BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, hasil uji kemampuan adsorpsi adsorben hasil pirolisis lumpur bio terhadap fenol akan dibahas. Kondisi operasi pirolisis yang digunakan untuk menghasilkan adsorben dari lumpur bio adalah sebagai berikut : 1. Konsentrasi ZnCl 2 5 M 2. Temperatur pirolisis 800 o C 3. Lama pirolisis 60 menit Uji adsorpsi adsorben terhadap fenol dilakukan pada fenol berkonsentrasi 10-100 bpj. Data kesetimbangan adsorpsi terhadap fenol diperoleh dengan menggunakan model adsorpsi isotermal. Adsorpsi isotermal dicapai dengan melakukan variasi konsentrasi adsorbat. Tetapan-tetapan adsorpsi diketahui setelah kesetimbangan tercapai. Semakin besar tetapan atau kapasitas adsorpsi, semakin baik adsorben yang dihasilkan. 4.1 Produksi adsorben dari lumpur bio melalui pirolisis Dalam sub bab ini, proses pembuatan adsorben dari lumpur bio melalui pirolisis akan dibahas. Proses pembuatan adsorben terdiri dari pengolahan awal lumpur bio, proses pirolisis, dan pengolahan akhir adsorben. 4.1.1 Pengolahan awal lumpur bio Lumpur bio dari industri tekstil diolah sebelum dipirolisis menjadi adsorben. Lumpur bio disaring dengan penyaring vakum agar kandungan airnya turun sampai kira-kira 500 gram. Lumpur bio hasil saring lalu dikeringkan dalam oven (pengering) pada temperatur 105 o C selama 24 jam (sampai massanya tetap). Lumpur bio dikeringkan agar senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam lumpur bio hilang. Lumpur bio hasil pengeringan lalu digerus dan diayak sampai berukuran lebih kecil daripada 8 mesh. Lumpur bio hasil pengayakan kemudian dicelupkan pada agen aktivasi ZnCl 2 5 M. Perbandingan massa lumpur bio dan volume ZnCl 2 sama dengan 25 g/100 ml. Celupan lumpur bio dalam ZnCl 2 digoyang pada temperatur kamar 29
selama 24 jam. Lumpur bio hasil penggoyangan disaring kemudian dikeringkan dalam oven (pengering) pada temperatur 105 o C selama 24 jam. Lumpur bio dapat disimpan dalam desiccator jika tidak dipirolisis. 4.1.2 Proses pirolisis Lumpur bio hasil pengolahan awal dipirolisis pada temperatur 800 o C dalam waktu tinggal atau lama pirolisis 60 menit. Pirolisis dilakukan dalam suatu tungku silinder dengan reaktor buluh yang dilengkapi pemanas elektrik. Lumpur bio hasil pengolahan awal diletakkan di dalam reaktor buluh yang telah dipanaskan dan dialiri nitrogen dari bagian bawah reaktor. Hasil pirolisis lalu diambil dari tungku setelah pemanas elektrik dimatikan. Gas nitrogen dibiarkan tetap mengalir hingga temperatur dalam tungku 100 200 o C. Setelah temperatur tungku 100 200 o C, sampel diambil dan kerangan tabung gas nitrogen ditutup. Sampel dapat disimpan dalam desiccator jika tidak digunakan. 4.1.3 Pengolahan akhir lumpur bio Lima gram lumpur bio hasil pirolisis lalu dicuci dengan 100 ml HCl 3N untuk menghilangkan ZnCl 2 yang masih tersisa dalam residu hasil pirolisis. Perbandingan massa lumpur bio dan volume HCl sama dengan 5 gram per 100 ml. Celupan lumpur bio dalam HCl lalu digoyang pada temperatur kamar selama 24 jam. Lumpur bio hasil penggoyangan lalu disaring dan dicuci dengan air dm (aqua dm). Lumpur bio hasil pencucian lalu dikeringkan dalam oven (pengering) pada temperatur 105 o C selama 48 jam (sampai massanya tetap). Adsorben dapar disimpan di dalam desiccator jika tidak digunakan. 4.2 Pengujian karakteristik adsorpsi lumpur bio hasil pirolisis terhadap fenol Karakteristik adsorpsi adsorben berupa lumpur bio hasil pirolisis diuji terhadap fenol. Dalam sub bab ini, adsorpsi isotermal akan dibahas. Adsorpsi isotermal merupakan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi dalam fasa fluida dan konsentrasi dalam adsorben pada temperatur tetap. Adsorpsi isotermal dilakukan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi suatu adsorbat oleh adsorben. 30
Adsorpsi isotermal bertujuan untuk mengetahui kapasitas adsorpsi suatu solut (zat terlarut) pada temperatur tetap. Data-data adsorpsi pada berbagai konsentrasi adsorbat awal kemudian dialurkan dengan persamaan-persamaan adsorpsi isotermal Langmuir dan Freundlich. Keduanya menghubungkan kapasitas adsorpsi qe (massa fenol yang teradsorpsi per satuan massa adsorben) terhadap Ce (konsentrasi adsorbat residual dalam fasa cair). Adsorpsi isotermal dilakukan pada berbagai konsentrasi awal adsorbat dengan rentang 10 100 ppm. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam untuk mengetahui konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan. Pangaluran Langmuir berdasarkan model teoritis yang mengasumsikan bahwa adsorpsi maksimum terjadi pada lapisan tunggal yang jenuh dengan molekul adsorbat pada permukaan adsorben sedangkan pangaluran Freundlich merupakan model empiris yang mempertimbangkan energi adsorpsi heterogen pada permukaan adsorben. Hasil pangaluran adsorpsi isotermal Langmuir dapat dilihat pada gambar 4.1 sedangkan hasil pangaluran adsorpsi isotermal Freundlich pada gambar 4.2. 31
Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 1 0.3 y = 0.6677x + 146 R 2 = 0.8923 0 5 0 5 0 5 0.30 0.35 1/ Ce ( ( mg/ l ) -1 ) a. Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 1 Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 2 y = 484x + 46 R 2 = 0.8969 0 0 0 0.30 0.40 0.50 1/ Ce ( ( mg/ l ) -1 ) b. Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 2 Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 3 y = 631x + 739 R 2 = 479 0 5 0 5 0 1/ Ce ( ( mg/ l ) -1 ) c. Adsorpsi Isotermal Langmuir Tempuhan 3 Gambar 4.1 Pangaluran adsorpsi isotermal Langmuir 32
Adsorpsi Isotermal Freundlich Tempuhan 1 log qe 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 y = 0.992x + 386 R 2 = 0.7773 0.5 1.0 1.5 log Ce a. Adsorpsi Isotermal Freundlich Tempuhan 1 Adsorpsi Isotermal Freundlich Tempuhan 2 log qe 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 y = 0.44x + 0.7975 R 2 = 0.8746 0.4 0.6 0.8 1.0 log Ce b. Adsorpsi Isotermal Freundlich Tempuhan 2 Adsopsi Isotermal Freundlich Tempuhan 3 log qe 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 y = 916x + 0.9503 R 2 = 507 0.5 1.0 1.5 2.0 log Ce c. Adsorpsi Isotermal Freundlich Tempuhan 3 Gambar 4.2. Pangaluran adsorpsi isotermal Freundlich 33
Hasil pangaluran data dengan model adsorpsi isotermal menunjukkan bahwa proses adsorpsi fenol oleh lumpur bio mengikuti model adsorpsi isotermal Langmuir. Hal ini dapat dilihat pada R 2 pangaluran data adsorpsi isotermal model Langmuir yang lebih besar daripada R 2 pangaluran data adsorpsi isotermal model Freundlich. Pangaluran Langmuir memiliki arti fisis dibandingkan Freundlich yang hanya deskriptif (Otero dkk, 2003) Konstanta isotermal yang diperoleh dari pangaluran adsorpsi isotermal Langmuir dan Freundlich menjadi parameter kapasitas adsorpsi. Parameter q m merupakan konstanta yang menunjukkan massa solut teradsorpsi pada saat adsorben jenuh atau dengan kata lain kapasitas adsorpsi maksimum suatu adsorben (Otero dkk, 2003). Konstanta b menunjukkan energi ikatan antara adsorbat dengan adsorben. Harga q m dan b diperoleh dari intersep dan gradien hasil pengaluran adsorpsi isotermal Langmuir yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Pada gambar 4.2, dari intersep dan gradien hasil pengaluran adsorpsi isotermal Freundlich, konstanta K F dan n dapat diperoleh. Konstanta q m dan b serta konstanta K F dan n adsorpsi isotermal Langmuir dan Freundlich dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Konstanta adsorpsi isotermal Tempuhan qm (mg/g) Konstanta Adsorpsi Isotermal Langmuir Freundlich b ((mg/l) -1 ) R 2 K F n R 2 1 [IPAL 1,2, dan 3] 68.49 2 0.89 1.38 1.01 0.78 2 [IPAL 2] 21.74 0.31 0.9 6.27 2.27 0.87 3 [IPAL 3] 13.53 0.45 5 8.92 10.92 5 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil pirolisis pada kondisi operasi tempuhan 1 memiliki konstanta q m yang paling besar, yaitu 68,49 mg/g, daripada hasil-hasil pirolisis lain. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pirolisis tempuhan 1 mampu mengadsorpsi fenol paling banyak, yaitu sebesar 68,49 mg untuk setiap gram adsorben. Hasil pirolisis tempuhan 2 memiliki konstanta q m sebesar 21,74 mg/g sedangkan hasil pirolisis tempuhan 3 memiliki konstanta q m paling kecil, yaitu sebesar 13,53 mg/g. Karena R 2 pangaluran adorpsi isotermal Langmuir tempuhan 3 sangat kecil, yaitu 0,25, maka hasil pengamatan tempuhan 3 paling tidak bisa diyakini kebenarannya. 34
Hal yang menarik adalah harga konstanta K F adsorpsi isotermal Freundlich ketiga tempuhan justru semakin besar dari tempuhan 1 sampai tempuhan 3. Namun, karena R 2 pangaluran adorpsi isotermal Freundlich setiap tempuhan lebih kecil daripada R 2 pangaluran adorpsi isotermal Langmuir maka yang perlu lebih diperhatikan adalah konstanta adorpsi isotermal Langmuir (koonstanta q m ) daripada konstanta adorpsi isotermal Freundlich (konstanta K F ). Tabel 4.2 menunjukkan hasil penelitian - penelitian pembentukan adsorben melalui pirolisis dan hasil kapasitas adsorpsi isotermal dengan adsorbat fenol dengan model adsorpsi isotermal Langmuir. Jenis limbah, kondisi pirolisis, dan jenis agen aktivasi yang digunakan dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi adsorben yang dihasilkan. Hasil adsorpsi terhadap fenol pada penelitian ini cukup baik karena memiliki kapasitas adsorpsi yang cukup besar, bahkan lebih besar daripada hasil penelitian yang menggunakan limbah serupa pada tahun sebelumnya. Tabel 4.2. Perbandingan dengan penelitan lain Asal adsorben Kondisi pirolisis Agen aktivasi q m (mg/g) b (l/mg) Penelitian Lumpur limbah kota 625 o C, 30 menit H 2 SO 4 42,04 0,02 Otero dkk (2003) Limbah pertanian 500 o C, 60 menit ZnCl 2 100 g/l 11,17 0,0148 Mohanty dkk (2005) Limbah pertanian 500 o C, 60 menit H 3 PO 4 50% 120 - Daifullah dan Girgis (1996) Karbon aktif NAC 1240 - - -74,04 0,285 Maarof dkk (2004) Karbon aktif NAC 10 - - 166,67 0,5 Maarof dkk (2004) Lumpur limbah tekstil 800 o C, 60 menit ZnCl 2 5 M 34,36 0,0174 Supriyadi (2006) Lumpur limbah tekstil 800 o C, 60 menit ZnCl 2 5 M 68,49 0,0219 Penelitian ini (2007) 35