BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III RENCANA PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Judul PEMBUATAN TRIGLISERIDA RANTAI MENENGAH (MEDIUM CHAIN TRIGLYCERIDE) Kelompok B Pembimbing

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Biodiesel Dari Minyak Nabati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

III. METODOLOGI PENELITIAN

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

4 Pembahasan Degumming

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

Bab III Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau santan dalam sayur-sayuran. Minyak kelapa murni mengandung asam laurat

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. produksi modern saat ini didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa)

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

LIPID. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

A. Sifat Fisik Kimia Produk

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

Potensi Produk Transesterifikasi Minyak Dedak Padi (Rice Bran Oil) sebagai Bahan Baku Pembuatan Base Oil Epoksi Metil Ester

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

Molekul, Vol. 2. No. 1. Mei, 2007 : REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KACANG TANAH (Arahis hypogea. L) DAN METANOL DENGAN KATALIS KOH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

Reaksi Esterifikasi. Oleh : Stefanus Dedy ( ) Soegiarto Adi ( ) Cicilia Setyabudi ( )

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil) berasal dari tanaman

Bab III Pelaksanaan Penelitian

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lemak 2.1.1 Konsumsi Lemak Lemak merupakan sumber makanan kaya energi kedua bagi manusia. Konsumsi lemak dunia berkisar antara 10 45% dari total energi (Trugo & Torres, 2003). Trigliserida menjadi bahan lemak yang memiliki kemudahan dicerna paling tinggi dan mengandung energi yang tertinggi pula (9 kkal/gram). Penggolongan lemak dapat dilihat pada Gambar 2.1. LIPID JENUH TAK JENUH TUNGGAL TAK JENUH JAMAK mega 9 mega 6 mega 3 Rantai menengah C6-C12 Minyak inti kelapa Babassu Kelapa Cohune Minyak inti sawit Tocum MCT Rantai panjang C14-C24 Lemak coklat Lemak susu Gemuk Tallow Sawit Stearat Kaya oleat Zaitun Kanola Safflower (hibrid) Bunga matahari (hibrid) Kaya linoleat Jagung Kapas Kedelai Safflower (reguler) Bunga matahari (reguler) Minyak γ-asam linolenat Black-currant Borage Primrose Kaya linolenat Minyak ikan Salmon Makarel Tuna Trigliserida rantai panjang Gambar 2.1 Penggolongan lemak Sumber : JP. Kennedy (1991) Gambar 2.2 Asam lemak jenuh : asam stearat Gambar 2.3 Asam lemak tak jenuh : asam oleat B.56.3.29 5

Konsumsi lemak biasa ditunjukkan dalam persentase energi dalam makanan (en%). Konsumsi lemak yang disarankan bagi orang yang kelebihan berat badan adalah 30- en%, sedangkan untuk orang yang aktif disarankan 35-en%. Konsumsi lemak perlu dibatasi karena konsumsi berlebihan dapat mengakibatkan obesitas dan penyakit kronis. Lemak memiliki cita rasa yang dapat membangkitkan selera makan sehingga orang kesulitan mengontrol asupan lemak. Untuk mengatasi hal tersebut telah banyak dilakukan penelitian mengenai berbagai produk pengganti lemak yang lebih sehat dan rendah kalori namun memiliki cita rasa lemak. 2.1.2 Beberapa Produk Pengganti Lemak Beberapa pengganti lemak yang dikembangkan di antaranya adalah sebagai berikut : a. Pengganti lemak berbasis protein. Salah satu pengganti lemak berbasis protein, Simplesse, pertama kali diperkenalkan pada Januari 1988 oleh perusahaan Nutra Sweet. Protein rendah kalori ini dibuat melalui mikropartikulasi protein susu dan putih telur yang menghasilkan partikel-partikel protein yang sangat kecil namun memiliki cita rasa seperti lemak. b. Pengganti lemak berbasis karbohidrat. Pada tahun 1971, P&G mempatenkan olestra, yaitu polimer sukrosa yang terdiri dari sukrosa dengan asam-asam lemak rantai panjang. lestra tidak dapat diserap tubuh tetapi memiliki cita rasa lemak sehingga banyak digunakan sebagai campuran dalam minyak goreng. c. Pengganti lemak sintetik. Salah satu contoh pengganti lemak sintetik adalah esterified propoxylated glycerol (EPG). EPG merupakan pengganti lemak rendah kalori yang terdiri dari kombinasi oksida propilen dengan lemak konvensional. d. Medium chain triglyceride (MCT). MCT merupakan trigliserida yang dimodifikasi sehingga memiliki gugus asam lemak rantai menengah, khususnya asam kaprilat dan kaprat. B.56.3.29 6

2.2 MCT Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat, permintaan terhadap produk-produk yang mengandung lemak sehat sebagai pengganti lemak konvensional makin meningkat. MCT merupakan salah satu pengganti lemak konvensional masa kini yang memiliki banyak keunggulan. Keunggulan MCT antara lain lebih mudah dicerna dan diserap sistem pencernaan, dan sangat cepat teroksidasi menjadi energi di dalam tubuh. Medium chain triglyceride (MCT) atau trigliserida rantai menengah merupakan trigliserida dengan tiga buah gugus alkil dari asam lemak jenuh rantai menengah. Asam lemak jenuh rantai menengah yang dimaksud adalah asam lemak dengan rantai karbon enam sampai dengan dua belas. Asam lemak utama yang terkandung dalam MCT komersial adalah asam kaprilat (C 8 ) dan kaprat (C 10 ), sedangkan asam kaproat (C 6 ) dan asam laurat (C 12 ) terdapat dalam jumlah sedikit. Perbandingan ester gliserol kaprilat (C 8 ) dan kaprat (C 10 ) pada MCT adalah sekitar 65 75% : 25 35%, sedangkan asam kaproat (C 6 ) dan asam laurat (C 12 ) secara akumulatif sebanyak 1 2%. Salah satu contoh produk MCT disajikan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Produk MCT B.56.3.29 7

2.2.1 Struktur MCT MCT berasal dari gliserol yang kehilangan gugus-gugus hidroksil dan sebagai gantinya terdapat gugus-gugus alkil dari asam lemak rantai menengah, terutama asam kaprilat dan asam kaprat (Gambar 2.5 dan Gambar 2.6). Struktur umum MCT disajikan pada Gambar 2.7. R 1, R 2, dan R 3 merupakan gugus alkil dari asam kaprilat atau kaprat. Secara khusus, MCT memiliki enam kemungkinan struktur seperti pada Gambar 2.8. Gambar 2.5 Struktur asam kaprilat Gambar 2.6 Struktur asam kaprat Gambar 2.7 Struktur umum MCT B.56.3.29 8

trikaprilin trikaproin 1,3-dikaprilo-kaproin 1,2-dikaprilo-kaproin 1,2-dikapro-kaprilin 1,3-dikapro-kaprilin Gambar 2.8 Variasi struktur MCT 2.2.2 Karakteristik MCT MCT memiliki sifat-sifat unik yang disebabkan oleh struktur kimianya. Sifat-sifat ini disebut unik karena tidak dimiliki oleh lemak konvensional maupun pelarut lain yang dipakai dalam industri pangan. Pada temperatur ruang MCT berwujud cair dan memiliki viskositas yang rendah (25-31 cp pada temperatur 20 o C). Secara fisik, MCT tidak berwarna serta memiliki rasa dan bau yang tidak terlalu kuat. Hal yang paling menarik dari MCT adalah kestabilan terhadap oksidasi yang disebabkan kandungan asam lemak dalam MCT yang jenuh (Megremis, 1991). Perbandingan stabilitas terhadap oksidasi MCT dengan beberapa minyak lemak disajikan dalam Tabel 2.1. B.56.3.29 9

Tabel 2.1 Stabilitas oksidasi beberapa minyak lemak Periode induksi Jenis minyak lemak (jam) Minyak ikan 0,3 Minyak biji bunga matahari 6,7 Minyak biji kedelai 11,2 Minyak biji kanola 14,7 Minyak biji bunga matahari (kaya oleat) 25,3 Minyak zaitun 27,3 Minyak biji kedelai terhidrogenasi 160 MCT 180 Metoda analisis Rancimat pada temperatur 100 o C Sumber : Megremis (1991) MCT tetap stabil meskipun berada dalam lingkungan dengan temperatur yang ekstrim. MCT akan tetap encer setelah dipanaskan hingga temperatur tinggi sedangkan minyak sayur lain akan mengalami polimerisasi yang mengakibatkan minyak mengental. Pada temperatur 0 o C, MCT juga tetap jernih dan encer sehingga tidak diperlukan pemanasan untuk dapat menggunakannya. Spesifikasi MCT yang umum ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Spesifikasi MCT Parameter Nilai Angka asam (Acid value) < 0,1 Angka penyabunan (Saponification value) 325-345 Angka iodium (Iodine value) < 1 Angka peroksida (Peroxide value) < 1 meq / kg Kandungan air < 0,2% Viskositas (pada 20 o C) 25-33 mpa.s Specific Gravity (pada 20 o C) 0,93-0,96 Sumber: Imperial Industrial Chemicals (1999) 2.2.3 Keunggulan dan Kegunaan MCT MCT sebagai lemak sehat memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan lemak konvensional, terutama dalam hal pencernaan dan penyerapan dalam tubuh. Pencernaan dan penyerapan MCT maupun lemak konvensional dapat dilihat pada Gambar 2.9. Keunggulan MCT diantaranya : B.56.3.29 10

a. MCT sangat stabil terhadap oksidasi karena kandungan asam lemaknya telah jenuh sedangkan minyak konvensional pada umumnya rentan terhadap oksidasi sehingga mudah terdegradasi. b. MCT sangat cepat diabsorp oleh usus halus, seperti glukosa (Alex Merolli, 1997). MCT dapat diabsorp melalui dua cara. Cara pertama langsung diabsorp tanpa dihidrolisis sedangkan cara yang kedua melalui hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol kemudian baru diserap usus halus. Hal ini berbeda dengan lemak konvensional yang harus dihidrolisis dahulu sebelum diserap usus halus. c. Hidrolisis MCT tidak membutuhkan enzim lipase seperti halnya hidrolisis lemak konvensional (Alex Merolli, 1997). Hal ini mempercepat penyerapan MCT dalam bentuk MCT maupun hidrolisatnya. Kemudahan hidrolisis ini menjadikan MCT sangat cocok bagi penderita sindrom malabsorpsi (kelainan pada sistem pencernaan dan penyerapan bahan gizi). d. Energi yang dihasilkan dari pembakaran MCT (8,3 kkal/gram) hampir dua kali lipat lebih besar daripada energi pembakaran glukosa (4 kkal/gram) tetapi sedikit lebih rendah daripada energi pembakaran lemak konvensional (9 kkal/gram) sehingga MCT dapat menyuplai energi yang cukup besar secara cepat. e. MCT tidak ditransportasikan melalui sistem limfatik, melainkan melalui vena porta hepatik langsung menuju hati. Dalam hati, MCT dioksidasi untuk menghasilkan energi dan tidak disimpan dalam jaringan adiposa. Hal ini sangat menguntungkan karena MCT tidak menyebabkan kegemukan. f. Asam-asam lemak rantai menengah hasil hidrolisis MCT dapat melalui membran mitokondria (organel sel tempat oksidasi lemak menjadi energi) tanpa bantuan karnitin (Babayan, 1991). Hal ini sangat menguntungkan bagi penderita defisiensi karnitin untuk dapat memperoleh pasokan energi. B.56.3.29 11

Sumber : Alex Merolli (1997) Gambar 2.9 Absorpsi dan metabolisme MCT dan LCT (MCFA = asam lemak rantai menengah; LCFA = asam lemak rantai panjang; MCT = trigliserida rantai menengah; MG = monogliserida; LCT = trigliserida rantai panjang) Keunggulan-keunggulan dan karakteristik unik MCT menyebabkan penggunaan MCT makin luas. Penggunaan MCT meliputi : a. Nutrisi khusus. Kemudahan MCT dalam hal pencernaan dan penyerapan membuat MCT sangat cocok dijadikan nutrisi khusus bagi balita dalam masa pertumbuhan dan penderita sindrom malabsorpsi. Selain itu, sebagai lemak sehat, MCT dipercaya dapat mengontrol penyimpanan kolesterol dalam jaringan adiposa dan menurunkan serum kolesterol dalam tubuh (Babayan, 1981). b. Suplemen berenergi tinggi. Dalam tubuh, MCT langsung diserap usus halus dan ditransportasikan ke hati untuk dibakar menjadi energi. Karena hal tersebut, MCT menjadi suplai energi yang sangat direkomendasi bagi pasien dalam masa penyembuhan dan bayi prematur. B.56.3.29 12

c. Pelarut rasa. MCT digunakan sebagai pelarut rasa dalam industri pangan. Hal ini disebabkan sifat MCT yang stabil terhadap oksidasi yang tinggi, viskositas yang rendah dan tidak berasa, berwarna ataupun berbau. Sifat-sifat tersebut sangat penting agar rasa yang terlarut tidak terpengaruh oleh MCT. Selain sebagai pelarut rasa, MCT juga digunakan sebagai pelarut warna, vitamin dan bahan obat-obatan. d. Pelapis bahan pangan. Dalam industri pangan, misalnya industri permen, MCT digunakan sebagai pelapis luar permen agar permen berkilau dan tidak lengket. Contoh lainnya dalam industri buah-buahan kering, MCT digunakan sebagai pelapis luar buah kering untuk menghindari buah dari kelembaban yang berlebihan. 2.2.4 Sumber MCT MCT diproduksi dari asam kaprilat dan kaprat atau ester metil kaprilat dan kaprat. Sumber bahan baku utama tersebut yang paling umum di industri MCT diperoleh dari hasil fraksionasi minyak sawit, minyak kelapa dan minyak inti sawit. Minyak biji Cuphea sp. (Gambar 2.10) juga merupakan sumber potensial MCT karena mengandung banyak asam kaprilat dan kaprat (Wilson et al, 1960). Namun pemanfaatan Cuphea sp. masih terbentur kendala dalam hal penentuan lahan yang tepat untuk perkembangan bakal buah dan pembuahan silang (Arkcoll, 1988). Komposisi asam lemak beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 2.3 sedangkan komposisi asam lemak beberapa spesies Cuphea sp. disajikan pada Tabel 2.4. Gambar 2.10 Cuphea sp. B.56.3.29 13

Tabel 2.3 Komposisi asam lemak (%-b) dalam minyak kelapa dan minyak inti sawit Asam Lemak Kelapa Inti Sawit Kaproat 0 1 tapak Kaprilat 5 10 3 6 Kaprat 5 10 3 5 Laurat 43 53 40 52 Miristat 15 21 14 18 Palmitat 7 11 6 10 Stearat 2 4 1 4 Sumber : Soerawidjaja (2002) Tabel 2.4 Komposisi asam lemak (%-total asam lemak) dalam beberapa spesies Cuphea sp. Asam Lemak Cuphea painteri Cuphea hookeriana Cuphea koehneana Cuphea lanceolata Kaprilat 73 65,1 0,2 87,5 Kaprat 20,4 23,7 95,3 2,1 Laurat 0,2 0,2 1 1,4 Miristat 0,3 0,2 0,3 9 Lainnya 6,1 10,9 3,2 0 Sumber : http://www.hort.purdue.edu/ 2.3 Rute Pembuatan MCT MCT dapat dibuat melalui dua rute, yaitu melalui esterifikasi asam lemak kaprat / kaprilat dengan gliserol dan transesterifikasi ester metil kaprat / kaprilat dengan gliserol. Gliserol atau gliserin (Gambar 2.11) merupakan alkohol dengan tiga buah gugus hidroksil (H). Gliserol berwujud cairan kental pada suhu ruang, tidak berwarna, dan berasa manis. Gliserol mudah larut dalam air karena ikatan hidrogen antara molekul zatzat itu dengan molekul-molekul air. Karena berasa manis dan tidak beracun, gliserol digunakan sebagai pelarut berbagai jenis obat-obatan, misalnya obat batuk. B.56.3.29 14

Gambar 2.11 Rumus bangun gliserol Asam lemak merupakan asam karboksilat tak bercabang dengan jumlah atom karbon genap. Gugus karboksil pada asam karboksilat mengandung sebuah gugus hidroksil dan sebuah gugus karbonil. Antaraksi kedua gugus ini menghasilkan kereaktifan kimia yang unik dari asam lemak. Ikatan hidrogen yang kuat antara molekul-molekul asam lemak menyebabkan titik didih dan titik leleh asam lemak relatif lebih tinggi. 2.3.1 Proses Transesterifikasi Ester Metil dengan Gliserol menjadi MCT Transesterifikasi adalah pertukaran bagian alkohol dari suatu ester dalam larutan asam atau basa. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi reversibel dan beranalogi langsung dengan hidrolisis dalam asam atau basa. Karena reversibel, biasanya digunakan alkohol awal secara berlebih. Jika senyawa yang direaksikan adalah gliserol dan ester metil, maka ester yang terbentuk adalah trigliserida dan alkohol yang dihasilkan adalah metanol. Persamaan umum reaksi transesterifikasi ester metil dengan gliserol ditunjukkan dengan Gambar 2.12. Jika triester gliserol (trigliserida) yang terbentuk memiliki gugus asam lemak rantai sedang (terutama kaprilat dan/atau kaprat) maka disebut MCT. R 1 C CH 3 H 2 C C R 1 CH 2 H R 2 C CH 3 CH H HC C R + 2 + 3CH 3 H R 3 C CH 3 CH 2 H H 2 C C R 3 ester metil gliserol trigliserida metanol Gambar 2.12 Transesterifikasi ester metil dengan gliserol B.56.3.29 15

Transesterifikasi ester metil dengan gliserol dilakukan dengan menggunakan katalis yang bersifat basa. Dalam paten Amerika Serikat nomor 5,254,722 Peukert dkk. (1993) mengemukakan bahwa untuk memproduksi trigliserida rantai sedang maupun rantai panjang dari ester metil, katalis yang digunakan adalah senyawa alkali karbonat kering (misalnya: natrium karbonat, litium karbonat, dan kalium karbonat). Cara pembuatan yang mereka patenkan adalah dengan melarutkan katalis natrium karbonat kering ke dalam gliserol, kemudian direaksikan dengan ester metil dari asam lemak rantai sedang (misalnya asam kaprat dan asam kaprilat) dengan perbandingan mol ester metil : gliserol yaitu 1 : 0,15 hingga 1 : 0,30. Reaksi dilangsungkan pada temperatur antara 150 o C - 250 o C, tekanan dibawah tekanan atmosfer, dan keadaan anhidrat (tak ada air). Hasil yang diperoleh adalah trigliserida rantai sedang dan metanol (yang telah menguap pada temperatur 150 250 o C). Setelah itu, ditambahkan ester metil yang baru agar bereaksi dengan campuran gliserol dan katalis (Na 2 C 3 ) yang belum bereaksi pada pereaksian tahap pertama dan untuk menurunkan titik didih campuran gliserida. Agar diperoleh konversi yang tinggi, ester metil yang ditambahkan adalah 10% dari ester metil pereaksian tahap awal. Pada reaksi ini, metanol yang terbentuk secara kontinyu teruapkan dari campuran reaksi, sehingga kesetimbangan reaksi senantiasa bergeser ke arah pembentukan trigliserida. Dengan demikian, akan didapatkan perolehan trigliserida yang tinggi. Pada proses pemisahan, trigliserida dipisahkan dari ester metil yang berlebih dengan cara menguapkan ester metil dengan proses distilasi, sehingga hanya trigliserida dan natrium karbonat yang tersisa dalam produk reaksi. Natrium karbonat yang mengendap dengan terbentuknya trigliserida dipisahkan dengan proses filtrasi, sentrifugasi atau teknik pemisahan lain yang mungkin digunakan. Filtrasi biasanya dilakukan pada temperatur 40 o hingga 800 o C. Katalis (natrium karbonat) hasil pemisahan dengan filtrasi tersebut dapat digunakan kembali. Hal yang perlu diperhatikan adalah reaktan dan katalis yang digunakan harus dalam keadaan kering (anhidrat). Adanya 1%-berat kandungan air dalam campuran reaksi B.56.3.29 16

menyebabkan terbentuknya sabun maupun emulsi. Diagram blok proses percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13 Diagram blok proses transesterifikasi oleh Peukert, dkk. 2.3.2 Proses Esterifikasi Asam Lemak dengan Gliserol menjadi MCT Suatu ester asam karboksilat adalah senyawa yang mengandung gugus C 2 R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dan alkohol. Esterifikasi berkatalis asam dan merupakan suatu reaksi yang reversibel. Asam B.56.3.29 17

yang digunakan dapat berupa asam sulfat pekat. Persamaan umum reaksi esterifikasi adalah : KATALISASAM RCH + R' H RCR' + H 2 Persamaan umum reaksi esterifikasi asam lemak dengan gliserol ditunjukkan dengan Gambar 2.14. R 1 C H R 2 C H R 3 C H H 2 C C R 1 CH 2 H + CH H HC C R 2 + CH 2 H H 2 C C R 3 3H 2 asam lemak gliserol trigliserida air Gambar 2.14 Esterifikasi asam lemak dengan gliserol Dalam reaksi esterifikasi, ikatan yang terputus adalah ikatan C- dari asam karboksilat dan ikatan -H dari alkohol. Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya berperanan kecil dalam laju pembentukan ester. Reaksi esterifikasi bersifat reversibel. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari ester, kesetimbangan harus digeser ke sisi ester. Teknik untuk mencapai hal tersebut adalah menggunakan salah satu zat pereaksi (yang murah) secara berlebih, atau membuang salah satu produk dari dalam campuran reaksi (misal dengan distilasi air secara azeotrop). Bila asam karboksilat diesterkan, digunakan alkohol berlebih. Untuk membuat reaksi kebalikannya, yakni hidrolisis berkataliskan asam dari ester menjadi asam karboksilat digunakan air berlebih. Kelebihan air akan menggeser kesetimbangan ke sisi asam karboksilat. Dengan bertambahnya halangan sterik dalam zat antara, laju pembentukan ester akan menurun sehingga rendemennya berkurang. Alasannya, esterifikasi merupakan reaksi yang reversibel dan spesi yang kurang terintangi (pereaksi) akan lebih disukai (Fessenden, 1982). B.56.3.29 18

Hartman dkk (1989) melakukan esterifikasi melalui dua cara, yaitu esterifikasi dengan katalis dan tanpa katalis. Esterifikasi dengan katalis serbuk Zn dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : Seratus sepuluh gram asam lemak rantai rantai sedang ditempatkan dalam labu berleher tiga yang dihubungkan dengan separator dan kondensor, kemudian ditambahkan 20,25 gram gliserol dan 0,5 gram serbuk Zn. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer pada tekanan 40 kpa dan temperatur 150 o C yang dipertahankan sampai jumlah air yang terkumpul pada separator setengah dari nilai teoritisnya. Setelah itu tekanan diturunkan sampai 6 kpa dan temperatur akan naik sampai 180 o C. Setelah pendinginan sampai 50 o C, dilakukan pencampuran dengan HCl yang dilanjutkan pencucian dengan air panas untuk menghilangkan katalis. Diagram blok proses percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.15. 20,25 gr gliserol + 0,5 gr Zn serbuk 110 gr asam lemak dalam labu berleher tiga Ditempatkan dalam bath silicon,sambil diaduk dengan magnetic stirrer sampai jumlah air yang terkumpul di separator 1/2 nilai teoritis T = 150 C, 40kPa HCl Trigliserida + asam lemak + Zn Trigliserida + Zn T dinaikkan sampai 180 C, P = 6 kpa Pencucian dengan air panas Zn Trigliserida Gambar 2.15 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol dengan katalis Zn menurut metode Hartman Esterifikasi tanpa katalis dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Seratus duapuluh gram asam lemak rantai sedang (berlebih sebesar 20%) dicampur dengan 20,25 gram gliserol. Pada tahap pertama, campuran diaduk pada tekanan 40 kpa dan B.56.3.29 19

temperatur 160-180 o C sampai jumlah air yang terkumpul di separator lebih dari setengah nilai teoritisnya. Kondisi ini dipertahankan untuk mencegah hilangnya gliserol. Waktu yang diperlukan sampai jumlah air yang terkumpul lebih dari setengah nilai teoritisnya adalah sekitar 6 jam. Pada tahap kedua temperatur dinaikkan secara bertahap sampai 220 o C dan tekanan diturunkan sampai 6 kpa selama + 3 jam sampai air yang terkumpul di separator sebanyak jumlah teoritisnya, yaitu 11,8 ml, menandakan akhir reaksi. Hal ini dapat ditentukan dengan angka asam produk esterifikasi yang turun sampai 58 (angka asam awal 318,2). Pada tahap terakhir, dilakukan distilasi asam lemak bebas dalam aliran nitrogen. Distilasi dilakukan menggunakan labu berleher tiga yang dihubungkan dengan kolektor distilat melalui kondensor, kemudian kolektor distilat dihubungkan dengan pompa vakum mekanik. Temperatur pada penangas akan naik sampai 230 o C, kemudian gas nitrogen atau karbondioksida dialirkan ke dalam campuran reaksi pada tekanan 0,4 kpa. Setelah 3 jam distilasi asam-asam lemak dihentikan dan produk didinginkan dalam kondisi vakum sampai temperatur 30 o C. Produk yang dihasilkan memiliki angka asam dan kandungan monogliserida yang rendah, angka hidroksil 1 1,8 yang menunjukkan jumlah digliserida tidak signifikan, selain itu warna produk tidak terlalu terang. Diagram blok proses percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 2.16. B.56.3.29 20

120 gr asam lemak + 20,25 gr gliserol diaduk pada sampai jumlah air yang terbentuk > nilai teoritis (+ 6 jam) T = 160 180 C, p = 40 kpa Trigliserida + asam lemak yang belum bereaksi T = 220 C, p = 6 kpa Terus diaduk sampai v air yang terbentuk = 11,8 ml, angka asam = 58 Trigliserida + asam lemak sisa T = 230 C, p = 0,4 kpa Didistilasi selama 3 jam dialirkan N 2 atau C 2 Trigliserida Asam Lemak Didinginkan sampai 30 C Trigliserida dengan angka asam,kandungan monogliserida,dan digliserida yang rendah Gambar 2.16 Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol tanpa katalis menurut metode Hartman B.56.3.29 21