PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

KACANG TANAH DILAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN UNTUK PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PEDESAAN ABSTRAK

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

peningkatan produksi dan produktifitas melalui intensifikasi, ekstensifikasi,

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL. Oleh :

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian dari bentang alam ( Landscape) yang mencakup pengertian lingkungan

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

Program Peningkatan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Kalimantan Selatan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

Transkripsi:

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI Soehardi Kusumowarno Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10 Cimanggu, Bogor, 16114 E-mail : ksoehardi@yahoo.com ABSTRAK Lahan rawa di Indonesia yang sangat potensial untuk diusahakan menjadi lahan pertanian sekitar 9,5 juta ha yang tersebar di tiga pulau yaitu Sumatera (3,9 juta ha), Papua (2,8 juta ha) dan Kalimantan (2,7 juta ha). Untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya beras diperlukan tambahan areal sawah tidak kurang 20.000 ha setiap tahunnya. Kebutuhan beras tersebut akan sulit dipenuhi apabila hanya mengandalkan produksi padi sawah beririgasi dan tadah hujan. Selain arealnya semakin berkurang akibat alih fungsi lahan, produktivitas padi di kedua agroekosistem tersebut juga semakin sulit untuk ditingkatkan. Setiap tahun tidak kurang dari 30.000 sampai 50.000 ha sawah telah beralih fungsi ke non pertanian. Kontribusi produksi pangan nasional khususnya beras masih didominasi oleh produsen di pulau Jawa yang menyumbang sekitar 60 persen terhadap total produksi nasional. Skala usahatani di Pulau Jawa yang relatif sempit, mengakibatkan sulitnya meningkatkan efisiensi usahatani. Alih fungsi lahan yang diikuti penurunan kualitas lahan akan mengakibatkan menurunnya produktivitas. Hal tersebut antara lain dipicu oleh faktor ekonomi dan kebutuhan tempat tinggal. Untuk menghadapi kondisi tersebut maka salah satu alternatif yang perlu mendapatkan prioritas adalah pemanfaatan lahan rawa, dimana secara tradisional lahan ini telah dimanfaatkan sejak dahulu di luar Jawa. Lahan rawa dapat dijadikan sumber pertumbuhan pertanian yang produktif dimasa mendatang dengan melakukan pengelolaan secara tepat. Kata Kunci : Lahan Rawa, Peningkatan Produksi Padi, Berkelanjutan. Pendahuluan Kementerian Pertanian telah menetapkan Visi Pembangunan Pertanian selama lima tahun ke depan (2010 2014) yaitu Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan yang berbasis Sumberdaya Lokal untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani. Guna mempertegas pencapaian Visi Pembangunan Pertanian tersebut, telah dicanangkan 4 (empat) target utama pembangunan pertanian tahun 2010-2014, yaitu ; Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 37

1. Pencapaian Swasembada dan Swasembada berkelanjutan. 2. Peningkatan Diversifikasi Pangan. 3. Peningkatan Nilai tambah, Daya saing dan Ekspor 4. Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk lima komoditas yaitu: beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Untuk itu, produksi harus dipertahankan minimal sama dengan peningkatan permintaan dalam negeri. Dengan memperhitungkan proyeksi laju pertumbuhan penduduk nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dan peluang ekspor, maka pada tahun 2014 diharapkan produksi padi mencapai 75,70 juta ton gabah kering giling (GKG) atau meningkat rata-rata 3,22 % per tahun. Untuk mewujudkan pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan tersebut masih banyak persoalan mendasar yang harus diselesaikan dan memerlukan penanganan yang cermat dan tepat. Seperti meningkatnya fenomena variabel dan perubahan iklim global, terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana sektor pertanian, meningkatnya alih fungsi lahan, serta meningkatnya tekanan jumlah penduduk. Fenomena variable dan perubahan iklim global pada sektor pertanian berpengaruh secara runtut terhadap ekosistem, sistem sumberdaya, terutama lahan dan air, dan sistem produksi pertanian serta terhadap sistem sosial ekonomi petani. Selain itu perubahan iklim global juga menyebabkan terjadinya perubahan pola dan intensitas curah hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Bagi pertanian dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, eksplosif hama dan penyakit tanaman dan hewan, yang pada akhirnya adalah penurunan produksi pertanian. Dalam mengantisipasi perubahan iklim global tersebut langkah-langkah sistematis mulai dari antisipasi adaptis sampai dengan mitigasi agar target produksi yang ditetapkan Kementerian Pertanian dapat tercapai telah direkomendasikan dalam wilayah persawahan setempat. Kondisi Produksi Padi Di Kalimantan Selatan Tipologi lahan dan tipe luapan lahan rawa pasang surut serta sifatnya setelah direklamasi merupakan faktor penyebab perbedaan produktifitas padi dan sekaligus mengindikasikan perlunya penanganan dan pengelolaan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan rawa diperlukan pendekatan yang khusus menyangkut perbaikan agrofisik lahan dan sosial ekonomi (Ismail et al. 1993: Noor 2004). Berdasarkan jenis tanah dan kendala pengembangan, rawa pasang surut dibedakan atas empat tipologi lahan yaitu lahan gambut,sulfat masam, salin dan potensial. Berdasarkan tinggi rendahnya luapan pasang air laut/sungai secara garis besar lahan rawa pasang surut dapat dibedakan dalam empat tipe luapan, yaitu tipe A, B, C dan D. Penataan lahan dengan tipe luapan A dan B umumnya disawahkan, sedang tipe luapan C umumnya ditata dengan sistem surjan. Hal ini berhubungan dengan kedalaman pirit pada tipe A dan B yang dimungkinkan dangkal, sedangkan tipe luapan C jauh pada jeluk lebih dari 100 cm dari permukaan tanah, sehingga aman dengan pembuatan sistem surjan. Introduksi pembuatan Soehardi Kusumowarno : Percepatan Peningkatan Produksi Dan Produktivitas Padi 38

surjan di lahan rawa merupakan upaya untuk mengurangi resiko kegagalan usahatani dengan adanya usahatani hortikultura seperti yang dilakukan oleh petani di kabupaten Barito Kuala (Batola). Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas padi lahan rawa pasang surut masih rendah. Produktivitas tertinggi sebesar 4,2-6,3 ton GKG/ha dicapai pada lahan sulfat masam potensial tipe luapan A, disusul oleh lahan gambut tipis atau bergambut dan sulfat masam aktual tipe luapan B dengan produktivitas sebesar 2,6 4,6 ton GKG/ha. Produktivitas padi terendah terdapat pada lahan gambut tengahan tipe luapan antara B C yaitu 1,8 2,5 ton GKG/ha dan lahan salin tipe luapan A yaitu 2,6-3,9 ton GKG/ha. Pada beberapa lahan rawa potensial hasil padi dapat mencapai 5,5 6,5 ton GKG/ha. Keanekaragaman lokal untuk varietas padi sangat menentukan keberhasilan bercocok tanam padi. Hingga saat ini masih banyak varietas padi lokal, seperti varietas Siam yang ditanam turun temurun sebagaimana yang dilakukan petani di Kabupaten Tanah Laut maupun di Kabupaten Barito Kuala. Produksi padi di Kalimantan Selatan selama enam tahun terakhir terus meningkat, seiring dengan peningkatan produktivitas. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Kalimanan Selatan, disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008 2013. Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Peningkatan produksi (%) 2008 507.319 38.52 1.954.284-2009 490.069 39.93 1.956.993 0,14 2010 471.166 39.10 1.842.089-5,87 2011 489.134 41.67 2.038.309 10,65 2012 496.082 42.05 2.086.221 2,35 2013 479.721 42.34 2.031.029-2,65 RERATA 488.915 40,60 1.984.821 4,76 Sumber : BPS, 2014 Selama enam tahun terakhir, peningkatan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2011 yang meningkat 10,65% dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut ditunjang oleh terjadinya peningkatan luas areal panen dan produktivitas padi. Produksi padi tersebut sebagian disumbangkan oleh petani-petani padi di lahan pasang surut. Ciri utama lahan rawa pasang surut yang menentukan keberhasilan usaha tani padi antara lain adalah kadar dan jeluk pirit, kematangan dan ketebalan gambut dan kadar garam. Permasalahan yang sering muncul akibat terjadinya perubahan salah satu atau beberapa hal berikut ; tersingkapnya lapisan pirit yang umumnya dangkal (jeluk<50 cm), gambut tebal dan mentah bersifat hidrofob dan ketiga adanya penyusupan air laut. 1. Kadar pirit (FeS2) di lahan rawa pasang surut jika bersifat stabil dalam kondisi anaerob,tetapi mudah teroksidasi dengan lapisan ion H+ dan asam sulfat sehingga Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 39

menciptakan kemasaman tanah yang sangat tinggi. Berkenaan dengan sifat dan watak tanah, apabila di lapisan bawah terdapat senyawa pirit maka upaya untuk mempertahankan muka air pada batas diatas lapisan pirit merupakan kunci keberhasilan berusahatani tanaman padi. Pemasaman tanah ini diikuti dengan peningkatan kelarutan Al, Fe dan Mn yang berlebihan sehingga menimbulkan keracunan pada tanaman padi. Pirit juga dapat teroksidasi pada musim kemarau panjang yang mengakibatkan lapisan tanah pecah atau retak dan untuk menanggulangi keretakan ini dengan pemberian kapur pertanian (kaptan). 2. Gambut tebal atau bergambut mempunyai potensi cukup baik untuk budidaya tanaman padi, dimana produktivitasnya ditentukan oleh tingkat kematangan dan ketebalan gambut.lahan gambut dengan tingkat kematangan rendah atau masih mentah (fibrik) dan umumnya termasuk gambut tebal (tebal > 1 m) mempunyai tingkat produktivitas rendah. Gambut yang mengalami kekeringan akan bersifat hidrofob, daya serap atau daya simpan air menurun sampai 50% dan untuk mengembalikan untuk budidaya tanaman padi memerlukan perlakuan dengan pemberian pupuk kompos atau pupuk kandang dalam jumlah yang besar. 3. Penyusupan air laut pada musim kemarau dapat sampai ke pedalaman mencapai jarak ratusan kilometer, untuk pertanaman padi lokal tidak berpengaruh oleh intrusi air laut. Pemanfaatan air laut sebagai penukar ionik pada tanah sulfat masam dapat memperbaiki sifat kimia tanah karena pada tanah dengan ph yang tinggi Al akan mengendap sebagai hidroksi atau garam sulfat, sementara asam terlarut terbebaskan akan tercuci keluar. Keberagaman tipologi lahan dan tipe luapan pada lahan rawa pasang surut serta sifatnya setelah direklamasi merupakan faktor penyebab perbedaan produktivitas padi dan sekaligus mengidentifikasikan perlunya penanganan dan pengelolaan yang berbeda.hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas pertanian dilahan rawa diperlukan pendekatan yang holistik menyangkut aspek perbaikan agrofisik lahan (tanah, air dan tanaman) dan kemampuan sosial-ekonomi (modal, kelembagaan, pendidikan, adat dan budaya). Pengembangan lahan rawa pasang surut untuk pertanian terutama untuk tanaman pangan menunjukkan keberhasilan di beberapa tempat, bahkan menjadi sentra produksi padi dengan produktivitas yang tinggi dan stabil. Masalah lahan rawa pasang surut di masing-masing tempat dan wilayah mempunyai perbedaan dan bersifat spesifik lokasi, sehingga tidak selalu tepat penyelesaian suatu lokasi diterapkan di tempat yang lain. Sebagai bahan perbandingan dalam peningkatan produksi padi, sekaligus peningkatan pendapatan petani lahan rawa pasang surut di Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala ( Batola), keragaan produksi di kedua kabupaten ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Soehardi Kusumowarno : Percepatan Peningkatan Produksi Dan Produktivitas Padi 40

Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan tahun 2008 2012. Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Peningkatan produksi ( %) 2008 46.726 42,20 197.184-2009 41.141 38,66 159.035-19,35 2010 45.500 38.83 176.687 11,10 2011 43.838 40.07 175.669-0,57 2012 44.368 40.45 179.485 2,17 RERATA 44.315 38.04 168.574-6,65 Sumber : Dinas Pertanian TPH Kalimantan Selatan, 2013 Kondisi pertanian terutama tanaman padi sawah di Kabupaten Barito Kuala sangat berbeda dengan di Kabupaten Tanah Laut, dimana pada umumnya petani rata-rata pembuatan sistem surjan pada lahannya. Dengan sistem surjan pada lahan bawah ditanami dengan padi sawah, sedangkan lahan atasnya ditanami dengan tanaman hortikultura yaitu jeruk, hal ini akan menambah pendapatan usahatani serta meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya. Tabel 2 menunjukkan produktivitas padi di Kabupaten Tanah Laut yang meningkat selama lima tahun (2008 2012), dengan peningkatan produksi tertinggi diperoleh tahun 2010 yang meningkat 11,10 % dari tahun sebelumnya. Sedangkan di Kabupaten Barito Kuala, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3, produktivitas usahatani padi masih lebih rendah dibandingkan Kabupaten Tanah Laut. Peningkatan produksi padi tertinggi diperoleh pada tahun 2007 yaitu meningkat sebesar 12,92 % dari tahun sebelumnya. Tabel 3. Luas panen, produktivitas dan produksi padi Kalimantan Selatan tahun 2006 2011. Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) di Kabupaten Barito Kuala, Produksi (ton) Peningkatan produksi (%) 2006 88.433 31,68 280,121-2007 90.963 34,77 316.312 12,92 2008 92.932 33,66 312.805-1,12 2009 91.197 34,83 317.605 1,54 2010 95.104 34,60 329.089 3,62 2011 92.152 37,21 342.869 4,19 RERATA 91.797 34,45 316.467 21,15 Sumber : Dinas Pertanian TPH Kalimantan Selatan, 2013 Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 41

Kesimpulan 1. Kearifan lokal dalam pemanfaatan lahan rawa pasang surut mempunyai keberagaman agrofisik, sehingga produktivitas tanaman pangan terutama padi juga beragam antar lokasi dan wilayah. 2. Masalah lahan rawa pasang surut di masing-masing lokasi dan wilayah mempunyai perbedaan dan bersifat spesifik lokasi sehingga keberhasilan pada suatu tempat tidak selalu tepat diterapkan di tempat yang lainya. 3. Permasalahan budidaya tanaman padi sering muncul pada lahan rawa pasang surut akibat terjadinya perubahan salah satu atau beberapa sifat lahan rawa pasang surut antara lain ; (a) tersingkapnya lapisan pirit yang umumnya dangkal (jeluk < 50 cm ) (b) gambut tebal, mentah dan bersifat hidrofob, dan (c) penyusupan air laut. 4. Pendapatan usahatani padi lahan rawa pasang surut di Kabupaten Tanah Laut sejumlah Rp. 17.458.500,- untuk setiap hektarnya, sedangkan di Kabupaten Barito Kuala petani mendapatkan Rp. 19.807.000,- dari hasil tanaman padi ditambah hasil panen tanaman jeruk. Daftar Pustaka Achmad M.Fagi. 2006. Tataguna Air Irigasi di Tingkat Usahatani : Kasus di Barubug Jatiluhur. Adiningsih, S. 2004. Dinamika hara dalam tanah dan mekanisme serapan hara dalam kaitannya dengan sifat-sifat tanah dan aplikasinya pupuk. LPI dan APPI, Jakarta. Alihamsyah, T. 2004. Potensi dan pendayagunaan lahan rawa dalam rangka peningkatan produksi padi. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Anwar, K, M.Sarwani, dan R.Itjin,1994. Pengembangan pengelolaan air di lahan pasang surut : Pengalaman dari Kalimantan Selatan. Dalam : M. Sarwani et al (Eds). Pengelolaan Air dan Produktivitas Lahan Rawa Pasang Surut : Pengalaman dari Kalimantan Selatan dan Tengah. Balittan Banjarbaru. Dillon, J.I and J.B. Hardaker. 1980. Farm Management Research for Small Farm Development, FAO of the United Nation, Rome. Dobermann, A and T. Fairhurst, 2000. Nutrient disorders IRRI and Potast & PPI/PPIC.Manila, Philipina. and nutrient management, Debertin,D.L,1986. Agricultural Production Economics. Second Edition, Mc.Graw Hill Inc. New York. Ekstensia, 2011. Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan dalam rangka menghadapi Perubahan Iklim Global. Edisi 3. Ismail, G.I.,T. Alihamsyah, IPG Widjaja-Adhi,Suwarno,T.Herawati,R.Thahir dan D.E Sianturi,1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa 1985-1993, Proyek SWAMPS II. Badan Litbang Pertanian. Bogor/Jakarta. 128 p. Soehardi Kusumowarno : Percepatan Peningkatan Produksi Dan Produktivitas Padi 42

Noor, M. 2004. Lahan Rawa : Sifat dan Pengelolaan Tanah bermasalah Sulfat Masam. Raja Grafindo, Jakarta, 241 p. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2006. Iptek Membahas isu pembangunan pertanian tanaman pangan. Tanaman Pangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008. Inovasi Teknolog Tanaman Pangan. Prosiding Simposium V Tanaman Pangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2010. Inovasi Teknologi berbasis Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 43