VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Positif Potensi Wisata Air BKB Wisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang bermanfaat, selain bisa menghilangkan rasa jenuh juga dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar tempat wisata. Banjir Kanal Barat (BKB) yang merupakan suatu kanal pengendali banjir Jakarta mempunyai sisi lain yang berpotensi sebagai tempat wisata air. Daerah BKB yang berpotensi dijadikan tempat wisata air berada disepanjang Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat. Daerah tersebut merupakan daerah strategis yang dilewati banyak orang, karena merupakan salah satu pusat perkantoran. Pemanfaatan terhadap potensi BKB sebagai tempat wisata air memiliki hasil sampingan positif, yang disebut eksternalitas positif. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat sekitar terusan BKB adalah peningkatan tingkat pendapatan serta peningkatan kenyamanan. Terlihat dari hasil survei, seluruh responden (100 orang) merasakan adanya manfaat apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Eksternalitas positif ditinjau dari dampak yang dirasakan responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Sebanyak 43 persen responden (43 orang) menyatakan bahwa dampak yang akan mereka rasakan adalah peningkatan tingkat pendapatan karena dengan adanya tempat wisata air, maka terbukanya lahan pekerjaan bagi mereka, sedangkan 27 persennya (27 orang) menyatakan adanya peningkatan kenyamanan bila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Distribusi eksternalitas positif yang dirasakan 55
responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Eksternalitas Positif yang Dirasakan Respoden Persepsi terhadap perubahan pemandangan daerah sekitar BKB yang lebih indah apabila dijadikan sebagai tempat wisata air dirasakan oleh 56 persen responden (56 orang), sedangkan 27 persen responden (27 orang) menyatakan persepsi terhadap perubahan tata kota daerah sekitar BKB yang lebih indah apabila dijadikan sebagai tempat wisata air. Distribusi persepsi perubahan yang dirasakan responden dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Persepsi Perubahan yang Dirasakan Responden Perubahan kualitas udara yang dirasakan sebagian besar responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air adalah udara yang sejuk, segar saat bernafas, serta tidak berdebu, sedangkan 13 persen responden (13 orang) menyatakan perubahan kualitas udara yang sejuk, segar saat bernafas, dan berdebu apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Sisanya lagi sebesar dua persen responden (dua orang) menyatakan perubahan kualitas 56
udara yang segar saat bernafas, tidak berdebu, dan tidak sejuk. Mereka mengharapkan dengan adanya tempat wisata air, maka dapat ditanam berbagai macam pohon yang dapat membuat udara menjadi lebih sejuk. Persentase perubahan kualitas udara yang dirasakan responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Perubahan Kualitas Udara Apabila BKB dijadikan Sebagai Tempat Wisata Air Sebanyak 63 persen responden (63 orang) merasakan perubahan tata kota yang lebih indah apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Sebanyak 34 persen (34 orang) lainnya merasakan perubahan tata kota yang sangat indah apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air, dan hanya tiga persen yang menyatakan biasa saja. Distribusi perubahan tata kota yang dirasakan responden apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Perubahan Tata Kota Apabila BKB dijadikan Sebagai Tempat Wisata Air 57
Sebanyak 79 persen responden (79 orang) merasakan perubahan kualitas air menjadi tidak kotor, tidak keruh, dan tidak berbau apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Mereka berharap kualitas air BKB menjadi seperti dulu saat mereka masih dapat berenang dan mencari ikan di terusan BKB tersebut, sedangkan 21 persen responden (21 orang) menyatakan kualitas air BKB akan tetap keruh walaupun menjadi tidak kotor dan tidak berbau. Persentase perubahan kualitas air apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Perubahan Kualitas Air Apabila BKB dijadikan Sebagai Tempat Wisata Air Sebagian besar responden juga merasakan adanya perubahan pemandangan apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Responden yang menyatakan pemandangan akan menjadi lebih indah, menarik, dan mengesankan ada sebanyak 88 persen (88 orang). Responden yang menyatakan indah dan mengesankan serta indah dan menarik, masing-masing sebanyak tujuh persen (tujuh orang) dan lima persen (lima orang). Sebaran responden yang menyatakan perubahan pemandangan apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air dapat dilihat pada Gambar 10. 58
Gambar 10. Perubahan Pemandangan Apabila BKB dijadikan Sebagai Tempat Wisata Air 6.2 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Responden Mayoritas responden menyatakan bersedia membayar untuk eksternalitas positif BKB sebagai potensi wisata air. Sebanyak 79 persen responden (79 orang) yang menyatakan bersedia. Sisanya sebesar 21 persen (21 orang) menyatakan tidak bersedia membayar. Persentase kesediaan membayar responden dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Persentase Kesediaan Membayar Responden Persentase alasan sebagian responden yang tidak bersedia membayar dapat dilihat pada Gambar 12. Sebanyak sembilan orang dari 21 orang (43 persen) yang menyatakan tidak bersedia membayar karena menganggap biaya retribusinya terlalu tinggi, sedangkan sisanya sebanyak delapan orang dari 21 orang (38 persen) menyatakan tidak mempunyai kemampuan secara finansial, serta sebesar 19 persen atau empat orang dari 21 orang menyatakan tidak bersedia membayar karena tidak tertarik terhadap wisata air. 59
Gambar 12. Alasan Responden Tidak Bersedia Membayar Peluang kesediaan membayar responden dapat dianalisis dengan menggunakan model regresi logistik. Hasil regresi logit dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai Observasi dan Harapan Terhadap Peluang Kesediaan Responden Observasi Harapan Kesediaan Tidak Bersedia Bersedia Total Koreksi (persen) Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) Kesediaan Tidak 12 57.1 9 42.9 21 57.1 Bersedia Bersedia 4 5.1 75 94.9 79 94.9 Total 16 16.0 84 84.0 100 - Nilai Keseluruhan Terkoreksi 87.0 Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Pengujian analisis logit dilakukan dengan menggunakan metode enter yang menghasilkan Nilai Keseluruhan Terkoreksi sebesar 87 persen, maka model regresi yang dihasilkan cukup layak. Berdasarkan Tabel 19, diduga terdapat lima responden yang menjawab ragu-ragu dalam menentukan pilihan. Hasil regresi logit dapat dilihat pada Tabel 20. 60
Tabel 20. Hasil Estimasi Model Regresi Logit Terhadap Besarnya Peluang Kesediaan Membayar Responden Variabel B Std. Error Sig Exp B (Constant) -1.248 2.127.557.287 PNDK 1.186.342.001 3.274* PNDP.210.464.651 1.233* JTK -.593.216.006.553 JTT -.495.265.062.610 FREK.141.192.463 1.151* KU 1.318.857.124 3.734* TK -.319.742.667.727 KA 1.387 1.117.214 4.002* PMD -1.047 1.008.299.351 Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Keterangan: *Berpengaruh pada tingkat Odds Ratio Hasil Hosmer and Lemeshow Test memperlihatkan bahwa data empiris sesuai atau cocok dengan model, dilihat dari nilai-p (0,905) lebih besar dari alpha 0,15. Berdasarkan Tabel 12, model regresi logit yang dihasilkan adalah: Li = -1,248 + 1,186 PNDK + 0,210 PNDP + 0,141 FREK + 1,318 KU + 1,387 KA Nilai koefisien variabel pendidikan, pendapatan, frekuensi kunjungan, persepsi kualitas udara, serta persepsi kualitas air bertanda positif (+) berarti semakin tinggi tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan, frekuensi kunjungan responden, serta semakin baik persepsi tentang kualitas udara, dan persepsi tentang kualitas air responden, maka estimasi logit yang dihasilkan akibat wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta semakin besar. Hal ini dikarenakan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai kesadaran lebih untuk menjaga lingkungan. Nilai Exp B pada variabel ini bernilai 3,274 artinya peluang kesediaan membayar responden 61
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi 3,274 kali lebih besar dibandingakan responden dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Variabel pendapatan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) berarti semakin besar tingkat pendapatan responden, maka estimasi logit yang dihasilkan responden semakin besar. Nilai Exp B variabel ini bernilai 1,233 yang artinya peluang kesediaan membayar responden dengan pendapatan yang lebih tinggi 1,233 kali lebih besar daripada responden yang memiiki pendapatan lebih rendah. Variabel fekuensi kunjungan memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) artinya semakin sering frekuensi kunjungan responden ke daerah terusan BKB Jakarta sepanjang Halimun sampai Karet, maka estimasi logit yang dihasilkan responden semakin besar. Nilai Exp B variabel ini sebesar 1,151 berarti peluang kesediaan membayar responden yang frekuensi kunjungannya lebih sering 1,151 kali lebih besar daripada responden yang frekuensi kunjungannya lebih jarang. Variabel persepsi kualitas udara memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) berarti semakin baik penilaian responden terhadap perubahan kualitas udara yang dihasilkan, maka estimasi logit responden juga meningkat. Nilai Exp B sebesar 3,734 artinya peluang kesediaan membayar responden yang merasakan perubahan kualitas udara lebih baik 3,734 kali lebih besar daripada responden yang kurang merasakan perubahan kualitas udara. Variabel persepsi kualitas air memiliki nilai koefisien bertanda positif (+) yang artinya semakin baik persepsi responden terhadap kualitas air yang 62
dihasilkan dari adanya wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta, maka estimasi logit akan semakin besar. Nilai Exp B variabel ini sebesar 4,002 artinya peluang kesediaan membayar responden yang merasakan perubahan kualitas air menjadi lebih baik dari adanya potensi wisata air BKB Jakarta 4,002 kali lebih besar daripada responden yang kurang merasakan perubahan kualitas air. 6.3 Estimasi Nilai WTP Responden Terhadap Potensi Wisata Air BKB Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk menganalisis WTP responden terhadap potensi wisata air BKB. Hasil pelaksanaan metode CVM adalah sebagai berikut: 1) Membangun Pasar Hipotetik Responden diberikan informasi mengenai potensi BKB sebagai tempat wisata air yang dapat menimbulkan eksternalitas positif, sehingga responden mempunyai gambaran tentang situasi pasar hipotetik yang dimaksud dan responden dapat memberikan informasi sejumlah uang yang bersedia dibayarkan. 2) Memperoleh Nilai WTP Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah payment card, sehingga responden dapat langsung menentukan besarnya nilai yang bersedia dibayarkan. 3) Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP Dugaan nilai rataan WTP responden dihitung berdasarkan data distribusi WTP responden. Data distribusi rata-rata WTP responden dapat dilihat pada Tabel 21. 63
Tabel 21. Distribusi Rata-rata WTP Responden Responden Nilai WTP Frekuensi (Rp/orang/kali) (Orang) No Frekuensi Relatif (%) Mean WTP (Rp) 1 2000 21 0,265822785 531,6455696 2 3000 13 0,164556962 493,6708861 3 4000 2 0,025316456 101,2658228 4 5000 36 0,455696203 2278,481013 5 6000 1 0,012658228 75,94936709 6 7000 2 0,025316456 177,2151899 7 8000 1 0,012658228 101,2658228 8 9000 1 0,012658228 113,9240506 9 10000 2 0,037974684 253,164557 TOTAL 79 1 4126,582278 Sumber : Data Primer Diolah, 2012 Berdasarkan Tabel 21, perhitungan rataan WTP (EWTP) menghasilkan nilai sebesar Rp 4.126,58 per orang. Nilai tersebut mencerminkan besarnya kesediaan membayar responden terhadap potensi wisata air yang terdapat di BKB. 4) Menduga Kurva WTP Kurva WTP responden dibentuk berdasarkan nilai WTP responden terhadap potensi wisata air BKB. Kurva ini menggambarkan hubungan tingkat WTP yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar pada tingkat WTP tersebut. Terlihat pada Gambar 13, semakin tinggi nilai WTP maka semakin sedikit orang yang bersedia membayar. Gambar 13. Kurva WTP Responden Sumber: Data Primer Diolah, 2012 64
5) Menentukan Total WTP Nilai Total WTP responden dapat dilihat pada Tabel 22. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai total WTP responden sebesar Rp 326.000,00. Nilai total WTP masyarakat diduga sebesar Rp 4.636.916.709,00. Nilai total WTP masyarakat didapat dari perkalian antara rata-rata WTP responden dengan jumlah total penduduk Jakarta Pusat sebesar 1.123.670 orang. Tabel 22. Total WTP Responden Responden Nilai WTP Frekuensi Persentase Jumlah WTP (Rp) No (Rp/orang/kali) (Orang) (%) 1 2000 21 0,265823 42000 2 3000 13 0,164557 39000 3 4000 2 0,025316 8000 4 5000 36 0,455696 180000 5 6000 1 0,012658 6000 6 7000 2 0,025316 14000 7 8000 1 0,012658 8000 8 9000 1 0,012658 9000 9 10000 2 0,025316 30000 TOTAL 79 1 326000 Sumber : Data Primer Diolah, 2012 6) Evaluasi Pelaksanaan CVM Hasil analisis regresi berganda yang dilakukan cukup baik, karena diperoleh nilai R 2 adjusted sebesar 0,573 (57,3 %). Penelitian yang berkaitan dengan benda-benda lingkungan dapat mentolerir nilai R 2 hingga 15 % menurut Mitchell dan Carson (1989) dalam Hanley dan Spash (1993). Oleh karena itu, hasil pelaksanaan CVM dalam penelitian ini dapat diyakini kebenaran dan keandalannya. 6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai WTP Teknik regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) responden. 65
Fungsi WTP responden diamati dengan memasukkan variabel terikat (dependent variable) dan bebas (independent variable) yang diduga berpengaruh. Hasil analisis nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Estimasi Model Regresi Linier Berganda Terhadap Besarnya Nilai WTP Responden Variabel B Std. Error t Sig. Tolerance VIF (Constant) -.537.911 -.590.557 PNDK.623.189 3.303.002*.555 1.801 PNDP.855.170 5.042.000*.630 1.588 JTK -.396.089-4.471.000*.920 1.087 JTT.047.111.420.676.641 1.559 FREK.263.077 3.406.001*.584 1.712 KU.808.375 2.158.034**.555 1.802 TK.164.332.494.623.680 1.470 KA.108.374.290.773.750 1.333 PMD -1.052.362-2.911.005*.573 1.746 R-square.622 R-square adj.573 Durbin Watson 2.143 Asymp.Sig (2-tailed).773 Prob. Obs*Rsquared.259 Sumber : Data Primer Diolah, 2012 Keterangan: * Nyata pada α = 0,01 ** Nyata pada α = 0,05 Berdasarkan hasil pengolahan data, model yang dihasilkan cukup baik karena nilai R 2 adjusted yang dihasilkan sebesar 57,3 %. Nilai tersebut berarti 57,3 % keragaman WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model, sisanya 42,7 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F hitung sebesar 12,621 dengan nilai Sig sebesar 0,000 (lampiran 3) yang menunjukkan variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada selang kepercayaan 1 % dan 5 %. Model regresi linier berganda yang baik harus memenuhi asumsi tidak terdapat multikolinieritas, autokorelasi, 66
heteroskedastisitas, serta asumsi normalitas. Hasil masing-masing uji tersebut adalah: 1) Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas diindikasikan dengan melihat nilai VIF kurang dari 10 (VIF<10). Berdasarkan Tabel 15, semua variabel bebas yang terdapat dalam model memiliki nilai VIF yang kurang dari 10, maka tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas. 2) Uji Autokorelasi Pengujian terhadap pelanggaran asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan nilai Durbin-Watson. Nilai statistik DW penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 15, yaitu sebesar 2,143 yang menunjukkan tidak adanya autokorelasi, karena nilai tersebut masih berada diantara 1,55 dan 2,46 (Firdaus, 2004). 3) Uji Heteroskedastisitas Pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dapat dilakuan dengan menggunakan Uji White. Probabilitas Obs*Rsquare pada Tabel 15 menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf α 0,05 yaitu sebesar 0,259 yang artinya model pada penelitian ini tidak mengandung asumsi heteroskedastisitas. 4) Uji Normalitas Uji normalitas dapat dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Nilai Asymp.Sig. (2-tailed) pada Tabel 15 yaitu sebesar 0,773 dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf α 0,05. Oleh karena itu, dapat dikatakan error term data penelitian ini sudah terdistribusi dengan normal. 67
Pemenuhan asumsi-asumsi regresi linier berganda telah menunjukkan bahwa model pada penelitian ini sudah layak. Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah: WTP = -0,537 + 0,623 PNDK + 0,855 PNDP 0,396 JTK + 0,263 FREK + 0,808 KU 1,052 PMD Berdasarkan Tabel 15, variabel yang berpengaruh nyata pada α 0,01 adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, frekuensi kunjungan, serta persepsi pemandangan. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata pada α 0,05 adalah persepsi tentang kualitas udara. Variabel tingkat pendidikan memiliki nilai Sig 0,002 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi tingkat pendidikan, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kesadaran untuk menjaga lingkungan juga semakin besar. Nilai koefisien variabel tingkat pendidikan adalah 0,623 yang artinya jika tingkat pendidikan meningkat sebesar satu satuan (tingkatan pendidikan), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,623 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel tingkat pendapatan memiliki nilai Sig sebesar 0,000 berarti variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), berarti semakin tinggi tingkat pendapatan, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka semakin besar pula kemampuan finansial yang dimiliki sehingga kontribusi yang diberikan juga semakin besar. Nilai koefisien variabel tingkat pendapatan adalah 0,855 yang artinya jika tingkat 68
pendapatan meningkat sebesar satu satuan (ratus ribu rupiah), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,855 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Variabel jumlah tanggungan keluarga memiliki Sig sebesar 0,000 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai koefisien 0,396. Hal ini menggambarkan jika jumlah tanggungan responden meningkat sebesar satu satuan (orang), maka diduga nilai rata-rata WTP akan turun sebesar 0,396 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah yang harus ditanggung sebuah keluarga, maka semakin banyak pula pengeluaran untuk membiayai jumlah tanggungan tersebut. Oleh karena itu, kesediaan membayar untuk potensi wisata air BKB juga semakin sedikit. Variabel frekuensi tingkat kunjungan memiliki nilai Sig sebesar 0,001 berarti variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda positif (+), yang artinya semakin sering frekuensi tingkat kunjungan responden ke daerah BKB, maka nilai WTP yang diberikan juga semakin besar. Hal ini disebabkan semakin sering responden mengunjungi daerah BKB, maka semakin besar kesukaan responden terhadap tempat tersebut. Nilai koefisien variabel frekuensi tingkat kunjungan adalah 0,263 yang artinya jika frekuensi kunjungan meningkat sebesar satu satuan (kali), maka diduga rata-rata nilai WTP akan meningkat sebesar 0,263 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. 69
Variabel persepsi kualitas udara memiliki Sig sebesar 0,034 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,05. Koefisien variabel ini bertanda positif (+) dengan nilai koefisien 0,808. Hal ini menggambarkan jika persepsi tentang kualitas udara responden semakin baik, maka diduga nilai rata-rata WTP akan meningkat sebesar 0,808 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini disebabkan responden semakin merasakan adanya perubahan kualitas udara yang lebih baik apabila BKB dijadikan sebagai tempat wisata air. Variabel persepsi terhadap pemandangan memiliki Sig sebesar 0,005 yang artinya variabel ini berpengaruh nyata pada taraf α = 0,01. Koefisien variabel ini bertanda negatif (-) dengan nilai koefisien 1,052. Hal ini menggambarkan semakin tinggi penilaian responden terhadap pemandangan, maka diduga nilai rata-rata WTP akan turun sebesar 1,052 satuan (ribu rupiah) dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal karena bagi responden pemandangan bukanlah hal utama yang mereka cari dari adanya potensi wisata air. Variabel jarak tempat tinggal, persepsi tentang tata kota, serta persepsi tentang kualitas air tidak mempunyai pengaruh yang nyata dalam model ini. Nilai Sig masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 15, lebih dari taraf α = 0,05. Variabel-variabel tersebut hanya menyebabkan perubahan kecil dibandingkan dengan variabel yang berpengaruh signifikan. Hal tersebut terjadi karena kurang beragamnya nilai yang terdapat dalam model. Berdasarkan PERDA Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, bagian 70
5.1.3. Urusan Pekerjaan Umum yang membahas mengenai Review Master Plan pengendalian banjir, penyelesaian BKT, dan penataan bantaran BKB. Oleh karena itu, implementasi yang bisa dibuat terkait eksternalitas positif Banjir Kanal Barat Jakarta sebagai potensi wisata air adalah: 1) Perlunya pembangunan tempat wisata yang berkelanjutan agar tercipta Jakarta yang bersih, nyaman, dan aman 2) Pembangunan tempat wisata air yang menjadi potensi BKB Jakarta sepanjang daerah Halimun sampai Karet dapat direkomendasikan agar Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta tetap tersedia, sehingga permasalahan banjir Jakarta dapat diantisipasi 3) Potensi BKB Jakarta sebagai wisata air dapat juga direkomendasikan agar sungai atau kanal yang ada dapat tertata dan juga terpelihara, sehingga masyarakat lebih merasakan manfaatnya 71