BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Pentaeritritol dari Asetaldehid dan Formaldehid dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangangan Pabrik HPAM dari Monomer Acrylamide Kapasitas ton/tahun

Prarancangan Pabrik Metilen Klorida dari Metil Klorida dan Klorin Kapasitas Ton/Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Polistiren dari Stiren Monomer dengan Kapasitas ton/tahun Laporan Akhir BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Etilen Glikol dari Etilen Oksida dan Air Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

KIMIA. Sesi. Polimer A. PENGELOMPOKAN POLIMER. a. Berdasarkan Asalnya

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

4 Hasil dan Pembahasan

A. Sifat Fisik Kimia Produk

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Intisari. BAB I. Pengantar 1. I. Latar Belakang 1 II. Tinjauan Pustaka 3. BAB II.

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

BAB I PENGANTAR. Gambar I.1. Struktur Kimia Formamid

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desinfektan, insektisida, fungisida, solven untuk selulosa, ester, resin karet,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I- 1. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PRARANCANGAN PABRIK METIL METAKRILAT DARI ASETON SIANOHIDRIN 1 DAN METANOL KAPASITAS TON/TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Butil Akrilat dari Asam Akrilat dan Butanol Kapasitas Ton per Tahun. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Metil Akrilat Dari Metanol Dan Asam Akrilat Dengan Proses Esterifikasi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

Materi Penunjang Media Pembelajaran Kimia Organik SMA ALKENA

BAB I PENDAHULUAN. adalah produksi asam akrilat berikut esternya. Etil akrilat, jenis ester

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

berupa ikatan tunggal, rangkap dua atau rangkap tiga. o Atom karbon mempunyai kemampuan membentuk rantai (ikatan yang panjang).

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

4. Hasil dan Pembahasan

contoh-contoh sifat Pengertian sifat kimia perubahan fisika perubahan kimia ciri-ciri reaksi kimia percobaan materi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

KIMIA. Sesi HIDROKARBON (BAGIAN II) A. ALKANON (KETON) a. Tata Nama Alkanon

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25.

BAB 7 HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL METAKRILAT DARI ASAM METAKRILAT DAN BUTANOL DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS TON/TAHUN

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Proplilen Oksida dan Air dengan Proses Hidrasi Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

Wardaya College. Latihan Soal Olimpiade KIMIA SMA. Spring Camp Persiapan OSN Departemen KIMIA - Wardaya College

4. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Polimer merupakan makromolekul yang dibangun oleh unit-unit

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Pemakaian polimer semakin meningkat seiring dengan

Struktur Aldehid. Tatanama Aldehida. a. IUPAC Nama aldehida dinerikan dengan mengganti akhiran a pada nama alkana dengan al.

Prarancangan Pabrik Akrolein dari Propilen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Formaldehida Dengan Proses Katalis Perak Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

1 Prarancangan Pabrik n-butil Metakrilat dari Asam Metakrilat dan Butanol dengan Proses Esterifikasi Kapasitas ton/tahun Pendahuluan

Prarancangan Pabrik Kloroform dari Sodium hidroksida, Klorin, dan Aseton dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Zaki, Aboe. 2013

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan pabrik isopropil asetat dari asam asetat dan propilen kapasitas ton / tahun

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

PRARANCANGAN PABRIK DIBUTYL PHTHALATE DARI PHTHALIC ANHYDRIDE DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON/TAHUN BAB I PENDAHULUAN

dapat mendorong berdirinya pabrik kimia lainnya, sehingga dapat mengurangi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Prarancangan Pabrik Tritolyl Phosphate dari Cresol dan POCl3 Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Metil Salisilat dari Asam Salisilat dan Metanol dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A.

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Proplilen Oksida dan air dengan Proses Hidrasi Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Pabrik Metil klorida Dengan Proses Hidroklorinasi Metanol Kapasitas Ton/tahun

Prarancangan Pabrik 2-Etil Heksanol dari Propilen dan Gas Sintetis Kapasitas Ton/Tahun

Prarancangan Pabrik Etilena dari Propana Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Tugas Prarancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Aseton Sianohidrin dari Aseton dan HCN BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Percobaan 1.3. Manfaat Percobaan

TEKNOLOGI POLIMER. Oleh: Rochmadi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan dalam menghadapi persaingan perdagangan internasional.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

II. DESKRIPSI PROSES

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Kimia Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Kimia - Wardaya College

Prarancangan Pabrik Aseton Sianohidrin Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

Transkripsi:

A. LATAR BELAKANG Prarancangan Pabrik Polivinil Alkohol BAB I PENGANTAR Industri polivinil alkohol merupakan salah satu industri yang berkembang cukup baik dewasa ini dengan angka pertumbuhan permintaan pasar rata-rata sebesar 14% pertahun di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Polivinil alkohol adalah salah satu dari sedikit polimer yang bersifat dapat larut dalam air. Sifat kimia dan fisika dari polivinil alkohol membuat polimer ini memiliki andil penting dalam dunia perindustrian sehingga diproduksi secara luas di dunia. Polivinil alkohol pertama kali ditemukan oleh Haehnel dan Herrman melalui reaksi adisi alkali pada larutan bening alkohol polivinil asetat yang kemudian menghasilkan larutan berwarna cokelat muda yang kemudian diketahui merupakan polivinil alkohol. Polivinil alkohol kemudian diperkenalkan pertama kali secara komersial pada tahun 1927 (Kirk-Othmer, 1979). Berbagai bentuk polivinil alkohol (PVA) digunakan sebagai bahan aditif dalam proses-proses sintesis produk kimia. Kegunaan utama dari PVA adalah sebagai bahan adesif (perekat), sebagai protective colloid bagi proses emulsi polimerisasi serat, bahan pembuat polivinil butiral, serta sebagai pelapis kertas. Water-soluble PVA films bersifat mudah terdegradasi oleh air sehingga digunakan sebagai bahan baku pembuatan beton dan semen serta pelapis kantung laundry, pestisida, herbisida, serta pupuk. Polivinil alkohol dalam jumlah yang kecil dimanfaatkan sebagai emulsifier untuk kosmetik, lapisan film pelindung, perekat tanah untuk menghindari erosi. Polivinil alkohol juga dapat digunakan sebagai polarizer dan banyak digunakan di daerah Asia sebagai bahan pembuatan panel liquid-crystal display (LCD), dimana pada daerah ini terdapat beberapa produsen besar alat-alat elektronik yang menggunakan LCD seperti televisi, telepon selular, komputer, dan tablet. Polimer ini merupakan perekat yang baik serta memiliki ketahanan terhadap minyak dan pelumas. Film PVA memiliki daya tegang atau tensile strength yang tinggi serta tahan terhadap abrasi. Selain itu tegangan 1

permukaan polimer ini juga rendah sehingga dapat memfasilitasi emulsifikasi yang baik dan memiliki sifat sebagai protective colloid. Kegunaan PVA lainnya adalah sebagai bahan pengemulsi dan stabilizing agent pada industri petrokimia, bahan aditif pada semen yang berfungsi menambah sifat kohesi dan fluiditasnya, serta bahan pengatur ukuran benang pada industri tekstil. Berbagai kegunaan tersebut menjadikan PVA sebagai salah satu komoditas yang penting dan banyak dibutuhkan dalam industri rekayasa produk kimia. Total produksi PVA secara global pada tahun 2007 mencapai 960.000 ton dengan pertumbuhan sebesar 4,9% pertahun. Diestimasikan kebutuhan PVA di dunia mencapai 1.279.000 ton pada tahun 2013. Cina sebagai produsen utama PVA menghasikan 50% dari total produksi tersebut, namun masih membutuhkan impor sebesar 40.000 ton pertahun untuk memenuhi kebutuhan industrinya (The Market Publishers, Ltd., 2013). Dapat disimpulkan bahwa walaupun tingkat produksi sudah cukup tinggi, kebutuhan dunia akan PVA masih belum seluruhnya terpenuhi. Pada skala nasional, kebutuhan PVA di Indonesia digambarkan oleh tabel 1. Tabel 1.1. Kebutuhan Impor Produk Polivinil Alkohol di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013) Tahun Kebutuhan impor PVA, ton/tahun 2009 1.435,36 2010 1.655,89 2011 1.799,44 2012 1.924,33 2013 2.396,66 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan PVA pada skala nasional masih belum dapat dipenuhi oleh pasar lokal. Dengan demikian pembangunan pabrik polivinil alkohol patut dipertimbangakan mengingat potensinya pada skala nasional maupun global. Untuk itu, perlu dilakukan prarancangan pabrik PVA guna menganalisa kelayakan pembangunan pabrik polivinil alkohol di Indonesia. 2

3.000,00 2.500,00 2.000,00 1.500,00 1.000,00 500,00-2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 y = 219,1x - 438776 Impor PVA, ton/tahun Tren Import PVA Gambar 1.1. Tren Kebutuhan Impor PVA di Indonesia Pabrik direncanakan untuk didirikan pada tahun 2014 dengan masa pembangunan dua tahun dan umur pabrik 10 tahun. Berdasarkan tren pada gambar 1.1, diambil pendekatan linier untuk estimasi kebutuhan impor PVA. Sehingga pada tahun 2025 yaitu pada masa akhir umur pabrik, kebutuhan impor PVA di Indonesia diperkirakan mencapai angka 4.901,5 ton/tahun. Dari data-data di atas, dipilih kapasitas pabrik sebesar 30.000 ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan PVA dalam negeri serta memenuhi kebutuhan pasar regional maupun internasional. 3

B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Polivinil Alkohol Prarancangan Pabrik Polivinil Alkohol Berbeda dari senyawa polimer pada umumnya yang diproduksi melalui reaksi polimerisasi, poli(vinil alkohol) diproduksi secara komersial melalui hidrolisis poli(vinil asetat) dengan alkohol karena monomer dari vinil alkohol tidak dapat dipolimerisasi secara alami menjadi PVA (Kirk-Othmer, 1982). Produk PVA dijumpai sebagai kopolimer dari vinil asetat dan vinil alkohol. Rumus struktur polivinil alkohol dengan kopolimer vinil asetat dijabarkan pada gambar 1.2. Gambar 1.2. Rumus Struktur Poli(vinil Alkohol) Sifat fisis dari PVA ditentukan oleh kondisi polimerisasi dari poli(vinil asetat), kondisi pada saat hidrolisis, proses pengeringan, dan proses penggilingan. Polivinil alkohol dalam kondisi ruangan berbentuk bubuk putih dengan titik lebur berkisar antara 220 0 C-267 0 C. Polivinil alkohol larut pada pelarut yang bersifat polar seperti air, dimethyl sulfoxide, acetamide serta dimethylformamide. Kelarutan poli(vinil alkohol) adalah fungsi dari derajat polimerisasi serta derajat hidrolisis, yang diilustrasikan pada gambar 1.3. Keterangan: A = Derajat hidrolisis PVA 78-81% B = Derajat hidrolisis PVA 87-89% C = Derajat hidrolisis PVA 90-98% D = Derajat hidrolisis PVA 98-99% Gambar 1.3. Pengaruh Derajat Polimerisasi terhadap Kelarutan Polivinil Alkohol 4

Kurva A hingga D mewakili polimer dengan derajat hidrolisis paling rendah (A) hingga paling tinggi (D). Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi derajat hidrolisis PVA, maka semakin tinggi pula suhu yang dibutuhkan untuk melarutkannya. Polivinil alkohol dapat diproduksi dari hidrolisis berbagai macam polivinil ester misalnya polivinil asetat, polivinil format, polivinil benzoat, dan dari polivinil benzoat serta hidrolisis dari polivinil eter. Namun, secara umum, polivinil alkohol yang beredar di pasaran diproduksi dengan cara hidrolisis polivinil asetat. Proses produksi polivinil alkohol dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu polimerisasi vinil asetat monomer dengan inisiator azobisisobutironitril kemudian bagian kedua adalah hidrolisis dari polivinil asetat menjadi polivinil alkohol. 2. Vinil Asetat Monomer Vinil asetat monomer merupakan produk antara yang umum digunakan untuk memproduksi polivinil asetat serta kopolimer vinil asetat. Polivinil asetat biasanya ditemukan pada kehidupan sehari-hari sebagai komponen dalam pelapis, cat, perekat, binder, dan bahkan makanan seperti permen karet maupun pelapis tablet. Vinil asetat mempunyai tingkat kelarutan yang signifikan di dalam air yang mempengaruhi karakteristik dari polimerisasi vinil asetat itu sendiri. Vinil asetat berada dalam fase larutan bening pada kondisi lingkungan normal dan bersifat mudah terbakar. Kekuatan termoplastis dari resin polivinil asetat akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah berat molekul polivinil asetat. Polivinil asetat resin biasa diproduksi secara komersial dalam bentuk bubuk, maupun granula kering. Reaksi kimia yang paling penting dari vinil asetat adalah free radical polymerization, yang dapat dijelaskan melalui gambar 1.4. 5

Gambar 1.4. Proses free radical polymerization pada vinil asetat 3. Inisiator Reaksi polimerisasi adisi membutuhkan senyawa inisiator untuk memicu terbentuk radikal monomer. Terdapat tiga proses umum untuk mengahasilkan energi yang dibutuhkan oleh suatu inisiator untuk menjadi radikal bebas yaitu proses termal, proses microwave atau radiasi UV, dan proses transfer elektron (redoks). Proses termal adalah tipe yang paling banyak digunakan pada skala industri, dimana jumlah energi yang dibutuhkan untuk memutus ikatan pada senyawa inisiator dipengaruhi oleh tiga parameter mengikuti persamaan 1. k d = A e (-Ea/RT) (1) Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan Arrhenius order satu dimana k d adalah konstanta laju reaksi dekomposisi, A adalah faktor frekuensi senyawa inisiator, E a adalah energi aktivasi yang menyatakan nilai energi minimum yang dibutuhkan untuk dekomposisi, R adalah konstanta gas, dan T adalah suhu reaksi. Ketiga parameter tersebut (k d, A, E a ) disebut sebagai parameter aktivasi dan digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pemilihan senyawa inisiator, dimana semakin besar nilai parameter aktivasinya maka reaksi dekomposisi berjalan lebih cepat. Faktor lain yang mmepengaruhi pemilihan inisiator adalah waktu paruh, yaitu waktu atau suhu yang dibutuhkan untuk mendekomposisi 50% senyawa inisiator dalam kondisi tertentu. Karena inisiator pada umumnya bersifat tidak stabil secara termal maka digunakan pendekatan suhu, dimana menyatakan suhu yang dibutuhkan untuk mendekomposisi senyawa masing-masing dalam waktu satu jam dan sepuluh jam. Semakin rendah suhu waktu paruh 6

suatu inisiator maka semakin sedikit energi termal yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi. a. Senyawa Peroksida Inisiator jenis peroksida paling banyak digunakan pada berbagai reaksi polimerisasi karena sifatnya yang tidak stabil secara termal sehingga mudah untuk terdekomposisi pada suhu tertentu. Laju dekomposisi senyawa peroksida tergantung pada struktur dan jenisnya, serta dapat ditingkatkan dengan penambahan aktivator yang berfungsi menurunkan energi pemecahan ikatan oksigenoksigen. Polaritas pelarut juga mempengaruhi laju dekomposisi senyawa peroksida, dimana sebagian besar peroksida terdekomposisi lebih cepat pada pelarut yang semakin polar. Reaksi dekomposisi senyawa peroksida adalah sebagai berikut. ROOR RO + OR (2) Senyawa peroksida yang paling umum digunakan sebagai inisiator adalah benzoil peroksida (Stevens, 1998). Benzoil peroksida biasanya dikombinasi dengan aktivator dimetilanilin dan digunakan secara luas sebagai inisiator untuk reaksi pengerasan (curing) resin poliester tak jenuh, namun kombinasi ini tidak efektif untuk inisiasi reaksi polimerisasi monomer vinil. b. Senyawa Azo Struktur senyawa azo yang tersedia secara komersial umumnya adalah tipe azonitril simetris seperti pada gambar 1.5. Gambar 1.5. Rumus Strutur Senyawa Azo Azonitril simetris adalah padatan dengan kelarutan terbatas dalam pelarut yang umum. Inisiator tipe azo terdekomposisi secara termal dengan pemutusan kedua ikatan C N menjadi dua radikal alkil dan satu molekul nitrogen menurut persamaan berikut. R N = N R R + N 2 + R (3) 7

Pada inisiator tipe azonitril simetris, radikal yang terbentuk adalah tipe ters-alkil yang bersifat lebih stabil daripada radikal yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa peroksida. Saat azonitril digunakan sebagai inisiator pada polimerisasi monomer vinil, radikal inisiator tidak mengambil gugus hidrogen seperti yang dapat terjadi bila digunakan inisiator tipe peroksida. Oleh karena itu pembentukan cabang dapat dihindari dan diperoleh rantai polimer vinil yang linier dengan struktur teratur (Kirk-Othmer, 1982). Laju dekomposisi senyawa azo tidak dipengaruhi oleh jenis pelarut dan komponen-komponen lain yang terdapat dalam larutan, sehingga nilai lajunya relatif lebih mudah diprediksi dibandingkan dengan laju dekomposisi senyawa peorksida. Namun penggunaan senyawa azo harus dijalankan dengan teliti karena sifatnya yang senitif terhadap suhu dan dapat terdekomposisi secara tidak terkendali saat mengalami overheat. Selain itu, senyawa azo dapat membentuk tetra-alkil suksinonitril yang bersifat racun bila mengalami reaksi dengan sesamanya. Kondisi ini dapat terjadi pada penggunaan larutan azonitril murni atau konsentrasi tinggi. Senyawa azo yang biasa digunakan sebagai inisiator dalam proses produksi polivinil asetat adalah azobis-iso-butironitril (AIBN) dengan rumus kimia [(CH 3 ) 2 C(CN)] 2 N 2. Senyawa ini bersifat larut dalam alkohol dan pelarut organik namun tidak larut dalam air. Struktur kimia dan reaksi dekomposisi AIBN diilustrasikan pada gambar 1.6 dan 1.7. Gambar 1.6. Rumus struktur AIBN Gambar 1.7. Reaksi Dekomposisi AIBN 8

4. Polimerisasi Prarancangan Pabrik Polivinil Alkohol Polimerisasi adalah peristiwa bergabungnya unit-unit sejenis (monomer) membentuk sebuah rantai senyawa sejenis yang disebut sebagai polimer (Kirk-Othmer, 1982). Polimer memiliki sifat-sifat istimewa yang tidak dimiliki oleh unit konstituennya sehingga polimerisasi dilakukan secara komersil pada skala indutri untuk meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi senyawa monomer. Secara umum polimerisasi terbagi atas dua jenis, yaitu: a. Chain-growth polymerization Polimerisasi tipe chain-growth ditandai oleh terjadinya reaksi berantai yang sangat cepat saat reaksi mulai diinisiasi. Reaksi polimerisasi dimulai dengan penambahan suatu bahan inisiator yang menyebabkan sebuah monomer aktif sehingga berikatan dengan monomer lainnya. Chain-growth polymerization terbagi atas beberapa jenis berdasarkan inisiator yang digunakan. Polimerisasi vinil asetat pada pabrik ini umumnya diinisiasi dengan penambahan bahan yang bersifat radikal bebas, sehingga disebut dengan free-radical addition (Kirk-Othmer, 1982). Pada proses ini senyawa inisiator dirubah menjadi radikal bebas yang menginduksi sebuah monomer menjadi radikal monomer dan menyerang monomer lainnya untuk berikatan dan membentuk rantai polimer. Tahap polimerisasi yang terjadi dijabarkan pada reaksi-reaksi berikut. Inisiasi I I (4) I + M I M (5) Propagasi I M + nm I M n M (6) Terminasi 2 I M n M I M n M M n I (7) inisiator, I 2 I M n M I M n M' + I M n M'' (8) (Kirk-Othmer, 1982) Pada persamaan-persamaan di atas I melambangkan adalah inisiator yang telah terdekomposisi menjadi radikal bebas, M adalah monomer gugus vinil, I M adalah 9

radikal monomer gugus vinil, I M n M adalah radikal polimer, serta M' dan M'' adalah ujung rantai polimer yang dihasilkan oleh tahap terminasi karena disproporsionasi. Tahap propagasi terjadi dengan sangat cepat, sehingga umumnya diambil asumsi bahwa tahap inisiasi adalah rekasi yang mengendalikan. Pada reaksi adisi radikal bebas waktu reaksi yang dibutuhkan dari tahap inisiasi hingga terminasi biasanya kurang dari satu detik. Namun rantai polimer yang telah mengalami terminasi tidak akan mengalami pertumbuhan meski reaksi terus berjalan. Oleh karena itu, polimer dengan berat molekul tinggi dapat diperoleh sejak awal reaksi namun konversi monomer relatif rendah. Untuk meningkatkan konversi, monomer ditambahkan secara bertahap selama reaksi berlangsung. b. Step-growth polymerization. Polimerisasi tipe step-growth atau dikenal juga sebagai polimerisasi kondensasi ditandai oleh rantai polimer yang memiliki nilai reaktivitas terminal tertentu dan terus bertambah panjang selama berjalannya reaksi. Reaksi polimerisasi berjalan lambat dimana sebuah reaktan monomer dapat bereaksi dengan monomer lainnya atau dengan polimer membentuk rantai polimer yang lebih panjang. Untuk memperoleh polimer dengan berat molekul tinggi dibutuhkan konversi yang tinggi dan kondisi yang mendekati kesetimbangan stoikiometri, sehingga polimer yang terbentuk biasanya dipisahkan dengan cara kondensasi (Kirk-Othmer, 1982). Polimerisasi vinil asetat dapat dijalankan dengan metode bulk, suspensi, larutan, maupun emulsi. i. Polimerisasi Emulsi Sekitar 90% sintesis polivinil asetat dijalankan dengan menggunakan metode polimerisasi emulsi. Proses polimerisasi emulsi melibatkan monomer, air, surfaktan, inisiator, dan buffer. Benzoyl peroxide biasanya digunakan sebagai inisiator dalam 10

ii. iii. polimerisasi emulsi karena mudah larut dalam air. Larutan buffer seringkali ditambahkan ke dalam reaksi polimerisasi emulsi untuk menstabilkan ph karena hidrolisis vinil asetat bersifat sensitif terhadap ph, selain itu inisiator juga terdekomposisi pada ph tertentu. Chain transfer agent juga ditambahkan untuk mengontrol berat molekul dari polivinil asetat yang dihasilkan. Proses polimerisasi emulsi dapat dilakukan dengan cara memasukkan semua bahan yang dibutuhkan ke reaktor, kemudian memanaskan sistem, dan mengaduk campuran sampai reaksi selesai terjadi. Pada saat reaksi berlangsung, temperatur reaksi dikontrol dengan menggunakan sistem pendingin. Penambahan monomer dilakukan secara kontinyu ke dalam reaktor untuk menghasilkan polivinil asetat dalam partikel yang lebih kecil dan dispersi yang lebih stabil. Polimerisasi Bulk Polimerisasi Bulk adalah polimerisasi yang paling mudah untuk dilakukan, namun juga merupakan reaksi polimerisasi yang sangat sulit untuk dikontrol, apalagi jika reaksi yang terjadi bersifat eksotermis. Transfer panas antara monomer dan polimer juga menyebabkan peningkatan kekentalan sehingga penggunaan metode bulk pada industri mulai dibatasi. Polimerisasi bulk dimanfaatkan untuk memproduksi polivinil asetat dengan berat molekul rendah. Polimerisasi Suspensi Polimerisasi suspensi melibatkan monomer yang didispersikan ke dalam cairan yang bersifat tidak melarutkan, misalnya air. Monomer di dalam suspensi diaduk secara kontinyu dan ditambahkan stabilizer misalnya seperti polivinil alkohol dan methyl cellulose. Polimerisasi suspensi dilakukan dengan inisiator yang dapat larut dalam monomer serta stabilizer dalam jumlah yang sedikit. Jika proses dikontrol dengan baik, polimer yang 11

dihasilkan dapat benrbentuk butiran-butiran kecil sehingga mudah untuk dipisahkan melalui filtrasi atau dengan metode spray drying. Kelebihan utama dari metode polimerisasi suspensi ini adalah transfer panas terjadi dengan sangat efisien sehingga reaksi dapat dikontrol dengan mudah. Polimerisasi suspensi tidak dapat dilakukan untuk polimer yang bersifat lengket misalnya elastomer, karena berpotensi untuk menyebabkan terjadinya agglomerasi pada partikel. Dari sisi kecepatan reaksi dan mekanisme, polimerisasi suspensi bersifat mirip dengan polimerisasi bulk. Polimerisasi suspensi biasa digunakan pada sintesis polimer untuk perekat dan aplikasi coating. iv. Polimerisasi Larutan Seperti halnya polimerisasi suspensi, polimerisasi larutan juga menyebabkan terjadinya transfer panas yang efisien, namun pelarut yang digunakan harus dipilih secara hati-hati karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi chain transfer yang pada akhirnya akan menghasilkan polimer dengan berat molekul rendah. Salah satu kendala dalam metode ini adalah sulitnya memisahkan pelarut dari polimer yang dihasilkan. Ide yang sedang dikembangkan adalah dengan menggunakan karbon dioksida superkritis sebagai solven dalam proses polimerisasi, karena karbon dioksida superkritis bersifat tidak beracun, murah, dan mudah dipisahkan dari polimer yang dihasilkan. Polimerisasi larutan biasanya dipilih untuk menghasilkan produk polivinil asetat intermediet guna diproses lebih lanjut untuk menjadi polivinil alkohol. Pelarut yang digunakan adalah metanol. 12

Perbandingan masing-masing metode polimerisasi untuk memproduksi polivinil asetat disajikan pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Perbandingan Metode Polimerisasi untuk Sintesis Polivinil Asetat Metode Polimerisasi Bulk Suspensi Larutan Kelebihan Mudah dilakukan. Tidak ada kontaminan yang ditambahkan. Panas mudah untuk terdispersi. Viskositas rendah. Polimer yang dihasilkan dalam bentuk butiran dan dapat langsung digunakan. Panas mudah untuk terdispersi. Viskositas rendah. Polimer yang dihasilkan dalam bentuk butiran dan dapat langsung digunakan. Panas mudah untuk terdispersi. Viskositas rendah. Kekurangan Reaksi sulit untuk dikontrol apabila sangat eksotermis. Kekentalan tinggi. Diperlukan proses pencucian dan pengeringan. Agglomerasi dapat terjadi. Stabilizer dapat mengkontaminasi. Terdapat tambahan biaya untuk pelarut. Pelarut sulit untuk dipisahkan. Dapat menyebabkan polusi lingkungan. Kontaminan berasal dari emulsifier dan bahan-bahan lainnya. Emulsi Polimer yang dihasilkan memiliki berat molekul yang besar. Dapat digunakan secara langsung sebagai emulsi. Metode yang baik digunakan jika polimer bersifat lengket. Diperlukan proses pencucian dan pengeringan. 13

Dari uraian metode polimerisasi diatas disimpulkan bahwa metode polimerisasi yang cocok digunakan untuk sintesis polivinil asetat adalah metode polimerisasi larutan, karena polivinil asetat yang dihasilkan dalam bentuk cairan. Polivinil asetat dalam bentuk larutan lebih diinginkan karena reaksi selanjutnya yang terjadi adalah reaksi cair-cair antara polivinil asetat dengan metanol sehingga akan lebih mudah untuk dikonversi lebih lanjut menjadi polivinil alkohol. Sintesis polivinil asetat sebagai produk akhir pada skala industri umumnya menggunakan metode polimerisasi emulsi. Inisiator yang umum digunakan adalah senyawa peroksida seperti butil peroksipivalat, di(2-etilheksil) peroksidikarbonat, butil peroksineodekanoat, benzoil peroksida, lauril peroksida, atau senyawa azo seperti 2,2 -azobis-iso-butironitril (AIBN) (Kirk- Othmer, 1982). Tahap terminasi pada polimerisasi polivinil asetat umumnya mengikuti mekanisme disproporsionasi sehingga menghasilkan dua molekul polimer dimana salah satu molekul memiliki ikatan rangkap pada ujung rantainya. Kondisi operasi pada raksi polimerisasi vinil asetat dirancang berdasarkan karakteristik produk akhir yaitu polivinil alkohol yang diinginkan. Pada polimerisasi vinil asetat dapat terjadi fenomena transfer rantai (chain transfer) secara intermolekuler. Fenomena transfer rantai adalah peristiwa pindahnya gugus aktif dari sebuah rantai polimer aktif ke molekul lain, dimana molekul baru ini disebut agen transfer rantai. Terjadinya transfer rantai antara radikal monomer yang sedang tumbuh dengan larutan metanol adalah reaksi samping yang tidak diinginkan karena menyebabkan terbentuknya polimer dengan berat molekul rendah. Fenomena transfer rantai dapat dihindari dengan menjaga kondisi reaksi pada suhu rendah serta dengan penambahan asam (2 50 ppm) seperti asam fosfat, asam oksalat, asam sitrat, dan asam tartarat. 14

5. Transesterifikasi Polivinil Alkohol Polivinil alkohol tidak dapat disintesis dari polimerisasi vinil alkohol karena sifat monomernya yang tidak stabil dan cenderung membentuk asetaldehid menurut reaksi keto-enol tautomerisasi. Reaksi tautomerisasi adalah reaksi kesetimbangan kimia antara senyawa keto (keton atau aldehid) dengan senyawa enol (alkohol), dimana terjadi pertukaran atom hidrogen dan pergeseran ikatan rangkap pada rantai utama senyawa. Senyawa keto dan enol tersebut adalah tautomer bagi satu sama lain, yaitu isomer senyawa organik pada reaksi tautomerisasi. Pada kasus reaksi tautomerisasi vinil alkohol seperti dijabarkan pada gambar 1.8, bentuk senyawa keto (aldehid) lebih stabil daripada senyawa enol (vinil alkohol) (Morrison-Boyd, 2002). Gambar 1.8. Reaksi Keto-enol Tautomerisasi Vinil Alkohol Pembentukan poli(vinil alkohol) dari poli(vinil asetat) dapat dijalankan dengan metode aminolisis, hidrolisis, maupun transesterifikasi. 15

a. Hidrolisis Prarancangan Pabrik Polivinil Alkohol Karakteristik reaksi hidrolisis adalah menggunakan air sebagai reaktannya dengan mengikuti persamaan reaksi seperti pada gambar 1.9. Gambar 1.9. Reaksi Hidrolisis Poli(vinil asetat) menjadi Poli(vinil alkohol) Pada skala industri, metode esterifikasi lebih disukai daripada metode hidrolisis karena distribusi gugus fungsional alkohol pada rantai produk PVA lebih teratur sehingga molekul polimer lebih stabil. Selain itu, reaksi hidrolisis jarang digunakan untuk memproduksi PVA karena laju reaksinya lebih lambat dibandingkan dengan proses transesterifikasi. b. Aminolisis Reaksi aminolisis tidak lagi digunakan di industri utuk sintesis PVA karena reaksi ini sangat sensitif terhadap ph (Satterthwait, 1974). Reaksi aminolisis berjalan berdasarkan reaksi pada gambar 1.10. Gambar 1.10. Reaksi Aminolisis Polivinil asetat menjadi Polivinil alkohol 16

c. Transesterifikasi Prarancangan Pabrik Polivinil Alkohol Proses transesterfikasi adalah proses dimana sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan sebagai katalis untuk mengubah ester. Reaksi transesterifikasi antara poli(vinil asetat) dengan basa alkohol menghasilkan poli(vinil alkohol) dan aldehid terjadi menurut persamaan pada gambar 1.11. Gambar 1.11. Reaksi Transesterifikasi Polivinil Asetat dengan Alkohol Katalis yang umum digunakan pada reaksi di atas adalah NaOH maupun KOH. Derajat hidrolisis dapat diatur dengan penyesuaian waktu reaksi, konsentrasi katalis, dan suhu reaksi. Umumnya produk PVA adalah kopolimer dari poli(vinil alkohol) dan poli(vinil asetat) dengan kandungan poli(vinil asetat) berkisar antara 0-30%. Produk PVA biasanya dikelompokkan berdasarkan derajat hidrolisisnya, yaitu perbandingan antara gugus alkohol (OH) terhadap jumlah gugus fungsional secara keseluruhan. PVA yang terhidrolisis sempurna artinya tidak lagi memiliki gugus asetat (OCOCH 3 ) pada rantainya. Derajat hidrolisis produk PVA secara komersil dikelompokkan berdasarkan tabel 1.3. Tabel 1.3. Klasifikasi Produk PVA berdasarkan Derajat Hidrolisisnya (Kirk-Othmer, 1982) 17