1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN. Cumi-curni merupakan salah satu sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis.

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

PENDAHUILUAN. Latar Belakang. Cephalopoda merupakan salah satu kelompok binatang lunak (filum

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

2.1 Klasifikasi Cumi-cumi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

ANALISIS JUMLAH TELUR CUMI-CUMI BERDASARKAN MUSIM. Analysis of Amount of Eggs Squid Based on The Season

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. No.45 tahun 2009 tentang perikanandisebutkan dalam Pasal 1,perikanan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

KARAKTERISTIK SUBSTRAT UNTUK PENEMPELAN TELUR CUMI-CUMI DI PULAU PUTE ANGING KABUPATEN BARRU

I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

I. PENDAHULUAN. merupakan keunggulan komparatif bangsa Indonesia yang semestinya menjadi

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan kerapu bernilai gizi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEKTIVITAS ATRAKTOR TERHADAP PENEMPELAN TELUR CUMI-CUMI PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

Gambar 1. Cumi-cumi sirip besar (Sepioteuthis lessoniana) Sumber: Koleksi Pribadi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tujuh jenis ikan sidat dari total 18 jenis di dunia, ketujuh jenis

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB I PENDAHULUAN. makmur. Untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara material dan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang paling sering digunakan oleh manusia adalah komputer. Komputer

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

BAB I PENDAHULUAN. Sidat dikenal sebagai ikan katadromous yaitu memijah di laut, tumbuh dan

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB I PENDAHULUAN. ikan laut bernilai ekonomis penting yang terdapat di perairan Indonesia.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

ATRAKTOR CUMI-CUMI : TEKNOLOGI POTENSIAL DAN TEPAT GUNA UNTUK PEMBERDAYAAN NELAYAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan. Sumberdaya hayati (ikan) merupakan bagian dari sumberdaya alam yang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN

lkan tuna merupakan komoditi yang mempunyai prospek cerah di dalam perdagangan internasional. Permintaan terhadap komoditi tuna setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut bernilai ekonomis tinggi karena memiliki daging yang gurih dan lezat, hampir 80 % bagian tubuhnya merupakan bagian yang dapat dimakan (edible portion) yaitu 50 % mantel, 30 % lengan dan tentakel. Konsumen terbesar adalah Jepang, Spanyol, Italia, dan Korea (Sudjoko 1988). Tahun-tahun terakhir ini, sangatlah dirasakan adanya peningkatan permintaan dan kebutuhan akan dan kerabatnya dari beberapa negara seperti Jepang, Hongkong, Perancis, Jerman Barat maupun Amerika. Hal ini dapat memacu kita untuk memanfaatkan peluang yang ada tersebut (Gunarso dan Purwangka 1998). Harga pasar segar dalam negeri bervariasi antara Rp.10.000 hingga Rp.15.000/kg tergantung pada ukuran per ekor dan musimnya (Warsiati 2003). Indonesia menduduki urutan ke-18 sebagai negara penghasil cephalopoda termasuk di dunia sebesar 0,7 % (Anonymous 1989). Urutan pertama penghasil cephalopoda dunia termasuk cumicumi adalah negara Jepang sebesar 35 %. Harga bergantung pada musim. Harga di pasar Jepang lebih mahal dari pasar Eropa. Di Jepang harga adalah 6 US$ / kg untuk ukuran 21-25 ekor/kg. Harga di Eropa adalah 3 US $/ kg. Pemanfaatan sumberdaya ini dilakukan dengan cara penangkapan. Alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap organisme ini adalah serok, jaring angkat, beach seine, boat seine dan pancing ulur. Musim penangkapan yang paling intensif adalah pada musim memijah dimana pada musim ini yang tertangkap sebagian besar telah matang gonad (Tasywiruddin 1999). Kegiatan penangkapan seperti ini apabila dibiarkan secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan stok di alam. Gejala over fishing pernah terjadi pada tahun 1994 di beberapa pantai di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dimana hasil tangkapan pada tahun 1994 menurun hingga 38,4 ton (Hartati 1998). Hal yang sama terjadi pada penangkapan dunia, sejak dua dekade penangkapan meningkat dari 1,5 juta ton di tahun 1979 menjadi 3 juta ton di tahun 1996 dan hasil tangkapan menurun lagi pada tahun 1998 (Gappindo 1999). Pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui kegiatan penangkapan sudah saatnya disertai dengan upaya pengaturan penangkapan dan

kegiatan budidaya yang meliputi upaya pemijahan (hatchery) dan pelepasan ke alam. Upaya ini dapat memperbaiki kerusakan sumberdaya karena dapat di lakukan pengkayaan stok untuk memperbaiki dan mempertahankan kelestarian sumberdaya. Salah satu faktor yang sangat penting untuk mendukung upaya budidaya adalah adanya ketersediaan (supply) telur dan keberhasilan pemijahan. biasanya memilih kedalaman perairan dan benda-benda yang terdapat dalam perairan untuk meletakkan telurnya (Brandt 1984). cenderung menempelkan telurnya pada benda berbentuk helaian atau tangkai yang letaknya agak terlindung dan tempat agak gelap (Nabhitabhata 1996). Informasi tentang musim penangkapan dan adanya pemilihan terhadap tempat dan benda-benda yang terdapat di dalam perairan untuk meletakkan telurnya, dapat dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan teknik dan metode penangkapan serta atraktor untuk menarik menempelkan telurnya. Atraktor dapat dibuat dari berbagai bahan dan dapat pula diatur bentuknya sesuai dengan tujuan dari pemasangan atraktor tersebut. Hingga saat ini penggunaan atraktor untuk mempengaruhi menempelkan telurnya belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut diantaranya adalah mengenai pengaruh perbedaan jenis dan kedalaman perairan tempat pemasangan atraktor terhadap penempelan telur. 1.2 Perumusan Masalah biasanya memilih jenis benda dan kedalaman perairan untuk menempelkan telurnya. Hal ini dapat dimanfaatkan dengan pemasangan atraktor yang sesuai sebagai tempat penempelan telur. Permasalahan dari penelitian ini adalah : (1) Apakah atraktor dapat digunakan untuk mempengaruhi menempelkan telurnya? (2) Jenis atraktor seperti apakah yang lebih dipilih oleh untuk menempelkan telurnya? Skema pendekatan dan pemecahan masalah ditampilkan pada Gambar 1. Atraktor Telur cumicumi

Tipe dan kedalaman pemasangan atraktor Kondisi oseanografi Penempelan telur Jumlah Telur Waktu penempelan Telur Pengumpulan telur Periode pengangkatan atraktor Penetasan telur Waktu penetasan Jumlah penetasan Produksi Gambar 1 Skema pendekatan dan pemecahan masalah (3) Apakah kedalaman pemasangan atraktor berpengaruh terhadap penempelan telur?

(4) Bilamanakah menempelkan telurnya pada atraktor? (5) Berapa lamakah waktu penetasan telur yang diperoleh dengan atraktor? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji jenis atraktor yang sesuai untuk penempelan telur cumicumi (2) Mengkaji kedalamanan perairan tempat pemasangan atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (3) Mengetahui waktu penempelan telur pada atraktor (4) Mengetahui waktu penetasan telur cumi cumi. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang (1) Jenis atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (2) Kedalamanan pemasangan atraktor yang sesuai untuk penempelan telur (3) Waktu penempelan telur pada atraktor (4) Waktu penetasan telur cumi cumi. 1.4 Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah (1) Telur dapat menempel pada atraktor (2) Jenis dan kedalaman perairan tempat pemasangan atraktor berpengaruh terhadap penempelan telur dengan analisis sebagai berikut : a. Ho 1 (nilai t tabel 0.05) : Tidak ada perbedaan jumlah telur cumicumi yang menempel pada setiap atraktor H1 1 (nilai t tabel 0.05) : Ada perbedaan jumlah telur yang menempel pada setiap jenis atraktor b. Ho 2 (nilai t tabel 0.05) : Tidak ada pengaruh kedalaman jumlah telur yang menempel pada setiap atraktor H1 2 (nilai t tabel 0.05) : Ada pengaruh kedalaman terhadap jumlah telur yang menempel pada setiap jenis atraktor

(3) Penempelan telur terjadi pada tempat yang terlindung dan kondisi agak gelap (4) Telur yang dikumpulkan dari atraktor dapat menetas. 2 TINJAUAN PUSTAKA