DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

BaB i Pendahuluan OutlOOk EnErgi indonesia 1

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

Dewan Energi Nasional Republik Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

Proyeksi Kebutuhan dan Penyediaan Energi serta Indikator Energi - OEI 2014

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Kajian INDONESIA ENERGY OUTLOOK

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2009

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Krisis Pangan, Energi, dan Pemanasan Global

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

Kekayaan Energi Indonesia dan Pengembangannya Rabu, 28 November 2012

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Perkiraan Konsumsi Energi Final

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peranan Energi Baru dan Terbarukan Dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang (Outlook Energi Indonesia 2012)

V. GAMBARAN UMUM PENYEDIAAN DAN KONSUMSI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BEBERAPA PERMASALAHAN UTAMA ENERGI INDONESIA. oleh: DR.Ir. Kardaya Warnika, DEA Ketua Komisi VII DPR RII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2016

Versi 27 Februari 2017

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Tatang H. Soerawidaja

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

50001, BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KAJIAN SUPPLY DEMAND ENERGI

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI BENGKULU DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI BENGKULU

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

Pemodelan Kebutuhan Energi Sulawesi Selatan dengan Skenario Energi Baru/Terbarukan

Transkripsi:

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014

METODOLOGI 1

ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar 8% per tahun pada tahun 2020, dan 7,5% pada tahun 2030 serta menjadi 6,3% pada tahun 2050. Laju pertumbuhan penduduk di atas 1% sampai dengan tahun 2020, mengalami perlambatan menjadi 0,8% pada tahun 2030 (BPS) dan menjadi 0,6% pada tahun 2050 (KEN). Laju urbanisasi mengikuti proyeksi yang dikeluarkan oleh BPS, dimana persentase jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan sebesar 52% pada tahun 2013, dan 64% pada tahun 2030, kemudian naik menjadi 70% pada tahun 2050. Rasio elektrifikasi ditargetkan dapat mendekati 100% pada tahun 2020 (KEN). Cadangan energi hanya mencakup cadangan terbukti dan potensial. 2

KONDISI ENERGI SAAT INI 3

KEBUTUHAN ENERGI PRIMER DUNIA 20000 Juta TOE 16000 12000 8000 ET Lainnya Bioenergi Hidro Nuklir Gas Minyak Batubara 4000 0 1990 2010 2015 2020 2030 2035 Sumber: World Energy Outlook, IEA 2013 Note : bioenergi termasuk penggunaan biomassa tradisional dan modern 4

Kebutuhan energi primer dunia diperkirakan meningkat dari 13 miliar TOE pada tahun 2011 menjadi 17 miliar TOE pada tahun 2035 yang didominasi oleh China, India dan negara-negara ASEAN. Sebagian besar (82%) dari kebutuhan energi primer dunia dipenuhi oleh energi fosil yang sudah berlangsung selama 25 tahun, dan diproyeksikan energi fosil masih tetap dominan (75%) dalam bauran energi sampai dengan tahun 2035. EBT akan meningkat sebesar 80% pada tahun 2035 atau naik hampir dua setengah kali lipat dari tahun 2011, namun upaya untuk meningkatkan peran EBT hanya mampu mengurangi peran energi fosil sebesar 7%. Peranan minyak bumi masih tinggi walaupun secara persentase turun dari 31% (4,1 miliar TOE) pada tahun 2011 menjadi 27% pada tahun 2035 (4,7 Miliar TOE). Cadangan minyak bumi dunia saat ini diperkirakan 1.700 miliar barel (sumber: IEA) dan sebanyak 800 miliar barel diperlukan untuk memenuhi proyeksi kebutuhan pada skenario kebijakan baru. Diperkirakan cadangan minyak bumi dunia akan meningkat sehubungan dengan adanya tambahan cadangan dari light tight oil dan penemuan teknologi baru yang memungkinkan kegiatan eksplorasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Permintaan gas bumi naik dari 3,4 TCM menjadi 5 TCM selama periode tahun 2011 2035. Meskipun pertumbuhannya cukup tinggi, permintaan gas bumi masih di bawah batubara dan minyak bumi. Sementara cadangan gas bumi dunia saat ini diperkirakan 810 TCM, dan sekitar 3/4 dari cadangan tersebut tersisa untuk digunakan setelah tahun 2035. Kebutuhan batubara dunia relatif konstan sebesar 26% dari total kebutuhan energi dunia. Sebanyak 1,3 juta penduduk dunia belum terlistriki, sedangkan 2,6 juta lainnya masih menggunakan energi tradisional (kayu bakar) untuk memasak. 5

KEBUTUHAN ENERGI PRIMER ASEAN 1200 PROYEKSI 1000 800 600 400 Gas Bumi Minyak Bumi Batubara Nuklir Bioenergi Hydro EBT Lainnya 200 0 1990 2011 2015 2020 2025 2030 2035 Sumber: Southeast Asia Energy Outlook, IEA 2013 6

Konsumsi minyak bumi naik dari 4,3 juta barel per hari (tahun 2011) menjadi 6,8 juta barel per hari (tahun 2035), namun peranannya dalam bauran energi turun dari 38% (tahun 2011) menjadi 31% (tahun 2035) dikarenakan turunnya penggunaan minyak bumi di pembangkit dan industri. Cadangan terbukti minyak bumi sebesar 13 miliar barel, dan dengan skala produksi 1,6 miliar barel diperkirakan hanya dapat memenuhi kebutuhan ASEAN selama 8 tahun. Konsumsi gas bumi naik sebesar 77% dari 141 BCM (tahun 2011) menjadi 250 BCM (tahun 2035). Cadangan gas bumi ASEAN sebesar 7,5 TCM, dan dengan skala produksi 141 BCM diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan ASEAN hingga 53 tahun ke depan. Pada tahun 2011 produksi batubara ASEAN sebesar 420 juta ton. Pada tahun 2035, diproyeksikan konsumsi batubara mencapai 289 Juta TOE (28% dari bauran energi primer ASEAN). Jika diasumsikan produksi relatif konstan sebesar 420 juta ton (sebagian diekspor), dapat memenuhi kebutuhan ASEAN hingga 80 tahun ke depan. Pada tahun 2035, pangsa EBT dalam bauran energi primer turun menjadi 20%, sehingga peran energi fosil menjadi sebesar 80% (naik 5% dibandingkan tahun 2011). 7

KONDISI ENERGI INDONESIA 8

CADANGAN MINYAK DAN GAS BUMI INDONESIA 6,93 6,93 150,68 150,68 1,20 1,22 109,05 110,67 50,48 50,48 8.06 8.06 3.386,55 3.386,67 373,23 373,23 18,30 18,32 14,63 14,63 573,5 573,5 2,58 23,9 2,58 23,9 51,87 51,87 65,97 65,97 1.005,34 1.007,07 3,18 494,89 5,89 1.312,03 15,21 7,48 15,21 CADANGAN MINYAK BUMI (MMSTB) TERBUKTI (Proven) = 3.692,49 POTENTIAL (Potential) = 3.857,31 TOTAL = 7.549,81 CADANGAN GAS BUMI (TSCF) TERBUKTI (Proven) = 101,54 POTENTIAL (Potential) = 48,85 TOTAL = 150,39 Sumber: Kementerian ESDM, 2013, diolah oleh DEN 9

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, cadangan minyak bumi meningkat 1,9% atau sekitar 143 juta barel akibat adanya penemuan cadangan baru, sehingga total cadangan terbukti sebesar 3,7 miliar barel. Pada tahun 2013, produksi minyak bumi sebesar 300 juta barel, jika diasumsikan produksi relatif konstan, dapat memenuhi kebutuhan Indonesia hingga sekitar 12 tahun ke depan. Sedangkan cadangan gas bumi nasional mengalami penurunan sekitar 0,2% atau sebesar 0,31 TSCF pada tahun 2013 akibat laju produksi per tahun tidak dapat diimbangi oleh penemuan cadangan baru, sehingga total cadangan terbukti sebesar 101 TSCF Pada tahun 2013, produksi gas bumi sebesar 2,97 TSCF, jika diasumsikan produksi relatif konstan, dapat memenuhi kebutuhan Indonesia hingga sekitar 34 tahun ke depan. Catatan: Cadangan terbukti, adalah minyak dan gas bumi yang diperkirakan dapat diproduksi dari suatu reservoir yang ukurannya sudah ditentukan dan meyakinkan. Cadangan potensial, adalah minyak dan gas bumi yang diperkirakan terdapat dalam suatu reservoar. 10

SUMBER DAYA BATUBARA Sumber : Kementerian ESDM, kembali oleh DEN Low Rank (> 5,100 kal/gr ADB) Medium Rank (5,100-6,100 kal/gr ADB) High Rank (6,100-7,100 kal/gr ADB) Very High Rank (< 7,100 kal/gr ADB) Sumber daya: 120,53 miliar Ton Cadangan : 31,36 miliar Ton 11

Cadangan batubara meningkat 13% atau sekitar 14 miliar ton akibat adanya penemuan cadangan baru, sehingga total cadangan terbukti sebesar 31,36 miliar ton. Produksi batubara pada tahun 2013, sebesar 449 juta ton, dimana 73% dari total produksi tersebut diekspor. Jika diasumsikan produksi relatif konstan, maka sisa cadangan dapat memenuhi kebutuhan Indonesia selama 70 tahun ke depan. 12

BAURAN ENERGI PRIMER Kondisi 2013 Target KEN 2015 Batubara 30% EBT 8% Minyak bumi 44% Batubara 29% EBT 10% Minyak bumi 39% Gas bumi 18% Gas bumi 22% 13

Pada tahun 2013, kontribusi minyak bumi dalam bauran energi nasional sebesar 44%. Untuk memenuhi target 39% pada tahun 2015 sesuai target KEN, diperlukan upaya untuk menurunkan kontribusi minyak bumi dalam bauran energi nasional sebesar 5%. Peran gas bumi dalam bauran energi pada tahun 2013 sebesar 18%, dibutuhkan upaya meningkatkan pangsa gas bumi sebesar 4% untuk mencapai target KEN. Kontribusi batubara dalam bauran energi pada tahun 2013 sebesar 29%, dan dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kontribusi batubara sebesar 1% pada tahun 2013 untuk mencapai target KEN. Peran EBT dalam bauran energi pada tahun 2013 sebesar 8%, dibutuhkan upaya meningkatkan pangsa EBT sebesar 10% untuk mencapai target KEN. 14

KONSUMSI ENERGI FINAL INDONESIA, 2013 Listrik 7,7% Produk minyak 24,8% Gas 24,2% Biomassa 8,61% Batubara 34,74% LPG 3% BBM 17% Listrik 76% BBM 97,8% INDUSTRI Total konsumsi: 134 MTOE Gas bumi 4% LPG 46,0% KOMERSIAL Minyak Tanah 6,4% Biomass 0% Gas 0,1% Listrik 47,5% Gas 0,1% Listrik TRANSPORTASI 0,0% Biofuel 2,1% RUMAH TANGGA Sumber: Kementerian ESDM, 2013 diolah oleh DEN Sisanya dikonsumsi oleh sektor lainnya masing-masing sebesar 3 MTOE (3%). 15

Pada tahun 2013, total kebutuhan energi final sebesar 134 MTOE Sektor industri merupakan pengguna energi terbesar dengan pangsa sebesar 47,4% (64 MTOE) yang didominasi oleh batubara, dan diikuti oleh sektor transportasi dengan pangsa 35% (47 MTOE) yang didominasi oleh BBM. Sedangkan sektor rumah tangga mencapai 10,3% (14 MTOE) didominasi oleh listrik. Untuk sektor komersial, penggunaan energi mencapai 4,1% (6 MTOE) didominasi oleh listrik, dan sisanya dikonsumsi oleh sektor lainnya sebesar 3% (3 MTOE). Catatan: energi final adalah energi yang langsung dikonsumsi oleh sektor pengguna (end use sector). sektor lainnya terdiri dari pertanian, konstruksi dan pertambangan. produk minyak yang dikonsumsi pada sektor industri terdiri dari BBM dan produk kilang lainnya (nafta, bitumen, dan pelumas). Gas yang dikonsumsi oleh sektor industri termasuk gas untuk feedstock. 16

600 PRODUKSI, IMPOR DAN EKSPOR MINYAK BUMI 100% 90% 500 80% 400 70% Juta Barel 300 200 42% 33% 35% 30% 36% 31% 30% 32% 37% 60% 50% 40% 30% 100 20% 10% 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Produksi Impor Ekspor Rasio Ketergantungan Impor 0% Sumber: Kementerian ESDM, 2013, diolah oleh DEN Catatan: Rasio Ketergantungan Impor = Impor / konsumsi domestik 17

Produksi minyak bumi mengalami penurunan signifikan (8%) pada tahun 2008 menjadi sebesar 357 juta barel dibandingkan produksi pada tahun 2005 sebesar 386 juta barel, dan pada tahun 2013 produksi kembali turun (16%) dibanding tahun 2008 menjadi sebesar 300 juta barel. Penurunan produksi tersebut diakibatkan oleh penurunan cadangan. Impor minyak bumi turun dari 164 juta barel pada tahun 2005 menjadi sebesar 116 juta barel pada tahun 2007 disebabkan turunnya permintaan input kilang. Pada tahun 2009 naik menjadi sebesar 120 juta barel (diperkirakan adanya perubahan persediaan), dan selanjutnya impor cenderung turun sampai 96 juta barel pada tahun 2012. Pada tahun 2013 impor meningkat menjadi 118 juta barel dikarenakan adanya permintaan untuk input kilang (perubahan stok). Ekspor minyak bumi relatif tetap selama periode 2006-2011, mengalami penurunan terendah pada tahun 2012 mencapai 115 juta barel diakibatkan penurunan cadangan dan produksi, akibatnya impor. Peningkatan rasio ketergantungan impor sebesar 7% dari tahun 2012-2013 diakibatkan terjadinya penurunan produksi minyak bumi (314,7 juta barel menjadi 300,8 juta barel) dan meningkatnya impor (96 juta barel menjadi 107 juta barel). 18

4.000 PRODUKSI DAN EKSPOR GAS BUMI 100% 3.500 90% 3.000 80% 70% Ribu MMSCF 2.500 2.000 1.500 49% 49% 50% 48% 43% 52% 50% 49% 45% 60% 50% 40% 1.000 30% 20% 500 10% 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Produksi Ekspor LNG Ekspor Pipa Rasio Ekspor 0% Sumber: Kementerian ESDM, diolah oleh DEN Catatan: Rasio Ekspor = Ekspor / Produksi 19

Produksi gas bumi mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi sebesar 2,8 TSCF atau sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 produksi gas mengalami peningkatan sebesar 3,4 TSCF dikarenakan adanya tambahan produksi non-associated gas. Ekspor gas bumi (LNG dan gas pipa) relatif tetap sekitar 1,4 TSCF selama periode 2005-2009 dan naik mencapai sebesar 1,76 TSCF pada tahun 2010 dikarenakan adanya kontrak ekspor baru, dan kembali turun pada tahun 2011-2013 dikarenakan berakhirnya beberapa kontrak ekspor. Naiknya rasio ekspor gas bumi sebesar 4% antara tahun 2012-2013 disebabkan oleh kenaikan ekspor sebesar 2,2% dan penurunan produksi sebesar 6,5%. 20

PRODUKSI DAN EKSPOR BATUBARA 500 100% Juta Ton 400 300 200 100 78% 78% 75% 71% 73% 74% 75% 240 254 217 194 114 132 153 39 36 41 49 54 53 56 76% 77% 80% 75% 431 407 353 275 67 80 82 85 80% 60% 40% 20% 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Produksi Ekspor Domestik Rasio Ekspor 0% Sumber: Kementerian ESDM, 2013, diolah oleh DEN Catatan: Rasio Ekspor = Ekspor/ Produksi 21

Produksi batubara naik secara signifikan rata-rata sebesar 13% per tahun selama periode 2003-2010, dan terus meningkat rata-rata sebesar 18% per tahun pada tahun 2010-2013 diakibatkan naiknya ekspor. Ekspor batubara terus mengalami peningkatan selama 10 tahun terakhir, rata-rata sebesar 14%. Rasio ekspor batubara konstan pada angka di atas 70% selama sepuluh tahun terakhir ini, sedangkan untuk kebijakan DMO telah terpenuhi dari konsumsi domestik 22

PROYEKSI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI 23

PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT JENIS ENERGI 81% Catatan: perhitungan proyeksi ini tanpa memperhitungkan biomassa tradisional Sumber: hasil proyeksi DEN 24

PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT JENIS ENERGI Skenario BaU : Dalam periode 2013-2025, total kebutuhan energi final naik rata-rata sebesar 6,1% per tahun (136,44 Juta TOE pada tahun 2013 menjadi 276,60 Juta TOE pada 2025). Pada periode 2025-2050, kebutuhan energi final mengalami kenaikan rata-rata sebesar 4,8% per tahun (menjadi sebesar 893,49 Juta TOE pada tahun 2050). Kontribusi energi fosil terhadap total kebutuhan pada tahun 2013 masih sangat dominan (83%) dan tetap dominan selama tahun proyeksi (78%). Kontribusi BBM menempati pangsa terbesar, yaitu dari 52% pada tahun 2013, dan 46% pada tahun 2025 serta 41% pada tahun 2050. Skenario KEN : Total kebutuhan energi final tetap meningkat selama periode proyeksi tetapi dengan laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan skenario BaU, yaitu sebesar 4,7% per tahun (2013-2025) dan 3,8% per tahun (2025-2050). Kontribusi energi fosil dalam bauran energi tetap dominan tetapi tidak sebesar pada skenario BaU, yaitu 74% pada tahun 2025, dan 67% pada tahun 2050. 81% Kontribusi BBM masih tetap dominan, yaitu sebesar 44% pada tahun 2025 dan sebesar 36% pada tahun 2050 (rata-rata sebesar 3,3% per tahun). 25

PERTUMBUHAN KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT SEKTOR (BaU) 450 400 350 300 Juta TOE 250 200 150 100 50 0 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 20 50 2013 2025 2050 Industri Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya Non Energil Batubara Minyak Gas Listrik Biofuel EBT Lainnya 26

PERTUMBUHAN KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT SEKTOR (BaU) Total kebutuhan energi final pada skenario BaU diproyeksikan meningkat menjadi 276,60 Juta TOE pada 2025 dan naik menjadi sebesar 893,49 Juta TOE pada tahun 2050. Pangsa kebutuhan energi sektor industri (termasuk pemakaian non energi) sebesar 50% terhadap total kebutuhan energi pada tahun 2025, dan menjadi 53% pada tahun 2050, dan masih didominasi oleh batubara (40% pada 2025 dan 45% pada 2050). Pangsa kebutuhan energi sektor transportasi sebesar 31% tahun 2025 terhadap total kebutuhan energi, turun menjadi 27% pada tahun 2050, yang didominasi oleh BBM yaitu sebesar 98% sampai dengan tahun 2050. Pangsa kebutuhan energi sektor rumah tangga sebesar 10% tahun 2025 terhadap total kebutuhan energi, turun menjadi 6% pada tahun 2050, yang didominasi oleh listrik sebesar 57% dan LPG sebesar 42% pada tahun 2025, serta 60% listrik dan 39% LPG pada tahun 2050. Pangsa kebutuhan energi sektor komersial sebesar 4% tahun 2025 terhadap total kebutuhan energi, naik menjadi 11% pada tahun 2050, didominasi oleh listrik rata-rata sebesar 80% sampai dengan tahun 2050. Sektor lainnya (pertambangan, pertanian, dan konstruksi), hampir seluruhnya menggunakan BBM dan menempati pangsa pemakaian sebesar 2%-3% terhadap total kebutuhan energi. 27

PERTUMBUHAN KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT SEKTOR (KEN) 300 250 200 Juta TOE 150 100 50 0 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 2013 2025 2050 Industri Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya Non Energi Batubara Minyak Gas Listrik Biofuel EBT Lainnya 28

PERTUMBUHAN KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT SEKTOR (KEN) Pada skenario KEN, total kebutuhan energi final diproyeksikan tetap naik, namun tidak sebesar proyeksi BaU, yaitu 235,98 Juta TOE pada 2025 dan menjadi sebesar 595,10 Juta TOE pada tahun 2050. Sektor industri tetap merupakan konsumen energi terbesar yaitu sebesar 51% dari total kebutuhan energi final pada tahun 2025, dan menjadi 59% pada tahun 2050, dimana batubara tetap dominan yaitu sekitar 40%. Sektor transportasi merupakan konsumen kedua terbesar selama periode proyeksi (31% pada tahun 2025 dan 24% pada tahun 2050), dimana BBM masih dominan (sekitar 80% selama tahun proyeksi). Sektor rumah tangga mengkonsumsi sekitar 8% dari total kebutuhan energi selama periode proyeksi, didominasi oleh listrik (rata-rata sebesar 55% selama periode proyeksi) dan sisanya dipenuhi oleh LPG. Sektor komersial mengkonsumsi rata-rata sebesar 7% selama periode proyeksi, didominasi oleh listrik rata-rata sebesar 80%. Sektor lainnya didominasi oleh BBM namun mulai tahun 2025 sebagian tersubtitusi oleh penggunaan BBN sebesar 26%. 29

PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK Terrawatt-Hour 2.500 2.000 1.500 1.000 EBT Lainnya PLT Surya PLT Air PLT Gas PLT Biofuel PLT Panas Bumi PLT Diesel PLT Batubara 500 0 1 2 BaU 3 KEN 4 5 BaU 6 KEN 7 8 BaU 9 KEN 10 11 BaU 12 KEN 13 14 BaU 15 KEN 16 17 BaU 18 KEN 19 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 30

PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK Skenario BaU Total produksi listrik diproyeksikan meningkat mencapai 536 TWh pada tahun 2025, dan mencapai 2.162 TWh ditahun 2050 (rata-rata sebesar 6,5% pertahun) yang didominasi oleh pembangkit batubara (68%), dan EBT sebesar 10,4%. Skenario KEN Produksi listrik diproyeksikan tetap meningkat dengan laju yang lebih lambat dibandingkan skenario BaU rata-rata sebesar 5,4% per tahun selama periode proyeksi, dimana pembangkit listrik EBT (40%) menggantikan dominasi pembangkit batubara setelah tahun 2035. 31

KAPASITAS PEMBANGKIT SKENARIO BaU SKENARIO KEN 0 600 EBT 13,3% 600 0 500 EBT 14,2% 500 EBT 44,9% 400 400 EBT 42,8% 0 0 Gigawatt 300 EBT 16,6% Gigawatt 300 EBT 38,6% 0 200 EBT 18,6% EBT 17,9% 200 EBT 37,7% EBT 37,1% 0 100 EBT 12,9% EBT 18,0% 100 EBT 12,9% EBT 33,4% 0 0 0 2013 2013 2020 2020 2025 2030 2035 20252045 2050 2030 2013 2035 2020 2025 2030 2045 2035 2045 2050 2050 PLT Batubara PLT Gas PLT Diesel PLT Air PLT Panas Bumi PLT Surya PLT Biofuel EBT Lainnya 32

KAPASITAS PEMBANGKIT Pada skenario BaU, total kapasitas terpasang pembangkit naik menjadi sebesar 150 GW pada tahun 2025, dan sebesar 555 GW pada tahun 2050 (meningkat rata-rata sebesar 6,7% per tahun). Pada skenario KEN, total kapasitas terpasang pembangkit tetap naik dengan laju pertumbuhan lebih lambat yaitu rata-rata sebesar 6,1% per tahun selama tahun proyeksi. Pada skenario BaU, kapasitas terpasang pembangkit dari EBT pada tahun 2013 sebesar 6,6 GW dari total kapasitas terpasang pembangkit, dan naik menjadi sebesar 28 GW pada tahun 2025 (18,7% dari total kapasitas pembangkit), serta menjadi sebesar 74 GW (13,3%) pada tahun 2050 Sedangkan pada skenario KEN, setelah tahun 2035 pembangkit EBT dominan (rata-rata sebesar 40% dari total kapasitas pembangkit) 33

PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI PRIMER 1.400 1.200 EBT Minyak Gas Batubara 1.000 Juta TOE 800 600 400 200 0 BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 34

PENYEDIAAN ENERGI PRIMER - Penyediaan energi primer naik signifikan rata-rata sebesar 5,4% per tahun (skenario BaU) dan sebesar 4,4% per tahun (skenario KEN). - Kebutuhan batubara untuk pembangkit dan industri diproyeksikan terus meningkat rata-rata sebesar 6,2% per tahun (skenario BaU) dan 4% per tahun (skenario KEN). - Kebutuhan gas juga diprediksi terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 5,4% per tahun (skenario BaU) dan 4,7% (skenario KEN). - Pada skenario BaU, pemanfaatan EBT meningkat sebesar 6,1% per tahun, dan pada skenario KEN sebesar 8,1% per tahun, dimana 18% pemanfaatan EBT berasal dari BBN - Kebutuhan minyak tetap meningkat rata-rata sebesar 4,4% per tahun (skenario BaU), dan sebesar 2,6% per tahun (skenario KEN). 35

PERKEMBANGAN ENERGI DAERAH 36

PANGSA KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT WILAYAH KORIDOR JAWA 1% 2050 51% 29% 9% 9% 2% 2025 49% 32% 10% 7% 4% 2% 2013 47% 34% 12% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% KORIDOR SUMATERA 2% 2050 61% 26% 6% 5% 3% 2025 57% 30% 6% 4% 3% 3% 2013 54% 33% 7% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Industri & Non Energi Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya 37

Lanjutan. KORIDOR SULAWESI 5% 2050 55% 29% 7% 4% 5% 2025 53% 32% 7% 4% 3% 4% 2013 50% 34% 9% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% KORIDOR KALIMANTAN 4% 2050 59% 23% 7% 7% 3% 2025 59% 25% 6% 6% 5% 3% 2013 58% 28% 6% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Industri & Non Energi Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya 38

Lanjutan. 2050 22% KORIDOR MALUKU DAN PAPUA 54% 12% 9% 4% 2025 22% 55% 10% 8% 4% 2013 22% 57% 10% 7% 5% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% KORIDOR BALI DAN NUSA TENGGARA 2050 10% 62% 14% 11% 3% 2025 10% 63% 14% 9% 4% 2013 10% 63% 15% 7% 5% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Industri & Non Energi Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya 39

KEBUTUHAN ENERGI FINAL MENURUT WILAYAH Outlook energi ini juga menghitung proyeksi kebutuhan energi final pada wilayah sesuai koridor MP3EI didasarkan pada kontribusi PDRB masing-masing koridor terhadap PDB nasional, dan data konsumsi didasarkan pada data penjualan energi dari utility (Pertamina, PGN, dan PLN) Koridor Sumatera, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 5% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor industri dengan rata-rata sebesar 55%, dan BBM mendominasi kebutuhan energi final (di atas 43%). Koridor Jawa, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 5,3% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor industri dengan rata-rata sebesar 50%. Sektor komersial tumbuh rata-rata sebesar 8,2% per tahun, dan BBM mendominasi kebutuhan energi final (di atas 40%). Koridor Kalimantan, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 5% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor industri dengan rata-rata sebesar 58%, dimana BBM masih dominan namun laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan jenis energi lainnya (4,3% per tahun). Koridor Sulawesi, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 5,3% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor industri dengan rata-rata sebesar 53%, dimana batubara tumbuh paling pesat (5,8% per tahun) Koridor Bali dan Nusa Tenggara, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 5,2% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor transportasi dengan rata-rata sebesar 64%, dimana BBM dominan dengan laju pertumbuhan sebesar 4,7% per tahun. Koridor Maluku dan Papua, total kebutuhan energi final diproyeksikan naik rata-rata sebesar 4,8% per tahun selama tahun proyeksi, didominasi oleh sektor transportasi dengan rata-rata sebesar 55%, dimana BBM dominan. 40

ANALISIS 41

POTENSI PENGHEMATAN ENERGI FINAL 1000 900-33,4% Juta TOE 800 700 600 500 400 300 200 100-30,0% - 37,2% - 29,2% - 42,0% - 34,3% 0 1 BaU 2 KEN 3 4 5 BaU 6 KEN 7 8 9 BaU 10 KEN 11 12 13 BaU 14 KEN 15 16 17 BaU 18 KEN 19 20 21 BaU 22 KEN 23 2013 2050 2013 2050 2013 2050 2013 2050 2013 2050 2013 2050 Industri & Transportasi Rumah Tangga Komersial Lainnya Total Bahan Baku 42

Potensi penghematan energi final dari skenario KEN mencapai 33% pada tahun 2050 dibandingkan skenario BAU. Penurunan kebutuhan energi final disebabkan oleh subtitusi bahan bakar, penurunan intensitas dengan penggunaan peralatan hemat energi, adanya konservasi energi dan perpindahan moda angkutan (transportasi). Potensi penghematan terbesar berasal dari sektor komersial, diikuti transportasi, lainnya, industri dan rumah tangga. Penghematan energi pada sektor komersial berasal dari pemanfaatan teknologi tata cahaya, tata udara dan transport (elevator) yang hemat energi. Penggunaan mobil hemat bahan bakar, hybrid dan listrik serta adanya perpindahan moda angkutan dari mobil penumpang dan sepeda motor ke transportasi umum seperti bus dan kereta listrik memberikan penghematan energi yang besar pada sektor transportasi. Penggantian peralatan boros energi dengan yang hemat energi sepeti boiler, tungku, kompresor, pompa, motor listrik dan lainnya pada program revitalisasi industri menghasilkan penghematan energi yang cukup signifikan. Penghematan energi pada sektor rumah tangga berasal dari penggunaan peralatan rumah tangga yang hemat energi. 43

PERUBAHAN PASOKAN ENERGI PRIMER 1.400-30,2% 1.200 1.000 Juta TOE 800 600-54,6% 400-21,4% - 50,5% 102,2% 200 0 1 BaU 2 KEN 3 4 5 BaU 6 KEN 7 8 9 BaU 10 KEN 11 12 13 BaU 14 KEN 15 16 17 18 BaU KEN 19 2013 2050 2013 2050 2013 2050 2013 2050 2013 2050 Batubara G a s Minyak E B T Total 44

Penyediaan energi fosil mengalami penurunan hingga 50%, sebaliknya EBT meningkat dua kali lipat. Secara keseluruhan penyediaan energi primer pada tahun 2050 turun 30% Penurunan pasokan energi akibat dari penghematan energi di seluruh sektor pengguna, efisiensi pada pembangkit listrik dan kilang serta adanya subtitusi bahan bakar. Efisiensi pada pembangkit listrik mencakup penurunan susut jaringan, peningkatan efisiensi boiler/pembakaran pembangkit yang dinyatakan dengan penurunan specific fuel consumption (SFC) dan penggunaan peralatan yang hemat energi. Peningkatan faktor kesiapan (availability factor) pembangkit ikut menyumbang penurunan pasokan energi primer pada skenario KEN. Desain kilang baru yang dibangun disesuaikan dengan jenis pasokan minyak input sehingga memberikan hasil yang lebih tinggi dengan komposisi sesuai dengan permintaan pasar 45

POTENSI PENURUNAN EMISI CO 2 4.000-47,9% 3.500 3.000-44,5% Juta Ton CO2 Equivalent 2.500 2.000 1.500 1.000-15,4% - 22,6% - 30,1% - 36,6% 500 0 1 2 BaU 3 KEN 4 5 BaU 6 KEN 7 8 BaU 9 KEN 10 11 BaU 12 KEN 13 14 BaU 15 KEN 16 17 BaU 18 KEN 19 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 46

Emisi CO2 pada tahun 2050 mencapai 3.550 juta ton (skenario BAU) dan turun menjadi 1.850 juta ton (skenario KEN) atau sekitar 48%. Penggunaan EBT pada pembangkit listrik memberikan kontribusi yang signifikan pada penurunan emisi CO2. Berdasarkan dokumen RAN-GRK, target penurunan Emisi sektor yang terkait dengan energi sebesar 87 juta ton CO 2 pada tahun 2020 (target penurunan emisi 26%). Hasil proyeksi Outlook Energi Indonesia memperlihatkan bahwa penurunan emisi tahun 2020 mencapai 125 juta ton CO 2. Angka ini 43,6% lebih tinggi dibandingkan target dari RAN-GRK untuk sektor terkait energi. 47

IMPOR MINYAK BUMI DAN BBM 400 350 300 BBM & Produk Kilang Lainnya Minyak Bumi 250 Juta TOE 200 150 100 50 0 BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN BaU KEN 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 48

Pasokan BBM dimasa mendatang telah mempertimbangkan pembangunan 2 kilang minyak dengan kapasitas 300 ribu barrel per hari sampai dengan tahun 2030. Adanya penambahan kapasitas kilang, dan turunnya produksi minyak nasional, mengakibatkan impor minyak bumi terus meningkat rata-rata sebesar 4,6% per tahun. Tingginya kebutuhan BBM mengakibatkan tren impor BBM akan meningkat mencapai 290 juta TOE sampai dengan tahun 2050 (skenario BaU) dan sebesar 113 juta TOE (skenario KEN). Impor BBM pada skenario KEN lebih rendah akibat pemanfaatan BBN dan BBG di sektor transportasi. Jika kebutuhan BBM dipenuhi dari kilang dalam negeri maka diperlukan penambahan kilang baru dengan kapasitas 5.7 juta barel / hari (skenario BaU) dan sebesar 2.3 juta barel / hari (skenario KEN). Investasi yang dibutuhkan sebesar 28 45 milyar USD (skenario BaU) dan 11 18 milyar USD (skenario KEN). Perhitungan didasarkan kepada asumsi total biaya investasi sebesar USD 5000 8000 per barrel per hari (World Energy Investment Outlook, 2003) 49

IMPOR LPG DAN GAS BUMI 25 IMPOR LPG 20,90 180 160 IMPOR GAS BUMI 168,3 20 140 Juta TOE 15 10 BaU KEN 13,51 Juta TOE 120 100 80 BaU KEN 117,5 60 5 3,50 40 20 0 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 0 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 50

Pada tahun 2050: Impor LPG diperkirakan akan meningkat mencapai 20,9 juta TOE (skenario BaU) atau 13,5 juta TOE (skenario KEN). Impor gas bumi Indonesia sebesar 168 juta TOE pada skenario BaU atau 118 juta TOE pada skenario KEN. Sesuai skenario BaU, pada tahun 2021 Indonesia diproyeksikan akan menjadi negara net importir gas, sedangkan pada skenario KEN, Indonesia menjadi negara net importir gas pada tahun 2024. Hal ini disebabkan tingginya permintaan gas bumi dari sektor industri dan pembangkit serta keterbatasan kemampuan produksi gas bumi. 51

KEBUTUHAN BIODIESEL 60 50 BaU KEN 57,81 40 Juta TOE 30 20 10 0 0,80 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 7,42 52

Pada tahun 2013, kandungan biodisel pada biosolar mencapai 7,5%. Dengan asumsi campuran biodisel pada biosolar meningkat hingga 10% (skenario BaU) dan 30% (skenario KEN) pada tahun 2050, maka: Kebutuhan biodiesel pada tahun 2050 akan mencapai 7,4 juta TOE (BaU) atau 58 juta TOE (KEN). Tingginya kebutuhan biodiesel pada skenario KEN akibat dari seluruh penggunaan minyak solar pada sektor pengguna digantikan dengan biosolar. Jika diasumsikan pada tahun 2050 kebutuhan biodiesel berasal dari CPO (70%), kemiri sunan (28%), dan algae (2%), maka untuk skenario KEN diperlukan 19,5 juta ha lahan (kelapa sawit 16,2 juta Ha dan kemiri sunan 3,3 juta Ha). 53

KEBUTUHAN BIOETANOL 12 10,5 10,9 10 9,2 8 Juta TOE 6 4 4,4 6,7 2 0-1,2 2013 2020 2025 2030 2035 2045 2050 54

Pada skenario BaU, diasumsikan belum ada kebutuhan bioetanol, dikarenakan sampai saat ini konsumsi biopremium masih nol. Pada skenario KEN, penggunaan bioetanol hanya terbatas pada sektor transportasi. Diasumsikan campuran bioetanol pada biopremium mencapai 20% pada tahun 2050. dan diperkirakan kebutuhan bioetanol mencapai 11 juta TOE (skenario KEN). 55

SEPULUH REKOMENDASI 1. Sistem energi ke depan akan semakin kompleks, sehingga kebijakan di bidang energi harus disusun dalam suatu perencanaan yang terintegrasi serta mampu melakukan penyesuaian dengan perubahan yang terjadi. 2. Sampai dengan 2050, bauran energi masih didominasi oleh energi fosil, sehingga perlu segera menetapkan cadangan strategis, membangun cadangan penyangga energi, dan meningkatkan cadangan operasional untuk menjamin ketersediaan energi. 3. Untuk memenuhi kebutuhan BBM sampai dengan tahun 2050, diperlukan tambahan kapasitas kilang 2,8 juta barel per hari baik melalui pembangunan kilang minyak baru maupun upgrading kilang yang sudah ada. 4. Untuk mencapai target penghematan energi sebesar 17% sampai dengan tahun 2025, efisiensi energi perlu lebih ditingkatkan untuk menjaga agar kebutuhan energi pada seluruh sektor pengguna tidak melebihi kemampuan pasokan. 5. Untuk mengantisipasi impor gas, pengembangan infrastruktur gas harus dipercepat, termasuk pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan pemanfaatan BBG di sektor transportasi. 6. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, perlu dilakukan percepatan penyelesaian pembangkit listrik FTP-1 dan FTP-2 dan pembangunan transmisi yang telah direncanakan, serta membangun kemampuan industri energi nasional. 7. Pemerintah perlu menyusun formula dan mekanisme penetapan harga BBN, serta menetapkan lahan khusus untuk pengembangan tanaman bahan baku BBN berbasis masyarakat yang tidak boleh dikuasai oleh perusahaan asing (sebesar 19,5 juta hektar) untuk memaksimalkan pemanfaatan BBN. 8. Sampai dengan tahun 2050, kontribusi batubara dalam pembangkit listrik dan industri masih dominan, sehingga diperlukan penerapan regulasi yang mengatur tentang emisi yang mempertimbangkan kondisi lokal. 9. Implementasi komitmen global di bidang lingkungan harus sejalan dengan kepentingan untuk menjaga jaminan pasokan energi nasional. 10. Jaminan pasokan energi harus mempertimbangkan kondisi daerah dan dengan mengutamakan potensi energi setempat. 56