IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA SARI TEMPE TERPILIH Penentuan formula sari tempe terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kesukaan yang nyata di antara keempat sampel yang diujikan. Formula yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi dalam hal warna adalah sari tempe dengan pemanis madu dan sari kedelai dengan pemanis gula pasir. Keduanya tidak memiliki perbedaan yang nyata satu sama lain pada taraf signifikansi 5%. Formula yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi dalam hal bau, rasa, dan keseluruhan adalah sari tempe dengan pemanis madu. Sari tempe dengan pemanis madu merupakan satu-satunya formula sari tempe yang memiliki tingkat kesukaan secara keseluruhan lebih tinggi daripada sari kedelai. Oleh karena itu, ditentukan formula terpilih adalah sari tempe dengan pemanis madu. Gambar keempat sampel yang disajikan pada uji rating hedonik dapat dilihat pada Gambar 7 sedangkan histogram tingkat kesukaan panelis terhadap keempat sampel dapat dilihat pada Gambar 8. Rekapitulasi data uji rating hedonik dan pengolahan datanya dapat dilihat pada Lampiran 1a, 1b, 1c, 1d, dan 1e. Gambar 7. Formula sari tempe yang disajikan pada uji rating hedonik Respon Panelis Sari tempe (gula pasir) Sari tempe (madu) Sari tempe (gula merah) Sari kedelai (gula pasir) 1 0 Warna 1 Bau 2 Rasa 3 Keseluruhan 4 Atribut Gambar 8. Histogram hasil uji rating hedonik 23

2 B. HASIL UJI DISTRIBUSI PANAS Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sepuluh buah termokopel pada sepuluh titik berbeda di dalam retort yang diduga lambat menerima panas. Parameter-parameter yang dapat diamati dari hasil uji distribusi panas adalah titik terdingin dalam retort, waktu venting, dan come-up time (CUT). Berdasarkan data hasil uji distribusi panas yang dilakukan, dapat diplotkan kurva hubungan antara waktu pemanasan dan suhu termokopel. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 9 menunjukkan kurva distribusi panas di dalam retort selama proses pemanasan berlangsung. 140,0 120,0 TC 1 (oc) TC 2 (oc) Suhu Termokopel ( o C) 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Venting CUT Waktu (menit) Gambar 9. Kurva distribusi panas dalam retort TC 3 (oc) TC 4 (oc) TC5 (oc) TC 6 (oc) TC 7 (oc) TC 8 (oc) TC 9 (oc) TC 10 (oc) TC 1 (oc) Kurva distribusi panas menunjukkan bahwa titik 7 merupakan titik dalam retort yang paling lambat menerima panas (titik terdingin/coldest point). Posisi titik 7 dalam retort dapat dilihat kembali pada Gambar 4. Selanjutnya, titik 7 dijadikan sebagai titik acuan bagi perhitungan proses kecukupan panas pada uji penetrasi panas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika titik terdingin dalam retort telah mencapai kecukupan panas, titik-titik lain dalam retort juga telah mencapai kecukupan panas. Kurva distribusi panas juga menunjukkan bahwa waktu venting retort adalah 15 menit dan CUT retort adalah 22 menit. Berdasarkan kurva tersebut, tampak bahwa sebelum menit ke-15, suhu retort meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort. Namun, setelah proses pemanasan berlangsung selama 15 menit dan retort telah mencapai suhu sekitar 108 o C, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi panas dalam retort telah seragam sehingga waktu venting retort adalah 15 menit. CUT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh retort sejak dinyalakan hingga mencapai suhu yang diinginkan (121 o C). Berdasarkan kurva distribusi panas, dapat dilihat bahwa seluruh termokopel telah mencapai suhu 121 o C setelah pemanasan selama 22 menit sehingga nilai CUT retort adalah 22 menit. 24

3 C. HASIL UJI PENETRASI PANAS Uji penetrasi panas dilakukan pada lima sampel sari tempe dalam kaleng yang diletakkan di sekitar titik 7 (titik terdingin dalam retort). Sampel sari tempe yang tercatat paling lambat menerima panas akan dijadikan sebagai acuan bagi perancangan proses sterilisasi sari tempe dalam kaleng. Rekapitulasi hasil uji penetrasi panas dan pengolahannya datanya dapat dilihat pada Lampiran 3a, 3b, 3c, 3d, 3e, dan 3f. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditentukan bahwa data uji penetrasi panas yang akan diolah selanjutnya adalah data yang ditunjukkan oleh Tc2 (Lampiran 3b) karena paling lambat menerima panas. Nilai Fo yang ditargetkan dalam uji penetrasi panas ini adalah 0,24 menit. Nilai Do Clostridium botulinum adalah 0,2 menit (Hariyadi, Kusnandar 2000). Dalam penelitian ini, diharapkan terjadi penurunan jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma (proses 12-D). Oleh karena itu, nilai Fo yang ditargetkan dalam proses sterilisasi sari tempe dalam kaleng adalah 12x0,2=2,4 menit. Hasil pengolahan data uji penetrasi panas dengan metode umum (metode trapesium) menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses sterilisasi sari tempe dalam kaleng hingga mencapai tingkat sterilitas yang diinginkan adalah 25 menit. Nilai Fo yang diperoleh selama pemanasan 25 menit adalah menit. Hal ini menunjukkan bahwa pemanasan menggunakan retort selama 25 menit sejak retort dinyalakan memiliki tingkat sterilitas yang sama dengan aplikasi panas pada suhu 121,1 o C selama 2,6201 menit. Hal ini telah melebihi nilai Fo yang ditargetkan (2,4 menit) sehingga proses pemanasan telah dianggap cukup untuk mereduksi jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma. Kurva penetrasi panas sari tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Gambar 10. Kurva hubungan antara t (waktu) dan Lr (lethal rate) untuk pengolahan data penetrasi panas dengan metode umum dapat dilihat pada Gambar Suhu ( o C) Waktu (menit) Gambar 10. Kurva penetrasi panas sari tempe dalam kaleng (metode umum) Hasil pengolahan data uji penetrasi panas dengan metode formula (metode Ball) menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan dalam proses sterilisasi sari tempe dalam kaleng hingga mencapai tingkat sterilitas yang diinginkan adalah menit sejak retort dinyalakan. Kurva hubungan antara (Tr-T) dan waktu (metode formula) dapat dilihat pada Gambar 12 25

4 sedangkan parameter-parameter yang dapat diketahui melalui kurva tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Luasan di bawah kurva = menit Gambar 11. Kurva hubungan t dan Lr (metode umum) 1000,0 100,0 y=log( ) x (Tr T) ( o C) 10,0 1, Waktu (menit) Gambar 12. Kurva hubungan t dan (Tr-T) (metode formula) 26

5 Tabel 4. Parameter analisis kecukupan panas sterilisasi sari tempe dalam kaleng (metode formula) Parameter Satuan Nilai Fo menit 2.4 fh menit Lr fh/u o C o C - o C o C log g (dari tabel) Tr Ti Jh=(Tr-Tpih)/(Tr-Ti) Ih=(Tr-Ti) Jh.Ih=(Tr-Tpih) log (Jh.Ih) t B =fh{log (Jh.Ih)-log g) menit t p =t B -0.42CUT menit Waktu sterilisasi=cut+t p menit ~22.22 Hasil pengolahan data menggunakan metode umum dan metode formula menunjukkan hasil yang berbeda, namun perbedaannya tidak jauh. Waktu yang ditetapkan akan diaplikasikan pada sterilisasi sari tempe dalam kaleng adalah 25 menit (metode umum) karena memiliki nilai yang lebih besar daripada menit (metode formula). Hal ini bertujuan memberikan keyakinan bahwa panas yang diaplikasikan telah cukup untuk mereduksi jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma. D. HASIL UJI SEGITIGA Berdasarkan hasil uji segitiga, diketahui bahwa jumlah panelis yang dapat menjawab dengan benar adalah 9 orang. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan jumlah minimum panelis pada tabel peluang binomial uji segitiga (n=30;α=0.05), yaitu sebanyak 15 panelis. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa proses sterilisasi tidak menyebabkan perubahan karakteristik sensori sari tempe secara keseluruhan pada taraf signifikansi 5%. Rekapitulasi data hasil uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 4a. Tabel peluang binomial untuk uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 4b. E. HASIL PENGUKURAN PH Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan ph-meter, dapat diketahui bahwa ph sari tempe dalam kaleng adalah Rekapitulasi data hasil pengukuran ph dapat dilihat pada Lampiran 5. Hal ini menunjukkan bahwa sari tempe dalam kaleng tergolong bahan pangan berasam rendah. Menurut Kusnandar et al. (2009), bahan pangan berasam rendah adalah bahan pangan yang memiliki nilai ph Proses termal yang harus diaplikasikan pada bahan pangan berasam rendah adalah sterilisasi karena mikroba targetnya adalah C. botulinum yang tahan panas dan dapat membentuk spora. Dengan demikian, proses termal yang dilakukan dalam penelitian ini (sterilisasi) tepat diaplikasikan pada sari tempe dalam kaleng. F. HASIL ANALISIS PROKSIMAT Analisis proksimat yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar lemak. Rekapitulasi dan pengolahan data analisis proksimat sari tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Lampiran 6a, 6b, 6c, 6d, dan 6e. Tabel hasil analisis proksimat sari 27

6 tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel perbandingan hasil analisis proksimat kacang kedelai, tempe, dan sari tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 5. Hasil analisis proksimat sari tempe dalam kaleng Basis basah (%(b/b)) Basis kering (%(b/b)) Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Tabel 6. Perbandingan hasil analisis proksimat kacang kedelai, tempe, dan sari tempe dalam kaleng (basis kering) Kacang kedelai a) Tempe a) Sari tempe Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Sumber: a) Hermana et al Berdasarkan hasil yang diperoleh, sari tempe dalam kaleng memiliki kadar air yang sangat tinggi, yaitu sebesar 90.27%. Hal ini disebabkan oleh adanya pengenceran yang dilakukan ketika ekstraksi tempe menggunakan air dengan perbandingan 8:1 (8 liter air untuk 1 kg tempe). Kadar karbohidrat sari tempe dalam kaleng juga tergolong tinggi, yaitu sebesar 5.03%. Hal ini disebabkan oleh penambahan madu sebagai pemanis yang terutama tersusun atas glukosa dan fruktosa. Adanya penambahan madu ini juga menyebabkan kandungan karbohidrat dalam sari tempe dalam kaleng lebih besar daripada kandungan karbohidrat pada kacang kedelai dan tempe. Pengenceran dan peningkatan kadar karbohidrat menyebabkan penurunan kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak sari tempe dalam kaleng sehingga nilainya lebih rendah daripada kacang kedelai dan tempe. G. HASIL ANALISIS ISOFLAVON Berdasarkan hasil analisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Crhomatogram) terhadap beberapa variasi konsentrasi standar isoflavon, diperoleh kurva standar isoflavon untuk masing-masing jenis isoflavon. Kurva standar daidzein ditunjukan pada Gambar 13 dan kurva standar genistein ditunjukkan pada Gambar 14. Kurva standar ini memplotkan hubungan antara konsentrasi standar isoflavon dan luas area di bawah peak kromatogram yang terukur. Rekapitulasi data luas area kromatogram pada pengukuran kurva standar isoflavon (daidzein dan genistein) dapat dilihat pada Lampiran 7a dan Lampiran 7b. Pengolahan data uji isoflavon dapat dilihat pada Lampiran 7c, 7d, 7e, 7f, dan 7g. Kadar isoflavon sari tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 7. Perbandingan kadar isoflavon kacang kedelai, tempe, dan sari tempe dalam kaleng dapat dilihat pada Tabel 8. Isoflavon merupakan senyawa flavonoid yang umum terdapat pada tanaman kacangkacangan dalam jumlah cukup tinggi, yaitu sekitar 0.25%. Kacang kedelai merupakan sumber isoflavon yang kaya. Isoflavon sering disebut sebagai fitoestrogen karena memiliki kemampuan menyubstitusi atau menutupi pengaruh estrogen pada tubuh. Isoflavon memiliki struktur kimia yang menyerupai estrogen sehingga dapat berikatan dengan beberapa reseptor estrogen dalam tubuh manusia (Winarti 2010). Menurut Tilaar et al. (2010), isoflavon juga dapat bertindak 28

7 sebagai pengatur kadar hormon estrogen dalam tubuh manusia. Di satu sisi, isoflavon memiliki efek estrogenik saat estrogen alami berkurang jumlahnya sehingga menguntungkan dalam mencegah penyakit kardiovaskuler dan osteoporosis. Di sisi lain, isoflavon memiliki efek antiestrogenik saat hormon estrogen berlebihan sehingga dapat menurunkan risiko kanker payudara pada wanita saat masa premenopause. Luas area y = x R² = ,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 Konsentrasi standar daidzein (x10 3 μg) Gambar 13. Kurva standar daidzein Luas area 60, , , , , ,0000 y = x R² = ,0000 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 Konsentrasi standar daidzein (x10 3 μg) Gambar 14. Kurva standar genistein Tabel 7. Kadar isoflavon sari tempe dalam kaleng Jenis isoflavon Kadar (mg/100g) Daidzein 1.56 Daidzin 0.77 Genistein 1.59 Genistin 1.17 Total isoflavon

8 Tabel 8. Perbandingan kadar isoflavon kacang kedelai, tempe, dan sari tempe dalam kaleng (basis basah) Kadar (mg/100g) Kacang kedelai b) Tempe (inokulum R. oligosporus) b) Sari tempe Daidzein Genistein Total isoflavon bebas (aglikon) Daidzin Genistin Total isoflavon terikat (glukosida) Total isoflavon Rasio (aglikon:glukosida) Sumber: b) Astawan 2008 Secara umum, isoflavon yang terkandung dalam kedelai terdiri atas dua bentuk, yaitu glukosida (terikat dengan molekul gula) dan aglikon (tidak terikat dengan molekul gula). Proses pencernaan, fermentasi, atau hidrolisis enzimatis dapat melepaskan molekul gula dari isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon (Muchtadi 2010). Isoflavon dalam bentuk aglikon memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi dalam tubuh manusia dibandingkan dengan isoflavon dalam bentuk glukosida (Koswara 1992). Struktur kimia isoflavon aglikon dan glukosida serta jenis-jenis isoflavon kedelai dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan hasil analisis isoflavon, diketahui bahwa produk sari tempe dalam kaleng memiliki kandungan isoflavon sebesar 5.09 mg/100g. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadar isoflavon pada tempe (44.76 mg/100g). Hal ini disebabkan oleh adanya pengenceran dengan air saat ekstraksi tempe dalam pembuatan sari tempe. Gambar 15. Struktur kimia isoflavon aglikon dan glukosida serta jenis-jenis isoflavon kedelai (Muchtadi 2010) 30

9 Kacang kedelai memiliki kadar isoflavon tertinggi, yaitu mg/100g. Tempe memiliki kadar isoflavon yang lebih rendah daripada kacang kedelai karena proses pembuatan tempe melibatkan pemanasan dan pencucian kacang kedelai menggunakan air. Isoflavon merupakan senyawa flavonoid yang cenderung larut dalam air sehingga dapat terbuang saat proses pencucian kacang kedelai. Sebagian besar isoflavon yang terkandung dalam tempe terdapat dalam bentuk aglikon akibat adanya proses fermentasi oleh kapang R. oligosporus yang dapat menghidrolisis isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon dan molekul gula. Hal ini berbeda dengan kandungan isoflavon kacang kedelai yang sebagian besar terdapat dalam bentuk glukosida. Sari tempe memiliki kadar isoflavon yang lebih rendah daripada kacang kedelai dan tempe akibat adanya proses pemanasan dan pengenceran dalam pembuatannya. Kandungan isoflavon aglikon pada sari tempe dalam kaleng lebih tinggi daripada kandungan isoflavon glukosida. Hal ini sesuai dengan karakteristik tempe sebagai bahan dasar pembuatan sari tempe. Namun, rasio isoflavon agikon:glukosida sari tempe dalam kaleng lebih tinggi daripada tempe. Hal ini disebabkan oleh adanya proses pemanasan (pengukusan, pendidihan, dan sterilisasi) dalam proses pembuatan sari tempe dalam kaleng. Proses pemanasan dapat menyebabkan pemecahan ikatan pada isoflavon glukosida menjadi isoflavon aglikon dan molekul gula sehingga jumlah isoflavon bebas (aglikon) akan meningkat (Ishihara et al. 2007). H. HASIL ANALISIS KAPASITAS ANTIOKSIDAN Kapasitas antioksidan umum dinyatakan dalam satuan AEAC (Ascorbic acid equivalent capacity) (Prangdimurti et al. 2010). Nilai ini menyatakan perbandingan antara jumlah analat dan jumlah asam askorbat yang menghasilkan kapasitas antioksidan sama besar. Berdasarkan hasil analisis kapasitas antioksidan, diperoleh kapasitas antioksidan sari tempe dalam kaleng sebesar 7.13 mgaeq/150ml. Nilai ini menunjukkan bahwa 150 ml sari tempe dalam kaleng memiliki kapasitas antioksidan yang ekivalen dengan 7.13 mg asam askorbat. Rekapitulasi data kurva standar asam askorbat dapat dilihat pada Lampiran 8a. Kurva standar asam akorbat dapat dilihat pada Gambar 16. Rekapitulasi data analisis kapasitas antioksidan dapat dilihat pada Lampiran 8b. A blanko A standar 0,5 0,45 y = x ,4 R² = ,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 Konsentrasi asam askorbat (mg) Gambar 16. Kurva standar asam askorbat untuk pengukuran kapasitas antioksidan 31

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tempe adalah kacang kedelai kuning, laru tempe, dan air. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sari tempe adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEMPE Tempe adalah produk pangan tradisional Indonesia berbahan baku kedelai (Glycine max) yang difermentasi dalam waktu tertentu menggunakan kapang Rhizopus sp.. Spesies kapang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PANGANN SKRIPSII REGGIE SURYA F

PANGANN SKRIPSII REGGIE SURYA F PRODUKSI SARI TEMPE DALAM KALENG SEBAGAI UPAYAA DIVERSIFIKASI PANGANN BERBASIS TEMPE SKRIPSII REGGIE SURYA F24070139 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PRODUCTION OF CANNED

Lebih terperinci

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA

KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA KECUKUPAN PROSES STERILISASI KOMERSIAL: Pemahaman dan perhitungannya 2. METODA FORMULA Guru Besar, Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB-Bogor

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA BURAS SEBAGAI PANGAN DARURAT 1. Formulasi Buras Bahan utama yang digunakan sebagai penyusun formulasi EFP buras ini yaitu beras IR-64, beras ketan putih (BK),

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik

Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik LAMPIRAN 45 Lampiran 1a. Rekapitulasi data uji rating hedonik Panelis Sampel* Skor Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan 1 1 7 4 6 5 6 1 2 6 4 4 4 7 1 3 6 4 4 6 5 2 1 6 5 4 6 6 2 2 6 6 4 3 5 2 3 7 6 6 6

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT STERILITAS, MEDIUM DAN KETEBALAN TEMPE TERHADAP SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI TEMPE KALENG SKRIPSI STELLA DARMADI F

PENGARUH TINGKAT STERILITAS, MEDIUM DAN KETEBALAN TEMPE TERHADAP SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI TEMPE KALENG SKRIPSI STELLA DARMADI F PENGARUH TINGKAT STERILITAS, MEDIUM DAN KETEBALAN TEMPE TERHADAP SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI TEMPE KALENG SKRIPSI STELLA DARMADI F24060717 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE UNTUK PEMBUATAN KUE LUMPUR COKLAT DENGAN PENAMBAHAN VARIASI GULA PASIR JURNAL PUBLIKASI

SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE UNTUK PEMBUATAN KUE LUMPUR COKLAT DENGAN PENAMBAHAN VARIASI GULA PASIR JURNAL PUBLIKASI SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE UNTUK PEMBUATAN KUE LUMPUR COKLAT DENGAN PENAMBAHAN VARIASI GULA PASIR JURNAL PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULASI SANTAN Minuman santan yang dibuat di dalam penelitian ini adalah minuman santan yang mendekati sampel produk komersil dengan menggunakan parameter kadar

Lebih terperinci

Prinsip Kecukupan Proses Thermal

Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prinsip Kecukupan Proses Thermal Prof., PhD Department of Food Science & Technology, and Southeast Asian Food & Agricultural l Science & Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, BOGOR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali ditemukan tempe, makanan yang terbuat dari kedelai dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sangat familiar dikalangan masyarakat

Lebih terperinci

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Gel Cincau Hitam Gel cincau hitam dibuat dengan bahan baku tanaman cincau hitam kering (Mesona palustris) yang diperoleh dari penjual tanaman cincau hitam kering

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kalibrasi Termokopel V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN. Kalibrasi Termokopel Pada tahap awal penelitian dilakukan kalibrasi terhadap termokopel yang akan digunakan. Kalibrasi termokopel bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat adalah es krim. Produk ini banyak digemari masyarakat, mulai dari anak anak hingga dewasa karena rasanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK...

DAFTAR ISI JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. ABSTRAK... DAFTAR ISI JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan adalah rimpang kunyit, asam jawa tanpa biji cap Cabe, dan rimpang jahe yang dibeli di Pasar Induk Tangerang, air minum dalam kemasan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman merupakan sumber kekayaan alam yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar kita. Tanaman itu sendiri terdiri dari akar, batang, daun dan biji. Setiap bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan tempe sebagai lauk pauk pendamping makanan pokok. Menurut data dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga, industri, pertambangan dan lain-lain. Limbah berdasarkan sifatnya

BAB I PENDAHULUAN. tangga, industri, pertambangan dan lain-lain. Limbah berdasarkan sifatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Limbah merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari proses produksi maupun konsumsi yang dilakukan oleh manusia, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertambangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. STANDARISASI FORMULA DAN PROSES PEMBUATAN KALIO DALAM KALENG 1. Pengukuran Sifat Fisik dan Penilaian Sensori Kalio Komersil Penentuan karakteristik produk optimum pada uji formulasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan muffin adalah tepung terigu, tepung ubi jalar, tepung jagung, margarin, air, garam, telur, gula halus, dan baking

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KEDELAI 1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Semarang untuk analisis kadar protein, viskositas, dan sifat organoleptik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Limbah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah terpakai, baik dalam skala rumah tangga, industri, pertambangan dan lainlain. Limbah berdasarkan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan Penelitian pendahuluan bertujuan mengidentifikasi bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan minuman santan. Sebagai produk pembanding digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir 2. Formulasi Minuman Instan Coro

METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian 1. Penentuan Kombinasi Gula Merah dan Gula Pasir 2. Formulasi Minuman Instan Coro METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah bahan untuk formulasi dan bahan untuk analisis. Bahan untuk formulasi diantaranya gula merah, gula pasir,

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan untuk pembuatan produk, menguji total bakteri asam

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Perhitungan 20 g yang setara 30 kali kemanisan gula. = 0,6667 g daun stevia kering

Perhitungan 20 g yang setara 30 kali kemanisan gula. = 0,6667 g daun stevia kering LAMPIRAN Lampiran Prosedur analisis sifat kimia Kadar air (SNI 0-90-000) Botol timbang dipanaskan beserta tutupnya (dibuka) dalam oven pada suhu 03 0 ± 0 C selama jam. Didinginkan dalam eksikator dan rapatkan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ANGKAK Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak angkak menunjukkan bahwa ekstrak angkak hingga konsentrasi 30% tidak menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

Gambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis Penelitian ini menggunakan bahan baku dari tepung kulit buah manggis. Pertama-tama buah manggis yang digunakan dicuci terlebih dahulu. Proses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1)

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1) 28 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) Hasil analisa kuantitatif spora Rhizopus oligosporus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci