BAB II LANDASAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Resources based theory menyatakan bahwa sumber daya perusahaan adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sebuah organisasi diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut teori ini, tanggung jawab yang paling mendasar dari direksi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini, kondisi lingkungan usaha cenderung turbulent dan penuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1 (butir 2) tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PENELITIAN, DAN HIPOTESIS. Resources Based Theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengharuskan perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. intellectual capital di Indonesia mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Endang Saryanti (2010) meneliti hubungan intellectual capital dengan

BAB I PENDAHULUAN. modal, dan tenaga kerja terampil di kawasan Asia Tenggara. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya yang sebelumnya berdasarkan pada tenaga kerja (labor-based business)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan inovasi secara terus-menerus. Dalam rangka untuk dapat bertahan

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya pergeseran paradigma dari penekanan paradigma physical capital

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik ke arah dominasi pengetahuan dengan penerapan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990 an, perhatian terhadap praktik pengelolan asset tidak

BAB I PENDAHULUAN. mampu bersaing dalam mencapai tingkat kompetitif jangka panjang. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Knowledge-based economyditandai dengan kemajuan di bidang teknologi

BAB I PENDAHULUAN. pada kepemilikan aktiva berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat perusahaan-perusahaan yang mengunakan tenaga kerja (labor-based

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat telah mengalami empat fase ekonomi-sosial sepanjang sejarah

BAB II. oleh perusahaan. Modal intelektual (IC) pada umumnya didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang diperoleh dengan membandingkan nilai pasar perusahaan (market value-

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN DASAR DAN KIMIA DI INDONESIA Oleh : Munfaiqotun Nikmah

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada keberhasilan dan kelangsungan hidup suatu organisasi, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bisnisnya supaya dapat survive menghadapi persaingan yang ada. Perubahan cara

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Teori yang mendasari penelitian ini adalah Teori Pemangku Kepentingan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. persaingan yang semakin tinggi antar perusahaan. Dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk. memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. global, dimana perkembangan pada sektor perekonomian telah membawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Stakeholder Theory (Teori Stakeholder) hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Individu, kelompok,

BAB I PENDAHULUAN. berusaha memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. (knowledge-based business). Labor-based business memegang prinsip perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI

2 intelektual dan manajemen modal adalah kunci keberhasilan dianggap di bidang lingkungan yang bergejolak dan menantang akhir-akhir ini. Laporan keuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dengan teknologi yang berkembang saat ini, banyak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Wernerfelt pada tahun 1984 dalam artikel pionernya berjudul A Resourcesbased

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. saing yang lebih tinggi, dan pertumbuhan inovasi yang luar biasa mendorong

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan menjadi semakin tinggi dan tidak dapat di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan tenaga kerja (labor-based business) menjadi bisnis berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. diaplikasikan dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai. Intellectual Capital

BAB II LANDASAN TEORI. Bontis et al. (2000) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dunia yang di tandai dengan kemajuan dalam bidang teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat. Kecenderungan kesuksesan perusahaan perbankan secara umum senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. physical capital ke paradigma baru yang memfokuskan pada intellectual capital.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang terjadi pada era new economy ini tidak

PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP RETURN ON ASSET (ROA) PERBANKAN. Damar Asih Dwi

BAB I PENDAHULUAN. 2001: 231). Ini sesuai dengan resource based theory (Wernerfelt, 1984: 174)

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan pada hakekatnya didirikan dengan tujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. business) menjadi bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledgebased

BAB I PENDAHULUAN. teknologi informasi, persaingan ketat, dan pertumbuhan inovasi yang terusmenerus.

BAB I PENDAHULUAN. Penilaian harga pasar saham dilakukan oleh shareholders untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbisnisnya yang berdasarkan tenaga kerja (labor based business) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem ekonomi baru dimana pengolahan informasi, pencarian ilmu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intellectual terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja perusahaan. Menurut (Suntoso 1999 dalam Wadhikorin, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesaing. Dalam upaya pertahanan diri, perusahaan berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan ekonomi global yang semakin kempetitif menjadi tantangan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Teori yang menjadi landasan penulis adalah stakeholder theory,

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Landasan Teori 1. Resources Based Theory/View (Pendekatan Berbasis Sumber Daya)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pun harus mengubah pola manajemen dari pola manajemen. Pengetahuan telah diakui sebagai komponen bisnis yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan) ke ekonomi berbasis pengetahuan telah terjadi selama dua abad

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini persaingan ketat yang terjadi dalam dunia bisnis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. informasi mengenai aset berwujud yang bisa dinilai dengan satuan moneter,

BAB I PENDAHULUAN. dari segi aktiva berwujudnya tetapi perusahaan mulai melihat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri dengan kinerja yang baik diharapkan berdampak pada kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis dalam era globalisasi saat ini diindikasikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari resources-based business menjadi knowledge based business. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ekonomi baru dengan berkembangnya ilmu teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan usaha. Agar dapat terus

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara baik secara mikro maupun secara makro, karena memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hadirnya World Trade Organization (WTO) pada tingkat global dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Berikut ini uraian dari beberapa penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dalam suatu situasi (Sekaran, 2006). Penelitian ini menguji pengaruh intellectual

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi maka perusahaan dituntut untuk merubah cara kerja

BAB I PENDAHULUAN. kepada persaingan yang semakin kompetitif, dan perubahan cara pandang pelaku

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pula pada negara Indonesia. Perkembangan tersebut membuat intensitas

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan ini akan lebih menerapkan manajemen pengetahuan (knowlegde

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnisnya dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja/labor based business

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Metode penelitian merupakan tahap tahap penelitian yang dilakukan sebelum

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Transkripsi:

7 BAB II LANDASAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Resources Based Theory (RBT) Resources based theory menyatakan bahwa sumber daya perusahaan adalah heterogen, tidak homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan (Penrose, 1959) dalam (Astuti, 2005). Teori RBT memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya dan kemampuan (Wernerfelt, 1984). Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif. Asumsi RBT yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan. Pendekatan RBT menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan dan memperoleh keuntungan superior dengan memiliki atau mengendalikan aset-aset strategis baik yang berwujud maupun yang takberwujud.

8 Empat kriteria sumber daya sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, yaitu: (a) sumber daya harus menambah nilai positif bagi perusahaan, (b) sumber daya harus bersifat unik atau langka diantara calon pesaing dan pesaing yang ada sekarang ini, (c) sumber daya harus sukar ditiru, dan (d) sumber daya tidak dapat digantikan dengan sumber lainnya oleh perusahaan pesaing (Barney, 1991). Dalam RBT, perusahaan tidak dapat berharap untuk membeli atau mengambil keunggulan kompetitif berkelanjutan yang dimiliki oleh suatu organisasi lain, karena keunggulan tersebut merupakan sumber daya yang langka, sukar ditiru, dan tidak tergantikan (Barney, 1991). 2.1.2. Knowledge Based View (KBV) Pandangan berbasis pengetahuan perusahaan/ knowledge based view (KBV) adalah ekstensi baru dari pandangan berbasis sumber daya perusahaan/ resources based theory (RBT) dari perusahaan dan memberikan teoritis yang kuat dalam mendukung intellectual capital. KBV berasal dari RBT dan menunjukkan bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya (Grant, 1997). Asumsi dasar teori berbasis pengetahuan perusahaan berasal dari pandangan berbasis sumber daya perusahaan. Pendekatan KBV membentuk dasar untuk membangun keterlibatan modal manusia dalam kegiatan rutin perusahaan. Hal ini dicapai melalui peningkatan keterlibatan karyawan dalam perumusan tujuan operasional dan jangka panjang perusahaan. Dalam pandangan berbasis pengetahuan, perusahaan mengembangkan pengetahuan baru yang penting untuk keuntungan kompetitif

9 dari kombinasi unik yang ada pada pengetahuan (Nelson dan Winter, 1982). Dalam era persaingan yang ada saat ini, perusahaan sering bersaing dengan mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat daripada pesaing mereka. Dari penjelasan tersebut, menurut RBT dan KBV, intellectual capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya yang unik untuk menciptakan value added. Value added ini berupa adanya kinerja yang semakin baik di perusahaan. 2.1.3. Intellectual Capital (IC) Berikut beberapa pengertian IC menurut para ahli yang penulis dapat kumpulkan: a). Perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku adalah nilai Intellectual capital (Edvinsson dan Malone, 1997) dalam (Chen, 2003). b) Intellectual capital bersifat elusive, tetapi sekali ditemukan dan dieksploitasi akan memberikan organisasi basis sumber baru untuk berkompetisi dan menang (Bontis, 1996) dalam (Astuti, 2005). c). Intellectual capital adalah istilah yang diberikan untuk mengkombinasikan intangible asset dari pasar, properti intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu perusahaan dapat berfungsi (Brooking, 1996) dalam (Astuti, 2005). d) Intellectual capital adalah materi intelektual (pengetahuan, informasi, properti intelektual, pengalaman) yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Ini adalah suatu kekuatan akal kolektif atau seperangkat pengetahuan yang berdaya guna (Stewart, 1997) dalam (Astuti, 2005). e) Intellectual capital adalah pengejaran penggunaan efektif dari pengetahuan (produk jadi) sebagaimana beroposisi terhadap informasi (bahan mentah) (Bontis, 1998) dalam (Astuti, 2005).

10 f) Intellectual capital dianggap sebagai suatu elemen nilai pasar perusahaan dan juga market premium (Olve, Roy & Wenter, 1999) dalam (Astuti, 2005). Dari definisi yang dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan intellectual capital adalah selisih antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku yang merupakan bentuk dari asset tidak berwujud akibat dari materi intelektual (pengetahuan, informasi, properti intelektual, pengalaman) yang dapat menjadikan perusahaan berfungsi, berkompetisi dan unggul. Intellectual capital (IC) di Indonesia secara tersirat disebutkan dalam PSAK No 19 tentang aset takberwujud. Walaupun tidak disinggung secara langsung, namun pengertian aset takberwujud dalam PSAK No. 19 adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2007). Beberapa contoh dari aset takberwujud telah dijelaskan dalam PSAK No. 19 antara lain ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang. Selain itu juga di dalam PSAK No. 19 menyebutkan piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, film gambar hidup, daftar pelanggan, hak penguasaan hutan, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar (IAI, 2007). Bontis (2000) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi tiga komponen utama dari IC, yaitu: human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Menurut Bontis (2000), secara sederhana HC

11 merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience, dan attitude tentang kehidupan dan bisnis. Lebih lanjut Bontis (2000) menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh non-human storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah database, organisational charts, process manuals, strategies, routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya. Tema utama dari CC adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalannya bisnis (Bontis, 2000). Akuntansi tradisional yang digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan dirasa gagal dalam memberikan informasi mengenai IC (Sawarjuwono, 2003). Di lain pihak, para pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi kuantifatif dan kualitatif sebagai evaluasi kinerja perusahaan serta informasi mengenai IC yang dimiliki perusahaan. Praktik akuntansi tradisional hanya mampu mengakui intellectual property sebagai aset takberwujud dalam laporan keuangannya, seperti paten, merk dagang dan goodwill. Intangible baru seperti kompetensi staf, hubungan pelanggan, model simulasi, sistem komputer dan administrasi tidak memperoleh pengakuan dalam model keuangan tradisional (Stewart, 1997) dalam (Tan, 2007).

12 Pengakuan terhadap IC yang merupakan penggerak nilai perusahaan dan keunggulan kompetitif semakin meningkat, meskipun demikian pengukuran yang tepat atas modal intelektual masih terus dicari dan dikembangkan (Chen, 2005). Perusahaan terus terdorong untuk mencari alat pengukuran yang tepat terhadap IC perusahaan. Sulitnya mengukur Intellectual Capital secara langsung tersebut, kemudian Pulic (1998) mengusulkan pengukuran secara tidak langsung terhadap IC dengan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah (value added) sebagai hasil dari kemampuan. Salah satu alat pengukuran secara tidak langsung terhadap IC yaitu dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual perusahaan yaitu value added intellectual coefficient- VAIC TM (Pulic, 1998). 2.1.3.1. Pengukuran Intellectual Capital Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: pengukuran non moneter dan ukuran moneter. Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang berbasis non-moneter (Tan, 2007) dalam (Ulum, 2009) a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); b. Brooking s Technology Broker method (1996); c. The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997); d. The IC-index dikembangkan oleh Roos (1997); e. Intangible Assets Monitor approach oleh Sveiby (1997); f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000); g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000)

13 Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan, 2007) dalam (Ulum, 2009): a. The EVA dan MVA model (Bontis, 1999); b. The Market-to-book Value model (beberapa penulis); c. Tobin s Q method (Luthy, 1998); d. Pulic s VAIC Model (Pulic, 1998,2000); e. Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan f. The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001). 2.1.3.2. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC ) Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) adalah sebuah metode yang dikembangkan oleh Pulic (1998, 1999, 2000), untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset takberwujud (intangible asset) yang dimiliki oleh perusahaan. VAIC merupakan alat untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Model ini relatif mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan karena dikonstruksikan dari akunakun dalam laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi). Dalam penelitian Chen (2005) disebutkan bahwa model VAIC telah digunakan dalam dunia bisnis (Pulic, 1998) dan juga dalam dunia akademik (Firer dan Williams, 2003). Perhitungannya dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai (value creation).

14 Value added didapat dari selisih antara output dan input. Nilai output (OUT) adalah revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan untuk dijual, sedangkan input (IN) meliputi seluruh beban yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dalam rangka menghasilkan revenue. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa beban karyawan tidak termasuk dalam IN. Beban karyawan tidak termasuk dalam IN karena karyawan berperan penting dalam proses penciptaan nilai (value creation). Peran aktifnya dalam proses value creation tidak dihitung sebagai biaya, tetapi tenaga kerja diperlakukan sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). Proses menciptakan, potensi intelektual (diwakili oleh biaya tenaga kerja) tidak dapat dihitung sebagai biaya lagi. Ini adalah titik kunci dari metode Pulic (2000). Sederhananya: input adalah biaya kecuali biaya tenaga kerja. Hasilnya adalah nilai tambah (VA) yang mengungkapkan kekayaan baru pada periode berjalan (Pulic, 2000). Proses value creation dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC), Capital Employed (CE), dan Structural Capital (SC). 1. Value added of Capital Employed (VACA) Value Added of Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE (Capital Employed) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan IC yang lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan.

15 Berdasarkan konsep RBT, agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, perusahaan membutuhkan sebuah kemampuan dalam pengelolaan aset baik aset fisik maupun aset intelektual. VACA merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan capital asset yang baik, diyakini peusahaan dapat meningkatkan dan kinerja perusahaannya. 2. Value Added Human Capital (VAHU) Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Berdasarkan konsep RBT, agar dapat bersaing perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Selain itu, perusahaan harus dapat mengelola sumber daya yang berkualitas tersebut dengan maksimal sehingga dapat menciptakan value added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. 3. Structural Capital Value Added (STVA) Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai.

16 Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC. 2.1.4. Kinerja Keuangan Perusahaan Kinerja keuangan adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan sumberdaya yang dimilikinya (IAI, 2007). Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003) pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan dua dasar elemen, yaitu elemen keuangan maupun elemen non-keuangan. Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis. Berdasarkan tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 macam, yaitu menurut Jumingan (2006): a. Analisis perbandingan laporan keuangan, merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam persentase (relatif). b. Analisis tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan kenaikan atau penurunan.

17 c. Analisis persentase per komponen (common size), merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang. d. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan. e. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan kas pada suatu periode waktu tertentu. f. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan. g. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba. h. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian. 2.1.4.1. Return on Assets (ROA) Return on assets (ROA) akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran ini digunakan karena adanya kepentingan penelitian untuk mengetahui pengaruh intellectual capital sebagai aset yang dimiliki oleh perusahaan dalam menghasilkan return bagi perusahaan. ROA adalah jenis analisis rasio profitabilitas kunci yang mengukur jumlah profit yang diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam melakukan efisisensi penggunaan total aset untuk

18 operasional perusahaan. ROA memberikan gambaran kepada investor tentang bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba bersih. Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba bersih. ROA dihitung dengan membagi laba bersih (net income) dengan rata-rata total asset perusahaan. Nilai ROA yang semakin mendekati 1, berarti semakin baik profitabilitas perusahaan karena setiap aktiva yang ada dapat menghasilkan laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai ROA, maka perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan assetnya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak dengan investasi yang sedikit (Jumingan, 2006). 2.1.5. Hubungan dan pengaruh antara IC (VAIC TM ) dan Kinerja Perusahaan Hubungan dan pengaruh antara intellectual capital dengan kinerja keuangan perusahaan telah dibuktikan secara empiris oleh beberapa peneliti dalam berbagai pendekatan di beberapa negara. Pada tabel 2.1 memperlihatkan rangkuman beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji hubungan antara IC dengan kinerja perusahaan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, hampir semua peneliti menggunakan VAIC TM sebagai tools untuk mengukur IC dan hampir semua menunjukkan terdapat hubungan/ pengaruh positif antara IC dengan nilai dan kinerja perusahaan (Jurnal asing dan dalam negeri, 2012). Seperti penjelasan sebelumnya, value added yang tercipta melalui pengelolaan capital employed (CE), human capital (CE), dan structural capital (SC) yang

19 baik akan menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan (Chen, 2005). 2.1.6. Perusahaan High-IC dan Low-IC Global Industry Classification Standard merupakan sebuah taksonomi industri yang dikembangkan oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) dan S&P untuk digunakan oleh komunitas keuangan global dalam mengelompokkan jenis industri perusahaan. Berdasarkan intensitas IC, Woodcock dengan panduan jenis industri menurut GICS mengelompokkan industri menjadi 2, yaitu high-ic intensive industries dan low-ic intensive industries. High-IC intensive industries adalah kelompok industri yang telah mampu memanfaatkan aset intelektualnya dengan baik sehingga tercipta keunggulan kompetitif perusahaan dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kontribusi IC yang tinggi disebut juga perusahaan padat IC (high-ic intensive industries) yang pada dasarnya berupa knowledge based company, yaitu perusahaan yang diisi oleh komunitas yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Komunitas ini memiliki kemampuan belajar, daya inovasi, dan kemampuan problem solving yang tinggi. Ciri lainnya adalah perusahaan ini lebih mengandalkan knowledge dalam mempertajam daya saingnya, hal ini digambarkan dengan semakin mengecilnya investasi yang dialokasikannya untuk physical goods, sementara untuk soft factor mendapat alokasi investasi yang semakin besar. Investasi dalam soft factors ini disebut sebagai investasi di bidang IC. Sedangkan untuk perusahaan dengan kontribusi

20 yang rendah disebut juga perusahaan tidak padat IC (low-ic intensive industries) (Woodcock dan Whiting, 2009). Pada tabel 2.2. diperlihatkan pengelompokan segmen bisnis perusahaan menjadi kelompok perusahaan High-IC dan perusahaan Low-IC menurut GICS (Woodcock dan Whiting, 2009). 2.2. Rerangka Penelitian Rerangka penelitian dalam penelitian ini menggambarkan pengaruh intellectual capital dan pengelompokan perusahaan berdasarkan intensitas intellectual capital terhadap kinerja perusahaan. Intellectual capital pada penelitian ini merupakan variabel independen yang diproksikan dengan VAIC TM (value added intellectual coefficients) dengan komponen komponennya, yaitu VACA, VAHU dan STVA. Untuk kelompok perusahaan menggunakan variabel dummy yaitu perusahaan yang berintensitas IC tinggi diberi nilai dummy 1 dan yaitu perusahaan yang berintensitas IC rendah diberi nilai dummy 0. Sedangkan kinerja perusahaan return on assets (ROA), merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. GAMBAR 1. Model Rerangka Pemikiran Teoretis Intellectual Capital (VAIC TM ) VACA VAHU Kinerja perusahaan (ROA) STVA Dummy_IC

21 2.3. Pengembangan Hipotesis Adanya efisiensi dalam penerapan intellectual capital mampu menciptakan produktivitas yang tinggi bagi para pegawai. Produktivitas inilah yang akan mampu membawa perusahaan untuk mencapai kinerja keuangan yang lebih baik lagi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chen (2005); Clarke. (2011). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha1: Terdapat pengaruh positif VAIC TM terhadap ROA. Ho1: Tidak terdapat pengaruh positif VAIC TM terhadap ROA. High-IC intensive industries adalah kelompok industri yang telah mampu memanfaatkan aset intelektualnya dengan baik sehingga tercipta keunggulan kompetitif perusahaan dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Woodcock dan Whiting, 2009). Artinya, dapat diasumsikan bahwa perusahaan High-IC lebih unggul dalam kompetensi dan kinerja dari perusahaan Low-IC. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha2: Terdapat perbedaan nilai Intellectual Capital perusahaan High-IC dan Low-IC Ho2: Tidak terdapat perbedaan nilai Intellectual Capital perusahaan High-IC dan Low-IC

22 Kriteria pengujian hipotesis 1 dan 2, Ho tidak dapat ditolak jika: T tabel t hitung, atau Sig. > alpha (α) Ha diterima jika: t tabel < t hitung, atau Sig. alpha (α) dengan arah koefisien positif.