Karakteristik Hasil Pemeriksaan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Pada Penyakit Paru di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Agung Setiadi, Ana Rima, Jatu Aphridasari, Yusup Subagyo Sutanto Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Rs Dr. Moewardi, Surakarta Abstrak Latar belakang: Bronkoskopi adalah prosedur diagnostik invasif pada penyakit. Penelitian ini mendeskripsikan karakteristik pasien yang telah melakukan bronkoskopi fiberoptik di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Metode: Desain penelitian adalah deskriptif retrospektif pada 219 pasien yang telah melakukan prosedur bronkoskopi di Rumah Sakit Dr. Moewardi sejak 1 Oktober 2012 sampai 31 Oktober 2013. Hasil: Bronkoskopi dilakukan pada 219 pasien, lebih banyak pada laki-laki (64,84%) daripada perempuan (35,16%). Diagnosis awal sebelum prosedur ditemukan tumor 45,66%, efusi pleura ganas (20,55%), tumor mediastinum (12,33%), atelektasis (3,20%), haemoptisis (3,20%), pneumotoraks (4,11%), dicurigai tuberkulosis (TB) endobronkial (1,37%), benda asing saluran napas (0,46%), abses (1,83%), metastasis (4,57%), penyakit bulosa (0,46%), limfadenopati koli (0,46%), ruptur esofagus (0,46%), dan empiema (1,37%). Penampilan yang abnormal yang paling umum ditemukan adalah stenosis kompresi (31,96%), sikatan bronkus dilakukan pada 13 pasien tumor dan 1 pasien (7,69%) positif untuk karsinoma bukan sel kecil (KPBSK), serta bilasan bronkus dilakukan pada 81 pasien dan 2 pasien (2,47%) positif untuk KPBSK. Kesimpulan: Stenosis kompresi pada tumor, efusi pleura ganas, dan tumor mediastinum merupakan gambaran paling sering pada prosedur bronkoskopi. Karsinoma bukan sel kecil adalah jenis histopatologi yang lebih sering ditemukan pada sikatan bronkus dibandingkan bilasan bronkus. (J Respir Indo. 2014; 34: 122-6) Kata kunci: bronkoskopi, tumor, efusi pleura. Clinical Characteristic of Fiberoptic Bronchoscopy Procedure in Pulmonary Diseases in Dr. Moewardi Hospital Surakarta Abstract Background: Bronchoscopy is a common invasive diagnostical procedure in clinical respiratory practice.this study described characteristic of patients who had performed fiberoptic bronchoscopy in Dr. Moewardi hospital. Methods: This study design was retrospective descriptive on 219 patients who had performed bronchoscopy procedure in Dr. Moewardi hospital from October 1 st 2012 until October 31 st 2013. Result: Bronchoscopy was performed in 219 patients, male (64.84%) was more common than female (35.16%). The initial diagnoses before procedure were lung tumor 45.66%, malignant pleural effusion (20.55%), mediastinal tumor (12.33%), atelectasis (3.20%), haemoptisis (3.20%), pneumothorax (4.11%), suspected endobronchial tuberculosis (1.37%), foreign body in the airway (0.46%), lung abces (1.83%), lung metastase (4.57%), bullous disease (0.46%), lymphadenopathy coli (0.46%), suspected esophageal rupture (0.46%), and empyema (1.37%). The most common abnormal appearance found was compression stenosis (31.96%), bronchial brushing wasperformed in 13 lung tumor patients and 1 patient (7,69%) was positive for non small cell lung carcinoma (NSCLC), bronchial washing was performed in 81 patients and 2 patients (2.47%) were positive for NSCLC. Conclusion: Compression stenosis in lung tumor, malignant pleural effusion and mediastinal tumor was the most common appearance broncoscopy procedure. NSCLC is more common histopathological finding in bronchial brushing than bronchial washing. (J Respir Indo. 2014; 34: 122-6) Key words: bronchoscopy, lung tumor, pleural effusion. Korespondensi: dr. Agung Setiadi, Sp.P Email: kembangkrambil@gmail.com; Hp: 082328045595 122
PENDAHULUAN Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) meru pakan tindakan invasif dengan memasukkan alat bronkoskop ke dalam percabangan bronkus. Tujuan tindakan ini ialah untuk menilai keadaan percabangan bronkus, mengambil bahan (spesimen) pemeriksaan untuk diagnostik dan melakukan tindakan terapeutik. Indikasi pemeriksaan bronkoskopi dapat dikategorikan untuk diagnostik, terapeutik dan preoperatif. Indikasi diagnostik terutama pada kasus kanker, nodul soliter, interstitial lung disease (ILD), tuberkulosis (TB) endobronkial, batuk yang menetap atau terdapat keluhan perubahan dahak, kelainan foto toraks yang tidak jelas penyebabnya, foto toraks normal dengan sputum sitologi positif, pneumotoraks bila tidak mengembang dan batuk darah untuk mengetahui sumber perdarahan dengan melakukan pengamatan langsung diikuti tindakan biopsi, sikatan dan bilasan bronkus pada tempat yang selektif. 1-3 Indikasi yang kedua ialah indikasi terapeutik dengan karakteristik pengeluaran benda asing, evakuasi akumulasi sekret bronkus/mukus plug (bronkial toilet), aspirasi, abses, terapi kanker dengan laser dan penanganan batuk darah masif. Indikasi yang ketiga yaitu pada keadaan persiapan operasi bedah toraks (prabedah), misalnya pada kasus menentukan tinggi lokasi benda asing pada trakea. Indikasi bronkoskopi pada keadaan khusus, yaitu pada keadaan paralisis nervus recurens/ diafragma, serak yang belum jelas penyebabnya, mengi lokal, cedera inhalasi akut, pada keadaan tertentu menilai letak ujung trakea pada pasien dengan ventilasi mekanis. 1-3 Secara umum, kontraindikasi absolut bronkoskopi tidak ada dan sangat tergantung pada keterampilan operator dan teknik yang digunakan, tetapi untuk kontraindikasi relatif antara lain adalah gangguan fungsi / jantung yang berat, keadaan umum yang berat/jelek baik karena demam atau penyebab lain, terjadi hipoksemia sedang, (PO 2 < 60 mmhg), keadaan aritmia dan penderita tidak kooperatif. 1 Bronkoskopi serat optik dilengkapi kamera mini pada ujung alatnya sehingga dapat melihat saluran napas secara langsung mulai dari rongga mulut sampai percabangan bronkus. Visualisasi dapat diabadikan berupa gambar atau rekaman yang disebut sebagai bronkoskopi. 4 Persiapan yang harus dilakukan sebelum pemeriksaan bronkoskopi adalah informasi secara lisan dan tertulis pada pasien, informed consent, pemeriksaan darah lengkap, uji waktu pembekuan dan uji waktu pendarahan, elektrokardiografi (EKG) jika ada riwayat penyakit jantung atau, antibiotik profilaksis (jika ada asplenia, protesis katup jantung, ada bising jantung, dan riwayat endokarditis heart valve prosthesis), spirometri, pertimbangan pemberian bronkodilator pada saluran napas yang labil. 1,2 Bronkoskopi juga dapat menjadi prosedur alternatif untuk membantu penegakan diag nosis lebih dini serta dapat menghasilkan kon firmasi sitologi/histopatologi. 5 METODE Penelitian ini dilakukan secara deskriptif retrospek tif pada 219 penderita yang dilakukan pemeriksaan BSOL. Data dikumpulkan dari catatan medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta mulai 1 Oktober 2012-31 Oktober 2013. Bronkoskopi serat optik lentur yang digunakan ada 2 jenis, yaitu Olympus tipe BFTE2 dipakai pada kasus elektif di kamar bedah dan Pentax FB15BS digunakan pada penderita yang tidak memungkinkan bronkoskopi dilakukan di kamar bedah dan sebagai bronkoskop cadangan jika tipe pertama tidak bisa digunakan. Tindakan dilakukan oleh dokter yang kompeten, evaluasi dilakukan mulai dari rongga mulut sampai dengan percabangan bronkus utama kanan dan kiri. Prosedur yang dapat dikerjakan meliputi bilasan dan atau sikatan bronkus pada penderita yang dicurigai keganasan, biopsi, pengambilan bahan untuk pemeriksaan mikroorganisme pada penderita infeksi, identifikasi dan menghentikan sumber per darahan, evakuasi benda asing saluran napas. Sika tan bronkus dilakukan dengan cara menyikat sebanyak 2 kali atau lebih pada daerah yang dicurigai. Kemudian material hasil sikatan bronkus disebarkan pada object glass. Bilasan bronkus dilakukan dengan menyemprotkan 20-30 ml NaCl 0,9% pada daerah yang dicurigai kemu dian cairan diaspirasi kembali pada ujung percabangan bronkus, dilakukan sebanyak 2 kali atau 123
lebih, hasil aspirasi ditampung dalam botol penampung. Fiksasi menggunakan alkohol 95%, selanjutnya sediaan dievaluasi dokter spesialis patologi anatomi. HASIL Pemeriksaan bronkoskopi dilakukan selama periode 1 Oktober 2012 sampai 31 Oktober 2013 pada 219 penderita yang terdiri dari laki-laki 142 penderita (64,84%) dan perempuan 77 penderita (35,16%). Diagnosis awal yang mendasari dilakukan pemeriksaan bronkoskopi pada tahun 2013 adalah tumor 100 penderita (45,66%), tumor mediastinum 27 penderita (12,33%), efusi pleura curiga ganas 45 penderita (20,55%), atelektasis 7 penderita (3,20%), batuk darah 7 pen derita (3,20%), pneumotoraks 9 penderita (4,11%), curiga tuberkulosis (TB) endobronkial 3 penderita (1,37%), benda asing saluran napas 1 penderita (0,46%), abses 4 penderita (1,83%), metastasis di 10 penderita (4,57%), bullous disease 1 penderita (0,46%), limfadenopati koli 1 penderita (0,46%), suspek ruptur esofagus 1 penderita (0,46%) dan empiema 3 penderita (1,37%). Hasil pemeriksaan bronkoskopi tahun 2013, kelainan yang paling banyak ditemukan adalah gambaran stenosis kompresi masing-masing pada penderita dengan diagnosis awal tumor 27 penderita (12,33%), tumor mediastinum 13 penderita (5,94%), efusi pleura curiga ganas 19 penderita (8,68%). Gambaran anatomis saluran napas normal penderita dengan diagnosis awal tumor pada tahun 2013 mencapai 35 penderita (15,98%). Tindakan paling banyak melalui bronkoskopi pada tahun 2013 yang dilakukan pada penderita dengan diagnosis awal tumor, yaitu bilasan bronkus 81 penderita (36,99%), tumor mediastinum, bilasan bronkus 24 penderita (10,96%), efusi pleura curiga ganas, bilasan bronkus 36 penderita (16,44%). Hasil sitologi kanker yang ditemukan melalui tindakan bronkoskopi pada tahun 2013 adalah 3 kasus, yaitu adenokarsinoma 1 kasus, karsinoma epidermoid 1 kasus, dan sel ganas kesan kanker jenis karsinoma bukan sel kecil kasus. Tidak ditemukan sitologi kanker jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) melalui tindakan bronkoskopi selama 1 tahun tersebut. Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin penderita yang dilakukan BSOL tahun 2013. Umur (tahun) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan <20 tahun 6 3 9 21-40 tahun 16 10 26 40-60 tahun 77 44 121 60-80 tahun 41 20 61 > 80 tahun 2 0 2 142 77 219 Persentase 64,84% 35,16% 100% Tabel 2. Karakteristik penderita berdasar diagnosis awal dan umur yang dilakukan pemeriksaan BSOL Umur (tahun) Efusi pleura mediastinum curiga ganas Atelektasis Batuk darah Benda asing saluran napas Abses Pneumothoraks Curiga TB endobronkial Metastasis di Bullous disease Susp Limfadenopati ruptur esofagus koli Empiema <20 2 0 2 0 0 0 1 1 2 0 1 0 0 0 9 21-40 11 6 4 0 2 0 1 0 2 0 0 0 0 0 26 40-60 61 16 20 4 4 4 1 0 0 7 0 1 1 2 121 60-80 26 5 18 3 1 4 0 0 0 3 0 0 0 1 61 > 80 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 100 27 45 7 7 9 3 1 4 10 1 1 1 3 219 % 45,66 12,33 20,55 3,20 3,20 4,11 1,37 0,46 1,83 4,57 0,46 0,46 0,46 1,37 100 Laki-laki 67 18 24 5 5 8 3 1 1 5 1 1 1 2 142 % 30,59 8,22 10,96 2,28 2,28 3,65 1,37 0,46 0,46 2,28 0,46 0,46 0,46 0,91 64,84 Perempuan 33 9 21 2 2 1 0 0 3 5 0 0 0 1 77 % 15,07 4,11 9,59 0,91 0,91 0,46 0,00 0,00 1,37 2,28 0,00 0,00 0,00 0,46 35,16 124
Tabel 3. Karakteristik penderita berdasar temuan kelainan saat dilakukan pemeriksaan BSOL Diagnosis Awal Stenosis Kompresi Stenosis Infiltratif Endobronkial Pendarahan Mukosa Retensi Sputum Normal 27 (12,33%) 17 (7,76%) 8 (3,65%) 11 (5,02%) 2 (0,91%) 35 (15,98%) 100 (45,66%) mediastinum 13 (5,94%) 4 (1,83%) 3 (1,37%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) 5 (2,28% 27 (12,33%) Efusi pleura curiga ganas 19 (8,68%) 7 (3,20%) 3 (1,37%) 4 (1,83%) 0 (0,00%) 12 (5,48%) 45 (20,55%) Atelektasis 1 (0,46%) 0 (0,00%) 2 (0,91%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) 2 (0,91%) 7 (3,20%) Batuk darah 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 6 (2,74%) 7 (3,20%) Pneumothoraks 3 (1,37%) 0 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 6 (2,74%) 9 (4,11%) Curiga TB endobronkial 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 2 (0,91%) 3 (1,37%) Benda asing saluran napas 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) Abses 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 2 (0,91%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) 4 (1,83%) Metastasis di 3 (1,37%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 6 (2,74%) 10 (4,57%) Bullous disease 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Limfadenopati koli 0 (0,00%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Suspek ruptur esofagus 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Empiema 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 2 (0,91%) 3 (1,37%) 70 (31,96%) 30 (13,70%) 16 (7,31%) 21 (9,59%) 4 (1,83%) 78 (35,62%) 219 (100%) Tabel 4. Distribusi tidakan berdasarkan temuan kelainan hasil bronkoskopi Diagnosa Awal Bilasan Sikatan Biopsi Bronkial Toilet Identifikasi & atasi pendarahan 81 (36,99%) 13 (5,94%) 2 (0,91%) 2 (0,91%) 2 (0,91%) 100 (45,66%) mediastinum 24 (10,96%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 27 (12,33%) Efusi pleura curiga ganas 36 (16,44%) 9 (4,11%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 45 (20,55%) Atelektasis 5 (2,28%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 7 (3,20%) Batuk darah 6 (2,74%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 7 (3,20%) Pneumothoraks 9 (4,11%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 9 (4,11%) Curiga TB endobronkial 3 (1,37%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 3 (1,37%) Benda asing saluran napas 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Abses 4 (1,83%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 4 (1,83%) Metastasis di 9 (4,11%) 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 10 (4,57%) Bullous disease 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Limfadenopati koli 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Suspek ruptur esofagus 1 (0,46%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 1 (0,46%) Empiema 3 (1,37%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 0 (0,00%) 3 (1,37%) 184 (84,02%) 25 (11,42%) 4 (1,83%) 4 (1,83%) 2 (0,91%) 219 (100%) PEMBAHASAN Penelitian ini menggambarkan karakteristik penderita yang menjalani pemeriksaan BSOL di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta selama tahun 2013. Terlihat pada tahun tersebut pemeriksaan bronkoskopi frekuensi paling banyak dilakukan pada kelompok usia 41-60 tahun dominansi jenis kelamin laki-laki dibanding perempuan. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan kasus yang diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan bronkoskopi merupakan kasus dengan diagnosis awal adalah tumor dan efusi pleura curiga ganas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang mend apatkan insidensi terbanyak tumor adalah pada usia tua dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki. Stenosis kompresi merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada kasus dengan diagnosis awal tumor sebanyak 12,33% sedangkan stenosis infiltratif sebanyak 7,76%. Hal itu menggambarkan bahwa pada tahun tersebut sebagian besar kasus dengan diagnosis awal tumor merupakan tumor yang kemungkinan belum/tidak berinfiltrasi ke saluran napas sepanjang bisa dijangkau oleh pipa bronkoskop. Bilasan bronkus dan sikatan bronkus merupakan tindakan yang paling sering dilakukan di tahun 2013 pada kasus dengan diagnosis awal tumor. Bilasan 125
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan sitologi berdasar tindakan bronkoskopi. Diagnosa Awal Cara pengambilan sampel KPKBSK KPKSK Paru Bilasan 81 2 (2,47%) 0 (n = 100) Sikatan 13 1 (7,69%) 0 Biopsi 2 0 0 Bronkial toilet 2 0 0 Identifikasi atasi pendarahan 2 0 0 Mediastinum Bilasan 24 0 0 (n = 27) Sikatan 1 0 0 Biopsi 1 0 0 Bronkial toilet 1 0 0 Identifikasi atasi pendarahan 0 0 0 Efusi Pleura Curiga Ganas Bilasan 36 0 0 (n = 45) Sikatan 9 0 0 Biopsi 0 0 0 Bronkial toilet 0 0 0 Identifikasi atasi pendarahan 0 0 0 172 3 (1,74%) 0 bronkus paling banyak dilakukan sebanyak 36,99% karena berdasar penilaian pemeriksaan bronkoskopi kelainan paling banyak ditemukan adalah stenosis kompresi sedangkan sikatan bronkus dilakukan pada kasus yang dijumpai stenosis infiltrasi saja. KESIMPULAN Pemeriksaan BSOL lebih banyak dilakukan pada laki-laki (64,84%) dengan umur 41 60 tahun. Diagnosis awal pemeriksaan bronkoskopi terbanyak adalah tumor (45,60%). Gambaran abnormal yang paling banyak ditemukan adalah stenosis kompresi (31,96%). Tindakan paling banyak dilakukan melalui bronkoskopi adalah bilasan bronkus (81,02%). Gambaran histologi terbanyak adalah KPKBSK dan ditemukan lebih banyak pada tindakan sikatan bronkus (7,69%). DAFTAR PUSTAKA 1. Rasmin M, Rogayah R, Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Syahrudin E. Diagnostik dan terapi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI Jakarta; 2001. p. 1-7. 2. Shah PL. Flexible bronchoscopy. Medi cine. 2007; 36(3):151-4. 3. Valipour A, Kreuzer A, Koller H, Koeslerr W, Burghuber OC. Bronchoscopy-guided topi cal hemos tatic tamponade therapy for the manage ment of life-threatening hemoptysis. Chest. 2005;127:2113-8. 4. American Thoracic Society. Patient information series. Fiberoptic bronchoscopy. Am J Respir Crit Care Med. 2004;169:1-2. 5. Kamath AV, Chhajed PN. Role of bronchoscopy in early diagnosis of lung cancer. Indian J Chest Dis Allied Sci. 2006;48:265-9. 126