SILENT REVOLUTION : KAMPANYE, KOMPETISI CALEG, DAN KEKUATAN PARTAI MENJELANG PEMILU Lembaga Survei Indonesia (LSI) Oktober 2008

dokumen-dokumen yang mirip
Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009

RASIONALITAS PEMILIH: KONTESTASI PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

KECENDERUNGAN SWING VOTER MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2009

Konsolidasi Demokrasi. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

TREND ORIENTASI NILAI-NILAI POLITIK ISLAMIS VS NILAI-NILAI POLITIK SEKULER DAN KEKUATAN ISLAM POLITIK

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

EFEK CALON TERHADAP PEROLEHAN SUARA PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014

PEMILIH MENGAMBANG DAN PROSPEK PERUBAHAN KEKUATAN PARTAI POLITIK

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD

Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK

KRITERIA IDEAL MENTERI DAN EVALUASI ATAS KINERJA PEMERINTAHAN SBY MENJELANG TERBENTUKNYA KABINET BARU

KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA. Temuan Survei Juli 2007

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI)

ISU KEBANGKITAN PKI SEBUAH PENILAIAN PUBLIK NASIONAL. Temuan Survei September 2017

PELUANG DAN HARAPAN DPD RI: SEBUAH EVALUASI PUBLIK

KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH

KONTROVERSI PUBLIK TENTANG LGBT DI INDONESIA

DEBAT CAPRES-CAWAPRES DAN KECENDERUNGAN SIKAP PEMILIH

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

Menurunnya Kinerja Pemerintah dan Disilusi terhadap Partai Politik

KEPERCAYAAN PUBLIK PADA PEMBERANTASAN KORUPSI

SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH TERHADAP POLITIK UANG

PROSPEK KABINET DAN KOALISI PARPOL

MEDIA MASSA DAN SENTIMEN TERHADAP PARTAI POLITIK MENJELANG PEMILU 2014

PREDIKSI PEROLEHAN SUARA PEMILIH PADA PILKADA DKI JAKARTA 2007

PROSPEK KEPEMIMPINAN NASIONAL EVALUASI PUBLIK TIGA TAHUN PRESIDEN

KECENDERUNGAN SIKAP & PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILU LEGISLATIF 2014

EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014

EFEK KAMPANYE DAN EFEK JOKOWI: ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU LEGISLATIF 2014

EVALUASI 13 TAHUN REFORMASI DAN 18 BULAN PEMERINTAHAN SBY - BOEDIONO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih

ISU-ISU PALING MENDESAK DAN POSITIONING CITRA CAPRES-CAWAPRES

Head to Head Jokowi-JK Versus Prabowo Hatta Dan Kampanye Negatif. Mei 2014

KESENJANGAN PENDAPATAN: Harapan Publik terhadap Pemerintahan Jokowi-JK SURVEI NASIONAL

Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia

EVALUASI PUBLIK TERHADAP DPR DAN KETUA DPR PILIHAN MASYARAKAT

RILIS SURVEI NASIONAL 2012 STAGNASI PERILAKU PEMILIH: FENOMENA PARTAI POLITIK MATI SURI

AKUNTABILITAS POLITIK: EVALUASI PUBLIK ATAS PEMERINTAHAN. Temuan Survei Nasional

KOMUNALISME DAN POPULISME MASYARAKAT INDONESIA

LEMBAGA PEMBERANTASAN SURVEI OPINI PUBLIK NASIONAL

KASUS BANK CENTURY DI MATA PUBLIK

13 HARI YANG MENENTUKAN HEAD TO HEAD PRABOWO HATTA VS JOKOWI - JK. Lingkaran Survei Indonesia Juni 2014

PRO-KONTRA PILKADA LANGSUNG. Temuan Survei: 25 Oktober 3 November 2014

Mencari Calon Presiden 2014

PROTES MASSA DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL SEBUAH EVALUASI PUBLIK

ISU-ISU PUBLIK DAN PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007

SPLIT-TICKET VOTING, KARAKTERISTIK PERSONAL, DAN ELEKTABILITAS BAKAL CALON PRESIDEN

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

KINERJA PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO SEBUAH EVALUASI PUBLIK

Flow chart penarikan sampel exit poll

Laporan Survei PREFERENSI POLITIK MASYARAKAT Menuju Pemilihan Langsung Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017

RASIONALITAS PILKADA DAN CALON INDEPENDEN UNTUK PILKADA DKI JAKARTA

Temuan Survei: Januari 2015

HASIL SURVEI NASIONAL PROGRAM PARTAI POLITIK DAN KOMPETENSI CALON PRESIDEN 2014 SURVEI DAN POLING INDONESIA

Refleksi dan Harapan Ekonomi-Politik Evaluasi Publik Nasional. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

HASIL JAJAK PENDAPAT PUBLIK SEPUTAR PEMILUKADA DKI JAKARTA 2012

KEMUNGKINAN GOLPUT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA

PROSPEK ISLAM POLITIK

LAPORAN SURVEY PERILAKU PEMILIH MENJELANG PILKADA KABUPATEN LAMONGAN

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

BEREBUT DUKUNGAN DI 5 KANTONG SUARA TERBESAR. Lingkaran Survei Indonesia Mei 2014

LAPORAN EKSEKUTIF SURVEI NASIONAL MEI 2014

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

PILKADA OLEH DPRD DINILAI PUBLIK SEBAGAI PENGHIANATAN PARTAI

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

MEDIA SURVEI NASIONAL

POLITICAL OUTLOOK 2014 : EFEK JOKOWI DAN KINERJA PARPOL TIGA BULAN SEBELUM PILEG 2014

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

GOLKAR PASCA PUTUSAN MENKUMHAM. LSI DENNY JA Desember 2014

Pertarungan Wilayah Strategis Dan Efek Cawapres

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

BERITA RESMI STATISTIK

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

HARAPAN & ANCAMAN JOKOWI - JK

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

ISU AGAMA KALAHKAN AHOK?

INFORMASI PERKEMBANGAN HASIL PENGAWASAN, PENANGANAN PELANGGARAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA Sampai Dengan Hari Rabu, 26 Maret 2014 Jam 17.

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

POPULARITAS DAN PELUANG TOKOH LOKAL

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

Metodologi Quick Count

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

Transkripsi:

SILENT REVOLUTION : KAMPANYE, KOMPETISI CALEG, DAN KEKUATAN PARTAI MENJELANG PEMILU 2009 Lembaga Survei Indonesia (LSI) Oktober 2008 www.lsi.or.id

Summary Dalam empat tahun terakhir terekam kecenderungan yang mengarah pada perubahan peta kekuatan partai politik. Kekuatan elektoral partai lama cenderung stagnan atau menurun. PDIP dan Golkar cenderung stagnan atau tidak mengalami kemajuan elektoral secara berarti. Sementara PKB, PPP, dan PAN adalah partai lama yang cenderung mengalami penurunan. Sebaliknya, Demokrat dan PKS cenderung mengalami kemajuan. Sementara di antara partai-partai baru, hanya Gerindra yang tampil sebagai kekuatan elektoral baru yang berarti dan muncul dalam waktu yang relatif cepat. Kalau tidak ada perubahan strategi dan intensitas sosialisasi dari partai-partai di lama, maka sejumlah kecenderungan ini akan berlanjut hingga Pemilu 2009.

Summary Survey ini menemukan bahwa stagnasi, penurunan, dan peningkatan kekuatan elektoral berbagai partai tersebut terkait erat dengan gejala menguatnya peran media massa menggantikan fungsi organisasi partai politik dalam menjangkau calon pemilih. Inilah silent revolution, revolusi diam-diam, yang sedang terjadi dalam kompetisi antar partai di Indonesia, yang dicerminkan oleh munculnya televisi sebagai medium utama penyebaran informasi politik dan sebagai medium persuasi paling massif. Organisasi partai semakin kehilangan relevansi sebagai saluran sosialisasi politik. Akibatnya, hanya partai yang mampu mengakses media secara sistematik tampil lebih kompetitif dibanding partai yang tak mampu mengakses media.

Latar Belakang Pada tahun 1950an, partai politik mengandalkan penetrasi organisasi partai di tingkat cabang dan ranting untuk menjangkau pemilih potensial yang tinggal di perkotaan dan pojok-pojok daerah. Kini, menjelang pemilu 2009, fungsi organisasi partai itu digantikan oleh iklan politik di televisi, radio, suratkabar dan majalah, yang mana media massa ini menjanjikan cara yang lebih efisien sebagai alat penyebaran informasi dan alat persuasi. Gejala perubahan ini menandai terjadinya silent revolution, revolusi diam-diam, yang mengubah wajah persaingan antar partai belakangan ini. Silent revolution ini, disadari atau tidak, juga berdampak pada metode seleksi calon legislative di sejumlah partai. PAN, Golkar, PD, PDIP, dan partai lainnya merekrut artis-artis yang populer melalui media (terutama televisi) dan memasukkan mereka ke dalam daftar calegnya. Arena dan dimensi baru pertarungan politik ini tentu melahirkan sejumlah pertanyaan: Seberapa efektif media massa bisa menggantikan fungsi organisasi partai untuk menjangkau calon pemilih? Sejauh manakah iklan politik di media massa dianggap sebagai sumber informasi yang kredibel bagi calon pemilih?

Latar Belakang Dengan munculnya trend baru perekrutan caleg berdasar popularitas di media massa, dilema antara popularitas dan kompetensi caleg mengemuka. Artis yang populer belum tentu memiliki kompetensi untuk menjadi legislator. Sebaliknya, politisi yang kompeten belum tentu populer sehingga peluang mereka memenangkan kursi di sebuah dapil pun mengecil secara drastis. Untuk jangka panjang, jika trend ini terus menguat, ia akan mempengaruhi kualitas dan kinerja lembaga legislative. Dengan mengandaikan kompetisi bebas, bagaimanakah peluang politisi profesional melawan artis populer dalam memenangkan pemilu legislative? Sejauh mana peluang Ferry Mursyidan Baldan, misalnya, jika dikompetisikan dengan Eko Patrio? Kompetisi yang berbasis media massa akan berpengaruh juga terhadap pembentukan citra partai. Namun selalu ada kemungkinan bahwa ada mismatch antara citra partai yang dibangun melalui media dengan citra partai yang diidealkan oleh calon pemilih. Bagaimanakah citra partai yang ideal dalam pandangan pemilih? Di tengah perkembangan baru ini, bagaimanakah peluang masing-masing partai memenangkan pemilu legislative?

Pengukuran Untuk menjawab serangkaian pertanyaan itu, prospek kemenangan partai politik di pemilu legislative 2009 diukur melalui pertanyaan kepada pemilih: Jika pemilu legislative diadakan hari ini, partai manakah yang anda pilih? iklan politik didefinisikan sebagai paket informasi yang dirancang oleh partai atau kandidat politik dan disebarkan melalui media massa dengan imbalan pembayaran. Partai-partai yang memasang iklan dalam tiga bulan masa soft campaign ini adalah partai lama, termasuk Golkar, PD, PDIP, PAN, PKB, PPP, PKS, dan partai baru termasuk, antara lain, Hanura dan Gerindra.

Pengukuran Keberhasilan sebuah iklan politik dilihat berdasar kemampuan calon pemilih untuk mengidentifikasi partai mana yang beriklan, serta pesan apa yang disampaikan melalui iklan. Pengukuran kemampuan identifikasi ini menunjukkan tingkat kesadaran atau awareness calon pemilih terhadap partai yang sedang beriklan. Selanjutnya, untuk mengetahui efektifitas iklan, survey LSI melihat sejauh mana pemilih menganggap bahwa informasi yang diperoleh dari iklan bisa dipercaya. Artinya, pemilih bisa memperlakukan iklan sebagai sumber informasi yang kredibel untuk mengevaluasi partai dan kandidat, atau sebaliknya, menganggap bahwa iklan bukanlah sumber informasi politik yang patut diperhatikan. Kredibilitas iklan sebagai sumber informasi juga dipengaruhi oleh sikap partisanship dari calon pemilih. Pemilih yang sudah menentukan pilihan partai jauh sebelumnya akan cenderung melihat iklan partai tersebut dan memperlakukannya sebagai sumber informasi yang kredibel. Mereka juga cenderung lebih sensitif (cepat ingat) terhadap iklan itu. Untuk melacak ini, terpaan iklan akan dikontrol dengan sikap partisanship pemilih.

Pengukuran Untuk mengetahui apakah faktor popularitas artis lebih menentukan pilihan pemilih dibandingkan dengan faktor kompetensi politisi, survey ini menjalankan eksperimentasi dengan memasang artis dan politisi dalam daftar pilihan caleg. Pemilih diminta untuk menentukan satu pilihan yang diambil dari daftar tersebut. Aspek lain yang dilacak adalah sifat partai yang ideal di benak pemilih, yakni sifat yang ikut menentukan pilihan partai. Sifat ideal ini mencakup empati, kompetensi, dan integritas. Empati adalah anggapan bahwa partai peduli dengan persoalan yang dirasakan pemilih; kompetensi adalah anggapan bahwa partai politik memiliki kemampuan untuk menyelesaikan persoalan; dan integritas adalah anggapan bahwa partai politik bersih dari korupsi.

Metode dan Data Survei nasional terakhir dilakukan 8-20 September 2008. Populasi survei: warga Indonesia berumur 17 tahun atau lebih secara nasional (dari Sabang sampai Merauke) Sampel: nasional, dipilih secara random dengan teknik multistage random sampling: proporsional atas populasi provinsi, desa-kota, dan jender. Jumlah sampel : 1249 Margin of error: +/- 3% pada tingkat kepercayaan 95%.

Methodologi Survei Populasi desa/kelurahan tingkat Nasional Prop.1 Ds 1 Ds n Prop.k Ds 1 Ds m Desa/kelurahan di tingkat Propinsi dipilih secara random dengan jumlah proporsional RT1 RT2 RT3. RT5 Di setiap desa/kelurahan dipilih sebanyak 5 RT dengan cara random KK1 KK2 Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK Laki-laki Perempuan Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan

DEMOGRAFI KATEGORI LSI BPS KATEGORI LSI BPS JENIS KELAMIN KELOMPOK PENDIDIKAN LAKI-LAKI 50.1 50.0 <= SD 52.5* 60.0 PEREMPUAN 49.9 50.0 SLTP 20.3 19.0 DESA-KOTA SLTA 20.4 18.0 DESA 60.9 59.0 Universitas 6.8 4.0 KOTA 39.1 41.0 AGAMA KELOMPOK USIA Islam 89.0 87.0 <= 19 tahun 3.6* 15.1 Kristen 8.7.0 20-29 tahun 20.8 27.1 Hindu 2.2 2.0 30-39 tahun 29.4 22.4 Lainnya 0.2 1 40-49 tahun 22.6 15.8 ETNIS >= 50 tahun 23.5 19.6 Jawa 39.8 41.6 PENDAPATAN Sunda 14.6 15.4 < 400 ribu 37.1 42.0 Melayu 7.4 3.4 400-999 ribu 36.3 38.0 Madura 4.0 3.4 >= 1juta 26.6 20.0 Bugis 1.4 2.5 Betawi 1.8 2.5 Minang 3.8 2.7 Lainnya 27.3 28.5 Sample LSI adalah penduduk yang sudah memiliki hak pilih atau berusia 17 tahun keatas, Sensus BPS termasuk yang di bawah umur 17 tahun.

DEMOGRAFI KATEGORI SAMPEL BPS KATEGORI SAMPEL BPS PROPINSI PROPINSI NAD 2.3 1.9 BALI 2.3 1.5 SUMUT 4.6 5.3 NTB 2.3 2.0 SUMBAR 3.1 2.1 NTT 2.3 2.0 RIAU 2.3 2.2 KALBAR 2.3 1.9 JAMBI 0.8 1.3 KALTENG 1.5 0.9 SUMSEL 3.1 3.2 KALSEL 2.3 1.5 BENGKULU 0.8 0.8 KALTIM 1.5 1.4 LAMPUNG 3.1 3.4 SULUT 1.5 1.0 BABEL 0.8 0.5 SULTENG 0.8 1.1 KEPRI 0.8 0.6 SULSEL 3.1 3.5 DKI 3.9 3.5 SULTRA 0.8 0.9 JABAR 15.3 17.4 GORONTALO 0.8 0.4 JATENG 13.9 15.2 SULBAR 0.8 0.5 DIY 1.5 1.6 MALUKU 0.8 0.6 JATIM 14.6 16.7 MALUKU UTARA 0.8 0.4 BANTEN 3.9 4.1 PUPUA 0.8 0.9 IRJABAR 0.8 0.3

TEMUAN

KECENDERUNGAN KEKUATAN PARTAI

Partai yang dipilih bila pemilihan angota DPR diadakan sekarang, Sep 2008, dibanding hasil pemilu 2004 (%) 30 25 21.6 25 20 18.5 18.6 18.5 15 12.1 11 7.4 7.2 6.3 5.7 6.4 8.2 5 0 3.2 2.7 2.4 1.2 1 PDIP Golkar PD PKS PKB Gerinda PAN PPP Hanura PMB Lainlain Pemilu 04 Sep' 08 Belum tahu

Partai yang dipilih bila pemilihan angota DPR diadakan sekarang, Sep 2008 (%) 30 25 KL I 25 20 18.6 18.5 KL II 15 12.1 KL III 5 6.3 5.7 KL IV 3.2 2.7 2.4 1.2 1 0 PDIP Golkar PD PKS PKB Gerinda PAN PPP Hanura PMB Lainlain Belum tahu

25 20 15 5 0 Partai apa yang akan dipilih bila pemilu diadakan hari ini? Trend 2004-2008 (%) 22 24 24.2 21 21.1 20 20.5 20 19.5 19.7 18.5 19 18 18 17.5 18 17 17 18 16 16 16 15 13 14 14.5 14 13 14 14 13 13 13.5 13 12 12 12 11.5 11 11 11 7 Aliran? 20 15 18 17 16 12 17.5 17.5 14 12.7 9 18.6 18 18.5 12.1 8.7 PDIP Golkar PD Apr'04 Feb' 05 Juli'05 Sept' 05 Des' 05 Jan' 06 Mar' 06 Agus' 06 Okt' 06 Nov' 06 Des' 06 Feb' 07 Mar'07 Mei' 07 Jul' 07 Sept' 07 Jan' 08 Apr' 08 Jun' 08 Sep' 08

12 8 6 4 2 0 11 8 7 6 9 7 3 2 Partai apa yang akan dipilih bila pemilu diadakan hari ini? Trend 2004-2008 (%) PKS 7 7 6 6 6 6 6 5 5 3 2 4 3 2.5 4 4 3 3 3 3 2 4 4 7 5 4.5 4 3 3 7 5.5 4 4 7 6 6 5 4 3.5 4.8 4 4 4.2 3 3 3 8 7.6 7 7 6.3 4 3 3 3 2.4 1 1.0 1.0 5 5.1 5 PAN 4.5 PKB Gerindra PPP Hanura Apr'04 Feb' 05 Juli'05 Sept' 05 Des' 05 Jan' 06 Mar' 06 Agus' 06 Okt' 06 Nov' 06 Des' 06 Feb' 07 Mar'07 Mei' 07 Jul' 07 Sept' 07 Jan' 08 Apr' 08 Jun' 08 Sep' 08

TEMUAN Studi ini menemukan kecenderungan perubahan kekuatan partai politik dalam empat tahun terakhir. Partai lama cenderung stagnan atau menurun secara signifikan kecuali Partai Demokrat, yang tidak pernah mendapat dukungan di bawah perolehan suara pemilu 2004. Partai Golkar dan PDIP untuk sementara masih berada pada posisi di atas tetapi tidak mengalami kemajuan berarti dibanding hasil pemilu 2004. PPP, PKB, dan PAN cenderung mengalami penurunan. Sedangkan PKS menunjukkan tandatanda kemajuan. Sementara partai-partai baru gagal menampilkan diri sebagai kekuatan yang kompetitif selain Gerindra. Pertanyaannya, mengapa terjadi kecenderungan peta politik di atas? Studi ini menemukan fenomena yang kami sebut silent revolution, yang bisa menjelaskan perubahan itu.

KAMPANYE

Memori terhadap Iklan di TV dari partai (%) 60 50 51 42 40 30 31 27 27 22.6 20 12 11 5 0 Gerindra PD Golkar PDIP PAN Hanura PKS PKB PPP

Memori terhadap Iklan di Surat Kabar dari partai (%) 25 20 15 12 12 12 5 9 7 7 6 5 2 2 0 PD Golkar PDIP Gerindra PAN Hanura PKS PKB PPP PBB

Memori terhadap Iklan Di Radio dari partai (%) 8 6 4 2 5 5 5 4 3 3 2 2 1 1 0 PD Golkar PDIP Gerindra PAN Hanura PKS PKB PPP PBB

Memori terhadap Iklan di Spanduk, Poster, baliho, stiker, dll., dari partai (%) 50 40 40 39 30 20 30 29 23 20 18 15 13 6 0 PDIP Golkar PD PAN PKS PKB Gerindra Hanura PPP PBB

VIEWERSHIP IKLAN PARTAI POLITIK DI TV (%) Seberapa sering melihat iklan partai.. Di TV (%) Base: seluruh responden 0% 80% 60% 40% 20% 0% TVC GERINDRA 34 38 9 36 21 TVC DEMOKRAT 11 58 61 63 77 12 41 7 12 27 26 22 8 14 4 6 4 2 TVC HANURA TVC PAN TVC GOLKAR TVC PDIP Tidak pernah melihat Sekali Beberapa kali Hampir tiap hari ketika ditayangkan Iklan Partai Gerindra paling banyak ditonton, di mana 66% responden menyatakan pernah melihat iklan partai Gerindra di TV.

VIEWERSHIP IKLAN PARTAI DEMOKRAT DI TV (%) Crossed by Party ID Seberapa sering melihat iklan partai DEMOKRAT Di TV (%) Tidak dekat dgn parpol manapun 40 11 39 TT/TJ 45 13 33 LAINNYA 36 15 39 DEMOKRAT 7 41 4 48 PDIP 13 48 29 GOLKAR 9 41 12 38 PAN 71 29 PKS 18 45 18 18 Gerindra 17 33 17 33 Hanura 0 0% % 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0% Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

VIEWERSHIP IKLAN PDIP DI TV (%) Crossed by Party ID Seberapa sering melihat iklan partai PDIP Di TV (%) Tidak dekat dgn parpol manapun 1 12 8 78 TT/TJ 18 8 75 LAINNYA 3 20 12 64 DEMOKRAT 7 11 81 PDIP 4 21 8 67 GOLKAR 3 18 12 68 PAN 29 14 57 PKS 9 18 73 Gerindra 17 83 Hanura 0 0% % 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0% Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

VIEWERSHIP IKLAN GERINDRA DI TV (%) Crossed by Party ID Seberapa sering melihat iklan partai GERINDRA Di TV (%) Tidak dekat dgn parpol manapun 20 37 9 35 TT/TJ 13 35 5 48 LAINNYA 24 39 27 DEMOKRAT 26 26 7 41 PDIP 25 29 17 29 GOLKAR 22 32 35 PAN 29 43 14 14 PKS 36 45 18 Gerindra 33 67 Hanura 0 0% % 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 0 % Hampir tiap hari ketika ditayangkan Beberapa kali Sekali Tidak pernah melihat

Lembaga yang paling bisa menyuarakan keinginan rakyat (%) 50 40 30 31 24 23 20 0 11 11 Media massa Ormas Birokrasi Partai Lembaga lain Tidak tahu 1 Keyakinan pada kemampuan partai menyuarakan kepentingan rakyat jauh lebih sedikit dibanding keyakinan pada media massa dan ormas. 29

TEMUAN Memori pemilih secara umum dibentuk oleh iklan televisi ketimbang oleh iklan radio dan suratkabar. Secara berurutan, iklan televisi jauh lebih berpengaruh pada memori pemilih; diikuti kemudian oleh alat sosialisasi non-media (spanduk, poster, dll); baru kemudian oleh suratkabar dan akhirnya radio. Di samping itu, kredibilitas media massa juga lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga-lembaga politik. Dengan demikian, informasi yang datang dari iklan politik di media bisa pula dianggap pemilih sebagai informasi yang patut dipercaya. Partai-partai baru gagal memanfaatkan potensi media massa ini. Akibatnya, mereka tidak dikenal oleh pemilih.

TEMUAN Setelah hampir tiga bulan masa kampanye, sangat sedikit di antara partai baru yang mampu melakukan sosialisasi diri sehingga publik pada umumnya tidak tahu partai-partai tersebut. Karena itu, jangankan dipilih, dikenalpun tidak. Partai-partai baru ini bisa dikatakan kurang bertanggung jawab, dan hanya memperumit sistem kepartaian. Mereka tak mampu memanfaatkan media massa untuk menyebarkan informasi. Lebih parah lagi, mereka pun tak mampu mengenalkan partai ke khalayak melalui jaringan organisasinya meskipun telah lolos verifikasi dan memenuhi kriteria jumlah minimal cabang sesuai dengan undang-undang.

Eksperimen: Popularitas vs. Kompetensi

Eksperimen: Bila pemilihan anggota DPR diadakan sekarang siapa yang akan dipilih dari nama-nama berikut? politisi dan artis (%) Agung Laksono 18.5 Eko Patrio 5.6 Marisa Haque 5.2 Adji Masaid 4.5 Ikang Fauzie 3.4 Muhamimin Iskandar 2.9 Pramono Anung 2.5 Angelina Sondakh 2.4 Dedi Gumelar 2.3 Nurul Arifin 2.2 Anas U 1.9 Tifatul S. Lukman S. 1 1.5 SISANYA (49%) MENJAWAB TIDAK TAHU. MS. Kaban 1 Zulifli Hasan 0.6 Zulkifli H. 0.6 Wanda Hamidah 0.5 Wulan Guritno 0.3 Priyo BS 0.2 Venna Melinda 0.1 Ferry MB 0.1

TEMUAN Ada kecenderungan calon dipilih karena alasan yang sangat minimal, yakni aware dengan calon legislatif bersangkutan. Bukan karena track record calon atau alasan kompetensi lainnya. Satu eksperimen menunjukan bahwa politisi yang secara kualitatif dinilai jauh lebih berpengalaman dan kompeten seperti Ferry Mursidan tidak akan menang kalau harus bersaing bebas dengan calon-calon lain yang jauh lebih dikenal seperti Eko Patrio. Temuan ini menunjukkan bahwa popularitas bisa menjadi faktor yang lebih penting ketimbang kompetensi (profesionalitas) dalam mengarahkan perilaku pemilih. Bahwa Agung Laksono berada pada pilihan teratas juga berkaitan dengan seringnya dia tampil di media massa, bukan semata karena kompetensinya.

EFEK PADA CITRA KARAKTERISTIK PARTAI

CITRA KARAKTER IDEAL PARTAI Empati: Peduli pada persoalan yang dirasakan rakyat Kompeten: Memiliki program yang masuk akal dan dianggap bisa menyelesaikan persoalan yang dirasakan rakyat Integritas: Bersih dari korupsi

Sifat paling penting bagi partai sehinggi pemilih mau memilihnya (%) 50 40 30 32 29 29 20 12 0 Empati Kompeten Integrity Tidak tahu

Partai paling punya program-program bagus untuk rakyat (%) 50 42 40 30 20 16 14 9 5 4 2 2 2 4 0 Golkar PDIP PD PKS Gerindra PKB PAN PPP Partai lain Tidak ada

Partai paling bersih dari korupsi (%) 70 63 60 50 40 30 20 0 7 6 4 4 2 2 2 PKS PD PDIP Golkar PKB PPP PAN Lain-lain Tidak ada

Partai paling peduli pada kepentingan rakyat (%) 50 40 40 30 20 16 15 6 3 2 2 2 4 0 PDIP Golkar PD PKS Gerindra PKB PAN PPP Partai lain Tidak ada

Temuan Golkar, PDIP, dan PD dianggap pemilih sebagai partai yang paling peduli dengan rakyat (empati) serta dianggap sebagai partai yang punya program paling baik (kompetensi). Sementara citra partai yang paling bersih dari korupsi (integritas), berurutan PKS, PD, PDIP, dan Golkar. Namun demikian, jauh lebih banyak pemilih yang mempunyai persepsi bahwa semua partai politik itu tidak memiliki empati (40%), tak memiliki program yang baik (42%), dan tidak ada yang bersih dari korupsi (63%). Dengan kata lain, lebih banyak pemilih yang tidak mampu menilai secara positif tentang partai politik. Apa artinya ini? Iklan dan sosialisasi yang selama ini secara gencar dilakukan oleh partai-partai politik tidaklah cukup untuk menumbuhkan harapan yang lebih positif pada partai.

Kesimpulan Dalam empat tahun terakhir terlihat kecenderungan yang mengarah pada perubahan peta kekuatan partai politik. PDIP dan Golkar cenderung tidak mengalami kemajuan elektoral secara berarti. Sementara PKB, PPP, dan PAN cenderung mengalami penurunan. Demokrat dan PKS cenderung mengalami kemajuan. Dari partai-partai baru, hanya Gerindra yang menunjukkan kekuatan elektoral secara berarti dan dalam waktu yang relatif cepat. Kalau tidak ada perubahan strategi dan intensitas sosialisasi dari partai-partai di atas, maka kecenderungan ini akan berlanjut hingga Pemilu 2009. Pertanyaannya kemudian, faktor apa yang menyebabkan terjadinya perubahan kecenderungan peta kekuatan partai tersebut?

Kesimpulan Studi ini menemukan sebuah gejala yang kami sebut silent revolution, dengan sifat-sifat sebagai berikut : Media massa, terutama televisi, menggantikan fungsi organisasi partai politik untuk menjangkau calon pemilih. Inilah silent revolution yang sedang terjadi dalam kompetisi antar partai di Indonesia, yang dicerminkan oleh munculnya televisi sebagai medium utama penyebaran informasi politik dan sebagai medium persuasi paling massif. Namun kekuatan media massa ini tidak secara merata mampu diakses oleh partai politik. Akibatnya, hanya partai yang mampu dan secara sistematik menggunakan media massa untuk menginformasikan dirinya ke publik yang mampu menggeser peta kekuatan partai.

Kesimpulan Dampak silent revolution ini juga muncul dalam proses rekrutmen caleg oleh partai politik dimana mereka mencomot artis-artis yang populer di televisi dalam daftar calegnya. Kesimpulan berikutnya, faktor popularitas caleg bisa lebih berpengaruh terhadap perilaku pemilih ketimbang kompetensi mereka. Artis populer di televisi, dalam eksperimentasi kompetisi bebas, bisa mengalahkan politisi berpengalaman secara telak. Akibatnya, popularitas bisa mengalahkan kompetensi. Berikutnya, dampak silent revolution juga menimpa partai-partai baru. Kegagalan mereka memanfaatkan media massa memangkas peluang elektoral mereka hampir mendekati nol. Sementara kapasitas organisasional mereka dalam menjangkau pemilih sangat rendah. Karena itu mereka hanya memperumit sistem kepartaian tanpa memberikan alternatif yang bermakna dalam kompetisi politik.