II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior

BAB I PENDAHULUAN. dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi yang berhasil mewujudkan perubahan memiliki ciri-ciri mampu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akan menghadapi masalah dalam pencapaian tujuan organisasi. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peran karyawannya. Karyawan dalam suatu perusahaan bukan semata-mata obyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Organisasi ataupun perusahaan tidak akan dapat bertahan tanpa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peran yang sangat penting disamping sumber-sumber daya lain yang dimiliki

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. diperlukan, maka individu dalam organisasi memerlukan perilaku untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal, selain kualitas SDM, sistem dalam organisasi, prosedur

PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR CABANG MAKASSAR

PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting. Menurut Mangkunegara (2005:67) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB

BAB I PENDAHULUAN. zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus diperhatikan, dijaga dan

BAB I PENDAHULUAN. habisnya. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri, Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda dunia mengharuskan perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini mengacu pada bagaimana pengaruh OCB terhadap kinerja dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memusatkan perhatian pada pengembangan SDM. soft skill yang di dalamnya terdapat unsur behavior dan attitude.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

MODEL HUBUNGAN MODAL SOSIAL, OCB (ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR), DAN KEPERCAYAAN DI PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR DIAH RAHMAWATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kebutuhan yang cukup penting. Hal ini menjadikan industri jual beli

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang saling bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kecerdasan adalah kemampuan kognitif pada suatu individu untuk memberikan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai perusahaan terdiri atas sekumpulan orang-orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dari deskripsi pekerjaan. (Organ, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ulrich dalam Novliadin (2007) mengungkapkan bahwa, Kunci sukses

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik dalam literatur manajemen karena dapat mempengaruhi efektifitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dinamika kerja di lingkungan industri dan organisasi akhir-akhir ini selalu

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Setiap organisasi tentunya membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia sangat berperan dalam usaha organisasi dalam mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan kerja (job satisfaction) didefinisikan sebagai suatu perasaan positif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai rasa untuk memiliki dan bersedia untuk memberikan. kontribusi untuk membangun suatu sistem kerjasama yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam melakukan tugastugas

ORGATIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) : ASPEK DARI AKTIVITAS INDIVIDUAL DALAM BEKERJA

BAB II LANDASAN TEORI. A1. Definisi Organization Citizenship Behavior (OCB) Peran perilaku yang dituntut dari seorang karyawan meliputi in role dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. telekomunikasi hanya ada dua yaitu: PT. Telkom tbk dan PT Indosat tbk. PT Telkom

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia yang baik (SDM), berkualitas dan potensial merupakan

PENDAHULUAN. mampu untuk bekerja sama dan membantu rekan kerja serta melakukan. Orgnizational Citizenship Behavior (OCB) (Steve dan Thomas, 2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sasaran melalui sumber daya manusia atau manajemen bakat lainnya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat luas sampai kepelosok daerah di seluruh Indonesia. PT Telkom memiliki 25,011 orang karyawan per

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinggi Swasta terkemuka di Bandung. UTama secara konsisten berkomitmen untuk

BAB I PEND AHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur kerja karyawan dalam sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Robbins dan Judge (2008), Kepercayaan adalah suatu harapan positif

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas. Organisasi semacam itu bukan melihat investasi modal, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. atau lembaga untuk terus meningkat sehingga setiap pimpinan lembaga pun

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung bersikap dan

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu bentuk media massa elektronik yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi informasi di Indonesia yang saat ini semakin pesat memunculkan

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial beserta komponen-komponennya menjadi perekat yang akan menjaga kesatuan anggota kelompok. Modal yang satu ini penting diwujudkan dalam bentuk gerakan bersama, dalam konteks hubungan antar-individu dalam komunitas, lembaga, asosiasi, kelompok, tim dan sejenisnya. Di dalam prosesnya, gerakan itu ditopang oleh nilai dan norma yang khas, yaitu trust, saling memberi dan menerima, toleransi, penghargaan, partisipasi, kerja sama dan proaktif, serta nilai-nilai positif saling mengikat dan menjadi penentu kualitas dan energi sosial yang dihasilkan agar dapat membawa kemajuan bersama. Pengikatan inilah yang menyatukan setiap anggota kelompok dan member aksi bersama yang dilakukan secara efisien dan efektif (Djohan, 2007). Secara lebih komperehensif Burt (1992) mendefinisikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Sedangkan Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah sejenis perekat sosial yang memfasilitasi tindakan di tingkat masyarakat yang pada gilirannya, memungkinkan berbagai manfaat bagi kegiatan sosial kemasyarakatan. Fukuyama (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-normal informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Sejalan dengan Fukuyama, Cox E. (1997) mendefinisikan modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu

6 sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama Solow (1999) mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas. 2.1.2 Dimensi Modal Sosial Keberagaman definisi modal sosial muncul dari perbedaan tingkat analisis yang menjadi fokus para periset. Narayan dan Cassidy (2001) yang memiliki fokus pada tingkat analisis makro, membagi modal sosial menjadi beberapa dimensi yang meliputi: 1. Karakteristik kelompok 2. Norma yang mengikat 3. Kebersamaan 4. Pergaulan sehari-hari 5. Hubungan dalam network 6. Kesukarelaan dan kepercayaan Disisi lain, Nahapiet dan Ghoshal (1998) berfokus pada tingkat analisis individu dalam menyusun dimensi modal sosial menjadi tiga dimensi, yaitu: 1. Dimensi struktural Dimensi struktural merupakan sebuah pola hubungan antar orang dan interaksi sosial yang ada dalam organisasi. Nehapiet dan Ghoshal (1998) mendefinisikan modal sosial struktural sebagai keseluruhan bentuk dari hubungan antar pelaku-pelaku sosial. Menurut McFayden dan Canella (2004), dimensi struktural menyangkut kedekatan dan adanya hubungan antar anggota jaringan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Dimensi struktural memiliki makna bahwa posisi seseorang dalam struktur interaksi akan memberinya keuntungan tertentu. Dengan demikian,

7 seseorang yang memiliki interaksi yang baik dengan rekan kerjanya akan berkinerja dengan lebih baik. Adanya interaksi yang baik akan sangat kondusif untuk kerjasama yang baik antar anggota organisasi. Interaksi yang baik akan mengakibatkan intensitas hubungan kerja yang semakin baik dan menumbuhkan kedekatan antar karyawan. Dengan demikian, seseorang akan lebih mudah mendapatkan bantuan dan dukungan dari rekan kerjanya, misalnya seseorang akan bisa saling mengakses sumberdaya dan informasi dengan sesama rekan kerja. Hal ini akan memperlancar proses kerja anggota organisasi, yang akan membuat anggota organisasi tersebut berkinerja dengan lebih baik. Dimensi ini juga menjelaskan model hubungan seperti pengukuran keeratan, hubungan, hirarki, dan organisasi yang sesuai. 2. Dimensi relasional Dimensi relasional merupakan asset yang diciptakan dan tumbuh dalam hubungan antar anggota organisasi yang mencakup kepercayaan, kelayakan dipercayakan, norma dan sangsi, kewajiban dan harapan, identitas, dan identifikasi (Nehapiet dan Ghoshal, 1998). Kepercayaan adalah atribut yang melekat dalam suatu hubungan. Kelayakan dipercaya merupakan atribut yang melekat pada individu yang terlibat dalam hubungan tersebut. Makin tinggi tingkat kepercayaan antar rekan kerja dalam suatu organisasi, orang-orang dalam organisasi tersebut dikatakan memiliki tingkat kelayakan dipercaya yang tinggi. Dalam kondisi saling mempercayai yang tinggi, orang akan lebih mampu bekerja dengan lebih baik dalam suatu pertukaran sosial dalam bentuk kerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, dimensi relasional juga akan mempengaruhi proses kerja seseorang, sehingga akan membuat orang bekerja dengan lebih baik. Dimensi relasional mencakup pertukaran antar invidu, rekan-rekan kerja yang saling mengenal atau saling bertukar

8 pendapat (McFayden dan Canella, 2004). Dengan kata lain dimensi relasional lebih merujuk pada sifat hubungan (misalnya rasa hormat, saling menghargai, dan persahabatan) yang menentukan perilaku anggota jaringannya. 3. Dimensi kognitif Dimensi kognitif merupakan sumber daya yang memberikan representasi dan interpretasi bersama, serta menjadi sistem makna antar pihak dalam organisasi. Nahapiet dan Ghoshal (1998) mendefinisikan dimensi ketiga ini sebagai bahasa bersama (shared languages), berbagi cerita (shared narratives) dan visi bersama (shared vision) yang memfasilitasi pemahaman tentang tujuan kolektif dan cara bertindak dalam suatu system sosial. Bahasa bersama (shared languages) akan tampak pada penggunaan kata-kata tertentu sebagai kata-kata (istilah-istilah) yang dipahami bersamana dalam komunikasi antar anggota organisasi. Berbagi cerita (shared narratives) akan tampak jika anggota organisasi seringkali menceritakan hal-hal yang sama dalam bentuk mitos organisasi ataupun tentang hal-hal yang terjadi dalam kehidupan kerja mereka. Jika ada bahasa bersama (shared languages) dan berbagi cerita (shared narratives), komunikasi antara anggota akan lebih baik dan terbuka. Bahasa bersama (shared languages) dan berbagi cerita (shared narratives) juga akan mempengaruhi persepsi anggota organisasi. Bahasa bersama (shared languages) dan berbagi cerita (shared narratives) akan menciptakan persepsi yang sama antar anggota organisasi yang akan mempercepat proses komunikasi untuk menunjang kinerja. Umumnya dimensi kognitif dalam bentuk bahasa bersama (shared languages) dan berbagi cerita (shared narratives) akan mengarah ke pemahaman yang sama tentang tujuan organisasi (visi bersama). Jika anggota organisasi memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan organisasi mereka akan bisa bekerja dengan lebih baik.

9 2.2. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.2.1 Pengertian OCB Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan direward oleh perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedurprosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan "nilai tambah karyawan" yang merupakan salah satu bentuk perilaku pro sosial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe. 1997:1 dalam Rahardiningtyas). Organ (1988) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan: 1. Perilaku yang bersifat suka rela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. 2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, tidak diperintahkan secara formal. 3. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang formal. 2.2.2 Dimensi OCB Beberapa pengukuran tentang OCB seseorang telah dikembangkan. Skala Morrison (1995) merupakan salah satu pengukuran yang sudah disempurnakan dan memiliki kemampuan psikometrik yang baik (Aldag & Resckhe, 1997:4-5 dalam Hardaningtyas). Skala ini mengukur kelima dimensi OCB sebagai berikut:

10 Dimensi 1: Altruisme (Altruism) paham (sifat) suka memperhatikan dan mengutamakan kepentingan di dalam organisasi, dimana hal ini sangat menguntungkan perusahaan a. Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat. b. Membantu rekan kerja yang pekerjaannya overload. c. Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta. d. Membantu mengerjakan tugas orang lain pada saat mereka tidak masuk. e. Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan permasalahan - permasalahan pekerjaan. f. Membantu orang lain di luar departemen ketika mereka memiliki permasalahan. g. Menjadi volunteer untuk mengerjakan sesuatu tanpa diminta. Dimensi 2: Kehormatan (Courtesy) Perilaku, proses, cara yang memberikan bentuk bentuk penghormatan terhadap perusahaan a. Memberikan perhatian terhadap fungsi-fungsi yang membantu image organisasi. b. Memberikan perhatian terhadap pertemuan-pertemuan yang dianggap penting. c. Membantu mengatur kebersamaan secara departemental. Dimensi 3: Kebajikan sipil (Civic Virtue) - Menyimpan informasi tentang kejadian-kejadian maupun perubahan-perubahan dalam organisasi a. Mengikuti perubahan-perubahan dan perkembanganperkembangan dalam organisasi.

11 b. Membaca dan mengikuti pengumuman pengumuman organisasi. c. Membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi Dimensi 4: Sikap sportif (Sportsmanship) - kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh, menahan diri dari aktivitas-aktivitas mengeluh dan mengumpat. a. Tidak menemukan kesalahan dalam organisasi. b. Tidak mengeluh tentang segala sesuatu. c. Tidak membesar-besarkan permasalahan di luar proporsinya. Dimensi 5: Kesadaran (Conscientiousness) - perilaku yang melebihi prasyarat minimum seperti kehadiran, kepatuhan terhadap aturan, dan sebagainya a. Tiba lebih awal, sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai. b. Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada musim ataupun lalu lintas, dan sebagainya. c. Tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan di luar pekerjaan. d. Datang segera jika dibutuhkan. e. Tidak mengambil kelebihan waktu meskipun memiliki ekstra 6 hari. 2.2.3 Manfaat OCB dalam Perusahaan Berdasarakan hasil penelitian-penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi (Podsakoff & MacKenzie dalam Podsakoff et al. 2000 ), dapat disimpulkan hasil sebagai berikut: 1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja. a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.

12 b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok. 2. OCB meningkatkan produktivitas manajer. a. Karyawan yang menampilkan perilaku kebajikan sipil (civic virtue) akan membantu manajer mendapatkan saran dan/atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen. 3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan. a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan. b. Karyawan yang menampilkan kesadaran (conscientiousness) yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting. c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut. d. Karyawan yang menampilkan perilaku sikap sportif (sportsmanship) akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan. 4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.

13 a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok. b. Karyawan yang menampilkan perilaku kehormatan (courtesy) terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang. 5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatankegiatan kelompok kerja. a. Menampilkan perilaku kebajikan sipil (civic virtue), seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya, akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok. b. Menampilkan perilaku kehormatan (courtesy), misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain, akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan. 6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik. a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sikap sportif (sportsmanship), misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil, akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi. 7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

14 a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja. b. Kesadaran (conscientious) karyawan cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. 8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat. b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi. c. Karyawan yang menampilkan perilaku kesadaran (conscientious), misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru, akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Berdasarkan paparan diatas bisa disimpulkan bahwa OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatnya kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Penting bagi sebuah organisasi untuk meningkatkan OCB di kalangan karyawannya. 2.3. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang berhubungan dengan modal sosial dan OCB dalam suatu perusahaan atau organisasi yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.

15 Tabel 1. Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Modal Sosial dan OCB No Penulis Variabel Hasil 1 Fukuyama (1995) 2 Podsakoff dan MacKenzie (1997) 3 David J. Houston (2000) 4 Wisnu Prajogo (2003) 5 Ferry Novliadi (2007) Modal sosial, efektivitas organisasional, biaya transaksi OCB dan kualitas pelayanan Dependen: OCB Public Personel Independen: Job Satisfaction Modal sosial, Kepemimpinan Transaksional, Kepemimpinan Transformasional. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan, persepsi terhadap dukungan organisasional, OCB Modal sosial berhubungan positif dengan efektivitas organisasional melalui pengurangan biaya transaksi organisasional. Membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat OCB di kalangan karyawan dalam sebuah perusahaan, akan membuat tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan tersebut juga tinggi yang ditandai dengan rendahnya tingkat complain yang diterima perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi kerja Public Personel berpengaruh secara signifikan terhadap OCB nya 1. Adanya dukungan pada pengaruh kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional pada dimensi relasional modal sosial. 2. Tidak member dukungan pada pengaruh kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional pada dimensi struktural modal sosial. 3. Dimensi kognitif modal sosial tidak akan dipengaruhi oleh kepemimpinan transaksional Kualitas interaksi atasan-bawahan dan dukungan organisasi berpengaruh positif pada pelaksanaan OCB pada karyawan sesuai dengan teori pertukaran sosial (social exchange theory).