DAMPAK MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pemilihan sampel menggunakan metode sampel bertujuan (purposive sampling), dimana

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

maksimum, rata-rata, dan deviasi standar tentang masing-masing variabel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data dan Sampel Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. penelitian ini, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1. Statistik Deskriptif GC

BAB IV ANALISIA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan sampel perusahaan manufaktur

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. penelitian ini, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Kinerja Lingkungan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. IV.1.1 Gambaran Umum Populasi dan Sampel Penelitian

PENGARUH PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP OPINI AUDIT MENGENAI GOING CONCERN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, PRAKTIK MANAJEMEN LABA, PRICE EARNING RATIO,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI), Forum for Corporate

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sehingga analisis deskriptif dipisahkan dari variabel lain. Tabel 4.1. Statistik Deskriptif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sandi Prianggoro / Pembimbing Sundari., SE.,MM

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah berjumlah 120 perusahaan. Sampel

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. perusahaan, financial distress dan opini audit going concern terhadap auditor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sektor perbankan dipilih karenakan perusahaan perbankan memiliki

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. resmi pemerintahan daerah yang terdapat di internet. Horizon waktu yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Djarwanto, 2012: 93). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini mengambil laporan keuangan perusahaan manufaktur yang

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Pada table 4.1 diatas menunjukan bahwa hasil uji statistik deskriptif untuk

BAB III METODE PENELITIAN

NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Iman Murtono Soenhadji, Ph.D

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis ketika didirikan. Kelangsungan hidup

BAB 4 PEMBAHASAN. beberapa kategori, sehingga dapat dilihat banyaknya elemen yang termasuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari Tahun Berdasarkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. opini audit wajar dengan pengecualian (qualified audit opinion) dan opini audit

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-

BAB III METODE PENELITIAN. Pengertian populasi menurut Sekaran (2009:262) sebagai berikut: Refers to

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. selama 3 tahun dari tahun Perusahaan manufaktur dipilih dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Laporan audit penting dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena

BAB III METODE PENELITIAN. PT Bursa Efek Indonesia ( IDX Statistics Book, Indonesian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Indonesia periode Penelitian ini meggunakan data sekunder yaitu dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebelumnya, dan reputasi KAP terhadap opini audit going concern pada

BAB III METODE PENELITIAN. hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan pada variabel Profitabilitas,

BAB III METODE PENELITIAN

YENIASARI RIZKIA BUDI AKUNTANSI PEMBIMBING : Rina Nofiyanti, SE., MM

PENGARUH UKURAN KAP, FEE AUDIT, DAN AUDIT TENURETERHADAP KUALITAS AUDIT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini masuk ke dalam jenis penelitian asosiatif yaitu

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETEPATWAKTUAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

BAB III METODE PENELITIAN. menerbitkan Annual Report dan Sustainability Report yang terdaftar di Bursa

significantly not influented to audit opinion going concern, liquidity ratio significantly not influented to audit opinion going concern, Activity rat

BAB I PENDAHULUAN. Audit adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap bukti-bukti yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. jenis perusahaan seluruh sektor manufaktur. Data yang digunakan dalam

by: Maulidah Rahmita Supervisor: Dr.Waseso Segoro UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemilihan sampel dengan metode purposive sampling terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampai dengan tahun 2015 berdasarkan metode purposive sampling pada. TABEL 4. 1 Prosedur Pengambilan Sampel

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laporan tahunan selama periode pengamatan yakni Selain itu,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut (Sugiyono, 2007) dilihat dari sumber perolehannya data dapat dibagi

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (suprime mortgage) di Amerika Serikat yang membawa implikasi

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. statistik deskriptif untuk memperoleh gambaran atau deskripsi variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari keberadaan suatu entitas bisnis selain untuk memaksimumkan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. penelitian ini, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan variabel-variabel untuk melakukan analisis data.

Lampiran 1. Data Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KETEPATAN WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Objek dari penelitian dalam skripsi ini adalah seluruh perusahaan go public yang

BAB III METODE PENELITIAN. secara tidak langsung atau melalui media perantara, Sumber-sumber data dapat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah perusahaan go public sektor

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut kepada pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan Non Financial yang listing

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern

Transkripsi:

DAMPAK MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Nova Fretty Sihombing Septian Bayu Kristanto Universitas Kristen Krida Wacana ABSTRACT This research aims to examine the good corporate governance mechanism on acceptance of going concern audit opinion.the independent variables are used in this study is the managerial ownership, proportion of independent commissioner, and audit committee.the study uses quantitative method to annual reports and financial statements of manufactures listed in Indonesia Stock Exchange during 3 (three) years period 2010-2012. Population of this research is 142 companies. Research sample amounts to 75 companies selected with purposive sampling method. Data were analyzed by logistic regression analysis.the results showed that the proportion of independent have the negative correlation and significantly on acceptance of going concern audit opinion. But, managerial ownership, and existence of audit committee have no relation with the acceptance of going concern audit opinion. Keywords: Going concern, good corporate governance, managerial ownership, proportion of independent commissioner, and audit committee PENDAHULUAN Opini going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2011). Opini yang dikeluarkan auditor harus berisikan informasi yang menggambarkan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Informasi yang ada haruslah berkualitas, dan biasanya informasi yang berkualitas dikeluarkan oleh auditor yang berkualitas juga. Opini audit atas laporan keuangan merupakan salah satu bahan pertimbangan para investor untuk membuat keputusan berinvestasi. Peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan, sehingga dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan dengan benar. Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah ada kesangsian terhadap perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP Seksi 341, 2011). Kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan dapat tercermin dalam laporan keuangan yang disajikan, karena laporan keuangan memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi (Standar Akuntansi Keuangan, 2012). Tugas auditor sebagai perantara antara manajemen dengan pengguna laporan keuangan menyebabkan auditor harus dapat memberikan peringatan awal kepada pengguna 51

laporan keuangan mengenai kelangsungan hidup perusahaan yang diaudit. Namun dalam memberikan opini mengenai going concern seringkali timbul masalah dalam diri auditor, yaitu sulit memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika. Masalah timbul karena banyak terjadi kesalahan opini yang dibuat oleh auditor menyangkut opini going concern (Mayangsari, 2003 dalam Widyantari, 2011). Penyebabnya adalah masalah self fulfilling prophecy yang menyatakan apabila auditor memberikan opini going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor menarik dananya (Venuti, 2007). Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan banyak dari perusahaan yang go public menerima opini audit going concern. Bahkan tidak sedikit dari auditor yang gagal memberikan opini going concern kepada auditee, yaitu keadaan dimana perusahaan yang tidak sehat namun menerima pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) atas masalah ketidakpastian kelangsungan hidup perusahaan yang ternyata perusahaan mengalami kebangkrutan pada tahun berikutnya. Kesalahan dalam memberikan opini audit akan berakibat fatal bagi para pemakai laporan keuangan tersebut. Pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tentu akan mengambil tindakan atau kebijakan yang salah pula. Hal ini berarti, menuntut auditor untuk lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup suatu satuan usaha. Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang besar terhadap auditee untuk melanjutkan usahanya, auditor perlu menyampaikan kondisi tersebut dalam laporan auditnya (Petronila, 2007). Dengan adanya keraguan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya maka auditor dapat memberikan opini going concern (opini modifikasi) (Januarti, 2008). Perhatian akan corporate governance di Indonesia muncul karena terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999 yang kemudian berkembang menjadi krisis yang berkepanjangan. Krisis tersebut terjadi karena banyak perusahaan yang belum menerapkan tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis. Kasus PT. Kimia Farma Tbk. terdeseksi memanipulasi laporan keuangan dengan menaikkan laba hingga Rp.32,7 milyar. PT. Indofarma melakukan praktik earning management dengan menyajikan overstated laba bersih senilai Rp.28,870 milyar, sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated. Penerapan corporate governance sangat erat kaitannya dengan going concern problems. Corporate governance yang buruk menandakan bahwa perusahaan tidak dijalankan dan diawasi dengan baik, sehingga menyebabkan buruknya kinerja perusahaan dan masalah keuangan (Iskandar et al., 2011). Oleh karena itu, auditor cenderung memberikan opini going concern bagi perusahaan yang mengalami masalah keuangan, karena kemampuan perusahaan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup (going concern) usahanya pun semakin diragukan. Masalah going concern ini dapat dicegah dan diatasi dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dalam penerapan corporate governance dibutuhkan mekanisme good corporate governance yang berfungsi untuk memastikan pengelolaan perusahaan berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau arah kebijakan yang ditetapkan. Mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini mereplikasi 52

beberapa variabel yang digunakan yaitu kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit. Peneliti tertarik meneliti lebih lanjut tentang corporate governace dan kaitannya dengan kemungkinan penerimaan opini audit going concern karena adanya research gap pada penelitian terdahulu. Research gap tersebut muncul karena adanya ketidakkonsistenan hasil penelitianpenelitian terdahulu dan penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini dibuat perumusan masalah sebagai berikut: (1) Apakah faktor kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?, (2) Apakah faktor proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur?, dan (3) Apakah faktor komite audit berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur? KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Opini Audit Going Concern Opini audit merupakan pernyataan pendapat auditor terhadap kewajaran laporan keuangan berdasarkan atas audit yang dilaksanakan dengan menggunakan standard auditing dan atas temuan-temuannya (Setiawan, 2011). Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Ketika suatu entitas bisnis dinyatakan going concern, artinya entitas tersebut dinyatakan mampu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka waktu yang panjang tidak mengalami likuidasi dalam waktu yang pendek (Setyarno,dkk,. 2006). Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP, 2011). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan suatu indikasi bahwa auditee beresiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan (Linoputri, 2010). Mekanisme Good Corporate Governance Corporate governance dapat didefinisikan sebagai mekanisme dan proses tata kelola perusahaan dimana sebuah perusahaan dijalankan untuk meningkatkan efesiensi ekonomis yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang saham dan pemangku kepentingan perusahaan lainnya (Hartas, 2011). Corporate governance membutuhkan mekanisme agar corporate governance dapat berjalan dengan baik sesuai rencana dan mencapai tujuan yang inigin dicapai. Mekanisme corporate governance dapat diartikan sebagai aturan main, prosedur, dan hubungan yang jelas antara pihak-pihak pengambil keputusan dengan pihak yang akan melakukan pengawasan terhadap keputusan tersebut (Setiawan, 2011). Mekanisme diarahkan 53

untuk menjamin dan mengawasi jalannya sistem governance dalam suatu perusahaan (Petronila, 2007). Dengan penerapan good corporate governance dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga perusahaan terhindar dari masalah kebangkrutan dan kemungkinan kecil mendapat opini audit going concern. Untuk mencapai kinerja yang baik dan terhindar dari masalah going concern, setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas good corporate governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan, menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) terdiri dari: 1. Transparency (transparansi), yaitu untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangundangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Accountability (keterbukaan) yaitu perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasayarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3. Responsibility (pertanggungjawaban) yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4. Independency (independensi), yaitu untuk melancarkan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapt diintervensi oleh pihak lain. 5. Fairness (keadilan), yaitu dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Komponen-komponen GCG tersebut penting karena penerapan prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan (Kaihatu, 2006 dalam Linoputri, 2010). Untuk mengembalikan kepercayaan investor, US SEC (Securities and Exchange Commission) bereaksi dengan mengeluarkan Sarbanas-Oxley Act of 2002 yang mengatur good governance perusahaan-perusahaan yang go-public di Amerika untuk melindungi kepentingan para investor dari praktek-praktek bisnis yang tidak sehat oleh perusahaan publik. Tujuan diberlakukannya SOX (Tunggal, 2013:102) adalah: 1. Meningkatkan akuntabilitas manajemen perusahaan publik 2. Memperbaiki pelaksanaan tata kelola perusahaan 3. Meningkatkan pengawasan terhadap kantor akuntan publik 4. Mengembalikan kepercayaan para investor terhadap pasar modal. 54

SOX mempunyai pengaruh yang sangat luas dan mengarah pada perubahan yang ekstensif dalam sistem pengungkapan dan pelaporan keuangan, serta menyatakan beberapa pembatasan mengenai perusahaan publik dan para akuntan yang berkegiatan. Dalam Section 302 Sarbanas-Oxley Act dinyatakan bahwa direksi perusahaan harus bertanggungjawab secara pribadi terhadap pernyataan prosedur pengendalian, pengendalian internal, dan jaminan atas fraud. Sedangkan dalam Section 404 tercantum ketentuan yang mewajibkan direksi perusahaan untuk menyatakan tanggungjawab manajemen untuk menghasilkan dan memelihara kecukupan bukti-bukti dari struktur pengendalian internal dan prosedur pengendalian internal dalam setiap pelaporan keuangan. Selain itu assement pada tiap akhir periode harus mencakup mengenai keefektifan struktur pengendalian internal (lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian) dalam pelaporan keuangan perusahaan. Peraturan ini menuntut perusahaan untuk memahami, mendokumentasi, dan menyempurnakan pengendalian internal terkait pelaporan keuangan, dengan terus meningkatkan akurasi proses bisnis dan informasi transaksionalnya, serta memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud. Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005 dalam Setiawan, 2011). Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahan sebagai kreditur maupun sebagai Dewan Komisaris, atau bisa dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh manajer dan direktur perusahaan. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004 dalam Linoputri 2010). Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, diharapkan manajer termotivasi untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Manajer tidak hanya mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu untuk memperoleh laba tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi. Kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba (Herawaty, 2008). Dengan demikian, kepemilikan manajerial sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, sehingga opini audit yang diterima atas laporan keuangan perusahaan cenderung merupakan opini yang bersih. Komisaris Independen Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai Komisaris Independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000 mengemukakan beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen, yaitu: 55

Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) perusahaan Tercatat yang bersangkutan; Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan tercatat yang bersangkutan; Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan; Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Beberapa tugas Dewan Komisaris untuk mencegah munculnya masalah going concern (Linoputri, 2010) meliputi: memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset, memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku. Komite Audit Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal eksternal serta membantu auditor mempertahankan independensi terhadap manajemen (Linoputri, 2010). Perusahaan yang memiliki komite audit biasanya memiliki manajemen perusahaan yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga prinsip good corporate governance dapat diterapkan dengan baik. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal (Linoputri, 2010). Dalam rangka membuat komite audit yang efektif dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, komite harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggungjawab. Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif menjelaskan bahwa anggota komite audit yang efektif menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan (Adi, 2011). Pengembangan Hipotesis Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Persentase kepemilikan saham manajerial dapat mencerminkan adanya suatu kesamaan antara manajemen dengan pemegang saham. Semakin besar kepemilikan saham manajerial dalam suatu perusahaan maka manajemen berusaha untuk memaksimalkan kinerja 56

operasionalnya karena merasa memiliki perusahaan dan selalu berusaha untuk mempertahankan kelangsungan usahanya melalui peningkatan pengawasan dan pengendalian (Petronila, 2007). Penelitian Iskandar et al.,(2011) mengungkapkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara kepemilikan manajerial dengan going concern problems yang diproksikan dengan opini going concern. Hal ini sejalan dengan penelitian Linoputri (2010) yang mengungkapkan semakin besar kepemilikan manajerial maka auditor cenderung memberikan opini audit non going concern pada perusahaan. Hipotesis yang dapat dibuat berdasarkan penjelasan di atas adalah sebagai berikut: H1 : Kepemilikan manajerial perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Keberadaan komisaris independen merupakan salah satu ciri khas dalam Good Corporate Governance (GCG) (Petronila, 2007). Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku. Komisaris independen diharapkan mampu memberikan keadilan sebagai prinsip utama untuk menyeimbangkan kepentingan pihak-pihak yang sering terabaikan seperti pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya Linoputri (2010). Hasil penelitian Setiawan (2011) mengungkapkan adanya pengaruh negatif proporsi komisaris independen terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar et al., (2011) yang menyatakan proporsi komisaris berhubungan negatif dengan going concern problems yang diproksikan dengan opini going concern. Proporsi komisaris independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan yang lebih baik sehingga kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern kecil. Adanya proporsi komisaris independen minimal 30% atau lebih banyak diharapkan dapat membawa pada pelaporan keuangan yang lebih berkualitas sehingga menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian atau opini non going concern Linoputri (2010). Petronila (2007) menemukan bukti bahwa keberadaan komisaris independen dapat menyeimbangkan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder, sehingga dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going concern. Hipotesis yang dapat dibuat berdasarkan penjelasan di atas adalah sebagai berikut: H2 : Komisaris independen yang lebih besar berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Pengaruh Komite Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite dibawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan dan perundangan yang berlaku. Komite tersebut ditujukan untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggung jawab dan wewenangnya secara efektif. Komite audit berfungsi untuk meningkatkan fungsi audit internal dan eksternal serta meningkatkan kualitas laporan keuangan. Dengan adanya komite audit maka akan ada pengawasan yang lebih kuat agar laporan keuangan yang dihasilkan berkualitas. Ramadhany 57

(2004) mengemukakan bahwa komite audit yang independen dapat membantu mengurangi tekanan manajemen untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) pada saat auditor merasa benar untuk mengeluarkan opini audit going concern. Hipotesis yang dapat dibuat berdasarkan penjelasan di atas adalah sebagai berikut: H3 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going concern. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber yang telah ada (Supardi, 2013:16). Jenis data berupa annual report dan laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Data diperoleh dari Indonesian Capital Market Dicrectory (ICDM) dan dari situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id. Selain itu, penulis juga melakukan kunjungan pustaka untuk memperoleh data yang berhubungan dengan obyek penelitian, seperti buku, jurnal, dan skripsi. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan-perusahaan manufaktur sebagai sampel untuk menjaga homogenitas data. Selain itu, sektor manufaktur dominan di Asia, khususnya di Indonesia (Achmad et al., 2009 dalam Linoputri, 2010) METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif karena menggunakan data sekunder, yaitu laporan keuangan yang berbentuk angka-angka. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012, yang termuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICDM). Sektor manufaktur dipilih sebagai sampel penelitian untuk menghindari adanya industrial effect yaitu resiko industri yang berbeda antara suatu sektor industri yang satu dengan yang lain (Setyarno dkk, 2006). Selain itu, sektor manufaktur dipilih karena memiliki tingkat kompetisi yang kuat sehingga rawan terhadap kasus-kasus kecurangan dan masalah going concern (Setiawan,2011). Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan objek dengan beberapa kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2010-2012 2. Perusahaan tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian 2010-2012. 3. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen untuk periode yang berakhir 31 Desember selama periode tahun 2010-2012. 4. Mengungkapkan laporan auditor independen didalam laporan keuangannya yang telah diaudit selama periode penelitian 2010-2012. 5. Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya satu periode laporan keuangan selama periode pengamatan tahun 2010-2012. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik. Adapun model dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut: GC = 1 2 3 58

Keterangan: GC : Opini audit, berupa opini going concern yang diberi nilai 1 dan non going concern yang diberi nilai 0 : konstanta 1-3 : Koefisien regresi logistik MAN_OWN : Proporsi saham biasa yang dipegang oleh anggota dewan direksi IND_COMM : Persentase komisaris independen dalam total dewan komisaris KOMITE : Jumlah komite audit dalam perusahaan : Kesalahan residual Analisis Regresi Logistik Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik, karena variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metrik (nominal). Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji sejauh mana probibalitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independen. Pada teknik analisis regresi logistik tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Ghozali, 2006:225). Menilai Model Fit (Overal Model Fit Test) Penilaian keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1), dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai -2LL Block Number = 0 > nilai -2LL Block Number = 1, hal ini menunjukkan model regresi yang baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006: 233). Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2006:233). Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square) Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R square. Nilai Nagelkerke R square menunjukkan variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian (Ghozali, 2006:233). 59

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Table 1. Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Opini_Audit 75.00 1.00.2800.45202 Man_Own 75.00.70.0307.13822 Ind_Comm 75.00.67.4159.15132 Komite 75.00 4.00 2.4000 1.25203 Valid N (listwise) 75 Sumber : Pengolahan Data SPSS Pada table 1 terlihat bahwa dari 75 data yang diteliti, opini going concern memiliki nilai rata-rata sebesar 0.2800 dengan nilai maksimum sebesar 1 dan nilai minimum sebesar 0, serta standar deviasi sebesar 0.45202. Kepemilikan manajerial (Man_Own) memiliki nilai rata-rata sebesar 0.0307 dengan nilai maksimum sebesar 0.70 dan nilai minimum sebesar 0 serta standar deviasi sebesar 0.13822. Komisaris Indepeden (Ind_Comm) memiliki nilai rata-rata sebesar 0.4159 dengan nilai maksimum sebesar 0.67 dan nilai minimum sebesar 0 serta standar deviasi sebesar 0.15132. Komite Audit memiliki nilai rata-rata sebesar 2.4000 dengan nilai maksimum sebesar 4 dan nilai minimum sebesar 0 serta standar deviasi sebesar 1.25203. Menilai Model Fit (Overal Model Fit Test) Tabel 2. Overal Model Fit Test Iteration History a,b,c Iteration -2 Log likelihood Coefficients Constant Step 0 1 89.006 -.880 2 88.943 -.944 3 88.943 -.944 a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 88.943 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than.001. Tabel 3. Iteration History a,b,c,d Coefficients Ind_Com Iteration -2 Log likelihood Constant Man_Own m Komite Step 1 1 79.456.814-2.510-4.215.057 2 78.014 1.120-4.669-5.371.077 60

3 77.377 1.195-8.073-5.509.070 4 76.329 1.303-18.276-5.535.045 5 75.504 1.401-35.364-5.577.025 6 75.009 1.423-58.238-5.635.031 7 74.353 1.462-114.557-5.785.051 8 73.825 1.518-218.057-6.009.082 9 73.765 1.524-266.368-6.031.085 10 73.763 1.525-277.202-6.034.086 11 73.763 1.525-277.668-6.034.086 12 73.763 1.525-277.669-6.034.086 a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 88.943 d. Estimation terminated at iteration number 12 because parameter estimates changed by less than.001. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai Log Likelihood sebesar 88.943. Dan pada tabel 3, setelah dimasukkan ketiga variabel independen maka nilai Log Likelihood mengalami penurunan menjadi sebesar 73.763. Dengan adanya penurunan nilai dari Log Likelihood, menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Tabel 4. Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Df Sig. Step 1 Step 15.180 3.002 Block 15.180 3.002 Model 15.180 3.002 Pada tabel 4 Omnibus Test of Model Coefficients menunjukkan nilai Chi-Square sebesar 15.180 yaitu selisih antara -2LogL untuk model yang hanya memasukkan konstanta saja sebesar 88.943 dengan model model yang memasukkan konstanta dan variabel bebasnya sebesar 73.763 dengan df 3 dan signifikansi 0,002. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa penambahan variabel bebas ke dalam model memperbaiki model fit. Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test Tabel 5. Hosmer and Lemeshow Test Step Chi-square Df Sig. 1 3.817 7.801 Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow s Goodness of Fit Test adalah sebesar 3,817 dengan probabilitas sebesar 0,801 yang nilainya lebih besar dari 61

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model mampu memprediksi nilai observasi dalam penelitian atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Koefisien Determinasi (Nagelkerke s R Square Test) Tabel 6. Nagelkerke s R Square Test Model Summary Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square 1 73.763 a.183.264 a. Estimation terminated at iteration number 12 because parameter estimates changed by less than.001. Tabel 6 menunjukkan nilai Nagelkerke s R Square sebesar 0,264 yang berarti bahwa variasi dari variabel terikat yaitu opini going concern dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas yaitu kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit adalah sebesar 26,40%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 73,6% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat di dalam model penelitian. Tabel Klasifikasi Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi probabilitas penerimaan opini audit going concern oleh perusahaan. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan terjadinya variabel terikat dinyatakan dalam persen. Hasil tabel klasifikasi ditampilkan dalam Tabel7. Tabel 7. Tabel Klasifikasi Predicted Opini_Audit Non Observed Going Concern Going Concern Percentage Correct Step 1 Opini_Aud Non Going 53 1 98.1 it Concern Going Concern 17 4 19.0 Overall Percentage 76.0 a. The cut value is.500 Berdasarkan tabel 7 menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern adalah sebesar 19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi tersebut, terdapat 62

sebanyak 4 perusahaan (19%) yang diprediksi akan menerima opini audit going concern dari total 21 perusahaan yang menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan perusahaan menerima opini audit non going concern adalah sebesar 98,1 persen. Hal ini berarti bahwa dengan model regresi tersebut, terdapat sebanyak 53 perusahaan (98,1%) yang diprediksi menerima opini audit non going concern dari total 54 perusahaan yang menerima opini audit non going concern. Secara keseluruhan berarti 76% dapat diprediksi dengan tepat oleh model regresi logistik ini. Hasil Pengujian Hipotesis Tabel 8. Hasil Pengujian Hipotesis B S.E. Wald Df Sig. Exp (B) Man_Own -277.675 260.112 1.14 1 0.143 0 Ind_Comm -6.034 2.28 7.002 1 0.004 0.002 Komite 0.086 0.252 0.116 1 0.367 1.089 Constant 1.525 0.94 2.631 1 0.105 4.596 a. Variable(s) entered on step 1: Man_Own, Ind_Comm, Komite. Persamaan model regresi logistik berdasarkan tabel 4.8 adalah sebagai berikut: GC = 1,525 277,675 MAN_OWN - 6,034 IND_COMM + 0,086 KOMITE + Berdasarkan tabel 8, diperoleh hasil kepemilikan manajerial (Man_Own) memiliki koefisien -277,675 dengan tingkat signifikansi 0,143 (p > 0,05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern ditolak. Jadi kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan tabel 8, diperoleh hasil komisaris independen (Ind_Comm) memiliki koefisien -6,034 dengan tingkat signifikansi 0,004 (p < 0,05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern diterima. Jadi komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan tabel 8, diperoleh hasil komite audit (Komite) memiliki koefisien 0,086 dengan tingkat signifikansi 0,367 (p > 0,05). Hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa perusahaan dengan komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern ditolak. Jadi komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Hasil pengujian ini menunjukkan koefisien regresi -277,675 dan tingkat signifikansi 0,143 > 0,05, sehingga penelitian ini membuktikan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa besar atau kecilnya persentase kepemilikan manajerial tidak membuat perusahaan lebih efektif dalam menangani masalah keuangannya sehingga tidak mengurangi resiko diterimanya opini audit going concern. Meskipun ada kepemilikan manajerial ternyata 63

fungsi pengawasan yang ada belum menjamin untuk tidak diberikannya opini audit going concern, karena untuk kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor bisa internal dan eksternal. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Januarti (2008), Hartas (2011), Sari (2012), dan Chandra (2013), tetapi tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Petronila (2004), Ballesta dan Garcia Meca (2005), Linoputri (2010) dan Iskandar et all., (2011). Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Hasil pengujian ini menunjukkan koefisien regresi -6,034 dan tingkat signifikansi 0,004 < 0,05, sehingga penelitan ini membuktikan bahwa variabel komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil penelitian ini membuktikan semakin besar proporsi komisaris independen maka semakin tinggi pengawasan dan pengaruh komisaris independen terhadap kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan sehingga kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit going concern semakin kecil. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Petronila (2007), Setiawan (2011) dan Iskandar et al.,(2011), tetapi tidak konsisten dengan penelitan yang dilakukan oleh Ramadhany (2004) dan Linoputri (2010). Pengaruh Komite Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Hasil pengujian ini menunjukkan koefisien regresi 0,086 dan tingkat signifikansi 0,367 > 0,05, sehingga penelitan ini membuktikan bahwa variabel komite audit tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa ukuran komite audit kurang mampu menunjang efektifitas kinerja dari komite audit tersebut, posisi komite audit masih sebatas untuk mematuhi peraturan dan persyaratan pencatatan perusahaan di bursa. Hasil penelitian ini menjadi suatu sinyal bagi komite audit agar dapat membantu dewan komisaris dengan lebih efektif, misalnya dalam hal memastikan struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik. Sebab meskipun hampir semua perusahaan telah memiliki komite audit, masih banyak perusahaan yang menerima opini audit going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian penelitian Ramadhany (2004), Linoputri (2010), dan Setiawan (2011). KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN DAN KETERBATASAN Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap penerimaan opini going concern. Dalam penelitian ini terdapat tiga variable independen, yaitu kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan komite audit yang diuji pengaruhnya dengan opini going concern. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial pada tingkat signifikansi 0,143 > 5% tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hasil pengujian dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa komisaris independen pada tingkat signifikansi 0,004 < 5% berpengaruh negatif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal tersebut memberikan bukti secara empiris bahwa adanya komisaris independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan yang lebih baik, sehingga kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern kecil. Hasil 64

pengujian dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa variabel komite audit pada tingkat signifikansi 0,367 > 5% tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan simpulan diatas, saran yang dapat diberikan peneliti antara lain penelitian selanjutnya dapat memperluas sampel penelitian dengan memasukkan seluruh jenis industri, baik industri manufaktur, perdagangan, jasa, maupun keuangan sebagai obyek penelitian (Linoputri, 2010). Koefisien determinasi (Nagelkerke R Square) adalah sebesar 26,40%, sedangkan sisanya sebesar 73,6% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model penelitian. Hal ini berarti masih ada variabel lain yang perlu diidentifikasi untuk menjelaskan penerimaan opini audit going concern. Oleh karena itu, penelitiam berikutnya dapat mempertimbangkan variabel lain tersebut. Variabel lain yang secara teoritis mungkin dapat mempengaruhi opini audit going concern yaitu kondisi keuangan, debt default, opini audit tahun sebelumnya, kualitas audit (Setiawan, 2011). DAFTAR RUJUKAN Adi, J. U. W. 2011. Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Komite Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Brawijaya. Ballesta, J. P. S and E.Garcia M. 2005. Audit Qualifications and Corporate Governance in Spanish Listed Firms. Managerial Auditing Journal. Vol 20 No.7. pp.725-738. Chandra, F. L. 2013. Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Opini Audit Mengenai Going Concern pada Perusahaan yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol.2 No.1. pp 1-18. Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2006. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Corporate Governance. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Cetakan Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hartas, M. H. R. 2011. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan, Manajemen Laba, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Opini Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Diponegono Semarang. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2011. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntansi Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. Iskandar, T. M., Mohd M.R., Norazura M.N., Norman M.S., dan Muhammad J.A. 2011. Corporate Governance and Going Concern Problems: Evidence from Malaysia. Internantional Jurnal Corporate Governance. Vol. 2 No.2. p.119-137. Januarti, I. 2008. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Sistem Informasi, Auditing, dan Etika Profesi. Hal. 1-26 Linoputri, F. P. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Mulyadi. 2009. Auditing. Buku 1. Yogyakarta : Salemba Empat. Petronila, T. A. 2004. Pertimbangan Going Concern Perusahaan dalam Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. P.47-55. 65

... 2007. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Opini Audit Going Concern. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol. 14 No.1. Ramadhany, A. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Maksi, Vol.4. Agustus. Hal.146-160 Sari, A. I. 2012. Pengaruh Kualitas Audit, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Ukuran Perusahaan, dan Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Skripsi.Universitas Diponegoro. Semarang. Setiawan, T. H. 2011. Analisis Psengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Audit, dan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Setyarno, I. J, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. p. 1-25. Supardi, U. S. 2013. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : Adikita. Tunggal, A. W. 2013. Pengantar Risk Based Auditing. Jakarta. Harvarindo. Venuty. E. K. 2007. The Going Concern Assumption Revisted Assesing a Company s Future Viability. The CPA Jounal Online. Widyantari, A. A. A. P. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi : Studi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tesis. Universitas Udayana. Denpasar. 66