelafalan kata dan intonasi (pronunciation and intonation practice). Dalam hal ini Dixson memandang perlunya penerapan listening comprehension yang setelah para pebelajar mendengarkan rekaman, mereka wajib mengikuti/menirukan pelafalannya sesuai dengan kaidah tata bahasa. Akhirnya, Dixson (1958) berpendapat bahwa pelatihan umum yang senantiasa mendorong dan mengasah kemampuan para pembelajar mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari adalah dalam bentuk pelatihan percakapan atau penyimakan (conversation practice). 2.4 Metode Pembelajaran Objek langsung - Objek Tak Langsung Menurut Dixson Dixson (1982:25) memberi definisi bahwa beberapa kata kerja seperti to give berpotensi memiliki dua objek, yaitu objek langsung (direct object) dan objek tak langsung (indirect object). Objek tak langsung (indirect object) berposisi setelah kata kerja, sementara objek langsung (direct object) berposisi setelah objek tak langsung (indirect object) tersebut. Dixson pun memberi beberapa contoh kalimat sebagai berikut. 1. He lent me his typewriter. (Ia meminjami saya mesin ketiknya.) 2. I wrote her a letter. (Saya mengiriminya sepucuk surat.) 3. They gave him a better job. (Mereka memberinya pekerjaan yang lebih baik.) 4. We bought them a gift. (Kami membeli mereka sebuah bingkisan) Dixson memberi tanda kehatihatian yang dalam teks aslinya berbunyi: Note that the indirect object is usually a person (or an institution) and the direct object is usually a thing (objek tak langsung biasanya orang atau institusi dan objek langsung biasanya benda). Selain definisi di atas, Dixson memberikan bentuk alternatif lain yang disebut prepositional phrase atau frase preposisi. Dixson pun menambahkan yang dalam teks aslinya berbunyi: prepositional phrase beginning with to (or for in a few cases) which comes after the direct object. Yang dimaksudkan Dixson dalam hal ini adalah posisi objek langsung dan objek tak langsung dapat saja dipertukarkan dengan ketentuan bahwa antara objek langsung dan objek tak langsung tersebut harus ada kata depan to atau for pada hal-hal tertentu seperti 304

David Gustaaf Manuputty: Pengajaran Sufiksasi kan dan I dalam Bahasa Indonesia. terlihat pada beberapa contoh di bawah ini. 1. He lent his typewriter to me. (Ia meminjamkan mesin ketiknya kepada saya.) 2. I wrote a letter to her. (Saya mengirimkan sepucuk surat kepadanya.) 3. They gave a better job to him. (Mereka memberikan pekerjaan yang lebih baik kepadanya.) 4. We bought a gift for them. (Kami membelikan sebuah bingkisan buat mereka.) Akhirnya, Dixson mengakhiri uraiannya tentang objek langsung dan objek tak langsung dengan menambahkan bahwa dalam hal objek langsung dan objek tak langsung menggunakan kata ganti atau object pronoun, seperti: me, you, him, her, it, us, them; maka pola alternatif yang disebutkan di atas inilah yang wajib digunakan guna menghindari kerancuan seperti terlihat pada beberapa contoh di bawah ini. 1. He lent it to me. (Ia meminjamkannya kepada saya.) 2. I wrote it to her. (Saya mengirimkannya kepadanya.) 3. They gave it to him. (Mereka memberikannya kepadanya.) 4. We bought it for them. (Kami membelikannya buat mereka.) 2.5 Fungsi dan Makna Sufiks - kan dan -i dalam Bahasa Indonesia Melalui pilihan kata yang cermat, seseorang mampu menunjukkan perbedaan dan persamaan makna kata sesuai dengan tujuan dan gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan untuk memperoleh bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pembaca dan pendengar (Tim Penyusun, 1997:30). Sufiks -kan dan -i dalam bahasa Indonesia, terutama jika berkombinasi dengan prefiks meng- dalam kalimat aktif atau di- dalam kalimat pasif yang menghasilkan konfiks meng- + -kan dan meng- + -i atau di- + -kan dan di- + -i, memiliki fungsi dan makna yang berbeda. Moeliono dkk. (1988: 108--109) menyebutkan penambahan afiksasi berupa sufiks -kan merupakan proses yang paling produktif dalam penurunan verba transitif. Makna yang paling tersebar adalah makna kausatif menjadikan (objek)<pangkal>/berupa<pangkal>/ bersifat<pangkal>, seperti: dewa mendewakan hitam menghitamkan satu menyatukan tulis menuliskan berhenti memberhentikan Sebagaimana terlihat pada beberapa contoh di atas, pangkal dapat berupa nomina, adjektiva, numeralia, verba asal, verba berprefiks ber-. Selain itu, sufiks -kan berfungsi untuk menurunkan verba (kata kerja) transitif dari verba transitif lain. Hasilnya bisa ekatransitif atau dwitransitif. Jika hasilnya ekatransitif, sufiks -kan menyatakan bahwa sasaran (objek dalam bentuk aktif) tidak dikenai begitu saja, tetapi melalui upaya tambahan, ditangani atau dipindahkan tempat. Unsur makna itu tidak terdapat pada verba pangkal. Moeliono dkk. (1988:110) menegaskan bahwa unsur semantis ketaklangsungan terdapat juga pada verba berafiks -kan yang dwitransitif. Pada verba tanpa sufiks, kegiatan yang diungkapkan oleh verba itu menghubungkan pelakunya (subjek dalam bentuk aktif) dengan maujud kedua (objek dalam bentuk aktif) secara 305

Sawerigading, Vol. 15, No. 2 Agustus 2009: 301 308 langsung. Namun, pada verba bersufiks hubungan itu menjadi tak langsung, yaitu dengan pengantaraan maujud ketiga (yang menjadi objek dengan bentuk meng- + -kan, sedangkan maujud kedua menjadi pelengkap). Verba transitif itu pada umumnya memunyai makna benefaktif, artinya maujud yang menjadi objek dalam bentuk aktif dianggap beruntung seperti terlihat pada beberapa contoh berikut. membeli membelikan mencari mencarikan membuka membukakan mengambil mengambilkan membuat membuatkan Dalam kalimat Saya membeli baju baru hanya ada S, P, dan O. Dalam kalimat Saya membelikan baju baru buat Lina, selain terdapat S, P, dan O, ada juga pelengkap yaitu Lina yang merupakan maujud yang beruntung. Sebaliknya, verba transitif yang diturunkan dengan sufiks -i antara lain dapat berpangkal pada nomina, adjektiva, verba. Dengan nomina sebagai pangkal dihasilkan verba dengan makna memanipulasi<pangkal>pada permukaan (objek) yang dapat ditafsirkan sebagai melengkapi (objek) dengan <pangkal>, menaruh <pangkal> pada (objek), seperti: garam garami menggarami kepala kepalai mengepalai panas panasi memanasi datang datangi mendatangi tidur tiduri meniduri Dasar verba transitif yang diturunkan dari adjektiva dengan sufiks -i pada umumnya memunyai makna kausatif. Namun, makna yang dihasilkan berbeda dengan makna kausatif verba yang bersufiks -kan. Makna kausatif pada verba bersufiks -kan menyatakan bahwa kegiatan menjadikan <pangkal> itu menyatakan hasil kegiatan, sedangkan verba bersufiks -i hanya menyangkut permukaan objek. Perbedaan signifikan antara verba bersufiks -kan dan bersufiks -i dengan pangkal adjektiva terang terlihat jelas sebagai berikut. Verba menerangkan berarti menyebabkan masalah menjadi terang, sedangkan menerangi berarti menyebabkan ruangan/permukaan menjadi terang. Dengan istilah yang lebih sederhana, penulis meredefinisikan kembali sufiks -kan dan -i pada konfiks meng- + -kan dan meng- + -i sebagai berikut. 1. Bentuk meng- + -kan menghasilkan makna kausatif membuat (objek) jadi yang dinyatakan oleh kata dasar (nomina, adjektiva, verba, numeralia) seperti: meng- + nomina + -kan mendewakan membuat jadi dewa meng- + adjektiva + -kan memerahkan membuat jadi merah meng- + verba + -kan menidurkan membuat jadi tidur meng- + numeralia + -kan menyatukan membuat jadi satu 2. Bentuk meng- + -i menghasilkan makna kausatif target membuat (objek) jadi target atau sasaran yang dinyatakan oleh kata dasar (nomina, adjektiva, verba) seperti: meng- + nomina + -i menggarami membuat jadi sasaran garam meng- + adjektiva + -i menghabisi membuat jadi sasaran habis meng- + verba + -i meniduri membuat jadi sasaran tidur 3. Simpulan Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Dixson bahwa objek 306

David Gustaaf Manuputty: Pengajaran Sufiksasi kan dan I dalam Bahasa Indonesia. tak langsung biasanya orang atau institusi, dan objek langsung biasanya benda (that the indirect object is usually a person (or an institution) and the direct object is usually a thing) tidak sepenuhnya benar dan berterima karena dapat saja posisi direct object ditempati oleh persona. Kedua, definisi yang dikemukakan oleh Dixson bahwa objek tak langsung biasanya orang atau institusi dan objek langsung biasanya benda (that the indirect object is usually a person (or an institution) and the direct object is usually a thing) memiliki kriteria yang sama dengan fungsi sufiks -kan dan -i dalam bahasa Indonesia, terutama jika berkombinasi dengan prefiks mengdalam kalimat aktif atau di- dalam kalimat pasif yang menghasilkan konfiks meng- + -kan dan meng- + -i atau di- + -kan dan di- + -i. Selain itu, unsur semantis ketaklangsungan terdapat pada verba berafiks -kan yang dwitransitif, dan menjadikannya hubungan tak langsung, yaitu dengan pengantaraan maujud ketiga (yang menjadi objek dengan bentuk meng- + -kan, sedangkan maujud kedua menjadi pelengkap). Ketiga, kaidah bahasa Indonesia mengenai makna verba bersufiks -kan dan bersufiks -i pada umumnya memunyai makna kausatif berbeda dengan kaidah bahasa Inggris yang memunyai bentuk verba kausatif tanpa melalui pembentukan afiksasi sebagaimana halnya dengan bahasa Indonesia, baik yang bersifat infleksional maupun yang bersifat derivasional. Keempat, unsur nomina ataupun pronomina objek yang menempati posisi setelah predikat verba meng- + -kan tidak mutlak harus berupa nonpersona dan sebaliknya pula objek yang menempati posisi setelah predikat verba meng- + -i tidak mutlak harus berupa persona. Kelima, untuk verba tertentu, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris, penerapan kaidah meng- + -kan dan meng- + -i dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi pembelajar BIPA (penutur asing) dapat saja dilakukan dengan mengacu pada kaidah direct object - indirect object dalam bahasa Inggris menurut kajian Dixson. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dixson, Richard. 1982. Modern American English Book 3. Jakarta: PT Indira. Elson, Benjamin dan Velma Pickett. 1969. An Introduction to Morphology and Syntax. Santa Ana: Summer Institute of Linguistics. Hornby, A.S. 1987. Oxford Advanced Learner s Dictionary of Current English. New Edition. London: Oxford University Press. Kentjono, Djoko. 1990. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Nusa Indah: Ende Flores. -Kridalaksana, Harimurti. 1985. Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende: Nusa Indah. Fungsi ----------------------. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia. Moeliono, Anton M. Dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 307

Sawerigading, Vol. 15, No. 2 Agustus 2009: 301 308 Tim Penyusun. 1997. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Bahasa Ujung Pandang. Webster, A.S. 1991. Webster s Dictionary and Thesaurus of the English Language. New York: Lexicon Publications Inc. 308