PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG

dokumen-dokumen yang mirip
Teknologi dan Pangan ISBN :

PENENTUAN NILAI Fo GUDEG KALENG (UKURAN 301X205) DENGAN PERBEDAAN LETAK KALENG PADA TAHAP STERILISASI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

PENGARUH SUHU DAN WAKTU STERILISASI TERHADAP NILAI F DAN KONDISI FISIK KALENG KEMASAN PADA PENGALENGAN GUDEG

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

PERUBAHAN KANDUNGAN PROTEIN IKAN TUNA SELAMA PROSES PENGALENGAN GULAI TUNA KALENG

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

KULIAH KE-10 THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

Latar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan

BAB II LANDASAN TEORI

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

Keywords : fermentation time, pomacea canaliculata sauce, consumer test

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

KUALITAS FISIK DAGING LOIN SAPI BALI YANG DIPOTONG DI RUMAH POTONG HEWAN (RPH) MODEREN DAN TRADISIONAL

Prinsip-prinsip Pengoperasian Retort

Pengolahan dengan suhu tinggi

Perancangan dan Uji Kinerja Pasteurizer Tahu ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tersusun oleh aneka macam bahan baku dan bahan tambahan (Hariyadi, 2014).

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

Parameter Kecukupan Proses Termal

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENGAWETAN. Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Pengolahan Non Thermal 1. Pengolahan Non Thermal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

PEMBEKUAN. AINUN ROHANAH Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Program Studi Mekanisasi Universitas Sumatera Utara

Tidak ada makanan yang steril Mikroorganisme : bakteri, kapang, khamir Bakteri dalam bahan makanan :

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Pengawetan bahan pangan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Nama : Fitriyatun Nur Jannah Nim : Makul : Teknologi Pangan TEKNOLOGI PENGAWETAN MAKANAN

Optimasi Proses Sterilisasi Rendang Daging dengan menggunakan Kemasan Retort Pouch

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengenal Marinasi. Oleh Elvira Syamsir (Tulisan asli didalam Kulinologi Indonesia)

KEMASAN ASEPTIS DAN SISTEM STERILISASI PRODUK

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

BAB III METODE PENELITIAN

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

KONTAMINASI DAN FOODBORNE (PERSPEKTIF SANITASI)

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

PAPER BIOKIMIA PANGAN

9/13/2012. penyimpanan maupun pengolahan, maka diharapkan dapat meminimalkan penurunan mutu terutama mutu gizi pada bahan makanan tersebut.

Ketahanan Daging Rendang Tanpa Pemasakan Ulang Selama Penyimpanan Suhu Ruang Berdasarkan Uji Reduktase dan Organoleptik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembekuan. Shinta Rosalia Dewi

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

DAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN MODEL INDIKATOR TEMPERATUR-WAKTU UNTUK MONITORING KUALITAS PRODUK UDANG DAN DAGING SAPI BEKU

EVALUASI KUALITAS DENDENG YANG BEREDAR DI PASARAN KABUPATEN PEMEKASAN DENGAN METODA UJI SENSORIS

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I. PENDAHULUAN. memiliki cara pandang yang berbeda, beragam dan khas terhadap makanan

PREFERENSI DAN NILAI GIZI DAGING AYAM HASIL PERSILANGAN (PEJANTAN BURAS DENGAN BETINA RAS) DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

441 PENGARUH POSISI KALENG PADA RETORT TERHADAP NILAI Fo TUNA DAN UDANG Asep Nurhikmat, M. Kurniadi, Agus Susanto, dan Ervika Rahayu NH UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jln Jogjakarta Wonosari Km 3, Gading, Playen, Gunungkidul, Jogjakarta PO BOX 174 WNO Tel/fax 274 39257 E-mail : asepnurhikmat@yahoo.com ABSTRAK Pengalengan adalah salah satu proses untuk mengawetkan makanan dengan menggunakan panas, dimana tahapan proses yang paling banyak menggunakan panas adalah proses sterilisasi. Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh posisi kaleng pada retort terhadap nilai Fo tuna dan udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas Fo tuna dan udang pada posisi kaleng 11 dan 22 cm dari dasar. Suhu sterilisasi adalah 121 o C selama 15 menit. Ukuran kaleng yang digunakan 31x25. Penelitian menghasilkan Fo pada posisi kaleng pada 11 dan 22 cm untuk tuna masing-masing adalah 11,64 dan 8,96 menit. Sedangkan untuk udang masing-masing adalah 1,1 dan 5,58 menit. Nilai gizi diantaranya air, protein, lemak dan abu untuk tuna masing-masing 79; 11; 4,29 dan 4,32%. Sedangkan untuk udang masing-masing 75; 21;,2 dan 3,7%. Kata kunci : Posisi Kaleng, Nilai Fo,Tuna, Udang PENDAHULUAN Pengalengan adalah metode pengawetan makanan dengan memanaskannya dalam suhu yang akan membunuh mikroorganisme, dan kemudian menutupinya dalam stoples maupun kaleng (Anonim, 28b). Menurut Murniyati dan Sunarman (2) proses pengalengan ikan meliputi persiapan bahan mentah, pengisian (filling), penghampaan (exhausting), sterilisasi, pendinginan, dan pelabelan. Pengalengan makanan dewasa ini sudah mulai berkembang dan banyak produsen makanan yang menggunakan metode pengawetan makanan dengan pengalengan. Pengalengan ikan merupakan hal yang sudah lama dijumpai akan tetapi hanya sebatas pengalengan ikan sarden, tuna atau ikan-ikan lain dengan saus tomat, cabai atau larutan garam (brine). Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukkan dalam kaleng, kemudian disterilkan dengan panas. Faktorfaktor utama yang menentukan daya awet ikan kalengan adalah sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng dan kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan dari luar. Ikan yang dikaleng dan disimpan dengan baik dapat bertahan selama dua tahun (Murniyati dan Sunarman, 2). Suhu yang digunakan dalam pengalengan adalah suhu tinggi yaitu 11º - 12º C, untuk mematikan semua mikroorganisme sehingga dicapai sterilitas komersial yang berarti produk itu tidak 1% steril tetapi dapat tahan sampai dua tahun (Peranginangin, 1992). Sterilisasi komersial adalah proses sterilisasi dimana masih terdapat beberapa mikrobia yang masih dapat hidup setelah pemberian panas. Kondisi dalam kaleng setelah proses sterilisasi mengakibatkan bakteri tidak mampu tumbuh dan berkembang biak sehingga tidak dapat membusukkan makanan dalam kaleng (Winarno, 1994). Bila suatu makanan yang dikemas dalam kaleng atau botol diletakkan dalam retort, suhu produk tidak akan segera mencapai suhu proses sesuai dengan suhu retort yang dikehendaki, tetapi akan merambat kedalam kaleng secara perlahanlahan. Sebelum melakukan tes penetrasi panas, harus dilakukan terlebih dahulu proses distribusi panas, untuk mengetahui apakah retort yang akan digunakan memiliki distribusi panas yang merata, dan bagian retort mana yang paling lambat kenaikan suhunya. Uji tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat termokopel. Heat penetrasiontest berguna untuk mengetahui kecepatan penetrasi panas dari retort kedalam makanan. Pada heat penetrasion test dilakukan pengamatan yang teliti terhadap suhu produk selama proses pemanasan. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan ujung termokopel pada bagian terdingin (cloudest spot) atau daerah yang paling lambat pemanasannya dalam kaleng. Daerah tersebut sering juga disebut cold spot. Bila kemasan kalengnya terdiri atas bahan pasat, seperti misalnya backed beans atau meat loaf, dimana panas dipindahkan secara konduksi, sambungan hot junction atau ujung termokopel berada pada atau sedikit diatas titik geometris kaleng. Letak coldest spot tergantung pada jenis perambatan panasnya, yaitu apakah secara konduksi, konveksi, atau broken heating. Produk yang perambatan panasnya dengan konduksi, cold spot-nya berada dititik

442 tengah geometrik dari kaleng. Produk yang mengalami perambatan panas secara konduksi, misalnya daging atau medium kental seperti saus tomat sehingga biasanya tidak mengandung atau hanya sedikit saja mengandung cairan bebas. Sedangkan pada prouduk yang banyak mengandung cairan atau laruta garam atau gula, perambatan panas terjadi secara konveksi. Segera setelah cairan mendapat panas, aliran panas akan bergerak berputar keseluruh bagian kaleng. Perambatan panas dalam cairan bergerak lebih cepat dan seragam. Coldest spot dengan perambatan panas secara konveksi terletak dibagian dekat dasar pada pusat kaleng. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung pada beberapa faktor, antara lain ukuran kaleng, posisi kaleng dan keadaan isinya. Panas kaleng memerlukan waktu lebih lama untuk menerobos masuk kedalam kaleng yang besar. Demikian juga penetrasi panas akan lebih cepat pada medium konveksi, seperti sup, daripada medium konduksi, seperti corned beef Proses sterilisasi dirancang untuk mematikan clostridium botulinum dan sporanya, sebab mikroorganisme ini paling berbahaya dan sporanya paling tahan terhadap pemanasan, yang biasanya mengkontaminasi makanan kaleng. Jumlah waktu (dalam menit) pada suhu tertentu yang diperlukan untuk menghancurkan semua mikroba biasanya disebut dengan nilai F. Nilai F ini sangat spesifik, artinya, nilai tersebut bergantung pada suhu proses dan nilai Z dari mikroba. Nilai Fo adalah waktu (dalam menit) pada 25 F yang diperlukan untuk menghancurkan sejumlah mikroba tertentu yang memiliki nilai Z sama dengan 18 F. Resistensi atau ketahanan sel dan spora mikroorganisme terhadap panas berbeda diantara mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme lebih tahan terhadap pemanasan pada ph netral atau mendekati netral. Peningkatan keasaman dari pada peningkatan kebasaan dalam merusak mikroorganisme oleh panas (Judge dkk, 1989) resistensi panas mikroorganisme dinyatakan sebagai waktu kematian thermal atau Thermal Death Time (TDT) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membunuh sejumlah sel atau spora tertentu pada kondisi fisik tertentu (temperature, jumlah dan tipe mikroorganisme, serta karakteristik medium pemanasan). Untuk mengetahui TDT atau Fo dipergunakan persamaan yang disampaikan lewis (1987); Richardson (21), log Atau 121 = T 1 L (1) L = 1 {( T 121 / 1 )} (2) Dimana Fo dapat dihitung dengan persamaan : Fo = Ldt (3) Tujuan : 1. Mengetahui nilai Fo ikan tuna dan udang pada kaleng ukuran 31x25 dengan posisi kaleng yang berbeda. METODOLOGI Bahan dan Alat Bahan utama pada penelitian ini ikan tuna dan udang, kaleng ukuran 31x25 (spesifikasi dapat dilihat pada tabel 1). Sedangkan bahan pembantu adalah cairan bumbu rasa gulai untuk tuna dan bumbu asam manis untuk udang. Alat yang digunakan antara lain retort, Fo-meter, canning line, alat memasak, alat gelas. Tabel 1. Spesifikasi kaleng ukuran 31x25 Item : Round can (bundar) color : Natural size : Ø 31 X 25 Design : GL/AL; GL/AL (2 piece can), bottom end type press Body : Out Gold, in aluminize Top : Out Gold, in aluminize Bottom : Out Gold, in aluminize For : Meat, Fish, cream, vegetables Capacity : 18 ml Metode Proses pengalengan meliputi : 1. Preparasi bahan a. bahan utama, sortasi dan pengecilan ukuran bahan b. bahan pembantu berupa cairan bumbu rasa gulai dan asam manis 2. Blansing pada suhu 8 o C selama 5 menit 3. Pengisian dalam kaleng (ikan laut dan daging sapi serta cairan bumbu) 4. Ekshausting pada suhu 8 o C selama 1 menit 5. Penutupan kaleng

443 6. Sterilisasi pada temperatur 121 o C selama 2 menit. Letak kaleng diatur sesuai ketinggian dari dimensi retort, seprti pada gambar 1. 7. Pendinginan kaleng 8. Karantina HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya, proses pemanasan yang diterapkan didalam industri pengalengan makanan, dirancang khusus hanya untuk mencapai sterilisasi komersial. Kondisi tersebut tidak mudah dicapai, malahan kadang-kadang dapat menghasilkan perubahan-perubahan mutu yang tidak diinginkan, maka dikembangkan cara penerapan proses sterilisasi yang pas dan aman serta dapat menekan kerusakan seminimal mungkin dan penurunan mutu yang disebabkan/ diakibatkan pemberian panas Alat yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah retort, yang disebut juga autoclave atau sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber diluar retort. Sumber uap air panas tersebut dapat berbentuk bolier atau steam generator. Hasil perhitungan persamaan 1-3 untuk masing-masing produk dapat dilihat pada Gambar 1 sampai 3. Bila suatu makanan yang dikemas dalam kaleng diletakkan dalam retort, suhu produk tidak akan segera mencapai suhu proses sesuai dengan suhu retort yang dikehendaki, tetapi akan merambat kedalam kaleng secara perlahan-lahan. Sebelum Termometer Termokopel Barometer Posisi 22 cm Posisi 11 cm Posisi cm Fo Meter Air su h u (ºC ) 14.9 12 T can.8.7 1 L can1.6 8.5 6.4.3 4.2 2.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Gambar 1. Skema posisi kaleng pada autoclave L eth ality 16.5 T can1.45 14.4 12 L can1.35 1.3 8.25 6.2.15 4.1 2.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Waktu (menit) S u h u (ºC ) L e th a lity Gambar 1a. Fo tuna pada posisi 1 adalah 11,64 menit Gambar 1b. Fo udang pada posisi 1 adalah 1,1 menit

444 s u h u (º C ) 14 12 1 8 6 4 2 T can 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Waktu (menit) Gambar 2a. Fo tuna pada posisi 2 adalah 8,96 menit.6.5.4.3.2.1 L e th a li ty L e th a lity.9.8.7.6.5.4.3.2.1 can1 can2 1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97 Gambar 3a. Perbandingan Fo tuna pada posisi 1 dan 2 16 14 12 T can2.25.2.7.6.5 y =.7387x +.36 R 2 =.9754 S u h u (º C ) 1 8 6 4 2.15.1.5 L e ta h l i ty.4.3.2.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Gambar 2b. Fo udang pada posisi 2 adalah 5,59 menit melakukan penetrasi panas ke dalam kaleng, kalor yang ada digunakan terlebih dahulu untuk proses distribusi panas ruangan retort. Heat penetration test diperlukan untuk mengetahui kecepatan penetrasi panas dari retort kedalam makanan. Jumlah panas yang diperlukan untuk sterilisasi yang memadai tergantung pada beberapa faktor, antara lain ukuran kaleng, posisi kaleng dan keadaan isinya. Terlihat pada gambar 1a proses pemanasan bahan dalam kaleng lebih lambat dibandingkan pada gambar 1b. hal ini karena pada daging tuna lebih solid dan dimensinya lebih besar dibandingkan dengan daging udang, dimensinya lebih kecil. Terlihat pada Gambar 3a dan 3b bahwa Fo untuk posisi berbeda akan memiliki nilai berbeda pula. Hal ini disebabkan karena jarak antara posisi dengan sumber panas berbeda. Semakin jauh dari sumber panas.2.4.6.8 1 L can1 Gambar 3b. Perbandingan Fo Tuna posisi 1 dan 2 pada scater plot makan nilai Fo akan semakin kecil, panas uap lebih dahulu diterima oleh kaleng posisi 1kemudian posisi 2. apabila dihubungkan antara kedua posisi tersebut dalam scater plot, didapatkan nilai R 2 untuk kedua posisi kaleng pada udang adalah,97. Terlihat pada Gambar 4a dan 4b bahwa Fo untuk posisi berbeda akan memiliki nilai berbeda pula. Hal ini disebabkan karena jarak antara posisi dengan sumber panas berbeda. Semakin jauh dari sumber panas makan nili Fo akan semakin kecil, panas uap lebih dahulu diterima oleh kaleng posisi 1 kemudian posisi 2. apabila dihubungkan antara kedua posisi tersebut dalam scater plot, didapatkan nilai R 2 untuk kedua posisi kaleng pada udang adalah,87. Sedangkan Nilai gizi untuk tuna dan udang dapat dilihat pada tabel 2.

445 L eth a lity Gambar 4a. Perbandingan Fo udang pada posisi 1 dan 2 can 2.5.45.4.35.3.25.2.15.1.5 3 6 9.25.2.15.1.5 y =.4838x +.7 R 2 =.8721 Gambar 4b. Perbandingan Fo udang posisi 1 dan 2 pada scater plot Tabel 2. Nilai Gizi tuna dan udang Komposisi Tuna Udang Air (%) 79 75 Protein (%) 11 21 Lemak (%) 4,29,2 Abu (%) 4,32 3,7 can1 can2.1.2.3.4.5 can 1 KESIMPULAN Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan : 1. Nilai Fo tuna untuk posisi 11 cm dan 22 cm adalah 11,64 dan 8,96 menit 2. Nilai Fo udang untuk posisi 11 cm dan 22 cm adalah 1,1 dan 5,59 menit 3. Semakin dekat posisi kaleng dengan sumber panas maka akan semakin cepat panas isi kaleng dan Fo semakin besar. 4. Nilai R 2 untuk Fo tuna adalah,97 sedangkan untuk udang adalah,87. 5. Nilai Fo dipengaruhi oleh ukuran kaleng, posisi kaleng, jenis bumbu, dan viskositas cairan. 6. Nilai gizi diantaranya air, protein, lemak dan abu untuk tuna masingmasing 79; 11; 4,29 dan 4,32%. Sedangkan untuk udang masingmasing 75; 21;,2 dan 3,7%. DAFTAR PUSTAKA Desrosier, N.W., 1988, Teknologi Pengawetan Pangan, terjemahan Muchji Muljohardjo, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Forest, J.C., Aberle, E.D., Hendrick, H.B. and Merkel, R.A. 1975. Principles of Meat Sciences, W.H. Freeman and Co, San Fransisco. Judge, M.D., E.D. Arbele., J.C., Forrest., H.B. Hendrick. dan R.A. Merkel. 1989. Principle of Meat Science. 2 nd ed, Kendall/Hunt Publishing Co, Dubuque, Iowa. Murniyati, A.S dan Sunarman. 2. Pendinginan Pembekuan Dan Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Peranginangin, R. 1992. Pengalengan Ikan. Dalam Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. Richardson, P., 21, Thermal Technologies in Food Processing, Woodhead Publishing Ltd, Cambridge, England. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Ikan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Stumbo, C.R. 1973. Thermobacteriology in Food Processing, Academic Press, New York. Winarno, F.G., 1994, Sterilisasi Komersial untuk Produk pangan, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yusmirasari, P., 2, Laporan Kerja Praktek di BBOK LIPI, Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pasundan, Bandung. TANYA JAWAB Penanya : Ahmad Fatoni (Univ.Mulawarman) Pertanyaan : Bumbu asam manis apa tidak mengasorpsi Fe dalam kaleng? Jawaban : Secara penelitian bumbu asam manis masih mempunyai Ph normal, jadi proses dengan Fe kaleng kurang terjadi (tetapi ke depan saya akan hitung), selain itu kaleng telah mempunyai leeguer.