1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut bernilai ekonomis tinggi karena memiliki daging yang gurih dan lezat, hampir 80 % bagian tubuhnya merupakan bagian yang dapat dimakan (edible portion) yaitu 50 % mantel, 30 % lengan dan tentakel. Konsumen terbesar adalah Jepang, Spanyol, Italia, dan Korea (Sudjoko 1988). Tahun-tahun terakhir ini, sangatlah dirasakan adanya peningkatan permintaan dan kebutuhan akan dan kerabatnya dari beberapa negara seperti Jepang, Hongkong, Perancis, Jerman Barat maupun Amerika. Hal ini dapat memacu kita untuk memanfaatkan peluang yang ada tersebut (Gunarso dan Purwangka 1998). Harga pasar segar dalam negeri bervariasi antara Rp.10.000 hingga Rp.15.000/kg tergantung pada ukuran per ekor dan musimnya (Warsiati 2003). Indonesia menduduki urutan ke-18 sebagai negara penghasil cephalopoda termasuk di dunia sebesar 0,7 % (Anonymous 1989). Urutan pertama penghasil cephalopoda dunia termasuk cumicumi adalah negara Jepang sebesar 35 %. Harga bergantung pada musim. Harga di pasar Jepang lebih mahal dari pasar Eropa. Di Jepang harga adalah 6 US$ / kg untuk ukuran 21-25 ekor/kg. Harga di Eropa adalah 3 US $/ kg. Pemanfaatan sumberdaya ini dilakukan dengan cara penangkapan. Alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap organisme ini adalah serok, jaring angkat, beach seine, boat seine dan pancing ulur. Musim penangkapan yang paling intensif adalah pada musim memijah dimana pada musim ini yang tertangkap sebagian besar telah matang gonad (Tasywiruddin 1999). Kegiatan penangkapan seperti ini apabila dibiarkan secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan stok di alam. Gejala over fishing pernah terjadi pada tahun 1994 di beberapa pantai di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dimana hasil tangkapan pada tahun 1994 menurun hingga 38,4 ton (Hartati 1998). Hal yang sama terjadi pada penangkapan dunia, sejak dua dekade penangkapan meningkat dari 1,5 juta ton di tahun 1979 menjadi 3 juta ton di tahun 1996 dan hasil tangkapan menurun lagi pada tahun 1998 (Gappindo 1999). Pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui kegiatan penangkapan sudah saatnya disertai dengan upaya pengaturan penangkapan dan
kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan pelepasan ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan sumberdaya karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya. Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya adalah adanya ketersediaan (supply) telur dan keberhasilan pemijahan. biasanya memilih kedalaman perairan dan benda-benda yang terdapat dalam perairan untuk meletakkan telurnya (Brandt 1984). cenderung menempelkan telurnya pada benda berbentuk helaian atau tangkai yang letaknya agak terlindung dan tempat agak gelap (Nabhitabhata 1996). Informasi tentang musim penangkapan dan adanya pemilihan terhadap tempat dan benda-benda yang terdapat di dalam perairan untuk meletakkan telurnya, dapat dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan teknik dan metode penangkapan serta atraktor untuk menarik menempelkan telurnya. Atraktor dapat dibuat dari berbagai bahan dan dapat pula diatur bentuknya sesuai dengan tujuan dari pemasangan atraktor tersebut. Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk mempengaruhi menempelkan telurnya belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut diantaranya adalah mengenai pengaruh perbedaan jenis dan kedalaman perairan tempat pemasangan atraktor terhadap penempelan telur. 1.2 Perumusan Masalah biasanya memilih jenis benda dan kedalaman perairan untuk menempelkan telurnya. Hal ini dapat dimanfaatkan dengan pemasangan atraktor yang sesuai sebagai tempat penempelan telur. Permasalahan dari penelitian ini adalah : (1) Apakah atraktor dapat digunakan untuk mempengaruhi menempelkan telurnya? (2) Jenis atraktor seperti apakah yang lebih dipilih oleh untuk menempelkan telurnya? Skema pendekatan dan pemecahan masalah ditampilkan pada Gambar 1. Atraktor Telur cumicumi
Tipe dan kedalaman pemasangan atraktor Kondisi oseanografi Penempelan telur Jumlah Telur Waktu penempelan Telur Pengumpulan telur Periode pengangkatan atraktor Penetasan telur Waktu penetasan Jumlah penetasan Produksi Gambar 1 Skema pendekatan dan pemecahan masalah (3) Apakah kedalaman pemasangan atraktor berpengaruh terhadap penempelan telur?
(4) Bilamanakah menempelkan telurnya pada atraktor? (5) Berapa lamakah waktu penetasan telur yang diperoleh dengan atraktor? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji jenis atraktor yang sesuai untuk penempelan telur cumicumi (2) Mengkaji kedalamanan perairan tempat pemasangan atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (3) Mengetahui waktu penempelan telur pada atraktor (4) Mengetahui waktu penetasan telur cumi cumi. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang (1) Jenis atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (2) Kedalamanan pemasangan atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (3) Waktu penempelan telur pada atraktor (4) Waktu penetasan telur cumi cumi. 1.4 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah (1) Telur dapat menempel pada atraktor (2) Jenis dan kedalaman perairan tempat pemasangan atraktor berpengaruh terhadap penempelan telur dengan analisis sebagai berikut : a. Ho 1 (nilai t tabel 0.05) : Tidak ada perbedaan jumlah telur cumicumi yang menempel pada setiap atraktor H1 1 (nilai t tabel 0.05) : Ada perbedaan jumlah telur yang menempel pada setiap jenis atraktor b. Ho 2 (nilai t tabel 0.05) : Tidak ada pengaruh kedalaman jumlah telur yang menempel pada setiap atraktor H1 2 (nilai t tabel 0.05) : Ada pengaruh kedalaman terhadap jumlah telur yang menempel pada setiap jenis atraktor
(3) Penempelan telur terjadi pada tempat yang terlindung dan kondisi agak gelap (4) Telur yang dikumpulkan dari atraktor dapat menetas. 2 TINJAUAN PUSTAKA