FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT

dokumen-dokumen yang mirip
Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah

Evaluasi Penggunaan Rig 550 HP Untuk Program Hidrolika Pada Sumur X Lapangan Y

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB IV TEKANAN FORMASI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI METODE CASING DRILLING PADA TRAYEK CASING 13-3/8 DI SUMUR SP-23

OPTIMASI PEMAKAIAN BIT PADA PEMBORAN INTERVALCASING 5 1 / 2 DI LAPANGAN BABAT-KUKUI

digunakan. Selain itu, vibrasi dapat dikurangi dengan mengatur drilling parameter. Pendahuluan

Prediksi Pore Pressure Menggunakan Metode D-Exponent Dan Eaton Sonic Log

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR Z LAPANGAN XYY PETROCHINA INTERNATIONAL

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERBANDINGAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH DENGAN BERBAGAI METODE PERHITUNGAN PADA SUMUR G-12 LAPANGAN G

Cahaya Rosyidan*, Irfan Marshell,Abdul Hamid

1. Reservoir berada di bawah perkotaan, lalu lintas yang ramai, tempat-tempat bersejarah ataupun lahan perkebunan (pertanian).

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...iv. KATA PENGANTAR...v. HALAMAN PERSEMBAHAN...

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: Evaluasi Perencanaan Desain Casing Pada Sumur SELONG-1 Di Lapangan Selong

Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...iii. HALAMAN PERSEMBAHAN...iv. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

PENGARUH TEMPERATUR DAN TEKANAN TERHADAP DESAIN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS CONSTANT BOTTOM HOLE PRESSURE TUGAS AKHIR

EVALUASI PENGGUNAAN AERATED DRILLINGPADASUMURDINDRA LAPANGANPANAS BUMI BPA-08PT.PERTAMINA UPSTREAM TECHNOLOGYCENTER

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB VI KESIMPULAN. 1. Pada pengukuran densitas lumpur terjadi penurunan nilai densitas yang di

EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Kelas TentangActivity Kelas BantuanActivity BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran...

EVALUASI PENERAPAN AERATED DRILLING PANASBUMI PADA SUMUR BETA 2 STAR ENERGY GEOTHERMAL WAYANG WINDU SKRIPSI

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

BAB I PENDAHULUAN. tekanan balik dari sumur yang biasa disebut kick. Kick merupakan tekanan balik

Acara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR

Teknik Pemboran. Instruktur : Ir. Aris Buntoro, MSc.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB VI KESIMPULAN. memperbesar jari-jari pengurasan sumur sehingga seakan-akan lubang

PERENCANAAN PEMILIHAN PAHAT BOR ROLLING CUTTER MENGGUKANAN METODE COST PER FOOT PADA SUMUR Y DI LAPANGAN X SKRIPSI

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z

Materi kuliah dapat didownload di

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN

Kinerja Operasi Aerated Drilling Pada Sumur N di Lapangan Panas Bumi K

aintis Volume 12 Nomor 1, April 2011, 22-28

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Keywords: Pore Pressure Prediction form Seismic Reflection Data

BAB V PEMBAHASAN. 5.2 Hubungan Tahanan Kemiringan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

MODIFIKASI PENGESETAN LINER DAN PEMBERSIHAN LATERAL SECTION DALAM PENYELESAIAN SUMUR HORIZONTAL PRP-CC5

BAB I. PENDAHULUAN...1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN...9

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) B-197

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENANGGULANGAN MASALAH UNDERGROUND BLOWOUT PADA LAPANGAN-X DENGAN MENGGUNAKAN METODE RELIEF WELL TUGAS AKHIR. Oleh : DIAN SYAM NURLIA NIM

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan latar belakang masalah

STUDI LABORATORIUM PENGARUH PENAMBAHAN LIGNOSULFONATE PADA COMPRESSIVE STRENGTH DAN THICKENING TIME PADA SEMEN PEMBORAN KELAS G

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

OPTIMASI PEMILIHAN BIT PADA PENGEBORAN SUMUR GEOTERMAL LMB-2 LAPANGAN GEOTERMAL LMB. Laporan Tugas Akhir. Oleh : REDDY GAUTAMA H PANGGABEAN

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH SUMUR F PADA LAPANGAN PANAS BUMI DARAJAT

OPTIMASI HIDROLIKA PADA PENGGUNAAN DOWN HOLE MUD MOTOR (DHMM) DENGAN KONSEP MINIMUM ANNULAR VELOCITY UNTUK PEMBORAN SUMUR-SUMUR BERARAH

ANALISA PRESSURE DROP DALAM INSTALASI PIPA PT.PERTAMINA DRILLING SERVICES INDONESIA DENGAN PENDEKATAN BINGHAM PLASTIC

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD

KAJIAN PENGGUNAAN AERATED DRILLING PADA TRAYEK LUBANG BOR 9-7/8 DAN TRAYEK LUBANG BOR 7-7/8 SUMUR X-3 PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY ULUBELU SKRIPSI

ANALISA MINERAL SAMPEL CUTTING

ANALISA SISTEM NODAL DALAM METODE ARTICIAL LIFT

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

PEMILIHAN PAHAT BOR (DRILLING BIT) PADA OPERASI PENGEBORAN MINYAK DAN GAS

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN SARI ABSTRACT.

BAB VII SISTEM PENYEMENAN (CEMENTING SYSTEM)

Studi Optimasi Kinerja Sucker Rod Pump Pada Sumur A-1, A-2,Z-1, Dan Z-2 Menggunakan Perangkat Lunak Prosper

S O N D I R TUGAS GEOTEKNIK OLEH : KAFRIZALDY D

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS PERHITUNGAN PENGANGKATAN CUTTING PADA SUMUR K LAPANGAN N PT.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI TERJEPITNYA RANGKAIAN PIPA PEMBORAN PADA SUMUR JH-151 LAPANGAN X DI PT.

BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERENCANAAN LINTASAN DAN ANALISIS PEMBEBANAN PADA LUBANG 8-1/2, SUMUR FA-12, LAPANGAN A

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA DATA LOG UNTUK PERHITUNGAN VOLUME AWAL GAS DI TEMPAT DENGAN METODA VOLUME TRIK

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PENGEBORAN MINYAK DAN GAS

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN...

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

BAB III METODE PENELITIAN

FORUM TEKNOLOGI Vol. 03 No. 4

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

Bambang Pramono ( ) Dosen pembimbing : Katherin Indriawati, ST, MT

Petro sudah di index oleh Google Scholar dan ipi

Transkripsi:

PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001 FAKTOR KOREKSI TERHADAP PERHITUNGAN d EKSPONEN AKIBAT ADANYA PERUBAHAN TIPE BIT DAN UKURAN BIT Rudi Rubiandini R.S., Tumpal Ebenhaezar S., Dedi Setiadi Teknik Perminyakan, ITB rrr@bdg.centrin.net.id Kata kunci : tekanan formasi, d Eksponen, parameter pemboran, PDC Bit, three cone bit. ABSTRAK Di lapangan terdapat beberapa metoda yang biasa digunakan untuk mendeteksi tekanan formasi. Salah satu metode yang paling sering digunakan ialah metode d eksponen (Jordan dan Shirley,1987)4). Metode ini menghitung suatu konstanta yang disebut d eksponen berdasarkan parameter-parameter pemboran seperti ROP, WOB, diameter bit, RPM, dan berat lumpur. D eksponen ini dapat memperkirakan tekanan formasi secara kualitatif. Plot d eksponen terhadap kedalaman akan membentuk suatu trend bagi formasi bertekanan normal. Kemiringan dari trend ini bernilai positif sebab d eksponen akan membesar bila kekerasan batuan membesar. Bila terjadi penyimpangan pada plot d eksponen terhadap kedalaman, misalnya d eksponen menyimpang ke kiri atau ke kanan dari trend normal yang ada, maka dapat dipastikan bahwa gradien tekanan formasi telah berubah. Kemudian, tekanan formasi yang baru harus segera dihitung dan berat lumpur yang digunakan harus disesuaikan. Pada kenyataannya d eksponen tidak hanya bergantung pada variabel-variabel yang telah disebutkan di atas. Bila tipe bit diganti, misalnya dari three cone bit ke PDC bit, maka harga d eksponen akan turun dengan drastis. Pada kondisi normal, penurunan harga d eksponen menunjukkan adanya kenaikan gradien tekanan formasi. Jadi, bila PDC bit digunakan maka perhitungan d eksponen memerlukan koreksi sehingga perhitungan tekanan formasi memberikan hasil yang tepat. Harga d eksponen juga dipengaruhi oleh perubahan dari diameter bit, walaupun variabel ini telah diperhitungkan dalam perhitungan d eksponen. Sayangnya nilai koreksi untuk perubahan tipe atau ukuran bit sangat tergantung pada tipe formasi atau batuan yang sedang dibor.akibatnya, untuk mencari faktor koreksi untuk beberapa lapangan akan menghabiskan waktu dan energi yang tidak sedikit, karena kita akan berhadapan dengan ribuan baris data pemboran. Untuk itu, penggunaan software yang tepat akan sangat membantu. 1. PENDAHULUAN Memperkirakan tekanan formasi dengan tepat merupakan hal yang sangat penting untuk melanjutkan pemboran ke lapisan yang lebih dalam. Tekanan formasi yang tinggi atau lebih tinggi dari tekanan hidrostatik lumpur pemboran dapat menyebabkan masuknya fluida formasi ke lubang bor. Jika fluida formasi tersebut merupakan gas yang mudah terbakar atau gas beracun maka dapat terjadi sembur liar (blow out) atau dapat membahayakan keselamatan para pekerja di permukaan. Jika tekanan formasi yang tinggi tersebut dapat dideteksi lebih dini maka hal-hal tersebut di atas dapat dihindari. Untuk mendeteksi adanya tekanan formasi yang tinggi dengan metoda d Eksponen ini ada beberapa parameter pemboran yang dievaluasi, antara lain : laju penembusan, berat pada pahat, kecepatan putar, serta diameter pahat. Bahkan dari hubungan parameter-parameter tersebut, dapat diperkirakan besarnya tekanan formasi pada kedalaman tersebut. 2. TEORI DASAR METODE d EKSPONEN Jordan dan Shirley 4) telah membuat suatu hubungan matematis antara laju penembusan R, kecepatan putar rotary table N, berat pahat W, dan diameter pahat D untuk digunakan dalam memperkirakan tekanan pori formasi. Persamaan tersebut ialah : 4) d e W R = k N D.. (1) Pengembangan persamaan di atas dalam bentuk logaritmik memberikan hubungan : R e d kn = W D..(2) Dalam satuan lapangan, persamaan di atas menjadi : 4) R 60kN e d = 12W 6 10 D..(3) d dalam persamaan di atas dikenal sebagai d eksponen yang tidak berdimensi. Baik harga suku R/60kN e dan suku 12W/10 6 D pada persamaan di atas selalu lebih kecil dari satu, sehingga harga logaritma dari masing-masing adalah negatif. Kemudian Jordan dan Shirley menyederhanakan pesamaan di atas dengan mengasumsikan k sama dengan 1 dan e juga sama dengan 1. Dalam formasi yang terkompaksi normal, bertambahnya kedalaman menyebabkan laju penembusan berkurang karena batuan semakin kompak akibat bertambahnya tekanan overburden. Dengan demikian harga d eksponen bertambah. Pertambahan d eksponen ini mengikuti suatu kecenderungan yang disebut trend d eksponen normal.

Tetapi jika suatu saat pemboran menembus formasi bertekanan abnormal maka laju penembusan akan naik dengan tiba-tiba, meninggalkan trend laju penembusan pada kedalaman sebelumnya. Perbedaan tekanan antara lubang sumur dengan formasi yang kecil, bahkan negatif akan mengakibatkan batuan yang sedang dibor semakin mudah terlepas, sehingga laju penembusan bertambah. Disamping itu, pada zona bertekanan tinggi batuannya memiliki porositas yang lebih tinggi, butiran batuan kurang rapat satu sama lainnya, sehingga batuannya lebih mudah dibor. Jika dikaitkan dengan persamaan d eksponen, maka naiknya harga laju penembusan R akan mengakibatkan turunnya harga d eksponen. Jika dibuat hubungan antara d eksponen terhadap kedalaman, maka perubahan harga d eksponen yang mengindikasikan zona bertekanan abnormal ini akan menunjukkan terjadinya penyimpangan ke kiri dari trend d eksponen normal (d eksponen mengecil). Sebaliknya, bila diperoleh data d eksponen yang menunjukkan penyimpangan ke kanan (membesar) maka hal ini mengindikasikan adanya zona bertekanan lebih rendah dari tekanan normal (subnormal) dan berpotensi pada terjadinya lost circulation. Persamaan dasar d eksponen di atas tidak mempertimbangkan adanya pengaruh berat lumpur terhadap laju penembusan. Untuk itu, d eksponen perlu dikoreksi sesuai dengan berat lumpur yang digunakan. D eksponen yang telah dikoreksi sebagai fungsi dari berat lumpur ialah : 1) G fn d c =. d...(4) Untuk memperkirakan besarnya tekanan formasi, baik pada kedalaman dengan tekanan normal maupun abnormal, terlebih dulu ditentukan garis d eksponen terkoreksi normal. Garis ini dibuat berdasarkan regresi linear pada titik-titik pada kedalaman awal yang mengikuti kecenderungan/trend. Kemudian dari garis ini ditentukan persamaan hubungan antara d eksponen terkoreksi normal terhadap kedalaman. Dengan persamaan ini dapat ditentukan d eksponen terkoreksi normal pada setiap kedalaman. Maka E (mewakili tekanan pori formasi dalam satuan ppg) pada setiap kedalaman dapat ditentukan : 1) dcn E = Gfn dc (5) Selama penggunaan metoda d Eksponen ini telah banyak ditemui bahwa pada pemboran yang menggunakan Polycristaline Diamond Compact Bit (PDC) ditemui penyimpangan atau pergeseran dari d eksponen ke arah kiri. Hal ini dapat dijelaskan karena pada pemboran dengan menggunakan PDC bit ini laju penembusan yang terjadi bisa mencapai 6 hingga 30 kali pemboran yang menggunakan three cone bit. Dengan bertambahnya ROP maka sesuai dengan persamaan (3) harga d eksponen akan berkurang. Ini akan mengakibatkan harga d eksponen terkoreksi akan meninggalkan trend yang ada sebelumnya, meskipun sebenarnya pada kedalaman tersebut tidak terdapat perubahan tekanan formasi. Namun penyimpangan akibat penggunaan PDC bit ini juga akan terjadi pada formasi bertekanan abnormal, yang menyebabkan penyimpangan menjadi lebih besar lagi, sehingga interpretasi dari d eksponen akan sedikit mengalami kesulitan. Hal ini akan dibahas setelah bagian ini. 3. PENGOLAHAN DATA PARAMETER PEMBORAN DENGAN METODA d EKSPONEN Seperti telah dijelaskan di atas, d eksponen merupakan suatu parameter yang diturunkan dari persamaan laju penembusan pemboran, di mana trend nilai d eksponen terhadap kedalaman dapat mencerminkan perubahan tekanan formasi batuan. D eksponen dihitung dengan menggunakan persamaan (3). Dengan memplot d eksponen terkoreksi terhadap kedalaman (Gambar-1), dan menarik garis trend tekanan normal, maka dapat ditentukan tekanan formasi dalam satuan E, seperti telihat pada Gambar-2. Dari Gambar-1 dapat dilihat pada kedalaman 2100 m nilai d eksponen mulai menyimpang ke arah kiri, yang menandakan adanya formasi bertekanan abnormal. Hal ini juga dapat dilihat pada plot E, yaitu pada kedalaman 2111 m E mulai bertambah. Namun kemudian terlihat bahwa tekanan ekuivalen formasi terus naik hingga mencapai puncaknya pada kedalaman 2350 m, yaitu sekitar 35 ppg. Hal ini tidak realistis, sebab seharusnya tekanan abnormal formasi tidak mencapai harga ini. Biasanya tekanan abnormal hanya berkisar antara 11 hingga 17 ppg. Selain itu dapat dilihat juga bahwa lumpur yang digunakan saat pemboran tidak pernah mencapai nilai E dari d eksponen tadi. Berat lumpur maksimum hanya mencapai 15.2 ppg pada kedalaman 2500 m. Kejadian yang menarik di sini ialah pada interval kedalaman zona abnormal (kurang lebih 2200 hingga 2700 meter) pemboran menggunakan bit jenis PDC, berbeda dengan zona di atasnya, yaitu bit jenis three cone bit. Seperti kita ketahui, pemboran dengan menggunakan PDC bit akan mempunyai laju penetrasi yang sangat tinggi, bisa mencapai 6 hingga 30 kali pemboran dengan three cone bit untuk kondisi yang sama. 2) Dengan demikian, perkiraan tekanan formasi dengan menggunakan d eksponen koreksi ini akan mengalami kesalahan karena perbedaan sifat-sifat dari bit yang digunakan. Laju penetrasi yang tinggi akibat penggunaan PDC Bit ini akan mengakibatkan nilai d eksponen koreksi bergeser lebih ke kiri (semakin kecil) (Gambar-1) walaupun seandainya tidak terdapat perubahan tekanan formasi, sesuai persamaan (3). Pergeseran akibat penggunaan PDC bit ini dapat dilihat dengan jelas pada plot E terhadap kedalaman (Gambar-2), yaitu pada kedalaman 2215 m terdapat pergeseran/peningkatan E secara drastis, dari sekitar 15 ppg menjadi sekitar 25 ppg. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada operasi pemboran yang menggunakan dua jenis bit, yaitu three cone bit dan PDC bit, perhitungan d eksponen pada interval kedalaman yang menggunakan PDC Bit harus dikoreksi, yaitu koreksi terhadap harga d eksponen terkoreksi. Untuk melakukan ini penulis menggunakan data dari dua buah sumur pada reservoar yang sama, di mana pada zona abnormal masing-masing sumur menggunakan bit PDC. Penulis berusaha menyelaraskan perkiraan tekanan pori formasi (E) dengan berat lumpur yang dipakai pada saat itu dan juga dengan membandingkannya dengan hasil perkiraan tekanan pori batuan di lapangan, sehingga dapat ditentukan suatu koreksi terhadap harga d eksponen terkoreksi.

Hal lain yang patut dicermati ialah pada interval kedalaman di bawah zona tekanan abnormal (di bawah 2760 m), terdapat juga kesalahan perhitungan E formasi, di mana E formasi pada zona ini lebih besar dari berat lumpur yang digunakan pada kedalaman tersebut (Gambar-2), suatu hal yang tidak mungkin, karena pemboran pada sumur ini bukan merupakan pemboran under balanced. Kesimpulan yang dapat ditarik di sini ialah akibat perubahan ukuran bit (pada interval ini ukuran bit ialah 8.5, sedangkan ukuran bit pada interval di atas formasi bertekanan normal ialah 17.5 ). Jadi pada interval kedalaman di bawah formasi tekanan abnormal tadi juga perlu dilakukan koreksi terhadap d eksponen terkoreksi akibat perubahan ukuran bit. Setelah melakukan beberapa set perhitungan trial and error maka penulis memperoleh dua konstanta koreksi, yaitu masing-masing konstanta koreksi terhadap penggunaan bit PDC dan koreksi terhadap perubahan ukuran bit (dari 17.5 menjadi 12.5 ). Ternyata konstanta koreksi terhadap bit PDC ialah sebesar 0.225. Artinya, pada interval kedalaman yang menggunakan bit PDC, nilai d eksponen terkoreksi perlu ditambahkan dengan 0.225. Angka ini ternyata berlaku juga untuk sumur kedua, walaupun keduanya menggunakan bit PDC dengan seri yang berbeda. Sehingga persamaaan Dcorr yang telah dikoreksi terhadap penggunaan PDC menjadi: 9 D' Corr = d + 0.225. (6) Hal yang sama juga dilakukan terhadap d eksponen normal pada kedalaman di bawah zona bertekanan abnormal (seksi 8.5 ), yaitu dengan menambahkan faktor koreksi sebesar 0.35 pada d eksponen terkoreksi, akibat perubahan ukuran bit dari 17.5 menjadi 8.5. Selain itu, pada kedalaman bit PDC juga perlu ditambahkan faktor koreksi (sebesar 0.2) karena pada kedalaman ini juga terjadi perubahan ukuran bit (17.5 menjadi 12.5 ). Angka koreksi ini ternyata juga berlaku untuk sumur kedua. Untuk penggunaan yang lebih umum, penulis mencoba membuat persamaan yang dapat mendekati hubungan antara besarnya faktor koreksi terhadap perubahan diameter bit, dengan asumsi hubungan antara faktor koreksi dan perubahan diameter bit ialah linier. fc [ d ] = 0.04x 1 d2..(7) Sehingga persamaan Dcorr pada kedalaman yang mengalami perubahan ukuran bit menjadi: 9 D' Corr = d + 0.04x[ d1 d2]. (8) Bila terdapat suatu interval kedalaman yang mengalami perubahan ukuran bit dan juga menggunakan PDC maka kedua koreksi di atas harus dilakukan. Plot d eksponen koreksi yang telah dikoreksi terhadap perubahan tipe dan ukuran bit dapat dilihat pada Gambar-3. Hasil perhitungan-perhitungan di atas dapat dilihat pada Gambar-4 dan 4a. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa koreksi yang telah dilakukan terhadap d eksponen normal pada interval kedalaman pemboran yang menggunakan PDC Bit dan kedalaman bit dengan ukuran 8.5 memberikan harga E formasi yang sesuai dengan berat lumpur yang digunakan pada saat pemboran.. Perhitungan d eksponen menggunakan software dengan program Delphi 5 yang dapat mempermudah dan mempercepat penentuan tekanan formasi selama operasi pemboran berlangsung. Software tersebut dapat menentukan harga d eksponen dan d eksponen terkoreksi terhadap kedalaman kemudian dengan menarik garis trend tekanan normal akan dapat ditentukan tekanan formasi dalam satuan E. Faktor koreksi terhadap perhitungan d eksponen akibat adanya perubahan tipe dan ukuran bit dapat diperkirakan dengan menggunakan software ini (Gambar-5 dan 5a). 4. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan : 1. Perhitungan d eksponen dengan menggunakan PDC bit memerlukan koreksi pada harga d eksponen terkoreksinya, sebesar 0.225. 2. Perhitungan d eksponen pada kedalaman yang menggunakan ukuran bit yang berbeda memerlukan koreksi, sebesar 0.35 untuk perubahan dari 17.5 ke 8.5 dan 0.2 untuk perubahan dari 17.5 ke 12.5, sehingga persamaannya ialah :. 3. Untuk interval kedalaman yang menggunakan PDC dan mengalami perubahan ukuran pahat maka perlu dilakukan koreksi dengan kedua koreksi di atas. 4. Penggunaan software akan sangat membantu perhitungan d eksponen untuk mendeteksi tekanan formasi secara tepat selama operasi pemboran berlangsung. DAFTAR SIMBOL D = diameter bit, in d = eksponen berat pada pahat dan diameter pahat terhadap laju penembusan d1 = diameter bit awal, inci. d2 = diameter bit yang baru, inci. dc = d eksponen terkoreksi pada kedalaman yang dievaluasi dcn = d eksponen terkoreksi normal e = eksponen kecepatan putar meja putar terhadap laju penembusan. E = ekivalen mud weight, ppg. f C = faktor koreksi yang perlu ditambahkan pada d eksponen normal setelah diameter bit diganti. Gfn = gradien tekanan normal (biasanya dipakai 9 ppg) k = kemudahan formasi untuk dibor (drillability) = berat lumpur yang digunakan, ppg N = kecepatan putar rotary table, rpm R = laju penembusan, ft/hr W = weight on bit, lbs DAFTAR PUSTAKA 1. Bourgoyne, Adam T. (1986) Applied Drilling Engineering. SPE Text Book Series, Vol. 2. 2. Ebenhaezar, Tumpal. (2001) Hubungan NROP, Spesific Energy (SE) dan D eksponen dalam pengambilan keputusan selama pemboran. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan ITB. 3. Putra, Erwinsyah. (1992) Spesifikasi Energy (SE) Sebagai Parameter Optimasi Bit Dibandingkan Dengan Cost Per Foot (CPF). Kolokium, Jurusan Teknik Perminyakan, ITB

4. Jordan, J.R., and Shirley, O.J. (1987) Application of Drilling Performance Data to Overpressures Detection. SPE Reprint Series No. 22 Drilling, pp. 43-50. 5. Rubiandini R.S., Rudi (2001) Hydraulic and Drilling Operation, LPM ITB, Bandung. 6. Rubiandini R.S., Rudi (2001) Diktat Kuliah : Perancangan Pemboran, Diktat Kuliah, Jurusan Teknik Perminyakan ITB, Bandung. Gambar-3 Plot d eksponen terkoreksi yang telah dikoreksi Gambar-1 Plot d eksponen terkoreksi terhadap kedalaman Gambar-4 Plot E dan berat lumpur yang telah dikoreksi Gambar-2 Plot E dan berat lumpur terhadap kedalaman

Gambar-4.a Plot E dan berat lumpur yang telah dikoreksi Gambar-5a Program perhitungan d eksponen Gambar-5 Program perhitungan d eksponen