Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN B DATA HASIL PENGINDEKSAN DAN PENGHALUSAN PUNCAK DIFRAKSI SINAR-X SERBUK

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Gambar III.1 Bagan alir penelitian

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN 3,6-DI-2-PIRIDIL-1,2,4,5-TETRAZIN (DPTZ)

Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi

Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks)

METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ]

APLIKASI KOMPLEKS BESI(II)-1,2,4-TRIAZOL UNTUK SENYAWA SENSOR SUHU PADA DISPLAY FENOMENA SPIN CROSSOVER

Jurnal Kimia Indonesia

KIMIA ANORGANIK TRANSISI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929.

Senyawa Koordinasi. Ion kompleks memiliki ciri khas yaitu bilangan koordinasi, geometri, dan donor atom:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

SISTEM PERIODIK UNSUR

Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, SYNTHESIS OF BINUCLEAR COMPLEX COMPOUND OF {[Fe(L)(NCS) 2 ] 2 oks} (L = 1,10-phenantrolin and 2,2 -bypiridine)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PENINGKATAN SIFAT MAGNETIK KOMPLEKS POLIMER OKSALAT [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C 2 O 4 ) 3 ] DENGAN MENGGUNAKAN KATION ORGANIK TETRABUTIL AMONIUM

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

8.4 Senyawa Kompleks

4 Hasil dan Pembahasan

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA

Bab III Metodologi Penelitian. Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.xH 2 O. Karakterisasi. Penentuan Rumus kimia

STRUKTUR KIMIA DAN SIFAT FISIKA

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN BENZOKAIN

Penyelesaian Tugas Kuliah Kimia Umum C (Soal bagi kelompok jadwal kuliah Kamis pagi pukul 08.00)

Kegiatan Belajar 4 Kimia Unsur. Menguasai teori aplikasi materipelajaran yang diampu secara mendalam pada materi Kimia Unsur.

Peranan elektron dalam pembentukan ikatan kimia

PEMODELAN INTERAKSI ETER MAHKOTA BZ15C5 TERHADAP KATION Zn 2+ BERDASARKAN METODE DENSITY FUNCTIONAL THEORY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH KATION ORGANIK PADA KOMPLEKS BINUKLIR [A][Mn II Fe III (ox) 3 ], A=[N(n-C 4 H 9 ) 4 ] + ATAU [N(n-C 5 H 11 ) 4 ] +

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS BINUKLIR HOFMANN-LIKE NETWORK BESI(II) - NIKEL(II) DENGAN SIANIDA DAN ETILENDIAMIN

Partikel Materi. Partikel Materi

9. KOMPETENSI INTI DAN KOMPTENSI DASAR KIMIA SMA/MA KELAS: X

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Tatap Muka Ke-1)

JAWABAN. 8. Untuk obligasi tunggal antara sejenis atom, bagaimana kekuatan ikatan yang berhubungan dengan ukuran dari atom?jelaskan secara ilmiah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Kimia Organik I. Pertemuan ke 1 Indah Solihah

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Bab II Tinjauan Pustaka

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA MANGAN(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB I P ENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

Transisi Spin dalam Spesies Turunan Tris[2-(Pirazol-3-il)piridina]besi(II)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

SENYAWA KOMPLEKS. Definisi. Ion Kompleks. Bilangan koordinasi, geometri, dan ligan RINGKASAN MATERI

Tabel Periodik. Bab 3a. Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi 2010 dimodifikasi oleh Dr.

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Co(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN- 2,6-DIKARBOKSILAT

Bab II Tinjauan Pustaka

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

OLEH: NUARI WAHYU DWI CAHYANI DOSEN PEMBIMBIMNG: Dr. FAHIMAH MARTAK, M.Si

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ikatan Kimia. Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

Jilid 1. Penulis : Citra Deliana D.S, M.Si. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

! " "! # $ % & ' % &

larutan yang lebih pekat, hukum konservasi massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan berganda, hukum perbandingan volume dan teori

STRUKTUR ATOM A. PENGERTIAN DASAR

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

LATIHAN SOAL IKATAN KIMIA

COORDINATION COMPOUND. Disusun oleh : Bintang Ayu Kalimantini NIM : KELAS D 10.30

Persiapan UN 2018 KIMIA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL CALON PESERTA INTERNATIONAL CHEMISTRY OLYMPIAD (IChO) Yogyakarta Mei Lembar Jawab.

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

LATIHAN SOAL IKATAN KIMIA

Kesetimbangan Kimia. Bab 4

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA

STOIKIOMETRI. STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.

BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB I STRUKTUR ATOM

Sulistyani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia :

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Bab IV Hasil dan Pembahasan

IKATAN KIMIA ORGANIK dalam bidang ilmu FARMASI

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH KIMIA UNSUR UNSUR KOBALT. Disusun Oleh : Indah Ar ( )

SINTESIS DAN KARAKTERISASI GARAM RANGKAP KALSIUM TEMBAGA(II) ASETAT HEKSAHIDRAT CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Transkripsi:

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian Senyawa kompleks oktahedral yang mengandung ion logam pusat transisi seri pertama dengan konfigurasi d 4 d 7 dapat berada dalam dua keadaan elektronik berbeda, spin rendah (Low Spin = LS) atau spin tinggi (High Spin = HS) bergantung pada kekuatan medan ligan yang mengelilinginya. Dalam medan ligan sedang (intermediate), perbedaan energi di antara keadaan spin rendah dan spin tinggi cukup kecil sehingga adanya gangguan dari luar seperti temperatur, tekanan atau penyinaran dapat menyebabkan perubahan keadaan spin rendah menjadi spin tinggi atau sebaliknya (LS HS). Fenomena perubahan keadaan spin ini dikenal sebagai transisi spin (Spin Transition = ST) atau penyeberangan spin (Spin Crossover = SC) (Gütlich dkk., 2000). Senyawa kompleks yang dapat menunjukkan fenomena transisi spin disebut sebagai kompleks ST. Sebagian besar penelitian transisi spin yang telah dipublikasikan berkembang dari kompleks ST dengan temperatur transisi rendah sampai ke temperatur ruang (König dkk., 1985; Gallois dkk., 1990; Lavrenova dkk., 1995; Floquet dkk., 2003). Sangat sedikit kompleks ST dengan temperatur transisi di atas temperatur ruang yang dilaporkan (Garcia dkk., 2002). Ini disebabkan sebagian besar kompleks ST mengalami dekomposisi pada temperatur tinggi sehingga karakter transisi spinnya tidak dapat diamati dan dimanfaatkan. Oleh sebab itu yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah upaya apa yang harus dilakukan untuk bisa mengamati kompleks ST dengan karakter transisi spin di atas temperatur ruang tanpa menyebabkan kompleks tersebut terdekomposisi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menurunkan temperatur transisi kompleks ST tersebut. Medan magnetik dapat menurunkan energi kompleks ST keadaan spin tinggi. Oleh karena itu medan magnetik dapat menurunkan temperatur transisi dari spin rendah ke spin tinggi. Seperti yang dilaporkan oleh Bousseksou, transisi spin kompleks [Fe(phen) 2 (NCS) 2 ] mengalami pergeseran ke arah temperatur lebih rendah sebesar 2 K dalam medan magnetik eksternal sebesar 1

32 Tesla (Gütlich dan Goodwin, 2004). Medan magnetik eksternal dapat menurunkan temperatur transisi tetapi penurunannya kurang signifikan. Oleh sebab itu pada penelitian ini dikembangkan upaya menurunkan temperatur transisi melalui pengaruh medan magnetik internal. Medan magnetik internal dipilih karena medan magnetik internal diharapkan dapat memberikan pengaruh lebih besar dibanding medan magnetik eksternal. Selain itu medan magnetik internal dapat diperoleh dengan mudah dari senyawa kompleks pengarah magnetik yang dapat digabungkan dengan kompleks ST. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perlu diuji: 1. Apakah kompleks ST dapat digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik untuk menghasilkan senyawa baru? 2. Apakah dalam senyawa baru tersebut transisi spin kompleks ST masih bisa diamati? 3. Apakah temperatur transisi kompleks ST dalam senyawa baru tersebut berubah menjadi lebih rendah dan seberapa besar perubahannya? 4. Bila kompleks ST dalam senyawa baru tidak menunjukkan transisi spin, faktor apa penyebabnya? Kompleks ST merupakan kompleks kation yang pasti dapat digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik yang merupakan kompleks anion. Penggabungan ini diharapkan menghasilkan senyawa baru yang stoikiometris. Dalam senyawa baru transisi spin kompleks ST bisa diamati dengan perubahan temperatur transisi menjadi lebih rendah. Besarnya perubahan temperatur transisi kompleks ST ke arah temperatur lebih rendah dapat diamati secara signifikan. Perubahan kerangka molekul kompleks ST dapat menyebabkan perubahan medan ligan di sekitar ion logam pusat sehingga karakter transisi spin tidak dapat dipertahankan. Sejauh ini belum ada publikasi penggabungan kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik untuk menurunkan temperatur transisi spin kompleks ST di bawah pengaruh medan magnetik internal dari kompleks pengarah magnetik. Tetapi konsep penggabungan kompleks kation dengan kompleks pengarah magnetik menjadi senyawa baru telah berkembang sejak akhir abad 20. Sebagian besar penggabungan dua kompleks tersebut bertujuan untuk meningkatkan 2

temperatur Curie kompleks pengarah magnetik (Decurtins dkk., 1994, Clemente- Leon dkk., 1997, Coronado dkk., 2001, Clemente-Leon dkk., 2006). Namun, ada penggabungan yang menghasilkan kompleks ST dari kompleks yang semula tidak memiliki karakter transisi spin. Seperti yang dilaporkan oleh Sieber, kompleks kobalt(ii) dengan ligan 2,2 -bipiridin pada keadaan spin tinggi ketika digabungkan dengan kompleks litium(i)-kromium(iii) oksalat menghasilkan senyawa baru dengan karakter transisi spin. Temperatur transisinya diamati pada 161 K (Sieber dkk., 2000). Salah satu kompleks yang dapat berfungsi sebagai pengarah magnetik adalah kompleks oksalat dengan berbagai ion logam transisi. Kompleks oksalat dengan dua ion logam transisi dikenal sebagai kompleks oksalat bimetalik. Dalam kompleks tersebut, ion oksalat merupakan ligan jembatan yang dapat bertindak sebagai mediator interaksi magnetik di antara ion-ion logam yang dihubungkannya. Pada penelitian ini dipilih kompleks bimetalik mangan(ii)- kromium(iii) oksalat karena kompleks ini pada temperatur ruang bersifat paramagnetik dan pada temperatur rendah menjadi feromagnetik yang dapat menghasilkan medan magnetik internal (Decurtins dkk., 1994; Pellaux dkk., 1997; Coronado dkk., 2001). Selain itu kompleks ini memiliki struktur yang terdiri atas lapisan-lapisan magnetik yang dibentuk oleh jaringan mangan(ii)- kromium(iii) oksalat dengan stoikiometri [MnCr(ox) 3 ] n- n. Di antara lapisanlapisan magnetik tersebut terdapat rongga yang dapat ditempati oleh kompleks ST. Oleh karena itu berdasarkan sifat magnetik dan strukturnya, kompleks mangan(ii)-kromium(iii) oksalat ini sangat tepat digunakan sebagai kompleks pengarah magnetik untuk digabungkan dengan kompleks ST. Kompleks ST dapat dibentuk oleh berbagai ion logam transisi seri pertama dengan konfigurasi d 4 -d 7, dan yang dipilih pada penelitian ini adalah kompleks ST besi(ii) karena transisi spin besi(ii) menghasilkan perubahan sifat magnetik yang jelas dari diamagnetik pada keadaan spin rendah menjadi paramagnetik pada keadaan spin tinggi. Dengan demikian pengaruh medan magnetik terhadap transisi spin besi(ii) dapat diamati dengan jelas. Pada penelitian ini kompleks ST besi(ii) yang dipilih adalah kompleks besi(ii) dengan ligan 4-amino-1,2,4-triazol 3

(NH 2 trz). Beberapa hasil penelitian mengungkapkan kompleks ST ini menunjukkan transisi spin pada temperatur ruang (Lavrenova dkk., 1995; Kahn dan Martinez, 1998). Dengan demikian temperatur transisi spin kompleks ST ini mudah diukur karena berada dalam rentang temperatur pengukuran kebanyakan instrumen magnetometer. Demikian juga diharapkan pada saat kompleks ST ini digabungkan dengan kompleks pengarah magnetik temperatur transisinya masih dalam rentang temperatur yang mudah diukur. Karakter transisi spin besi(ii) ditentukan oleh sifat ligan dan dipengaruhi oleh anion dan molekul air yang tergabung dalam kompleks ST (van Koningsbruggen dkk., 1997, Garcia dkk., 1997, Gütlich dan Goodwin, 2004). Oleh sebab itu pada penelitian ini perlu diuji apakah pengaruh medan magnetik internal sama terhadap kompleks ST besi(ii) dengan ligan dan anion berbeda. Untuk itu perlu dilakukan kajian awal transisi spin besi(ii) dalam kompleks ST dengan beragam ligan dan anion. Untuk variasi ligan, selain ligan NH 2 trz dipilih ligan 2,(2 -piridil)kuinolin (pq). Struktur ligan pq terdiri atas dua cincin piridin dan satu benzena yang terikat sebagai cabang pada salah satu cincin piridin. Cincin piridin yang mengikat gugus benzena dinamai sebagai kuinolin. Adapun struktur ligan NH 2 trz terdiri atas satu cincin beranggota dua atom karbon dan tiga atom nitrogen dengan satu gugus amino sebagai cabang pada salah satu atom nitrogen. Gugus cabang benzena yang ruah pada ligan pq menimbulkan efek sterik yang menyebabkan jarak ikatan ligan pq terhadap ion logam pusat lebih panjang daripada jarak ikatan ligan NH 2 trz terhadap ion logam pusat. Oleh karena itu kompleks besi(ii) dengan ligan pq lebih mudah mengalami transisi ke keadaan spin tinggi sehingga temperatur transisi spin kompleks ST besi(ii) dengan ligan pq lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks ST besi(ii) dengan ligan NH 2 trz. Seperti yang dilaporkan oleh Onggo, kompleks besi(ii) dengan ligan pq dan anion perklorat menunjukkan transisi spin dengan temperatur transisi pada 150 K (Onggo dkk., 1990). 4

Untuk variasi anion dipilih anion klorida, tetrafluoroborat dan perklorat. Ukuran anion perklorat lebih besar daripada ukuran anion tetrafluoroborat dan ukuran anion tetrafluoroborat lebih besar daripada ukuran anion klorida. Ukuran anion lebih besar menyebabkan volume kompleks lebih besar sehingga mudah mengalami transisi ke keadaan spin tinggi (Haasnoot, 2000). Oleh karena itu diharapkan temperatur transisi kompleks ST besi(ii) dengan anion perklorat lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks dengan anion tetrafluoroborat dan kompleks dengan anion klorida. Pemilihan variasi ligan dan anion tersebut diharapkan cukup mewakili untuk mendapatkan kajian pengaruh jenis ligan dan ukuran anion terhadap temperatur transisi spin kompleks ST besi(ii). I.2 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalahnya, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan informasi fenomena transisi spin kompleks ST besi(ii) dengan beragam ligan dan anion. 2. Menentukan kriteria pembentukan senyawa gabungan kompleks ST besi(ii) dengan pengarah magnetik mangan(ii)-kromium(iii) oksalat. 3. Memperkaya jumlah dan jenis senyawa hasil penggabungan dua kompleks berbeda. 4. Mendapatkan pola transisi spin besi(ii) dalam medan magnetik internal yang berasal dari mangan(ii)-kromium(iii) oksalat sebagai solusi penurunan temperatur transisi. I.3 Pelaksanaan Penelitian Secara Garis Besar Pada penelitian ini dilakukan sintesis berbagai senyawa kompleks yang meliputi kompleks ST besi(ii) dengan ligan NH 2 trz dan pq, kompleks pengarah magnetik mangan(ii)-kromium(iii) oksalat dan penggabungan masing-masing kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik. 5

Sintesis kompleks ST besi(ii) dengan ligan NH 2 trz dilakukan melalui reaksi garam besi(ii) dengan ligan NH 2 trz dengan rasio mol 1:3 dalam pelarut metanol yang telah dideoksigenasi di bawah atmosfer gas N 2 pada temperatur ruang. Prosedur yang sama dilakukan pada sintesis kompleks ST besi(ii) dengan ligan pq tetapi dengan rasio mol 1:5. Sintesis kompleks mangan(ii)-kromium(iii) oksalat dilakukan melalui reaksi kompleks kromium(iii) oksalat dengan garam mangan(ii) dan anion tetrabutilamonium dengan rasio mol 1:1:1 dalam pelarut air. Untuk mendapatkan senyawa baru dilakukan penggabungan masing-masing kompleks ST besi(ii) dengan kompleks mangan(ii)-kromium(iii) oksalat dalam pelarut campuran metanol-air. Senyawa yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektroskopi serapan atom, analisis unsur C, H, N, analisis termogravimetri, difraksi sinar-x dan spektroskopi inframerah. Karakterisasi ini dilakukan untuk menentukan rumus kimia, sistem kristal dan struktur senyawa. Untuk menentukan karakter transisi spinnya dilakukan pengukuran sifat magnetik dengan neraca suseptibilitas magnetik dan magnetometer MPMS-7. Hasil pengukuran sifat magnetik menunjukkan transisi spin terjadi pada kompleks besi(ii) dengan ligan NH 2 trz dan pq dengan berbagai anion yang teridiri atas klorida, tetrafluoborat dan perklorat. Temperatur transisi untuk kompleks besi(ii) dengan ligan NH 2 trz teramati di atas temperatur 270 K, sedangkan untuk kompleks besi(ii) dengan ligand pq teramati pada temperatur di bawah 170 K. Kompleks pengarah magnetik mangan(ii)-kromium(iii) oksalat menunjukkan sifat paramagnetik pada temperatur ruang dengan nilai momen magnetik 7,1 BM. Penggabungan kompleks ST besi(ii) dengan kompleks mangan(ii)-kromium(iii) oksalat menghasilkan 4 senyawa baru. Dari ke empat senyawa tersebut, gabungan senyawa kompleks ST besi(ii) dengan ligan NH 2 trz menunjukkan transisi spin dengan temperatur transisi kira-kira19 48 K lebih rendah daripada temperatur transisi kompleks ST sebelum digabungkan. Sedangkan gabungan senyawa kompleks besi(ii) dengan ligan pq tidak menunjukkan transisi spin melainkan spin tinggi normal. 6

Berdasarkan kajian tersebut dapat dirumuskan model penggabungan kompleks ST dengan kompleks pengarah magnetik yang dapat menurunkan temperatur transisi. Model ini diharapkan dapat diterapkan untuk identifikasi kompleks ST dengan temperatur transisi tinggi sehingga membuka peluang terciptanya senyawa ST dengan berbagai variasi temperatur transisi. Ini memungkinkan aplikasi yang lebih luas senyawa ST dalam elektronika molekular. I.4 Sistematika Disertasi Keseluruhan kegiatan dan hasil penelitian diungkapkan secara rinci dalam disertasi yang secara garis besar terdiri atas lima bab. Bab I memuat mengenai latar belakang dan masalah penelitian, tujuan serta garis besar pelaksanaan penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka terkait dengan penelitian ini. Bab III mengungkapkan secara rinci metode penelitian. Selanjutnya keseluruhan hasil penelitian dan pembahasannya disajikan pada Bab IV dan kesimpulannya dimuat dalam Bab V. 7